Edgar menghempaskan Maria tanpa kelembutan, bahkan ketika melihat Maria yang terang-terangan mengusap tangannya yang memerah perih Edgar tak peduli. Lelaki itu kalap, ramahnya hilang, sabarnya telah tiada.
“Jelasin,” geram Edgar, mencoba menanam sabar satu kali lagi.
Maria membalas tatapan Edgar tak kalah tajam. “Enggak ada.”
Deru napasnya memburu, emosi.
Decihan dikeluarkan dari mulut Edgar.Mungkin memang Maria tidak punya sedikitpun pengalaman menenangkan seseorang yang tengah tenggelam dalam amarah hingga wanita itu bisa dengan ketus menjawab pertanyaan Edgar dengan kata-kata seperti tadi.
Namun Edgar juga tak pernah berhadapan dengan wanita seperti ini sebelumnya, atau lebih tepatnya Edgar tak pernah seemosi ini sebelumnya.
Bayangkan jika kalian yang ada di posisi Edgar. Betapa bingungnya lelaki itu dibuatnya.
Edgar menghembuskan napas, tatapan matanya belum melunak. “Kalo begitu Ares akan gue bawa.”
Perih di pe
“Saya akan menikahi Maria.” Hak. Dan juga keinginan yang Edgar ancamkan waktu itu benar-benar berbeda dengan makna ancaman yang ada dalam pikiran Maria. Dasar sinting! Lelaki ini yang sudah menyebut Maria brengsek. Lelaki ini juga sudah mengatakan berbagai sumpah serapah, mengancam, dan bahkan meninggalkan kenangan berupa lebam kebiruan di pergelangan tangan Maria. Menakut-nakuti Maria dengan berkata bahwa dia akan membawa Ares, meski pada akhirnya ibu Edgar tidak menyetujui ide putranya itu dan menyerahkan Ares kembali pada Maria. Tetapi lihat apa yang terjadi hari ini? Edgar datang bersama ibunya dan berniat melamarnya? “Edgar!” pekik Maria tak terima sekaligus tak menyangka dengan apa yang Edgar katakan barusan. Lamaran? Oke. Egdar memang mengakui kalau ia menyukai Maria, dan Edgar juga tau kalau Maria adalah ibu dari anaknya, tetapi apa hanya karena dua hal itu Edagr itu bisa memutuskan untuk menikahi Ma
-Ketika semua mimpi buruk yang selama ini kamu benci ternyata bukan yang terburuk dan masih ada hal yang lebih buruk menanti, hati manusia yang pada dasarnya tercipta rapuh dengan keteguhan semudah angin berubah pun akan mendayu nelangsa dibuatnya.Seperti yang dialami Maria saat ini.Ia pikir hamil di luar nikah menjadi mimpi paling menyakitkan yang merupakan sebuah fakta yang harus diterima, namun ternyata ia terlalu dini menyimpulkan, fakta bahwa sang ayah terbaring lemah dengan berbagai peralatan medis penopang hidup disana membuat Maria menyadari apa arti mimpi buruk yang sebenarnya.Melihat bagaimana ibunya tak bernafsu makan dan setia menangis sama menyayatnya.Belum selesai dengan itu, statusnya sebagai seorang putri tunggal keluarga Foster yang merupakan pewaris tahta dan harta keluarga itu mengharuskan Maria untuk tetap menginjakan kaki di perusahaan meski pikirannya kacau balau.Pakaian formal yang dikenakan Maria berwarna cream
“Ed, mikirin apa?”Lamunan Edgar seketika terpecah ketika gendang telinganya mendengar kalimat itu, tubuhnya juga didorong kecil sebagai usaha agar ia sadar.Edgar mengedip cepat, langsung menoleh pada wanita berhoodie coklat yang duduk dikursi sampingnya.Oh tuhan. Ia bahkan bisa melamun saat keadaan café yang dikunjungi seramai ini. Sebegitu besarkah dampak Maria dan semua masalahnya di diri Edgar?Semua perlakuan buruk yang tuan Foster berikan pada Edgar membuat lelaki itu belumjuga menghubungi Maria hingga sekarang, tidak menemuinya untuk mengemis atau melempar marah lagi, karena sebagian besar ego Edgar yang berhasil disentil malam itu tak mengijinkan. Edgar cuma rutin mengecek ponsel untuk melihat snap dan juga unggahan foto dan video Ares di social media Maria.Edgar menatap Sabina sembari tersenyum, menggeleng. “Enggak.”Sabina pun hanya mengangguk mengiyakan, kedati dalam hati ia tau apa yang men
Langkah kaki beralaskan sandal rumah itu melaju dengan santai menuruni tangga, mendesah menyesal kenapa juga ia harus mempunyai rumah sebesar ini, Maria tidak menyadari ini sebelumnya karena bahkan selama hidup ia tidak pernah pergi ke dapur.Dan sekarang? Maria mengerti penderitaan yang para asisten rumah tangganya rasakan, harus mengitari rumah yang luas dan menggunakan lift, berjalan lagi menuju pintu belakang sebelum menuruni tangga menuju pavilliun dimana tempat laundry berada.Maria meletakan keranjang cucian yang semula digendongnya ke lantai.“Okay. Let’s nyuci.”Tunggu dulu,Oke. Ya. Kalian tidak salah mendengar atau membaca, Maria yang barusaja melebeli dirinya tidak pernah menyentuh dapur rumah sama sekali ini tiba-tiba datang ke ruang laundry dan mengatakan akan mencuci pakaian?Yup. Wanita berusia dua puluh delapan tahun itu benar-benar berniat mencuci untuk pertama kali dalam hidup. Karena berdasarkan apa yang
--2 years later.--Pagi datang dengan damai.Kicau burung yang biasanya hanya tertulis dalam novel saja beberapa tahun ini menjadi terdengar lebih nyata.Seorang wanita dengan setelan piyama itu baru selesai mengerjakan pekerjaan rumah di dapur, ia kemudian membuka semua korden dan jendela rumah yang ada, melirik pada sofa legend berwarna abu-abu didepan jendela.Sudah lama sekali, haruskah ia ganti sofa? Sama seperti ibu-ibu lain yang punya pikiran Maria pun bercabang-cabang, apalagi setelah masuk kepala tiga, semua hal rasanya harus dipikirkan- bukan harus sebenarnya karena tidak berniat berpikir saja jadi kepikiran, contohnya; memikirkan menu sarapan, lanjut makan siang dan disusul makan malam, tiga menu berbeda dalam sehari, itu paling sederhana namun menjadi pemikiran berat bagi Maria.Karena putranya Ares kini masih dalam masa pertumbuhan Maria tidak mungkin memberi makan secara asal.Maria menyibak korden jendela di kamarn
Ares sudah sarapan, sudah mandi dan wangi juga, memakai fashion pilihan ibunya yang tidak pernah salah dan mengecewakan, rambutnya ditata hingga tampannya balita itu menarik perhatian para tetangga. Setelah mandi, sembari menunggu Maria bersiap-siap, Ares lebih dulu melihat dan memberi makan Dash di depan rumah. Dan sudah biasa pula para tetangga, ibu RT, dan orang lewat akan menghentikan langkah untuk mencubit pipi Ares dan mendengar suara lucu bayi tiga tahun kesayangan warga komplek itu. Maria keluar rumah setelah beberapa menit berdandan, ia menggunakan kulot jeans dan dipadu dengan atasan kaos press badan berlengan panjang, sementara rambut pirangnya dikuncir rendah. Ketika melihat keadaan luar, Maria tidak bisa tidak tersenyum. "Udah rame aja, baru ditinggal lima menit," ujar Maria sembari memakai sandal. Menunduk pada Ares yang dikerubungi ibu-ibu komplek, membersihkan tangan kecil putranya itu yang habis memegang pakan unggas.
“Mommy nggak kangen daddy?”Pintu gudang yang semula terbuka sudah jadi tertutup, satu tersangka yang mendorong pintu itu hadir dan menanyakan sebuah pertanyaan paling absurd yang pernah Maria dengar.Maria membalikan badan lengkap dengan mata memicing. Wanita pirang itu melipat tangan didepan dada. “Selain staf dilarang masuk.”Setau Maria tadi Ares tidak mau turun dari gendongan ayahnya, kenapa sekarang Edgar bisa berkeliaran dengan bebas begini. Memang sudah sekitar tiga puluh menit, namun bukankah tiga puluh menit terlalu singkat untuk mencurahkan rindu?Pria berambut hitam itu menarik satu sudut bibirnya agar terangkat. “Diijinin yang punya.”Dasar jelmaan Medusa! Umpat Maria pada Jane dalam hati.Sekarang Maria benar-benar penasaran dengan apa yang Edgar berikan pada Jane sampai sahabatnya itu mau memaafkan sang uler kangkung ini. Bahkan sekarang terkesan mendukung.Maria mengangguk acuh
Setelah persetujuan dari Maria tadi pagi, Edgar tak menunda untuk membawa putranya pergi saat café milik Jane memasuki jam operasi.Mengajak putranya itu kerumah untuk bertemu ibu dan bermain hingga siang sebelum memutuskan untuk pergi ke duty free untuk jalan-jalan, kendati Ares bilang kalau dirinya sudah amat bosan dengan tempat perbelanjaan itu karena Maria terlampau sering membawanya kesana.Sudah habis berbelanja, ibu membeli barang-barang yang diinginkannya, dan Ares juga mengambil berkotak-kotak figure motor dan mobil sport yang keren. Dan sekarang mereka tengah duduk dimeja bundar dengan makanan di meja. Mengistirahatkan kaki dan menambah gula darah yang perlahan surut karena lelah.Edgar berceloteh tentang permotoran dengan Ares di pangkuannya, berbincang seru sembari bergurau hingga sesekali tertawa.“Maria kenapa nggak diajak?” tanya ibu tiba-tiba. Wanita berwajah teduh yang tengah duduk diseberang meja sana menatap cucunya d
Aloha, anyonghaseyo yorobun, Esteifa imida~A Modern Fairytale akhirnya tamat juga.Pertama-tama aku mau ngucapin terimakasih banget buat teman-teman semua yang sudah mau membaca kisah dari anak-anakku, mulai dari Jane-Theo dan berlanjut ke Maria-Edgar.Terimakasih karena sudah memberi support untuk author dengan memberi ulasan dan komentar positif, terimakasih juga karena sudah mau mengikuti kisah-kisah buatan author dengan sabar menunggu update-an, terimakasih mau bertahan di cerita yang koinnya mahal ini.Buat kakak-kakak dan teman-teman yang mengikuti aku dari lapak Oren sampe sini khususnya, thank yu so much, aku sayang banget sama kalian. Kakakku Laely sha, Rhicut, Puspa Wulandari, sazaa, You and I, ada Jendeuk, Lee jae Wook, Ruby Jane, banyak lagi tapi aku lupa nama akunnya maaf, pokoknya makasih buat semuanya;)Buat yang punya aplikasi baca tulis Oren (wtpd) boleh banget cari Esteifa biar tau updatean cerita-ceritaku, karena aku sering info
Dua belas tahun kemudian... -- Pagi itu datang seperti hari biasa.Bunyi alarm, kicau burung, dan juga teriakan ibu yang menyuruh anak-anaknya bangun.Seorang wanita berambut hitam pendek seleher sedang sibuk menata piring diatas meja makan. Ia memakai dress floral selutut dengan lengan sampai siku.Lalu terdengar bunyi langkah dari tangga, turunlah laki-laki yang mempunyai wajah rupawan warisan orangtuanya, dia tinggi dan menggunakan seragam SMA.Ares meletakan ransel sekolahnya dikursi, duduk, lalu mengeluarkan ponsel dari saku. Anak laki-laki yang dahinya ditutupi plaster kecil itu mendecak sembari memejamkan mata.“Mommy jangan cium-cium aku ih,” eluh Ares sebal ketika ibunya, wanita bersurai pendek yang cantiknya suka disalahi sebagai kakak Ares itu tak sungkan mengecup dua pipi dan juga kening putranya.Ibu Ares balas mendecak, tak sungkan mengacak pelan rambut hitam lebat milik Ares yang sudah ditata baik-baik.“Haduh, anakk
“Saya dengar kamu sudah menikahi Maria?”Edgar tertendang keluar saat Maria didatangi teman kentalnya.Oleh karena itu, saat ia sedang terduduk didepan ruangan, kemudian berjalan berniat mengunjungi cafetaria Edgar bertemu ibu mertuanya. Mengatakan kalau sang ayah mertua ingin bertemu.Emily sudah tau kalau Maria sudah bangun, Albert Foster juga sudah menemuinya, dan terjadilah reuni mengharukan antara anak dan bapak itu.Edgar sendiri lebih banyak diam saat Albert mendatangi Maria, ia hanya mendengarkan percakapan rindu mereka sebelum keluar dari ruangan memberi keleluasaan untuk berbincang.Dan sekarang. Ayah mertua Edgar memanggilnya.Oke. Bahkan untuk menyematkan sebutan ayah mertua saja terdengar sedikit canggung.Edgar berdehem, lelaki itu menegakan punggung. Mengangguk kepada pria paruh baya yang duduk di brankar itu.“Maaf kalau saya menikahi Maria tanpa menunggu bapak bangun,” jawab Edgar dengan suara yan
“Sini foto dulu,” ujar wanita berambut pendek itu semangat, tangannya mengangkat ponsel tinggi-tinggi, berpose mendempel pada Maria yang memasang wajah sebal dari tadi.Jane memekik semangat melihat hasil foto yang ia dapatkan, wajah pucat Maria dan kusut rambut sultan satu itu amat sulit didapatkan.“Ntar kalo lo ulang tahun jadi ada bahan buat pasang muka aib,” ujar Jane kemudian.“Serah lo!” sahut Maria tak peduli.Ia tau kehadiran Jane di rumah sakit sepagi ini jelas karena sahabatnya itu khawatir akan keadaannya, namun setelah datang, Maria juga tau sekali kenapa Jane tak mengeluarkan raut wajah sedih atau eskpresi simpati, karena jika Jane melakukan hal itu wanita itu tau suasana hati Maria akan kembali buruk, oleh karena itu, tingkah konyol wanita yang hamil besar itu amat dibutuhkan saat ini.“Mana liat,” ujar Maria kemudian, memeriksa hasil jepretan yang Jane ambil. “Awas kalo lo uplod IG t
Tidak ada yang mudah, semua orang pun tau itu dari awal. Dalam hidup manusia selalu diwanti-wanti untuk waspada, karena hidup tak selalu baik-baik saja, banyak haling rintang, dan benar memang kalau itu semua melelahkan. Namun, bukankah karena lelah itu, manusia jadi lebih menghargai kehidupan.Maria sadar betul dengan apa yang dinamakan hubungan timbal balik. Apa yang kamu tanam itulah yang kamu tuai. Keduanya mirip.Sama-sama mengharuskan manusia untuk bercermin. Berkata bahwa, jangan mengharapkan apa yang lebih baik kalau dirimu sendiri saja belum sebaik itu.Dan tentu. Orang-orang mempunyai sifat tersendiri, ada yang terlahir dengan hati hangat dan juga ada yang memang dasarnya memiliki hati yang dingin. Tetapi hidup itu adalah perubahan, sifat manusia tak akan selalu sama.Berdasarkan hal-hal itu, Maria selalu bertanya-tanya, kenapa ia mendapatkan hal sebaik ini dalam hidup. Ia menanam hal sebaik apa hingga menuai keajaiban seperti Ares, suami yang bijaksana
Begitu sampai di rumah sakit, Edgar tak menunda untuk berlari, meninggalkan motornya didepan rumah sakit begitu saja, tak menghiraukan apapun, dengan napasnya yang memburu pria yang badannya basah karena tersiram hujan itu menuju unit gawat darurat.Melihat dengan matanya tiga orang perempuan duduk di kursi tunggu di ruang perawatan gawat darurat itu.Edgar menarik napas dalam-dalam, berlari, ia meneguk ludah sebelum kemudian berdiri didepan pintu UGD.“Ed,” panggil Emily dengan suara bergetar saat Edgar terlihat hendak menerobos pintu itu. “Jangan masuk dulu, nggak boleh.”Emily menarik lengan atas Edgar, menarik mundur menantunya itu, keadaan Maria jauh dari kata baik, apalagi dengan pendarahan yang dialami, Emily tidak yakin Edgar akan bisa melihatnya. Bahkan ia sendiri tak mampu menahan tangis melihat keadaan Maria sedemikian rupa.Edgar mengangkat pandangan, menghembuskan napas berat, hatinya amat sesak, ia tak bisa menunggu lebih lama untuk melihat Maria, ia tak
Edgar baru saja selesai rapat, lelaki tampan yang menggunakan setelan jas tanpa dasi itu melangkah dengan langkah lebar menuju kantornya. Tak ingin pangeran kecilnya menunggu lebih lama, karena Edgar sudah meninggalkan Ares dalam durasi yang cukup untuk memebuat anak itu marah pada Edgar.Saat baru keluar dari lift, Edgar mengembangkan senyum ketika matanya melihat anak empat tahun duduk di kursi kerja Laras dengan gadget ditangan. Sekretaris baru Edgar yang dipasrahi untuk menjaga Ares mungkin sedang ada keperluan hingga meninggalkan anak itu sendirian.Edgar menunduk ketika sudah sampai di depan anaknya, mengalihkan atensi anak itu pada sang ayah sejenak sebelum kembali menunduk pada gadget ditangan.Huft. Sepertinya Maria benar, Ares tidak seharusnya dikasih mainan digital di usia sedini ini. Karena lihat, Ares yang biasanya tidak pernah mengabaikan Edgar kini anak itu malah lebih tertarik dengan cacing pemburu donat dan burger di layar pipih itu. Tidak boleh dibia
-- “Hai guys,” sapa Maria saat baru sampai disana. Berdiri di sisi meja sementara satu pasang orang yang duduk itu mendongak dengan cepat.Mata mereka kompak melebar melihat kehadiran Maria yang menyapa dengan ramah meski tau kalau sejatinya Maria tidak seramah itu.Jane yang baru berhasil sampai di samping Maria langsung menarik lengan sahabatnya, Maria diam saja, menolak diajak pergi, dan saat Jane menatap Sabina serta lelaki yang kemungkinan besar adalah pacarnya ini Jane justru memicing sekilas lalu berubah melebarkan mata,“Eh, anjas, beneran mantan lo,” celetuk Jane tanpa malu, keras pula.Maria tersenyum ramah sekali, tak keberatan dengan perkataan Jane. “Maaf ganggu, ya. Gue pengen nyapa. Gimana kabarnya kalian?”Lelaki yang mempunyai mata kebiruan itu ikut memicing. Berkata dengan Bahasa Indonesia yang lancar. “Maria,”Maria mengangguk. “Hai, Just.”“H-how are you?” tanya Justin kemudian, tak terlalu menyangka dengan kehadiran Maria yang tiba-ti
Mungkin sebagian besar orang akan menganggap kalau Maria adalah wanita paling bodoh yang pernah ada.Dengan menyia-nyiakan lelaki rare yang terbukti baik seperti Edgar, ingin melepas status resmi dan malah teringin berpisah. Meski sadar kalau perasaannya masih berpaut pada lelaki itu. Masih sayang. Tetapi malah membuat derita untuk diri sendiri dengan menambah masalah lain.Benar. Edgar sudah membuktikannya pada Maria.Lelaki itu mengirimkan potongan video pembuktian kalau Edgar tak pernah bersama Sabina dalam artian yang special, Edgar yang selalu pulang sendirian dan juga terpisah dari Sabina, tak pernah membuat gestur atau kontak fisik berlebih, bersentuhan saja tidak. Apalagi dengan fakta bahwa Edgar tak pernah pulang diatas jam sebelas malam. Satu bulan lalu lelaki itu senggang dan hampir tak pernah lembur, selalu pulang kantor tepat waktu.Dan Ardila juga mengatakan kalau usia kandungan Sabina sudah tiga minggu, ibu mertua Maria itu juga ikut mayakinkan kalau apa y