“Orang yang menyakitinya adalah kakakku sendiri.”
Seorang wanita nampak duduk disalah satu bangku yang tersedia di kafe didaerah Kemang. Suasana yang terlihat sedikit sepi, karena telah usai jam makan siang, membuat tempat itu terlihat lebih lengang dari biasanya. Didepan wanita itu, sang pria yang hanya menggunakan kaos lengan panjang turtle neck hanya bisa terdiam membisu setelah memberikan sebuah amplop coklat kepada wanita itu.
Marko, pria itu tak bisa berkomentar banyak setelah apa yang ia ketahui setelah beberapa penyelidikan dilakukannya. Pria itu hanya duduk termangu, menunggu reaksi yang akan ditunjukkan oleh sang tunangan yang saat ini sibuk memperhatikan tumpukan dokumen hasil
“Permintaan yang mudah, namun aku sudah enggan menjalaninya.”Pria itu duduk dikursi kebesarannya di dalam ruangan yang menjadi pusat kerajaan perusahaan besar di Jakarta tersebut. Ia menemukan dirinya yang menyisir rambutnya dengan kasar, disertai dengan desahan frustasi yang disebabkan oleh benda kotak yang menampilkan pesan singkat pada ponselnya pagi ini.Jean hanya terdiam kaku saat menerima pesan singkat dari ayahnya yang mengatakan bahwa minggu besok, tepat pada hari minggu adalah perayaan ulang tahun Clara. Adik kecilnya yang akan mamasuki usia ke 24 tahun itu bersikeras memaksa ayah mereka untuk mengadakan pesta di rumah. Clara tidak meminya apapun darinya. Adik kecilnya hanya me
"Butuh waktu lama untukku menyadari bahwa aku membutuhkanmu dalam diriku.”Odelia membiarkan air yang mengucur dari shower diatasnya mengaliri tubuhnya. Dingin yang terasa dari pancuran itu membuat tubuhnya sendiri lebih rileks. Otaknya kini bisa berpikir dengan benar setelah permasalahan demi permasalahan yang telah ia lewati. Beberapa minggu ini merupakan hari terberat untuknya. Ia jarang bersuara atau pun berbicara seperti biasanya. Seringnya, ia berbicara dengan pembantu harian yang dipekerjaan oleh Jean dirumah mereka. Namun entah mengapa, dua minggu yang lalu pria itu memberhentikan wanita paruh baya itu. Odelia tak mengerti mengapa pria yang semula bersikeras menggunakan pembantu harian itu, kini malah merubah pikirannya.
“Wanita itu hangat seperti sebuah selimut. Ketika ia merasa kedinginan, wanita itu akan menjadi sebuah selimut menghangatkan untuknya.Odelia, wanita itu menemukan dirinya sendiri duduk diantara kedua orang yang masih menikmati perbincangan mereka berdua. Entah apa yang dibicarakan keduanya, Odelia sama sekali tak ingin memahaminya. Cukup lama baginya menyadari bahwa kini ia berada diantara kedua orang yang berada dalam satu keluarga yang sama, yang hampir tak pernah bertemu disetiap tahunnya.Grace.Wanita tua yang ia kenali sebagai nenek dari Jean itu datang dan berniat untuk tinggal beberapa malam dirumah ini.
“Semua membutuhkan kepastian dan aku menuntut hal itu. Aku sudah lelah mengikuti bayanganmu. Aku lelah menyadari bahwa hanya mengikuti bayanganmu saja aku tak sanggup.”Hujan pada bulan Agustus. Bulan yang seharusnya menapilkan musim yang panas, menyirami kota Jakarta. Gerimis rintik yang sedikit deras itu tak mengubah fakta bahwa musim telah berubah secara total. Berbeda tanpa ada yang mampu mendeteksinya.Namun satu hal yang membuat hujan ini menjadi sangat istimewa. Dimalam yang dingin, kedua orang itu hanya terdiam. Saling berpelukan diatas sofa panjang yang sengaja diletakkan untuk menonton televisi di ruang keluarga.&n
“Ketika aku memutuskan untuk berjalan jauh, kau ternyata mencoba kembali menarik simpatiku.”Jeanattan, pagi ini mungkin menjadi salah satu pria di dunia yang paling sering mengumpat hari ini. Lelaki itu berdecak tak suka pada apa yang kini menimpanya. Ini seperti sebuah makna, “Sudah jatuh, terimpa tangga pula.” Yah, begitulah.Pagi ini ia telah dikejutkan dengan tingkah sang nenek yang tiba-tiba saja mengajaknya dan juga Odelia pergi ke sebuah salon kecantikan. Grace memaksanya untuk membuka matanya lebih pagi dari pada yang pernah ia lakukan. Sepanjang jalan, ia tak hentinya menggerutu. Baginya wanita berusia 70 tahun itu telah mengganggu tidur nyamanya memeluk tempat hanga
“Aku menyadari bukan disini tempatku. Aku salah menginjak sesuatu yang bukan seharusnya menjadi milikku.”Seorang wanita dengan gaun pesta berwarna pink, dengan renda merah yang menghiasi disekelilingnya, menjadi salah satu wanita yang paling diperhatikan pada pesta ini. Wanita itu tersenyum dengan semangat yang menggebu-gebu saat melihat beberapa wajah yang ia harapkan hadir disana. hatinya berbunga memperhatikan setiap tamu yang turut hadir di pesta perayaan hari kelahirannya ini. Namun senyum itu lebih lebar lagi saat melihat dua orang wanita yang baru saja tiba disana. Wanita yang sangat dinantikannya, dan wanita yang tak disangkanya akan datang hari ini.Grace. Sang nenek yang sudah
“Aku bisa membuatmu, jatuh cinta kepadaku meski kau tak cinta.”Seorang wanita kini tengah duduk diatas kursi yang memang disediakan untuk seorang pemain yang akan memainkan tuts-tuts bernada indah diatas piano mewah berukuran besar itu. Ditengah pada undangan yang hadir, hanya si pemain yang menjadi daya tarik dari pesta ini. Apalagi ketika mereka yang datang mengetahui bahwa yang duduk disana adalah menantu sulung dari keluarga yang menyelenggarakan acara. Tak pelak kegiatan bisik-membisik pun menghiasi persiapan penampilan itu.Odelia tak tahu mengapa ia menemukan dirinya sendiri duduk diatas kursi piano ini. Ditengah banyak mata yang memandang kearahnya, ia mulai merasa risih. Tak ada
“Keinginan terbesarku adalah melihat kematianmu, kehancuranmu, keterpurukanmu. Namun ketika aku melihatnya langsung, hal yang paling aku inginkan adalah menahanmu disisiku lebih lama. ”Odelia Karina.Jean tak tahu mengapa ia melakukan hal ini untuk wanita itu. Ia tak mengerti mengapa tubuhnya bergerak tanpa perintah dari otaknya. Ia pun juga tak mengerti mengapa dunianya serasa seperti berhenti berputar karena melihat wanita itu yang memilih menenggelamkan dirinya sendiri dari pada bertahan lebih lama dengan pria sepertinya.Jean takkan pernah mengerti dan mau mengerti.
Sepasang intan hitam milik seorang wanita nampak memandangi pantulan bayangan yang ada dicermin. Matanya penuh binar kebahagiaan saat memperhatikan betapa indahnya bayangan yang ada disana. Ia nyaris tak mempercayai bahwa sosok itu adalah dirinya sendiri. Rambutnya yang memiliki panjang hampir menutupi punggungnya sengaja digerai dan membentuk sebuah ikal yang semakin mempermanis penampilannya. Diatas kepalanya terdapat rangkaian bunga bermacam warna yang melingkarinya. Riasan wajahnya hari ini pun tak terlalu mencolok. Wanita itu memang sengaja meminta pada penata riasnya untuk tidak terlalu menor mendandaninya. Ia tidak ingin terlihat seperti badut pesta nanti.Dalam balutan gaun pengantin panjang tanpa lengan, wanita itu memperlihatkan pundaknya yang jenjang. Hal yang selalu ditutupinya itu kini dipamerkan karena permintaan seseorang yang melarangnya keras untuk menutupinya.Odelia memiliki aset yang menganggumkan, begitu kata Clara. Wanita itu, sebentar lagi dalam
ODELIAPria itu duduk tenang di depannya sambil menyantap makanan yang baru saja dipesannya. Ada rasa keengganan ketika aku menatap ke dalam isi piringku. Makanan ini aneh. Aku tak terbiasa dengan makanan kelas atas. Hanya sayur dan tempe saja sebenarnya sudah membuatku kenyang dari pada sebuah makana dengan irisan daging yang hanya memiliki porsi setengah dari porsiku. Sebenarnya, melihatnya saja aku sudah tak lagi selera. Bukan hanya karena makanannya, melainkan karena pria yang menatapku lebih sering dari pada makanannya itu.Jean sengaja menyeretku masuk ke dalam restoran mewah yang entah berada dimana. Restoran yang memiliki kata yang aneh itu memang terlihat tak begitu ramah, namun memiliki suasana mewah untuk kumasuki. Hanya bermodalkan kaos dan celana jeans berlutut robek, serta sepatu kets usang yang selalu menjadi seragam wajib, kini aku terlihat seperti badut. Semua yang ada disana dan menikmati hidangan sorenya berpakaian formal. E
JEAN“Jadi, Ayahku sekarang berada di flat kecil yang kau sebutkan tadi?”Aku tak bisa menahan amarahku saat kudengar ayahku, Yonash memilih untuk melarikan diri dari rumah kami dan tinggal di rumah kecil di pinggiran kota itu. Bahkan, aku tak bisa mengira bagaimana pria tua itu hidup melarat seperti itu. Entah apa yang dipikirkannya saat merencanakan usaha pelariannya itu disaat kami semua sedang tertidur. Andai saja Grace, nenek kami masih di Indonesia mungkin Ayah kami tak berani untuk melakukannya.“Jadi, bagaimana kak?” Tanya seorang wanita bermata hijau dibelakangku. Ai terus berdiri ditempatnya semula meski aku sudah memunggunginya cukup lama. Clara, adik bungsuku tak biasanya betah berlama-lama berada di ruangan kerjaku. Wanita itu selalu bilang bahwa tempat ini bagaikan sampah dengan kertas-kertas menumpuk yang tak sedang dipandang. Namun kali ini wanita itu mampu bertahan lebih dari setengah jam b
ODELIAKupandangi sepasang sepatu kusam kets-ku ini. Langkahku membawa sejuta harapan bahwa hari ini aku masih bisa bernapas dengan tenang di ibukota ini. Langkah yang beriringan denganku terasa seperti sebuah iklan yang melintas begitu saja di halte bus bersamaku pagi ini.Senin pagi. Semua orang setidaknya memiliki satu hingga dua keinginan untuk memulai pertama disetiap minggunya. Hari yang paling sering kuamati begitu pada dengan mobil dan motor yang berlalu lalang di jalanan. Tanpa henti membuat suara bising yang mampu memekakkan telinga.Aku mendaratkan bokongku tepat disalah besi yang berbentuk persegi panjang. Besi berkarat yang memiliki bau agak amis. Entah apa fungsi dari besi tersebut. Seharusnya lebih baik menggunakan bangku atau apapun itu bila berniat untuk dijadikan sebuah tempat duduk. Namun sebagian dari mereka yang bernasib sama sepertiku terpaksa menggunakannya untuk mendudukkan diri.Sembari menunggu bus yang
Jika akhirnya kehidupanku nkembali berputar seperti roda, aku akan membuat persiapan ketika harusnya aku berada di bawah. Hatiku akan siap ketika suatu saat kehilangan segalanya.Seorang wanita berpakaian hitam tampak berjalan di sekitaran kompleks pemakaman. Langkahnya penuh kehati-hatian kala melintasi beberapa susun gundukkan tanah yang ada disana. Cuaca yang tak begitu terik menjadi keputusanya untuk berpakaian gelap dann juga mengenakann sebuah topi yang hampir menutupinya dari sinar matahari siang. Ditangannya sebuah bunga telah siap untuk disembahkan kepada yang tercinta, yang kini telah menyatu dengan tanah. Sejujurnya langkah pelannya bukan karena dirinya takut sepatu mahal yang dikenakannya terkena kotoran, namun dadanya berdentum seperti ingin meledakkan dirinya. Hatinya nyeri kala ia melihat sosok tercinta itu menyatu dengan tanah, dan takkan bisa be
Tak ada apapun yang bisa menghalangiku untuk memilikimu seutuhnya. Ingatlah bahwa kau milikku dan aku milikmu.Malam itu suasana benar-benar mencekam. Kabut dingin yang menyelimuti jalan ditengah hutan yang lebat menjadi sangat menyeramkan. Membuat dentuman aneh didalam dada kala sengatan hawa dingin yang sangat kerasa malam itu. Tengah malam yang semakin meredupkan sinar membutakan siapa saja yang berani menembus jalan gelap itu. hanya sebuah mobil yang melintas dengan kecepatan seadanya, membelah jalan yang penuh kabut itu. lampu sorot mobil menjadi satu tumpuan mereka untuk sampai ke tempat yang akan mereka singgahi.Bukan hanya singgah, mereka akan sedikit lama berada disana, karena suatu hal."Apakah wanita itu bisa dipercaya?"
Aku akan mengambil apa yang sebelumnya telah kukatakan bahwa itu semua adalah milikku. Kalian yang berani mencegahnya takkan pernah kubiarkan untuk keluar dari lingkaran yang telahkubuat."Kau benar-benar keterlaluan. Mau sampai kapan kau melakukan ini semua?"Riska, wanita yang kini tengah memegang pisau lipat yang telah ternodai oleh darah itu tak menghiraukan makian yang sejak beberapa hari lalu dikeluarkan oleh kakaknya, Reanna. Dalam kondisi terikat, Rea terus melakukan perlawanan terhadap adiknya itu. tak disangkanya jika Riska bisa berbuat sejauh ini. Tak pernah ada bayangan menyeramkan yang seperti sekarang didalam kepalanya.Entah telah hilang kemana sosok adik kecilnya yang manis dan tak
Merasakan pengalaman pertama yang tak terduga. Hatiku membuncah. Genggaman manis dari jari mungilnya berhasil menggetarkan sesuatu didalam dadaku. Rasanya sesak, seperti sebuah kebahagiaan yang akan meledak.Attar syah Rahardi.Aleana Salma Rahardi.Bayi gempal yang kini menggeliat diatas tempat tidur mungil berbentuk kotak itu menjadi salah satu objek yang menarik perhatian kedua orang yang berdiri dari balik kaca jendela ruangan tersebut. Kedua bayi berwajah merah itu sesekali bersuara khas bayi yang menggemaskan. Keduanya sama sekali tak bisa mengalihkan pandangan mereka dari bayi-bayi mungil yang berwajah hampir serupa itu.Tak ada yang lebih menggetarkan dari apapun selain melihat kedua wajah itu,
Lahirkanmereka. Aku akan berjuang untukmelindungimudan anak-anak kita. Jangan takut, aku takkan pernah meninggalkanmu lagi."Lia, aku mohon buka pintu sialan ini! biarkan aku bicara padamu." Tak lama terdengar suara Jean yang berteriak menggedor pintu kamarnya. Mungkin pria itu sedikit terkejut dengan tindakannya yang tiba-tiba saja mengunci kamarnya, karena tak biasanya ia mengunci kamarnya."Aku manusia, Jean. Aku bisa saja sakit hati." Lirihnya pelan. Sepertinya hanya dua kalimat itu yang mampu mewakili semua perasaannya.Tak lama, Odelia merasakan ada rasa nyeri yang melanda perutnya. Tanpa bersuara, ia terus mengelus perutnya. Ia tak tahu mengapa, sejak beberap