(flashback on)
Mawar menjalani hari-harinya sebagai pelayan dengan ceria dan bahagua. Rekan kerjanya baik padanya, tidak seperti orang-orang jahat di tempat pub ia bekerja dulu. Bahkan mereka senang sekali memuji Mawar, tentang betapa bagusnya kerja dia.
Dulu sebelum bekerja di kediaman ini, dia bekerja di sebuah pub. Dimana para tentara yang lelah sehabis bekerja atau berperang yang ingin bersantai menghabiskan waktu mereka di sana. Pub itu bisa dibilang neraka, setidaknya bagi Mawar.
Para tentara yang kejam itu sering melecehkannya, bahkan beberapa kali memaksanya untuk tidur bersama. Mereka menyebutnya "Hoer" atau pelacur ketika ingin melampiaskan hasrat mereka yang menjijikkan itu. Apalagi dia satu-satunya wanita dewasa yang melayani tamu di pub itu. Karena tenaganya, Mawar tidak dapat menolak. Belum lagi pemilik pub itu semakin diuntungkan kalau Mawar tidur dengan para tentara itu, pemilik pub itu akan m
(flashback on)Mawar bersenandung riang dengan tangan yang fokus menggerakkan sapu, membersihkan halaman belakang yang dipenuhi dedaunan kering."Tampaknya kau sangat senang."Mawar langsung menoleh saat mendengar suara lembut seorang wanita. Itu Luna. Seperti biasa dia tampak anggun dan begitu cantik dengan setelan pakaiannya yang sederhana."Iya, nona.""Apa pekerjaan di kediaman ini membuatmu lelah? Bukankah ada begitu banyak pekerjaan yang menumpuk?"Mawar menggeleng pelan, "Tidak, nona. Saya sama sekali tidak kelelahan. Justru saya senang bekerja di sini.""Apa karena tuan El?"Mendadak suasana menjadi kaku dan canggung karena pertanyaan dengan nada serius yang Luna lontarkan untuk Mawar.Mawar tersenyum canggung, "Maksud nona ap--"&nb
El tampak khawatir pada Violet. Dia memegang pinggang Violet dengan erat."L-lepas...""Mawar, aku--!"Violet mendorong tubuh El menjauh dengan kencang. Air mata sudah memaksa untuk turun saat dia berteriak, "Gue bukan Mawar! Gue Violet!""M-maaf- saya..."Tanpa mendengar perkataan El, Violet berlari keluar rumah pria itu dan menghampiri sebuah taksi. Tanpa pikir panjang dia menyuruh supir taksi itu untuk melaju dengan kencang.Kepala Violet masih sakit rasanya. Belum lagi hatinya yang ikut merasa sakit, teringat akan luka lama. Kenapa dia harus mengingat itu sekarang? Apa inti dari semua permainan ini?"Neng, mau kemana?"Violet menyebutkan alamat yang ingin dituju. Supir taksi langsung melajukan mobilnya sesuai alamat yang diberikan Violet.Di perjalanan
"Dia adalah iblis dan dia harus dimusnahkan."Kalimat itu terus terulang-ulang bagai kaset rusak di telinga Violet. Gadis itu mengacak rambutnya frustasi. Bukannya menemukan titik terang setelah berbicara dengan Lucy, yang ada dia malah semakin stres.Entah untuk ke berapa kalinya dia menghembuskan nafas panjang. Rasanya beban di punggung semakin berat untuk dia pikul sendirian. Apa suatu saat dia akan benar-benar menjadi gila karena masalah ini? Tolong jangan."Kenapa semuanya jadi rumit kayak gini, sih?" monolognya sambil memperhatikan orang-orang yang berlalu lalang dari balik kaca jendela kaca yang transparan.Violet memutuskan untuk membolos sekolah lagi. Alasan pertama, dia takut kalau-kalau ayah dan ibunya dapat menemukan dirinya dengan mudah di sekolah. Lalu alasan kedua adalah El, dia... hanya tidak tahu harus berbuat apa bila bertemu dengannya.Iblis?
Telinga sudah Violet tutup rapat menggunakan tangan, inginnya tidak mendengar suara gaduh yang orang tuanya ciptakan dari arah lantai bawah. Tapi tidak bisa, suara pertengkaran itu masih memaksa masuk telinganya, memaksa dia untuk mendengarkan tentang akibat perbuatannya itu. Apa pilihannya buruk karena dia pulang ke rumah?Sekarang Violet benar-benar takut untuk mengambil sebuah keputusan. Dia merasa semua pilihan yang ia anggap benar, nyatanya selalu salah. Seperti pilihannya untuk pulang hari ini.Ditengah kegundahan hatinya, hujan turun dari langit. Awalnya hanya rintik kecil tapi lama-kelamaan menjadi lumayan lebat. Hujan itu membuat Violet sedikit kaget. Baru saja tadi pagi dia mengetahui fakta masa lalunya dan sekarang dia sudah disuguhi sesuatu yang paling berkesan di kehidupannya yang dulu.Menari di bawah guyuran hujan bersama tuannya yang masih bertahan hidup bahkan di kehidupannya yang kali ini.&n
Violet memejamkan matanya saat dia menabrak bibir El dengan bibirnya. Dia tidak melakukan apapun, hanya menempelkannya di sana. Tapi setelah itu, El lah yang mengambil alih. Dan jujur, Violet tidak menyangka. Dia kira El akan mendorongnya menjauh. Tapi apa yang pria itu lakukan padanya membuat dia kaget sekaligus berdebar.Pria itu dengan rakus meraup bibir Violet. Mendorong gadis itu secara kasar ke dinding. Tanpa memberi jeda, dia terus menerus melumat bibir itu. Awalnya lembut, tapi lama kelamaan dia menjadi kasar.Mulai merasa bibirnya sakit, Violet pun memberontak. Tapi sulit untuknya menang melawan tenaga El yang begitu besar. Dia kehabisan nafas. Tangannya terus memukuli dada El, tapi tangan El yang besar mampu menangkap tangan Violet hanya menggunakan tangan kanannya."Ini yang kamu mau, kan?" nafas El satu-satu saat berbicara, namun dapat Violet dengar bahwa pria itu sedang kesal. "Maka saya akan men
"Apa yang dokter lakuin di sini?" tanya Violet saat mereka sudah duduk berhadapan di ruangan BK ini.Bunga tersenyum lembut saat mendengar nada tak bersahabat itu. "Kamu nggak pernah datang lagi semenjak kamu keluar dari rumah sakit. Dan orang tua kamu khawatir soal itu."Violet mengernyitkan dahinya heran. Heran dengan perkataan yang Bunga lontarkan padanya. Di keadaan seperti ini orang tuanya masih memperdulikan kesehatan mentalnya? Bahkan sampai menyuruh dokter ini ke sekolah?"Kalau begitu kita akan mulai sesi konselingnya." Bunga mulai mengacak isi tasnya. Mengeluarkan beberapa dokumen yang sekiranya perlu.Selama proses konseling berjalan, Violet benar-benar terlihat tidak niat dalam menjawab pertanyaan Bunga. Bahkan beberapa ada yang berbohong. Lagipula tidak penting bukan?"Obatnya kamu minum, kan?" tanya Bunga tiba-tiba.Dengan santainya Violet
Lagi dan lagi. Entah bagaimana Violet dapat memijakkan kakinya di tanah gersang dan langit berwarna merah ini. Kalau Amon bilang ini adalah tanahnya, dan kalau Amon itu iblis. Berarti Violet berada di neraka? Jadi kesimpulannya apa Violet sudah mati?"Kau belum mati."Violet menoleh ke sumber suara. Antara lega tidak lega sih mendapati seseorang yang dia kenal di sini. "Amon." panggil Violet pelan."Ya." jawab Amon dingin."Apa lo yang bawa gue ke sini?" Violet menatap Amon tak suka."Tentu saja." jawab Amon sombong.Mendengar itu Violet semakin menatap Amon tak suka. Violet benar-benar membenci tempat ini. Dia tidak menyukainya. Selain hawa tempat ini yang negatif, dia juga selalu merasa ada banyak mata yang mengawasi dirinya. Dan itu membuat bulu kuduknya selalu merinding kalau membayangkan ada yang benar-benar mengawasi gerak gerikn
Terlalu banyak hal yang terjadi di hari ini. Hari yang singkat, namun memiliki banyak cerita untuk Violet ingat. Ada yang baik, mendebarkan, dan juga menyeramkan. Semuanya terlalu tiba-tiba untuknya. Tapi tak dapat pula dihindari.Violet kini semakin takut untuk keluar. Fakta kalau banyak yang mengincar nyawanya saja sudah membuatnya takut bukan main. Bagaimana kalau kejadian tadi akan terulang di masa depan?Soal Bunga. Pantas saja Violet tidak menyukainya. Ternyata firasatnya tidak salah dalam menilai wanita itu. Lalu, bagaimana cara Violet memberitahu orang tuanya soal Bunga? Dokter gadungan yang jahat itu.Belum lagi soal El. Apa pria itu benar-benar marah? Violet ingin menghubunginya, namun gengsi sudah mendominasi pikirannya. Kalau dipikir-pikir, pria itu tidak perlu marah. Memangnya apa yang dia marahkan?Gadis itu mengacak rambutnya kesal, "Ah, nggak tahu lah! Pusing gue. Banyak banget
Dear Violet,Saya tidak tahu harus menulis surat yang bagaimana. Tapi saya tahu ajal saya tidak akan lama lagi. Jadi saya memutuskan untuk menulis surat.Saya hanya ingin kamu bahagia selalu dan juga tetap sehat. Jangan terlalu sering melamun dan makan yang banyak karena saya sering memperhatikan kalau kamu jarang sekali makan.Perlu kamu ketahui, saya benar-benar ingin kamu bahagia. Terlepas kamu adalah mawar atau bukan. Bagi saya, kamu hanyalah Violet sekarang. Tapi saya harus mengakui kalau saya mencintai kamu dari dulu sampai sekarang.Mungkin kamu tidak akan menemui saya lagi kalau sudah membaca surat ini. Karena mungkin saja saya sudah mati, atau mungkin kita berdua akan sama-sama mati? Yang jelas saya ingin menulis surat ini untuk kamu.Saya tidak pernah menulis sepanjang ini, jadi maklumi saja kalau isi surat ini aneh.Saya tah
"Kak caramel macchiato satu, dong."Violet tersenyum dan mengangguk menerima pesanan yang datang. Dengan lihai gadis itu membuat pesanan."Terima kasih, silahkan menikmati." Violet tersenyum seraya memberikan cup gelas itu kepada pembeli.Gadis itu kemudian membersihkan gelas-gelas yang kotor di meja. Dan mengelapnya agar lebih bersih. Apalagi terdapat bekas embun air yang jatuh ke meja, tentu harus dilap kan?"Oi, Violet!"Violet menoleh saat mendapati suara yang familiar di telinganya. Senyuman lebar Violet berikan pada orang itu."Lucy,"Lucy langsung saja duduk di kursi yang berhadapan langsung dengan meja barista. Agar dapat lebih leluasa berbicara dengan Violet."Lagi di sini, ya?"Lucy mengangguki pertanyaan Violet, "Aku sedang bertugas 'lagi'." jawabnya
"Sudah lama ya, El."El langsung saja menolehkan kepalanya kaget. Pria itu langsung menyembunyikan Violet di balik punggungnya yang lebar. Violet tidak dapat melihat ekspresi dari El, yang jelas dia tangan El gemetaran.Dengan tangan yang berada di belakang memegangi Violet, El berteriak marah pada lelaki yang baru datang itu. "Apa yang kau lakukan di sini?!"Violet merinding mendengar kekehan yang pria itu keluarkan. Dalam hati gadis itu bertanya-tanya, siapa yang datang secara tiba-tiba itu? Apakah dia seorang iblis juga? Violet tidak sempat melihat wajahnya karena keburu ditarik ke belakang oleh El, tapi dia tahu kalau itu bukan Amon.Terutama aura yang sangat mencekam yang pria itu keluarkan. Amon memang menyeramkan tapi dia tidak mengeluarkan aura seperti ini."Tentu saja aku datang untuk membunuhmu."El semakin mengeratkan
Kamar El sudah tak terlihat sebagai tempat yang dapat untuk ditiduri lagi. Pasalnya begitu banyak barang yang hancur, sudah tidak terbentuk lagi karena El melempar semua benda yang ada di ruangan itu.Mulai dari lampu, meja, lemari, bahkan pakaiannya. Semuanya dia hancurkan. Guna untuk melampiaskan amarahnya yang bahkan tidak bisa ia salurkan dengan teriakan.Otaknya terus dipenuhi dengan pikiran-pikiran jahat. Pikiran untuk melenyapkan siapapun yang membocorkan hal itu pada Violet. Dan ya, Lucy akan menjadi yang pertama. Lalu mungkin Bunga akan menjadi yang selanjutnya."Sialan!" makinya entah untuk yang ke berapa kali.Siapa yang harus dia salahkan kini? Siapa yang harus menjadi sasaran amarahnya kini? Violet sudah mengetahui semuanya, semuanya sudah hancur! Hancur menjadi leburan.El memukul-mukul kepalanya, lagipun bagaimana bisa dia tidak mengetahui k
Suara kaki Violet yang beradu dengan tanah karena terseret-seret mengikuti langkah kaki El yang terburu-buru begitu jelas terdengar. Ditambah lagi jalanan yang sepi, malah hampir tidak dilalui orang membuat suara itu kian jelas terdengar. Ringisan juga tak luput berhenti Violet keluarkan, karena El yang terus menarik lengannya dengan kasar.Violet berusaha menggoyang-goyangkan tangannya agar terlepas dari genggaman El, namun yang ada lengannya malah dicengkeram semakin erat. "El! Lepasin! Gila ya lo?!"Bagai tersadar, El pun berhenti berjalan dan melepaskan cengkeramannya. Tertangkap oleh indera penglihatannya kalau lengan Violet membiru.Nafas pria itu tampak memburu, seperti menahan sesuatu yang hendak meledak dari dalam dirinya. Padahal seharusnya Violet lah yang kini mengamuk padanya."Kenapa kamu menemui dia?!"Violet yang sedari tadi mengelus pergelangan tangann
Selama perjalanan pulang, Violet hanya diam dan menatap keluar jendela mobil. El sebetulnya heran dengan sikap diam itu, tapi tidak mau bertanya lebih jauh. Sampai mobil mereka yang sudah sampai di basement apartemen pun, Violet masih tidak sadar dan terus melamun."Kita sudah sampai." ucap El pada Violet beserta tepukan pelan ia beri di bahu gadis itu.Violet langsung terperanjat, "O-oh udah sampai."Karena rasa penasaran yang tak dapat dia bendung, akhirnya El pun bertanya. "Kamu melamun kan apa?""Enggak, kok." kilahnya, "Yuk, turun." Violet berusaha mengalihkan perhatian El dengan mengambil barang-barang yang baru saja El bawa. Dan El pun membantunya untuk membawa bungkusan-bungkusan pakaian itu, karena memang lumayan banyak.Di dalam lift pun suasana di antara mereka kian canggung. Padahal sebelumnya mereka bersenang-senang dengan riang gembira
Saat Violet membuka matanya, rasa pusing yang pertama kali dia rasakan. Mungkin ini efek tidur terlambat, ralat, sangat terlambat. Terakhir kali dia melihat jarum jam sudah mengarah ke angka 4 dan sekarang baru pukul 8 pagi. Inginnya tidur lagi, tapi matanya tidak dapat dipejamkan lebih lama.Karena tak dapat kembali tidur, mau tak mau Violet pun beranjak dari kasurnya. Sambil memegangi kepalanya yang nyeri, gadis itu berjalan ke arah balkon kamar yang ia tempati untuk merasakan udara di pagi hari.Tapi suara ketukan pintu membuat Violet berhenti melangkah ke arah pintu balkon dan berjalan dengan kaku ke arah pintu kamarnya."Y-ya?" aduh, ketahuan sekali kalau dia menjadi gugup karena ketukan itu.Terdengar suara deheman pelan dari luar, "Sarapan."Violet mencibir mendengar ucapan singkat nan padat yang El beri.Bukankah hanya ak
Mata Violet terlihat kosong saat bertanya pada El bersamaan dengan suaranya terdengar begitu sendu."Kenapa lo menghalangi gue buat mati?"El mengerjapkan matanya pelan saat mendengar pertanyaan yang paling dia hindari seharian itu akhirnya keluar juga. Pria itu memalingkan wajahnya, tidak tahu harus menjawab apa."Jawab gue." Violet berkata pelan, namun terdengar begitu menusuk dan menuntut.Melihat El yang hanya dapat diam, Violet melanjutkan perkataannya. "Seharusnya lo yang paling pingin gue mati."El langsung menatap marah Violet. Pria itu juga langsung berdiri. "Maksud kamu apa berkata seperti itu?!"Violet menatap El dengan sorot mata yang tak dapat diartikan. Begitu banyak yang ingin gadis itu katakan, tapi lidahnya terlalu kaku untuk dia gerakkan. Mengingat bagaimana perlakuan kejam El padanya selama ini, lalu secara tib
Hening.Kata itulah yang menggambarkan bagaimana keadaan ruang makan di apartemen milik El itu. Hanya ada suara sendok yang beradu dengan piring lah yang mengisi kekosongan di antara mereka.Violet merasa canggung selama dia menyuapi makanannya ke mulut. Pasalnya hanya dirinya sendiri yang makan, tidak masalah apabila El tidak makan dan meninggalkannya sendirian. Tapi masalahnya terletak pada El yang duduk dihadapannya dan menatap dirinya yang sedang makan dengan tatapan yang sangat lurus dan serius. Seperti mengamati hewan peliharaannya yang sedang makan.Violet meletakkan sendoknya dan membalas tatapan El, "Kenapa lo lihatin gue terus, sih?" tanyanya kesal."Tidak ada." jawab El langsung yang mana hal itu semakin membuat Violet kesal.Akhirnya gadis itu melanjutkan makannya walau risih masih mengikuti karena El yang tak berhenti menatapnya.