Home / Fantasi / A Wish / BAB VI

Share

BAB VI

Author: Red Cherries
last update Last Updated: 2021-08-18 16:28:00

Violet menghela nafas entah untuk yang ke berapa kalinya. Ditatapnya isi kertas itu berulang kali, berharap isinya dapat berubah hanya dengan tatapan mata. Tapi tentu saja tidak mungkin. 

Kertas itu berisi kontrak yang harus Violet patuhi jika ingin keinginan tidak masuk akalnya El penuhi. Isinya:

1. Pemohon tidak boleh mati dengan cara apapun, kalau peraturan itu dilanggar maka permohonan akan dibatalkan.

2. Pemohon tidak boleh memberi tahu identitas si pengabul atau akan ada denda yang harus pemohon bayar. 

3. Pemohon tidak boleh menceritakan hal-hal tidak masuk akan yang dialami kepada siapapun kecuali ke pengabul.

4. Kontrak berlaku seumur hidup.

5. Bayarannya adalah kebahagiaan sang pemohon.

El menatap kesal Violet yang masih saja memegangi kertas itu dengan wajah ragu, "Isinya tidak akan berubah meskipun kamu tatap seperti itu. Lagipula kamu sudah mengiyakan tadi dan perkataan kamu tidak bisa ditarik kembali."

"Gue mau tanya," Ucap Violet yang sedari tadi hanya diam, "Maksud dari poin nomor 1 apa?" 

El meneguk minuman dihadapannya, "Kalau kamu mati, otomatis permohonan kamu dibatalkan. Yang artinya orang tua kamu akan mati seperti yang seharusnya." Jelasnya.

Violet meneguk ludahnya susah payah. Mendadak kerongkongannya kering mendengar kalimat terakhir yang El ucapkan. Tidak, dia tidak ingin orang tuanya mati. 

"Ini penanya." Ujar El sambil meletakkan pena di meja.

"Katanya gue nggak bakalan bisa mundur karena udah bilang 'iya' tadi. Gunanya gue tanda tangan apa?" Tanya Violet heran. 

"Saya malas menjelaskan panjang lebar," katanya, "Lagipula bukannya manusia suka membuat kontrak kertas seperti ini? Tak ada salahnya mengikuti perkembangan dari zaman ke zaman, menyenangkan bermain seperti ini." Sambung El, sedikit menyeringai.

Violet sendiri selalu merinding melihat seringaian yang El berikan. Apa sebelum kejadian itu, El memang seperti ini?

"Cepatlah tanda tangan. Masih banyak tugas saya sebagai manusia yang harus saya kerjakan, ingat bukan hanya kamu yang seorang siswa disini." 

Violet menghela nafas panjang. Tidak ada gunanya dia berdebat dengan seorang El. Sekali lagi gadis itu meraup oksigen disekelilingnya, seolah hal itu dapat meyakinkan dirinya. 

Saat tangan lentik itu memegang pena, saat itu pula dia kembali bertanya-tanya apa keputusannya sudah benar? Perasaan negatif menggerogoti hatinya, berkata pilihannya salah. Namun disisi lain dia tidak ingin orang tuanya mati. 

Ah, aku sudah sejauh ini! Katanya dalam hati. Memaksa pilihannya adalah yang seharusnya dia pilih. Lalu ditandatangani nya kertas itu, membuat El tersenyum tipis.

"Sudah." Katanya sambil menyerahkan kertas dan pena kepada lelaki dihadapannya.

El berdiri, lalu menyimpan kertas itu di kamarnya. "Ayo, saya antar kamu pulang." Ajaknya saat berada di ruang tamu. 

Violet menggeleng, "Enggak. Saya pulang sendiri aja." 

"Pilihlah salah satu. Lo-gue atau saya-kamu." 

Violet berkedip pelan, menyadari panggilannya yang tak konsisten, gadis itu lalu berkata "Lo-gue..." 

El mengangguk, "baiklah, silahkan pulang." 

Violet berdiri. Lalu meraba saku celananya, hendak memesan ojek online sebelum keluar. Gadis itu panik mencari ponsel dan dompet di sekitarnya. Namun nihil. Tidak ada!

"Sebab itulah saya mau mengantar kamu. Ayo!" 

Violet menggigit bibirnya, malu. Ternyata dia terlalu panik sampai-sampai lupa membawa dompet dan ponsel yang seharusnya dia bawa kalau pergi keluar. Gadis itu hanya pasrah mengikuti El ke tempat parkir di gedung apartemen tersebut. 

"Masuk!" Suruh El dingin, ketika mereka sudah sampai di parkiran mobil. 

Awalnya Violet tertegun melihat mobil mewah milik El. Darimana anak sekolahan seperti dia dapat tinggal di apartemen mewah dan punya mobil yang tak kalah mewah juga? Tapi lamunannya buyar saat El membunyikan klakson untuk menyuruhnya masuk. Menyebalkan!

***

Di perjalanan, mereka tak banyak bicara. Tapi canggung tidak menyelimuti perjalanan mereka, melainkan rasa nyaman. Ntahlah, bagaimana Violet harus menjelaskan hal ini?

Kerumunan yang terbentuk di depan pekarangan rumah membuat Violet merasa panik. Apa saja yang terjadi selama dirinya pergi?

Gadis itu langsung turun sesaat mobil yang ia tumpangi berhenti, tanpa mengucapkan terima kasih kepada sang pengemudi. Dengan panik menghampiri kerumunan itu lalu bertanya, "Ada apa?" Berulang kali dengan wajah pucat dan tubuh gemetar.

Perasaan lega menyelimuti dirinya saat melihat kedua orang tuanya yang terduduk lemas di teras.

"Mama! Papa!" Teriaknya sambil berlari ke arah sepasang suami istri itu, lalu memeluk mereka erat.

"Kalian nggak apa-apa? Enggak ada yang luka kan?" Tanyanya khawatir yang dibalas gelengan pelan oleh orang tuanya. 

"Kami nggak apa-apa kok, sayang. Jangan panik, ah." Ujar sang ibu, berusaha menenangkan. "Benar, Vio. Kami nggak apa-apa." Sambung sang ayah.

Air mata mulai memaksa untuk turun kala mengingat kejadian semalam. Violet tidak tahu apa pilihannya membuat kontrak dengan El adalah hal yang tepat atau tidak. Tapi hati yang lega luar biasa melihat orang tuanya selamat, membuatnya terus berkata pilihannya sangat tepat. 

"Sebenarnya mereka kenapa?" Tanya Violet, lagi. Melihat beberapa pria yang terlihat babak belur dan diikat oleh teman-teman sekelasnya, sepertinya benar-benar ada sesuatu yang tidak beres. 

"Mereka perampok." Jawab Erik, ayah Violet. 

"Sudah, Vio. Kami nggak apa-apa. Jangan menangis, dong. Kami nggak suka lihat kamu menangis." 

Violet menyeka air matanya kasar. "Untung kalian nggak apa-apa." Gumamnya terus, membuat hati ibu dan ayahnya sedih. 

"Sudah-sudah. Sekarang kami tidak apa-apa." Lalu ayahnya memeluk dirinya dan sang ibu. 

Ya, ini adalah pilihan yang tepat. Lihatlah, pengorbanan kecilnya berdampak sangat besar untuk dirinya dan keluarganya. Tidak apa-apa dia mengorbankan kebahagiaannya. Tidak apa-apa.

"Ingatlah. Bayarannya akan dimulai besok." 

Violet melepaskan pelukan kedua orangtuanya. Melihat ke kanan dan ke kiri. Suara apa itu barusan? Suara itu seperti bisikan. Menyeramkan, sampai membuat bulu kuduknya berdiri. 

Di sisi lain, El sedang menatap Violet dengan seringaian lebar. "Ini bakalan menyenangkan, Violet." Gumamnya. 

Related chapters

  • A Wish   BAB VII

    Ruangan ini gelap dan violet seperti sedang duduk di sebuah kotak transparan. Rasanya tidak ada oksigen di dalam kotak ini membuat Violet sulit bernafas.Tok! Tok!"Siapapun keluarin gue dari sini!" Teriaknya tak lupa sambil terus memukul kotak yang mengurungnya. Sayangnya di dalam keadaan gelap ini tidak ada yang dapat terlihat oleh Violet. Apa benar hanya dia sendiri di sini?Tiba-tiba muncul sebuah lampu gantung, membuat atensi Violet mengarah ke sana. Tapi bukannya mendapati hati lega, malah jantungnya nyaris berhenti berdetak ketika melihat jasad kedua orang tua yang tergeletak tak berdaya di bawah cahaya lampu itu.Tangan gadis itu bergetar menyentuh dinding transparan kotak, "M-mama...? Papa...?" Berusaha memanggil, namun suaranya sulit untuk keluar.Violet semakin panik. Terkurung di dalam kotak sempit ini membuatnya tidak dapat berpikir jernih. "MAMA!! PAPA!!

    Last Updated : 2021-08-18
  • A Wish   BAB VIII

    "APA YANG UDAH LO LAKUIN KE ANDRE?!"Gendang telinga El rasanya ingin pecah mendengar teriakan seorang gadis yang terduduk lemas di depan pintu gudang itu. El tidak berbicara, tapi dia hanya memperhatikan Violet yang kini menangis meraung-raung.El berdecak, "Apa kamu tidak lelah dari tadi menangis terus?"Violet bangkit, walau kakinya masih sangat lemas, namun dia paksa untuk dapat berdiri di depan El. Gadis itu menunjuk dada pria itu dengan keras, "Jawab gue, apa yang udah lo lakuin ke Andre?" Tanyanya dengan penekanan disetiap katanya.El tertawa pelan, "Dia hanya membayar apa yang semestinya dia bayar.""Lo brengsek!""Brengsek?" El berdecih, "Kalian yang serakah, tapi kamu mengatai saya brengsek?" Pria itu marah. Dengan kasar dia mengambil lengan Violet membuat gadis itu berdesis kesakitan. Tidak peduli, El menjentikkan jarinya.&n

    Last Updated : 2021-08-19
  • A Wish   BAB IX

    Suara jangkrik menemani malam Violet yang sunyi. Tidak ada yang menemaninya disaat dia merasa begitu butuh teman. Kedua orangtuanya pergi melayat saudara jauh yang baru saja berpulang, sementara dirinya ditinggal seorang diri di sini.Mata gadis itu sudah terlalu kering untuk diajak menangis, jadi yang bisa dia lakukan hanya duduk termenung di balkon kamarnya. Sesekali matanya menatap jalanan kompleks yang sepi."Percuma lo minta orang tua lo buat hidup lagi, tapi mereka enggak peduli sama lo."Suara itu lagi.Violet muak mendengar suara itu, namun kepalanya tetap ia tolehkan ke kanan dan ke kiri untuk mencari sumber suara. Tapi tetap saja, nihil. Tidak ada siapa-siapa."Keluar lo!" Teriak Violet marah pada suara itu.Bukannya memunculkan diri, tapi suara itu malah tertawa mengejek membuat Violet semakin meradang."Lo hidup de

    Last Updated : 2021-08-19
  • A Wish   BAB X

    Bulan berganti matahari, tanda hari buruk kemarin sudah berlalu. Tapi bukan berarti kejadian kemarin terlupakan begitu saja oleh Violet. Gadis itu masih sangat ketakutan setiap melihat cermin, seolah kejadian semalam menimbulkan trauma baru untuknya.Hari baru pukul 6 pagi, saat matahari baru muncul dengan malu-malu. Namun, mata indah milik Violet seakan enggan menutup lebih lama.Dihelanya nafas pelan, kesal karena tidak dapat tidur kembali di hari libur nasional yang seharusnya dia nikmati dengan bersantai seperti biasanya. Merasa haus, gadis itu pun terpaksa beranjak dari tempat tidur menuju dapur.Melongok kan kepalanya ke seluruh penjuru rumah berharap mendapati sang ibu yang biasanya sudah sibuk membersihkan rumah atau merawat taman belakang, tapi tidak ada. Mungkin tidur, pikirnya.Mengedikkan bahu, dia berjalan ke arah dispenser. Menekan tombol dispenser dan menampung air dengan g

    Last Updated : 2021-08-19
  • A Wish   BAB XI

    Violet menatap pintu hitam di hadapannya. Rasa takut menghampiri hati, membuatnya ragu untuk memencet bel. Gadis itu menggigit bibirnya, haruskah dia pulang saja? Tapi sisi lain hatinya berkata, dia sudah datang jauh-jauh kemari, setidaknya dia harus membunyikan bel, bukan?Tangan gadis itu meraih bel, namun dia turunkan lagi. Naikkan, lalu turunkan, naik, turun, begitu terus. Akhirnya gadis itu frustasi sendiri bahkan sampai menjambak rambutnya."Gue gini amat, sih." Keluhnya pada diri sendiri."Gini amat?"Violet mendongak. Menatap sepasang iris gelap dari seseorang yang sedari tadi ingin dia temui. Mata pria itu begitu gelap, berbeda dari 'hari itu'.Sesaat, Violet tenggelam oleh iris gelap itu."Kamu bukannya ingin menemui saya?"Violet mengerjap kaget. Refleks gadis itu menyisir rambutnya ke belakang. Me

    Last Updated : 2021-08-26
  • A Wish   BAB XII

    Setelah memastikan Violet sudah benar-benar hilang dari pandangan, El pulang ke apartemennya. Dan sesaat setelah sampai di dalam apartemennya, pria itu langsung masuk ke dalam kamar miliknya yang bernuansa gelap dan membanting tubuh atletisnya di atas kasur.Dimana letak kesalahan yang dia lakukan? Dia tidak pernah melakukan kesalahan sebelumnya. Pikirnya terus saja melayang pada kejadian Violet tadi, walau kelihatannya dia menatap langit-langit kamar.El terduduk kala mengingat sesuatu."Apa karena hari itu?" Bisiknya pada angin.Pria itu berjalan ke arah laci dan mengambil sesuatu dari dalam sana. Raut wajah yang biasanya dingin dan datar berubah menjadi sendu saat melihat foto berwarna hitam putih yang sedang dia pegang. Tanda tanya yang sejak tadi muncul, mengapa dia menolong Violet pun belum hilang, apa benar karena gadis itu terlihat mirip dengan seseorang yang ada di fo

    Last Updated : 2021-08-26
  • A Wish   BAB XIII

    Violet berjalan pulang. Sengaja dia melangkahkan kakinya dengan lambat, dia ingin menikmati udara sore.Suara tawa anak-anak terdengar kala Violet melewati taman bermain. Gadis itu berhenti, lalu melangkahkan kakinya ke ayunan dan duduk di sana. Matanya mengamati anak-anak yang bermain dengan bahagia. Berlari ke sana kemari dengan tawa yang terdengar lucu di telinga Violet.Ingin rasanya kembali menjadi anak kecil seperti mereka. Bermain tanpa mengenal sulitnya hidup di dunia, pasti menyenangkan. Seperti itulah pikiran Violet kini saat menatap anak-anak itu.Sebuah tepukan kecil menyadarkan Violet dari lamunannya, membuatnya menunduk melihat seorang gadis kecil berambut panjang yang rambutnya diikat dua sedang menatapnya dengan mata bulat yang polos."Nama kakak siapa? Kok sendirian?" Tanyanya dengan nada yang menggemaskan.Aduh, Violet ingin menggig

    Last Updated : 2021-08-26
  • A Wish   BAB XIV

    Violet menatap ke sekelilingnya. Perasaan takut memeluk erat dirinya tiap kakinya melangkah.Dia tidak tahu dimana dirinya berada. Saat Violet membuka mata, tahu-tahu dirinya sudah berada di sebuah tempat yang terlihat aneh sekaligus menyeramkan.Entah apa sebutan yang tepat untuk tempat ini. Sejauh mata memandang, hanya ada tanaman hitam setinggi pinggangnya, seolah-olah tumbuhan itu dapat mengikat tubuhnya kalau Violet tidak menginjakkan kaki dengan hati-hati. Belum lagi dengan warna aneh langit tempat ini, oranye kemerahan seperti sedang dibakar oleh bara api."Sebenarnya gue dimana, sih?" Gumam gadis itu, entah untuk ke berapa kalinya. Kedua tangan yang memeluk diri serta jantung yang terus berdegup, menandakan betapa ketakutannya gadis itu.Matanya berkaca-kaca, "Mau pulang..." cicitnya."Pulang?"Mata Violet membulat kaget,

    Last Updated : 2021-08-28

Latest chapter

  • A Wish   Dari El untuk Violet

    Dear Violet,Saya tidak tahu harus menulis surat yang bagaimana. Tapi saya tahu ajal saya tidak akan lama lagi. Jadi saya memutuskan untuk menulis surat.Saya hanya ingin kamu bahagia selalu dan juga tetap sehat. Jangan terlalu sering melamun dan makan yang banyak karena saya sering memperhatikan kalau kamu jarang sekali makan.Perlu kamu ketahui, saya benar-benar ingin kamu bahagia. Terlepas kamu adalah mawar atau bukan. Bagi saya, kamu hanyalah Violet sekarang. Tapi saya harus mengakui kalau saya mencintai kamu dari dulu sampai sekarang.Mungkin kamu tidak akan menemui saya lagi kalau sudah membaca surat ini. Karena mungkin saja saya sudah mati, atau mungkin kita berdua akan sama-sama mati? Yang jelas saya ingin menulis surat ini untuk kamu.Saya tidak pernah menulis sepanjang ini, jadi maklumi saja kalau isi surat ini aneh.Saya tah

  • A Wish   EPILOG

    "Kak caramel macchiato satu, dong."Violet tersenyum dan mengangguk menerima pesanan yang datang. Dengan lihai gadis itu membuat pesanan."Terima kasih, silahkan menikmati." Violet tersenyum seraya memberikan cup gelas itu kepada pembeli.Gadis itu kemudian membersihkan gelas-gelas yang kotor di meja. Dan mengelapnya agar lebih bersih. Apalagi terdapat bekas embun air yang jatuh ke meja, tentu harus dilap kan?"Oi, Violet!"Violet menoleh saat mendapati suara yang familiar di telinganya. Senyuman lebar Violet berikan pada orang itu."Lucy,"Lucy langsung saja duduk di kursi yang berhadapan langsung dengan meja barista. Agar dapat lebih leluasa berbicara dengan Violet."Lagi di sini, ya?"Lucy mengangguki pertanyaan Violet, "Aku sedang bertugas 'lagi'." jawabnya

  • A Wish   BAB LVIII

    "Sudah lama ya, El."El langsung saja menolehkan kepalanya kaget. Pria itu langsung menyembunyikan Violet di balik punggungnya yang lebar. Violet tidak dapat melihat ekspresi dari El, yang jelas dia tangan El gemetaran.Dengan tangan yang berada di belakang memegangi Violet, El berteriak marah pada lelaki yang baru datang itu. "Apa yang kau lakukan di sini?!"Violet merinding mendengar kekehan yang pria itu keluarkan. Dalam hati gadis itu bertanya-tanya, siapa yang datang secara tiba-tiba itu? Apakah dia seorang iblis juga? Violet tidak sempat melihat wajahnya karena keburu ditarik ke belakang oleh El, tapi dia tahu kalau itu bukan Amon.Terutama aura yang sangat mencekam yang pria itu keluarkan. Amon memang menyeramkan tapi dia tidak mengeluarkan aura seperti ini."Tentu saja aku datang untuk membunuhmu."El semakin mengeratkan

  • A Wish   BAB LVII

    Kamar El sudah tak terlihat sebagai tempat yang dapat untuk ditiduri lagi. Pasalnya begitu banyak barang yang hancur, sudah tidak terbentuk lagi karena El melempar semua benda yang ada di ruangan itu.Mulai dari lampu, meja, lemari, bahkan pakaiannya. Semuanya dia hancurkan. Guna untuk melampiaskan amarahnya yang bahkan tidak bisa ia salurkan dengan teriakan.Otaknya terus dipenuhi dengan pikiran-pikiran jahat. Pikiran untuk melenyapkan siapapun yang membocorkan hal itu pada Violet. Dan ya, Lucy akan menjadi yang pertama. Lalu mungkin Bunga akan menjadi yang selanjutnya."Sialan!" makinya entah untuk yang ke berapa kali.Siapa yang harus dia salahkan kini? Siapa yang harus menjadi sasaran amarahnya kini? Violet sudah mengetahui semuanya, semuanya sudah hancur! Hancur menjadi leburan.El memukul-mukul kepalanya, lagipun bagaimana bisa dia tidak mengetahui k

  • A Wish   BAB LVI

    Suara kaki Violet yang beradu dengan tanah karena terseret-seret mengikuti langkah kaki El yang terburu-buru begitu jelas terdengar. Ditambah lagi jalanan yang sepi, malah hampir tidak dilalui orang membuat suara itu kian jelas terdengar. Ringisan juga tak luput berhenti Violet keluarkan, karena El yang terus menarik lengannya dengan kasar.Violet berusaha menggoyang-goyangkan tangannya agar terlepas dari genggaman El, namun yang ada lengannya malah dicengkeram semakin erat. "El! Lepasin! Gila ya lo?!"Bagai tersadar, El pun berhenti berjalan dan melepaskan cengkeramannya. Tertangkap oleh indera penglihatannya kalau lengan Violet membiru.Nafas pria itu tampak memburu, seperti menahan sesuatu yang hendak meledak dari dalam dirinya. Padahal seharusnya Violet lah yang kini mengamuk padanya."Kenapa kamu menemui dia?!"Violet yang sedari tadi mengelus pergelangan tangann

  • A Wish   BAB LV

    Selama perjalanan pulang, Violet hanya diam dan menatap keluar jendela mobil. El sebetulnya heran dengan sikap diam itu, tapi tidak mau bertanya lebih jauh. Sampai mobil mereka yang sudah sampai di basement apartemen pun, Violet masih tidak sadar dan terus melamun."Kita sudah sampai." ucap El pada Violet beserta tepukan pelan ia beri di bahu gadis itu.Violet langsung terperanjat, "O-oh udah sampai."Karena rasa penasaran yang tak dapat dia bendung, akhirnya El pun bertanya. "Kamu melamun kan apa?""Enggak, kok." kilahnya, "Yuk, turun." Violet berusaha mengalihkan perhatian El dengan mengambil barang-barang yang baru saja El bawa. Dan El pun membantunya untuk membawa bungkusan-bungkusan pakaian itu, karena memang lumayan banyak.Di dalam lift pun suasana di antara mereka kian canggung. Padahal sebelumnya mereka bersenang-senang dengan riang gembira

  • A Wish   BAB LIV

    Saat Violet membuka matanya, rasa pusing yang pertama kali dia rasakan. Mungkin ini efek tidur terlambat, ralat, sangat terlambat. Terakhir kali dia melihat jarum jam sudah mengarah ke angka 4 dan sekarang baru pukul 8 pagi. Inginnya tidur lagi, tapi matanya tidak dapat dipejamkan lebih lama.Karena tak dapat kembali tidur, mau tak mau Violet pun beranjak dari kasurnya. Sambil memegangi kepalanya yang nyeri, gadis itu berjalan ke arah balkon kamar yang ia tempati untuk merasakan udara di pagi hari.Tapi suara ketukan pintu membuat Violet berhenti melangkah ke arah pintu balkon dan berjalan dengan kaku ke arah pintu kamarnya."Y-ya?" aduh, ketahuan sekali kalau dia menjadi gugup karena ketukan itu.Terdengar suara deheman pelan dari luar, "Sarapan."Violet mencibir mendengar ucapan singkat nan padat yang El beri.Bukankah hanya ak

  • A Wish   BAB LIII

    Mata Violet terlihat kosong saat bertanya pada El bersamaan dengan suaranya terdengar begitu sendu."Kenapa lo menghalangi gue buat mati?"El mengerjapkan matanya pelan saat mendengar pertanyaan yang paling dia hindari seharian itu akhirnya keluar juga. Pria itu memalingkan wajahnya, tidak tahu harus menjawab apa."Jawab gue." Violet berkata pelan, namun terdengar begitu menusuk dan menuntut.Melihat El yang hanya dapat diam, Violet melanjutkan perkataannya. "Seharusnya lo yang paling pingin gue mati."El langsung menatap marah Violet. Pria itu juga langsung berdiri. "Maksud kamu apa berkata seperti itu?!"Violet menatap El dengan sorot mata yang tak dapat diartikan. Begitu banyak yang ingin gadis itu katakan, tapi lidahnya terlalu kaku untuk dia gerakkan. Mengingat bagaimana perlakuan kejam El padanya selama ini, lalu secara tib

  • A Wish   BAB LII

    Hening.Kata itulah yang menggambarkan bagaimana keadaan ruang makan di apartemen milik El itu. Hanya ada suara sendok yang beradu dengan piring lah yang mengisi kekosongan di antara mereka.Violet merasa canggung selama dia menyuapi makanannya ke mulut. Pasalnya hanya dirinya sendiri yang makan, tidak masalah apabila El tidak makan dan meninggalkannya sendirian. Tapi masalahnya terletak pada El yang duduk dihadapannya dan menatap dirinya yang sedang makan dengan tatapan yang sangat lurus dan serius. Seperti mengamati hewan peliharaannya yang sedang makan.Violet meletakkan sendoknya dan membalas tatapan El, "Kenapa lo lihatin gue terus, sih?" tanyanya kesal."Tidak ada." jawab El langsung yang mana hal itu semakin membuat Violet kesal.Akhirnya gadis itu melanjutkan makannya walau risih masih mengikuti karena El yang tak berhenti menatapnya.

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status