Aku mengambil cuti karena hari ini adalah hari spesial untukku. Tidak ada yang berubah setiap tahunnya, aku hanya selalu mendapat pelukan cinta dari mama sekaligus doa tulus darinya.
"Selamat ulang tahun bintangnya Mama, sehat dan bahagia selalu ya Sayang!"
"Amiin, terimakasih Ma!"
"Ralintangku, happy birthday bebebku Sayang!" Kali ini sedikit berbeda karena kehadiran Gisel, aku membalas pelukannya dan mengucapkan terimakasih.
Aku hanya bertiga dengan mama dan Gisel, aku memang enggak pernah merayakan ulangtahun dengan keramaian. Aku hanya ingat dulu selalu menunggu papa di setiap ulangtahunku tapi tak pernah hadir sejak kematian Rembulan.
"Ini hadiah dariku, gaji pertama loh ini!" Ujar Gisel sambil menyerahkan kotak bermotif bunga. Aku langsung membukanya dan langsung tersenyum bahagia melihat sebuah stetoskop cantik perpaduan warna putih dan emas.
"Cantik Gis! Terimakasih ya!"
"Sama-sama!"
"Mama ka
Nazril Point of view. Malam ini gue harus segera bertolak ke Bandung, rekor baru hidup gue dalam sehari menempuh perjalanan Jakarta-Semarang-Bandung. Tadi pagi gue ngerayu Prof. Danu untuk mengijinkan gue pulang ke Semarang sebentar. Entah kenapa rasanya pengen banget pulang di hari ulang tahun Ralin. Workshop di Jakarta sudah selesai kemarin tapi masih ada pertemuan kedua di ITB besok pagi jadi sebenarnya jadwal gue pulang masih dua hari lagi. Ada waktu luang satu hari sebelum lanjut Bandung dan gue manfaatin hari itu untuk pulang bertemu dengan Ralin. Dari bandara gue langsung menemui Ralin lalu setelah maghrib gue langsung berangkat lagi. Badan gue yang remuk redam seakan enggak ada rasanya dibandingkan dengan apa yang gue dapat hari ini. Alhamdulillah enggak sia-sia harus pulang pergi Semarang-Jakarta. Tadi waktu dirumah gue sekilas sudah bilang sama abi dan umi, beliau berdua menyuruh gue segera menemui orangtua R
Begitu kerjaan gue selesai gue langsung pamit sama Prof Danu pulang, sebenarnya masih ada acara makan malam tapi gue sudah enggak bisa tinggal lagi. Sejak kemarin gue beneran enggak bisa tenang karena Ralin enggak balas chat gue, telepon gue juga enggak pernah dia angkat. Gue hubungi Edo dan kata dia Ralin ngajuin cuti 3 hari, gue hubungi Tante Rani dan beliau hanya menangis tapi belum mau cerita nunggu gue datang. Begitu sampai di Semarang tujuan pertama gue adalah rumah, gue enggak bisa kalau enggak cerita sama umi atau abi. Setelahnya baru gue ke rumah Ralin. Di rumah Ralin ada beberapa orang. Gisel dan mamanya serta seorang lelaki yang tante kenalkan sebagai suami, namanya Om Yuda. Ternyata ini dia suaminya Tante Rani. Pernikahan itu terjadi karena amanah dari kakeknya Ralin. Beliau merasa bersalah karena menjodohkan Tante Rani dengan papanya Ralin tapi akhirnya harus bercerai. Om Yuda adalah pegawai kakeknya Ralin, Om Yuda orang kepercayaan kakek
Ralin Point Of View.Aku masih menunggu Mas Nazril mengangkat teleponku."Ralin?""Mas Nazril sudah pulang dari Bandung?""Sudah, kamu di mana?""Boleh aku tanya sesuatu Mas?""Boleh tapi jawab dulu kamu di mana Lin!""Kamu enggak tahu kan Mas tentang pernikahan mama?""Jawab dulu Ralin kamu dimana?""Jawab aku Mas kalau kamu enggak tau!"Aku sudah tidak bisa lagi menahan air mata, hanya dia orang yang saat ini aku harapkan tidak menghianatiku."Kamu enggak tahu kan Mas? Iya kan? Aku tahu kamu enggak akan pernah bohong sama aku!"Demi Allah, aku hanya ingin dengar dia bilang tidak tahu tentang pernikahan mama."Maafin aku Lin!"Jawabnya lirih.Dan hancur sudah hatiku, lengkap sekarang! Orang-orang yang aku sayangi dan aku percaya semuanya menghianatiku."Ralin! Katakan kamu di mana! Kita
Aku jatuh terduduk di lantai, menangis dan memeluk kakiku sendiri sambil memandangi ponselku yang sudah terpisah menjadi beberapa bagian. Saat ini aku berada di sebuah rumah, entah rumah siapa aku melihat tulisan rumah ini dikontrakkan saat pergi dari rumah Gisel. Tanpa pikir panjang aku sewa rumah ini. Aku butuh waktu untuk sendiri. Kenapa mereka semua menghianatiku? Aku memang pernah berniat menolak semua laki-laki yang akan masuk ke hidupku dan mama, tapi itu dulu di saat aku masih kalut. Sekarang aku bukan lagi orang yang tidak bisa disajak bicara, aku sungguh kecewa dengan cara mereka. Apa mereka pikir aku masih Ralin kecil yang hampir gila karena keadaan? Apa mereka tidak menganggap aku yang sudah mati-matian keluar dari keadaan menyiksa itu sampai mereka tega menyembunyikan pernikahan mama? "Kamu kuat Ralin!! Jangan hancur!" Maka aku menguatkan diri sendiri, mencoba sekuat tenaga menghentikan tangis. Aku kuat dan aku tegar. "....Narin itu p
Nazril Point Of View. Gue menghentikan mobil tak jauh dari tempat tujuan Ralin pulang malam ini. Gue tadi sengaja keluar restoran lebih dulu agar Ralin yakin gue sudah pergi dan bisa mengikutinya tanpa dia tau. Gue minta Bang Arkan untuk tukeran mobil di restoran tadi, gue sengaja nyuruh Bang arkan makan di sana. Kamelya Ramdhani Nasution. Ralintang Maharani Nasution. Anaknya Agung Nasution. Kenapa gue enggak pernah sadar kalau nama mereka mirip? Gue juga harus tuntut Si Kunyuk Edo karena berita hoaxnya, dia bilang papa Ralin pengusaha properti sukses. Dari mananya?? Pak Agung adalah seorang pemilik rumah sakit swasta terbesar kedua di kota ini. Profesinya seorang dokter juga dulunya tapi sekarang tidak praktek lagi, karena yang gue dengar dua tahun terakhir ini beliau menjabat sebagai anggota dewan. Gue masih di dalam mobil mengamati Ralin masuk ke sebuah rumah, gue enggak tau ini rumah siapa tapi
Ralin Point Of View. Dua Minggu. Ternyata sudah selama itu aku mengasingkan diri di kontrakan ini. Aku selalu menghindari segala bentuk komunikasi dari keluargaku. Aku sangat bersyukur karena mendapat tempat tinggal yang lumayan nyaman dan juga pemilik rumah ini yang begitu baik padaku. Selama dua minggu ini juga aku selalu berdoa pada Allah agar menyembuhkan hatiku, agar aku cepat berdamai dengan keadaan ini. Hari ini akuoffdan setiap harinya aku tidak pernah kemana-mana, hanya keluar untuk kerja dan akan menghabiskan hari di rumah ini, terkadang juga berkunjung ke rumah Bu Tami pemilik rumah ini. Aku selesai masak dan mengantar sebagian masakanku ke rumah Bu Tami yang berada di belakang rumah ini. Setelahnya aku makan siang sendiri. Aku enggak bisa bohong kalau ada juga rasa rindu pada mama, beberapa kali mama mengunjungiku di rumah sakit tapi aku selalu menolak segala bentuk perhatiannya.
Mas Nazril! Akhirnya setelah sekian kali mengetik dan menghapus chat, hanya kata itu yang terkirim tapi belum ada balasan darinya. Saat ini aku sedang dalam perjalanan ke sebuah acara haul seorang kyai. Seminggu yang lalu aku sudah kembali ke rumah mama, sedikit demi sedikit aku sudah mulai menerima kehadiran Om Yuda, dengan keluarga Gisel aku juga sudah minta maaf karena sempat menolak mereka. Alhamdulillah Allah membukakan pikiranku, hidup memang seperti ini banyak sekali yang tidak sesuai dengan keinginan kita. Yang bisa kita lakukan adalah melewatinya dengan penuh syukur. Dan dari sekian banyak orang, hanya dengan Mas Nazril aku belum bisa kembali seperti sebelumnya. Entahlah kenapa, setiap malam aku selalu mengetik pesan tapi tidak pernah terkirim. Dia juga seminggu ini tidak terlihat di rumah sakit, kata mas Edo masih sibuk di Jakarta. "Kita mau ke mana sih Om?" Tanyaku memecah keheningan. Aku duduk di belakang bersama Bi
Nazril Point Of View. "Mas, kamu gugup enggak sih?" "Biasa saja!" "Kamu enggak takut ketemu papa?" "Enggak!" "Kamu enggak bingung mau ngomong apa sama papa?" "Sudah siap!" "Kamu tadi sudah sarapan kan?" "Sudah Lin." "Oh ya, alhamdulillah. Kamu butuh tenaga banyak soalnya!" Haha, Ya Allah calon istri gue! Gemes banget sih gue sama Ralin, pengen gue....enggak jadi deh! Astaghfirullah, ampuni hamba yang pikirannya sudah travelling kemana-mana Ya Allah. Gue janji ini terakhir kalinya gue pergi berdua saja sebelum nikah, enggak bagus untuk kesehatan otak dan hati gue soalnya. Menumpuk dosa juga. Sepanjang perjalanan dari rumah Tante Rani menuju rumah papanya, dia tidak berhenti ngomong. Satu hal yang baru gue sadari, frekuensi bicaranya akan meningkat 100% ketika dia sedang gugup alias jadi cerewet banget. "Bisa enggak sih kita n
Siang ini kesibukan pesantren lebih terasa karena malam nanti adalah malam inti dari acara wisuda santri. Jika biasanya acara santri putri diadakan di siang hari, tahun ini abi dan seluruh keluarga juga pengurus pesantren sepakat untuk mengadakannya dimalam hari dimulai sehabis maghrib. Banyak wali santri yang sudah berdatangan dari berbagai daerah, penginapan-penginapan yang sengaja disiapkan oleh para santri sudah banyak yang penuh. Kebahagiaan santri salah satunya ya saat-saat seperti ini, jadi kangennyantri.Padahal dari semua saudara, gue yang paling bandel. Gue hanya nyantri dari MI sampai Mts selebihnya gue dirumah ini, ngaji sama simbah dan abi. "Yang ikut wisuda banyak juga ya Mas, berarti habis ini berkurang banyak ya?" Tanya Ralin. "Ya enggak mesti langsung pada pamit Lin, biasanya kalau yang enggak kuliah atau nikah masih pada disini nerusin ngaji, itu kemarin juga santri baru alhamdulillah sudah masuk banyak cuma kan b
Nazril Point Of View. “Lin, lapar!” Ucap gue dengan ekspresi yang semenyedihkan mungkin karena gue tahu istri gue yang cantik ini bakalan ngomel-ngomel kalau gue makan selarut ini. Dan benar saja, Ralin malah merapatkan selimutnya. Gue yakin bukan karena dia enggak mau melayani gue, tapi karena dia sayang sama gue. Sekarang sudah hampir jam satu, tadi gue dan Ralin habis ngobrol banyak. Kita memang punya satu waktu khusus untuk ngobrol berdua yang biasa kita sebut dengan sesi kejujuran dan itu harus kita lakukan. Gue kenal Ralin, dia adalah tipe orang yang susah untuk cerita tentang kesedihannya, memilih memendamnya sendiri. Makanya gue sengaja membuat acara sesi kejujuran itu, awalnya hanya iseng tapi semakin lama menjadi sebuah keharusan karena dari situ gue bisa tahu banyak hal tentang perasaan Ralin. Intinya dibuat nyaman dulu baru dia mau cerita. “Masakin nasi goreng dong Lin!” Gue masih berusaha ke
Ralin Point Of View “Terimakasih kesempatan yang diberikan kepada saya untuk berbicara. Yang pertama saya ingin mengucapkan syukur pada Allah karena begitu banyak hal baik dan berkesan dalam hidup saya hingga detik ini. Yang kedua terimakasih pada pihak rumah sakit yang telah memberikan kesempatan pada saya untuk bisa bergabung dalam operasi ini, suatu kehormatan dan ilmu berharga bagi saya.” “Selanjutnya saya sangat ingin berterimakasih pada seseorang yang telah memberikan kebahagiaan terbesar dalam hidup saya selain keluarga, seseorang yang menjadi alasan saya untuk terus menjadi pribadi yang lebih baik, seseorang yang menjadi alasan saya untuk segera pulang ke rumah, dan seseorang yang menjadi alasan saya untuk tetap kuat. Maaf jika masih belum bisa menjadi yang terbik, maaf jika masih terus membuatmu bersedih, terimakasih karena tetap bertahan di sampingku, terimakasih karena te
Nazril Point Of View Benar kata istri gue kalau setiap harinya kita lalui dengan perasaan syukur dan bahagia, waktu akan terasa cepat. Itulah yang gue rasakan, lima hari dalam seminggu gue kerja dirumah sakit kadang juga bisa keluar kota atau bahkan sesekali ke luar negeri dan setiap gue sampai rumah ada anak dan istri gue yang sudah menyambut. Melihat senyum mereka membuat capek gue seketika hilang, pelukan mereka membuat gue kembali semangat berjuang mencari nafkah buat mereka. Dan itu semua membuat waktu begitu cepat berlalu tanpa terasa Rey sudah berumur dua tahun. Sudah aktif banget lari kesana kemari. Kata umi Rey itu fotocopyan gue banget pas waktu kecil, anaknya enggak bisa diem apa-apa pengen dipegang, kalau bahasa jawanyaglidikbanget, kata umi dulu waktu gue kecil pernah minum air bekas cucian piring, mungkin itu kali ya rahasia ganteng gue?? Ha ha Gue sangat bersyukur Rey tumbuh sehat dan
Nazril Point Of View Benar kata istri gue kalau setiap harinya kita lalui dengan perasaan syukur dan bahagia, waktu akan terasa cepat. Itulah yang gue rasakan, lima hari dalam seminggu gue kerja dirumah sakit kadang juga bisa keluar kota atau bahkan sesekali ke luar negeri dan setiap gue sampai rumah ada anak dan istri gue yang sudah menyambut. Melihat senyum mereka membuat capek gue seketika hilang, pelukan mereka membuat gue kembali semangat berjuang mencari nafkah buat mereka. Dan itu semua membuat waktu begitu cepat berlalu tanpa terasa Rey sudah berumur dua tahun. Sudah aktif banget lari kesana kemari. Kata umi Rey itu fotocopyan gue banget pas waktu kecil, anaknya enggak bisa diem apa-apa pengen dipegang, kalau bahasa jawanyaglidikbanget, kata umi dulu waktu gue kecil pernah minum air bekas cucian piring, mungkin itu kali ya rahasia ganteng gue?? Ha ha Gue sangat bersyukur Rey tumbuh sehat dan
"Lin! Mama duluan ya! Enggak enak sama Tante Sinta dan keluarga!" "Ya sudah deh Ma, duluan saja sama Om Yuda nanti Ralin nyusul!" "Jangan lama-lama enggak enak kalau datangnya belakangan!" "Iya Ma!" Aku masih sibuk menyiapkan segala keperluan Reyshaka dan Mas Nazril. Hari ini adalah hari resepsi pernikahan Gisel dan Mahesa. Mama dan Om Yuda sudah pamit duluan, tadi di grup keluarga Bang Arkan bilang sudah mau jalan. Tapi lihatlah dua jagoanku, masih asyik bermain air di kamar mandi! "Mas!! Sudah belum mandinya? Yang lain sudah pada berangkat!" Teriakku dari luar kamar mandi. "Sebentar!!" "Dari 10 menit yang lalu kamu juga bilang sebentar!" Dia tidak menghiraukanku, malah asyik bermain dengan Reyshaka di kamar mandi, anaknya juga terdengar senang sekali bermain air, dia teriak-teriak dan tertawa. Kalau seperti ini sudah pasti akan terlambat, untung kemarin kita hadir di acara pemberkatan Gisel dan Mahesa jadinya kalau ha
Hari ini di pesantren diadakan acara aqiqah anakku, tepat di hari ketujuh kelahirannya, Mas Nazril tetap menyembelih dua kambing walaupun anak kita masih di rumah sakit. Dua hari yang lalu alhamdulillah aku sudah boleh pulang dan setiap pagi aku selalu pergi ke rumah sakit mengantar ASI sekalian menjenguk Reyshaka. Acaranya hanya syukuran biasa dengan mengundang warga sekitar pesantren untuk ikut mendoakan anakku dan juga membagikan masakan aqiqahnya pada warga setempat. Karena hanya dua ekor kambing dan itu tidak mencukupi untuk warga pesantren, Mas Nazril membeli satu ekor sapi untuk disembelih dan dimasak untuk keluarga dan para santri. Sekali-kali menyenangkan hati para santri katanya, sebagai ucapan terimakasih juga karena selama ini para santri banyak membantu keluarga kita. "Lin, besok aku ada kerjaan ke Jakarta selama tiga hari." Kata Mas Nazril yang sibuk dengan laptopnya. "Berangkatnya hari ini Mas?" "Aaaaaa." Sebelum menjawab dia membuka mu
Ralin Point Of View Malam ini aku masih harus menahan diri untuk melihat anakku karena keadaan kami belum memungkinkan. Sejak dia lahir aku sama sekali belum bisa mennyentuhnya dan melihat wajahnya. Saat ini aku hanya tinggal berdua dengan Mas Nazril, dia masih tertidur. Kasihan sekali pasti capek banget sejak kemarin harus kesana kemari mengurusi aku. Mama, umi dan yang lainnya sudah pamit sejak tadi. Sebenarnya mama ingin tinggal tapi aku larang, beliau sejak kemarin juga banyak begadang menemani aku, mama orangnya enggak kuat kalau kurang tidur. Jika dipaksakan malah akan meriang berhari-hari. "Lin!" Aku menoleh ke arahnya, dia tersenyum lalu ke kamar mandi. "Aku sholat isya dulu ya!" Katanya setelah keluar dari kamar mandi. Sementara dia sholat aku sibuk membalas chat dari teman-teman yang mengucapkan selamat atas kelahiran anakku. Dan chat terbanyak datang dari Gisel, sejak kemarin dia terus
Gue masih mondar-mandir di depan ruang operasi, 5 menit yang lalu gue diusir sama dr. Alfaina keluar ruang operasi. Sejak Ralin mulai masuk gue sudah ikut sama dia, kasih dia dukungan tapi lama-kelamaan gue banyak omong jadilah gue diusir keluar dari kamar operasi. Ternyata bukan cuma Ralin yang jadi banyak omong kalau gugup, gue pun sama. Tadi gue gugup dan khawatir banget alhasil mulut gue enggak bisa diem. Rencana operasinya mundur jadi sore hari karena harus menaikkan hb Ralin dulu dan sejak semalam dia harus berjuang melawan rasa sakit. Alhamdulillah selain Bude Nilna masih ada dua lagi pendonor dariKangMadi dan saudara Mama Rani, jadi Ralin punya persedian 6 kantong darah. "Ril, duduklah! Tambah pusing Umi lihatnya!" Tegur Umi. "Iya Umi, gugup! Maaf!" "Ya semua juga gugup dan khawatir, kamu jangan bikin tambah puyeng!" Gue hanya nyengir, merasa bersalah. Saat ini gue ditemani mama dan umi, selain itu ada