Meski dalam pencahayaan amat temaram sebab sumber pencahayaan ruangan hanya mengandalkan beberapa lilin kecil, Belicia hanya dapat melihat lengkungan lebar pria di ujung sana, di depan pintu yang sudah tertutup sempurna. Lampu ruangan memang dimatikan beberapa detik lalu ketika ia sudah siap menunggu kedatangan sang calon rekan bercinta dengan duduk manis di ujung ranjang. Belicia kini mulai beringsut turun dari singgasana bertakhtakan birahi yang akan menjadi saksi bisu malam panasnya. Gerakannya melangkah begitu sensual, menggoda, menggairahkan. Tepat sampai di depan sang pria, Belicia berjinjit, lalu mengalungkan tangan pada leher pria berbalut pakaian formal tersebut. Sang pria menyambut hangat, melingkarkan tangan pada pinggang Belicia. Dapat pria itu rasakan, kembar kenyal Belicia menekan kuat dadanya. Tangan pria itu kemudian meremas bokong padat Belicia hingga beberapa detik lamanya. Napas keduanya saling menerpa, menyapu kulit satu sama lainnya. Tak ada suara yang turut se
Belicia nyaris tak percaya dengan penglihatannya. Pria yang telah membawanya melayang ke awang-awang bukanlah pria sejuta manfaat yang ia harapkan. Bukan pria yang membuatnya percaya diri seharian. Bukan pria pemicu dirinya memakai perawatan super mahal guna merenovasi dan memodifikasi penampilan demi menunjang performanya pada malam penaklukan. Sudah berapa anggaran yang perempuan itu gelontorkan? Siapa pria ini ... yang dengan lancang dan kurang ajar memanfaatkan tubuhnya. Ia sangat ingin merutuk dirinya sendiri yang begitu bodoh terlambat menyadari manipulasi ini. Tapi kebodohannya tak bisa disalahkan sepenuhnya sebab postur si pria amatlah mirip Tuan Aroon. Pria yang telentang dengan badan dibanjiri peluh tersebut menyeringai, lalu ia bangkit dan bersandar pada sandaran ranjang. "Bukankah terlalu terlambat waktunya memperkenalkan diri, Sexy?"Mendengarnya, seketika membuat Belicia meradang, matanya menunjukkan kilatan nyalang, wajahnya yang agak bulat merah padam. Ia kemudian b
Pria dengan sorot mata cokelat menatap layar datar yang bertengger gagah di tembok berselimut wallpaper perak seraya mengulas senyum samar. "Tak tahu senyum itu asli atau hanya manipulasi karena kau sedang tampil di TV, aku senang akhirnya dapat melihat lengkungan bibir yang sudah lama kau renggut dari penglihatanku," monolognya terdengar dalam. Mengingat semenjak saat itu, sang wanita pujaan menunjukkan sikap dingin dan acap kali melempar senyum sinis padanya. Ia menyadari dan mengerti bahwa respons wanita itu sangatlah lumrah. Siapa yang tak hancur melihat detik-detik ayahnya mengalami kenahasan pengantar nyawanya melayang. Siapa yang tak marah ketika mengetahui fakta bahwa orang yang selama ini dianggap pelindung dan pengayom justru figur yang berada di sana, meskipun abu-abu perannya dan ada tabir membentang di sana, namun sialnya asumsi positif tak berhasil diselipkan Tuan Aroon atas kejadian itu pada sang wanita, alih" dirinya tertuduh sebagai seorang pembunuh. "Keintiman kit
Alessandra mengernyit heran. Sembari berjalan melewati pintu kaca O-Media2 pusat perhatiannya tak berpaling sedikitpun dari pemandangan yang tidak seharusnya. Di mana sang bodyguard? Bola mata Alessandra mencari keberadaannya. "Bodyguard sebagai fasilitas perusahaan selama kau berada dalam perusahaan kami," kata Tuan Aroon sembari menggerakkan dagu pada seorang pria berstelan hitam ketika menangkap raut bingung wanita yang baru saja sampai di depannya. Sontak, kebingungan semakin terbaca dari wanita dengan riasan tipis tersebut. "Di mana Mervile?" tanyanya dengan intonasi serius. Tuan Aroon mengedikkan bahu lalu berkata, "Kau tak lagi memerlukannya. Bodyguard barumu ada di sini."Alessandra menusukkan tatapan tajam. "Apa yang Anda lakukan kepadanya?"Kecamuk kekhawatiran menyergap ruang dasar Alessandra. Ia mengingat pria di depannya ini memiliki dua sisi berbeda, lembut kepadanya dan sangat sadis kepada siapapun yang dianggap pengusik. Menyadari hal itu, bukan hal yang mustahil
"Kau menggunakan pengacara kita untuk membebaskan wanita itu dari jeratan hukum. O-Media3 beberapa waktu lalu kehilangan host lawas dan kau menginginkan dia hari ini di O-Media2 padahal branding kita adalah wanita menginspirasi, sedang dia? Kau tahu betul track record-nya. Apa lagi yang ingin kau pertaruhkan Axel?" Seorang pria kisaran usia di atas separuh abad tengah menatap tajam pada sosok putra semata wayang, yang digadang-gadang sebagai pewaris tunggal seluruh kekayaannya. "Karena wanita itu pula, hari ini O-Media nyaris kehilangan calon pimpinan." Kalimat itu seolah menambah daftar keburukan Alessandra, yang bahkan wanita itu sendiri tak mengetahuinya. "Aku memperjuangkan wanitaku." Axel tampak tenang meski diberondong kalimat penekanan. Ia terlihat santai menyandarkan punggung pada bahu sofa dan mendaratkan lengannya pada lengan sofa. "Aku mengirimmu ke London bukan untuk menjadikanmu pria lemah, pria naif pemuja wanita. Tinggalkan profesi ilegalmu, kembali ke rumah ini lan
Tampak seorang wanita berjalan tertatih-tatih melewati pintu masuk Aroon's Company. Tumit yang biasa terbungkus high heels kali ini terbingkai flatshoes. Nyeri luar biasa pada pangkal pahanya imbas dari aktivitas seksual dua malam lalu adalah alasan ia memilih sepatu tanpa hak tersebut. Pria gila itu memberinya pengalaman mengerikan sepanjang malam berikut jejak trauma yang memeluk begitu erat pada diri wanita berpipi sedikit chubby tersebut. Sweater krem pembungkus tubuhnya sekaligus penghalang tubuh penuh jejak kekerasan itu terekspos gamblang tampak memadu selaras dengan warna flatshoes-nya. Garis-garis muka Belicia menggambarkan wanita itu sedang menahan amarah yang berkecamuk dalam dada. Ia menoleh pada seorang resepsionis yang mengucapkan selamat datang padanya serta menanyakan perihal kedatangannya. "Baiklah, tunggu sebentar Nona," ucap si resepsionis setelah Belicia berkata ingin bertemu sang pimpinan. Ia lalu mengangkat gagang telepon. Tak berapa lama terdengar dirinya berb
"Manajermu bilang beberapa hari ini kau lepas dari jangkauannya. Kau pun melewatkan jadwal pemotretan. Apa yg terjadi, Belicia? Apa kau mulai bosan dengan profesimu?" sindir Revano. "Perusahaan tak kekurangan model sepertimu, bahkan yang melampauimu menjamur di sini."Dada Belicia berdenyut nyeri. Sekejam inikah dunia memperlakukannya? Belicia tak sekalipun pernah mencicipi rasanya dihargai apalagi dicintai, alih-alih selalu mendapat celaan dan kerapkali diremehkan. Perjuangannya untuk sampai di titik ini, menjadi seorang model di bawah naungan agensi terbaik Italia pun diiringi jejak cemoohan dari orang-orang terdekatnya yang menyangsikan ambisinya menjadi model sebab dinilai terlalu menghayal. Proporsi tubuhnya dulu yang kelebihan berat badan jelas memantik lahirnya suara-suara sumbang itu bersahutan menyakitkan. "Aku mengalami kecelakaan di dalam bathroom yang menyebabkan tulang pinggulku cedera, Bos. Aku melewatkan jadwal pemotretan karena khawatir tak optimal menjalankannya sehi
Kejadian beberapa detik lalu menjejakkan debaran-debaran impresif. Debaran kencang asing yang sebelumnya tak pernah ia rasakan di relung sunyi terdalamnya. Alessandra meletakkan telapak tangan di dada, disertai gerakan pundak naik turun sebab napasnya berpacu lebih cepat dari biasanya. Kini jemarinya beralih menyentuh bibir, di sana jejak sentuhan manis yang beberapa detik lalu membuainya. "Ada apa dengan diriku?" monolognya di tengah kebingungan. "Ini tak seharusnya terjadi, ada apa dengan diriku? Tamparan pantas dia dapatkan, namun aku justru membalas ciumannya."Alessandra kian disusupi rasa asing, gelenyar tak wajar setelah kejadian di balkon beberapa waktu lalu. Ia yang sudah memakai jubah tidur dan telentang di ranjang menatap langit-langit, mencari-cari jawaban atas apa yang mengusik jiwa sekaligus pikirannya."Kau lancang, Mervile. Ya, kau lancang," desahnya sembari tak hentinya mencari jawaban. "Dan kau bodoh, Alessa. Kau biarkan dia berlaku lancang pada majikannya."Di teng