Author Pov
“SPADAAAAAA!”
“PAKET!
“Anjrit!” Raveena terjungkal dari atas sofa karena kaget mendengar suara teriakan di luar pintu. Ia melirik jam dinding yang masih menunjukan pukul tujuh pagi. “ENGGAK ADA ORANGGGG!”
“RAVEENA KATA MAMA MINTA MICINNNNN!” Lagi-lagi Rasen berteriak dengan tak tau malunya.
Lihatlah, pagi-pagi anak tetangga sudah membuat rusuh saja. Tidak bisakah di hari minggunya, Raveena merasakan kedamaian dan ketentraman? Tapi sepertinya mahluk yang satu ini memang hobby menganggung hidup orang.
Raveena membuka pintu dengan wajah tak bersahabat. Gadis itu bahkan masih menggunakan daster karena habis mencuci pakaian. Ia menatap Rasen yang tengah membawa mangkuk kecil, cowok itu bahkan masih menggunakan piyama.
“Pasti lo habis nyuci, ya, kan?” tebak Rasen dengan kurang ajarnya.
“Buta mata lo?! Nyapu!” kata Raveena menghe
Author Pov"Jadi, siapa nama cowok yang lo suka?" tanya Raveena pada Liora setelah melepaskan jari kelingking yang sebelumnya tertaut hangat.Tak ada balasan yang dari lawan bicara. Hanya bergeming sejenak yang mampu ia tangkap dalam netranya sekarang. Liora mengulum bibirnya, lalu mengarah pandangan pada gadis yang sedaritadi mengamati penuh selidik."Yaampun, Li. Pakek mikir segala. Selow, sama gue rahasia lo aman." Raveena menampilkan cengiran manis dengan kedua jari berbentuk V."Lo lagi suka sama seseorang juga, kan, Vee?""Eum.." Raveena memicingkan matanya sesaat, lalu tanpa pikir panjang mengangguk pelan tanda membenarkan. "Ada sih. Kenapa emang?""Gimana biar adil. Gue bakal nyebutin nama cowok yang gue suka, dan lo juga harus nyebutin nama cowok yang lo suka," kata Liora begitu antusias sampai bolpoin yang tengah ia pegang tersimpan kilat di atas meja."Oke.""Seriously?! Gue itung sampe tiga, nanti kita nyebutin bare
Author PovHari minggu Rasen benar-benar tak santai seperti umat anak sekolah lainnya. Buktinya ia masih sibuk menatap layar laptop dan membolak-balikan dokumen tanpa henti. Ia melirik rolex ditangan kirinya, lalu menutup laptop saat tau jam menunjukan waktu makan siang.Rasen bergerak meninggalkan ruangan yang sudah seperti rumah keduanya itu. Ruangan Rasen paling berbeda dari yang lain. Selain ukurannya yang besar, harumnya pun khas sekali. Wangi parfum Rasen selalu menyerbak hingga siapapun yang berada di ruangan itu pasti akan betah.“Rasen,” sapa Bobby yang baru saja keluar dari ruangannya. “Mau makan siang bareng?”“Eh, Om. Duluan aja. Rasen mau cari Bella dulu,” ucap Rasen. “Om liat Bella?”“Paling masih di ruang kerjanya,” balas Bobby . “Yaudah, Om duluan kalau gitu.” Bobby menepuk sebelah pundak Rasen lalu melenggang pergi memasuki lift.Rasen mengikuti me
Author Pov“Bu kembaliannya dibeliin permen aja ya. Dua ribu berapa?”“Sepuluh biji Neng.”Raveena membuka toples berukuran sedang itu, lalu mengambil beberapa permen dan memasukannya pada saku seragam putihnya. “Makasih ya, Bu.”“Sama-sama.”Merin dan Raveena baru saja keluar dari kantin. Sepanjang berjalan Merin nampak diam tak banyak bicara. Kali ini terlihat aneh. Gadis itu seperti ingin mengatakan sesuatu, namun bibirnya tetutup rapat tertahan.“Vee?”“Hm? Ini lo mau permen gak? Nih,” kata Raveena memasukan tiga permen miliknya pada saku seragam Merin. “Kenapa, Mer?”“Enggak, cuman....” Merin terlihat kikuk sendiri. Seakan-akan takut jika ucapannya membuat seseorang di depannya itu berfikir aneh-aneh. “Lo ... ngerasa gak sih, kalau Liora itu sama Rasen, deket?”“Bukan ngerasa, tapi emang mereka deket. Lo
Author Pov“DAFFAAAAAA! DASAR SINTING! MIRING! EDAN! GILA! OGEB! MINGGAT AJA KAMU!”“BEGO! BENER-BENER BEGO! GAK WARAS KAMUUUUU!” Teriak Lista semakin menggema. Ia melempari Daffa dengan buku sampai cowok itu naik ke atas meja. “TURUNAN LUCIFER! NYESEL AKU PACARAN SAMA KAMU!”“Lis! Ampun Lis!” kata Daffa panik sendiri. “Nanti aku ganti deh suer. Setoko Lis! Kalau perlu sama pabriknya juga!”Pagi-pagi kelas 12 IPA 2 sudah heboh. Lista dan Daffa tengah bertengkar. Pasangan yang biasanya adem-adem itu kini tengah perang besar-besaran. Berawal dari Daffa yang dengan sengaja meminum jamu Kiranti milik Lista sampai habis membuat gadis itu naik pitam bukan main.Katanya kalau pasangan langgeng itu kalau ceweknya tukang marah-marah sama cowok tukang cari gara-gara? Ya mungkin seperti mereka. Buktinya Daffa dan Lista bertahan berpacaran selama satu tahun. Meski kadang Daffa minta diselepet sa
Author Pov“Sen! Sen! Liat noh adek kelas yang duduk di pojok sana cakep bener,” ucap Romi menunjuk seorang siswi dengan lirikan matanya. “Bening amat busted!”“Jangan bawa sesat Rasen anjir!” tegur Johan menampol kepala Romi dengan gagang sendoknya. “Rasen udah punya pawang. Jangan suruh dia belok haluan.”“Tapi biasanya juga Rasen kalau liat yang bening suka ngeluarin jurus gombalan,” ucap Romi.“Beda lagi lah,” kata Johan sewot sendiri. Cowok itu menoleh pada Rasen yang tengah anteng memakan mie ayamnya. “Sen, jangan dengerin omongan Romi. Dia titisan setan.”“Anying! Gue turunan surga gini darimana titisan setannya?! Jahat lo Jo! Gue aduin ke Emak gue nih!”“Suruh saparing sama Bapak gue,” kekeh Johan membuat Romi malah ikut tertawa.“Lagi makan diem,” tegur Daffa kalem.“SHIAPPP BOS!”
Author PovGabut. Itulah yang Rasen rasakan sekarang. Dari atas balkon, ia hanya mampu memandang shyam yang menyebarkan afsun tanpa suara. Semilir angin malam menerpa kulit wajah sampai rambut legamnya ikut tergerak.Istana besar yang terasa mati. Menjadi anak tunggal tentu sering membuatnya kesepian. Dulu, saat kelas 5 SD, Rasen pernah bolak-balik naik lift saking gak ada kerjaanya. Dan saat kelas 6 SD, Rasen pernah bawa kambing orang ke dalam ruang tamu. Rasen ajak nonton Upin&Ipin kala itu.Jangan sok kaget gitu lah. Rasen emang murni bego dari kecil.“Rasen?” panggil Divya memasuki kamar luas putranya itu.Merasa namanya terpanggil, Rasen memutar tubuh ke arah belakang. “Iya, Ma?”“Bisa ... Ngobrol dulu? Ada yang mau Mama bicarain sama Rasen,” kata wanita dewasa itu. Divya sudah lebih dulu duduk di sofa, lalu menaruh suatu benda yang ia bawa dari kamarnya di atas meja kaca.
Flashback on ( kelas 11 semester 2 )“Aku suka sama kamu, Rasen. Kenapa kamu nggak bisa terima aku jadi pacar kamu?” tanya Liora kesekian kalinya. Matanya berbinar menatap penuh harap pada cowok yang tengah berdiri di hadapannya.“Gue nggak bisa Li. Udah berapa kali gue bilang, gue nggak pernah suka sama lo. Maaf,” balas Rasen. Jawaban menyakitkan yang masih sama untuk Liora.“Kenapa? Kita kan udah saling kenal, Sen. Apa kamu nggak bisa jadi pacar aku?”“Nggak bisa, Li. Berapa kali harus gue bilang, kalau gue cuman nganggap lo temen aja. Dari awal kita kenalan dipertemuan perusahaan Papa kita, gue nggak pernah nganggap lebih hubungan antara lo sama gue,” balas Rasen.“Tapi kenapaaa?!” Suara Liora meninggi menahan tangis—malu lebih tepatnya. “Kamu masih suka sama temen SMP kamu itu?”“Kata siapa?”“Daffa cerita
Author PovSuara derap langkah kaki yang terdengar berat bergetuk sangat jelas. Dua orang lelaki itu nampak baru saja keluar dari sebuah ruangan. Sama-sama memiliki daksa yang menjulang tegap. Membuat aura kepemimpinan saling beradu.“Sebenarnya Rasen, saya pernah salah menilai kamu. Tentang status kamu yang masih pelajar. Tahun itu saya pernah berfikir kalau anak SMA tidak mampu menghandle perusahaan,” kata lelaki itu tanpa memperlambat langkahnya.Rasen tersenyum kecil. “Bukan cuman Om Rei aja, bahkan Mama Rasen sendiri hari itu nentang keras. Maklum. Rasen ngerti. Lagian Rasen nggak sendiri, ada Om Bobby yang selalu bantu.”“Tapi nyatanya memang diluar dugaan Rasen. Kamu luar biasa. Saya salut. Cara kerja kamu bahkan tiga kali lipat lebih pintar dari mendiang papa kamu,” ujar Rei menepuk pundak lelaki itu bangga. “Saya senang kerja sama dengan Adystha Company.”Reifansyah Melviano
Author PovPembagian raport akhir semester kelas tiga, Rasen datang ke sekolah putranya sebagai ganti karena Raveena berhalangan untuk datang. Lelaki penuh wibawa itu melangkah mendekat ke meja guru ketika nama depan putranya yang sudah dipanggil.Rasen tersenyum sopan. Ini pertama kalinya ia datang sebagai wakil, ntah kenapa baru saja beberapa detik menghadap wali kelas Arsean, perasaanya mendadak tak enak. Padahal dari rumah Rasen sangat yakin putranya pasti membanggakan dunia akhirat.Bu Seny—guru perempuan itu tersenyum manis. “Pak Rasen? Silahkan duduk, Papanya Arsean Adhisty.”Kening Rasen mengerut. “A-Adhisty?”“Iya Adhisty.”“Maaf Bu, kayaknya ucapan Ibu typo sekebun. Nama belakang Arsean itu Adystha,” ujar Rasen mencoba mengoreksi, lelaki itu menarik kursi lantas duduk dengan tenang.Bu Seny mengangguk. “Emang benar Pak, tapi Arsean protes nggak mau
“Kata Papa, masalah bisa membuat seseorang dewasa. Maka dari itu, ayo buat masalah sebanyak-banyaknya.” —Arsean Adystha***Author PovRaveena tidak tahu bagaimana cara menjelaskan keadaanya sekarang. Dari kemarin ia sama sekali tidak bisa diam. Rasa gelisah dan takut bercampur menjadi satu hingga membuatnya tak bisa tidur. Raveena stress. Ini menyangkut masalah putra tunggalnya.Perempuan itu mengusap wajahnya dengan kasar, ia menoleh pada Lista dan Merin yang duduk di sampingnya. Raveena lupa jika kejadian ini juga melibatkan putra-putra sahabatnya. Apalagi Lista kemarin sempat pingsan mendengar kabar itu.“Arsen,” gumam Raveena lemas. Kedua tangannya bergetar. “Arsen pulang sayang.”“Vee...” panggilan lembut itu berasal dari suaminya. Raveena menatap sedih ketika Rasen berjongkok tepat di depannya. Lelaki itu memegang erat tangan Raveena. “Tenang ya.”“Te
Author PovDelapan tahun kemudian......“Siang Pak Bos ganteng, hehe!”“Siang Pak ... Blasteran surga!”“Siang Pak R.A!” sapa seorang karyawati yang berada di balik kubikelnya, ia tersenyum jumawa beberapa detik. “Astagfirullah! Ngimpi apa gue punya atasan ganteng yang ngelebihin batas wajar dan kemanusiawian!”“Heh!” seru temannya yang baru saja meletakkan secangkir kopi. “Suami inget di rumah! Umur lo udah tiga puluh lebih bisa-bisanya cengar-cengir liat atasan sendiri!”Yang ditegur hanya mendelik, meskipun yang dikatakan teman kerjanya itu sertus persen benar, namun perempuan dewasa itu tak mampu mengelak pesona sang atasan. “Pak Rasen ... Bukan manusya anjir.”“Hm. Gue ampe mimisan saking gantengnya.”Langkah kaki besarnya berjalan keluar pintu utama gedung pencakar langit dengan lambang bintang bewarna silver it
Dear, Raveena Adhisty.Saya tidak pernah menyesal untuk akhir yang sehancur ini. Setidaknya kita bertiga pernah ada. Setidaknya kita bertiga pernah bahagia bersama.Satu hal yang harus kamu tau, kamu akan selalu menjadi bagian histori hidupku yang pernahku perjuangkan.Rasendriya Adystha.***Author Pov“Kakek minta Rasen ke Melbourne?” tanya Divya.“Iya. Katanya kangen, sekalian ada yang mau dibicarain. Udah lama juga, kan, Rasen nggak ke sana ngejenguk mereka. Nenek lagi sakit, makanya nggak bisa kesini,” jawab Rasen.“Jenguk kakek nenek atau ... Ngistirahatin hati?”“Both,” jawab Rasen pelan. Lelaki itu membaringkan tubuhnya di atas ranjang ketika Divya sibuk keluar masuk walk in closet untuk mengemasi semua pakaian anak tunggalnya. Ia melirik menggunakan ekor mata, lalu kembali meluruskan pandangannya.“Kakek bilang Nayara itu bintang pali
Author PovFlashback 1.5 tahun yang lalu...“Kamu jangan kemana-mana, tetep di rumah. Nanti aku jemput.”“Lo nggak waras? Meski kita baru kenal, tapi gue ayahnya. Gue...ayahnya.”“Gue bakal nikahin lo, Sha.”Ucapan dari seorang lelaki bewajah tampan itu masih terngiang jelas dalam benaknya. Bagaimana tatapan serius itu begitu menghunus. Begitu mengintimidasi, sampai dirinya tak mampu berkutik. Harsha menggeleng, ia malah kembali teringat ucapan Rasen.Sudah dua minggu berlalu, setelah hari dimana Rasen menyuruh Harsha untuk tetap diam di rumah, perempuan itu malah memilih kabur untuk menjauh. Harsha tidak mau sampai Rasen menemukannya, meski lelaki itu telah berjanji akan bertanggung jawab.“Sha?”“Ya?” sahut Harsha menoleh.“Kamu pindah kostan?” tanya Aina—temen satu pekerjaan Harsha di sebuah restaurant besar. “Kok kemarin pas pulang ke
Tragedi kecelakaan masal di taman kota. Sang pelaku putri pengusaha besar?Putri tunggal Abraham Dharka, Liora Mysha dituntut atas kasus pembunuhan.Perusahaan diambang kebangkrutan, putri tunggal Abraham Dharka dipenjara?--o0o—Dunia itu kejam. Manusia sama kejanya. Sesuatu kesalahan yang dilakukan mungkin masih bisa diberi maaf, tapi bagaimana jika kesalahan yang dibuat jauh dari kata fatal? Terlebih lagi karena didasari oleh kesengajaan dan dendam.Awalnya hidupnya baik-baik saja. Hingga perempuan dengan nama penuh kutukan itu hadir. Menggores luka yang kian menganga, meninggalkan rasa sakit yang tak akan pernah hilang. Seseorang yang bahkan telah menunjukan sisi iblisnya lebih dalam.Suara lirihan tangis dari seorang wanita seusia Ibunya terdengar begitu menyayat. Rasen yang baru saja keluar dari pintu persidangan hanya mampu terdiam kala melihat tangan Divya di pegang erat-erat oleh Irani—Ibu Liora Mysha. Matany
Author PovUjian Nasional telah usai dilaksanakan seminggu yang lalu. Kelas dua belas memasuki masa bebas. Masa-masa akhir sekolah setelah melewati puncak yang cukup menguras otak. Setelah berjuang selama tiga tahun, tidak ada lagi yang di tunggu selain hasil yang memuaskan."Lo tuh moto gue niat kagak sih? Nggak ada satupun yang bagus anjir!" gerutu Merin menatap layar ponselnya."Niat lah," ujar Lista ikutan sewot. "Lagian kalau jelek bukan salah gue kali. Mukanya lo aja yang kurang glowing.""Eh! Lo tuh, ya! Bukan masalah muka. Orang muka gue jelas udah cantik. Tapi liat nih, ada yang ngeblur, ngebayang, sama pose gue belum siap udah lo jepret aja," ucap Merin memberi lihat fotonya pada Lista."Lih, bukan salah gue," elak Lista."Gue kalau moto temen suka pakek niat. Giliran temen motoin gue, nggak satupun yang bener. Sebenernya lo punya dendam apasih sama gue?!""Hutang lo belum di bayar," jawab Lista nyeplos.
Author Pov“Dapahh eh! Dapahh!” Lista misuh-misuh sendiri pada pacarnya. Sedaritadi ia ingin meminta bantuan soal tugas remedialnya, namun lelaki bermata teduh itu hanya diam saja. “Dapahh mah, ah, sama pacar sendiri jahat!”“Jahat apa? kamu suka ngadi-ngadi kalau ngomong!” kata Daffa.Lista mengerutkan keningnya. “IHHH! NGADI-NGADI APA?! Aku cuman mau minta dicupangin!”“ASTAGFIRULLAH TAKBIR YA ALLAH!” Sentak Romi yang memasang raut wajah dramatis. “Lis, nyebut Lis! Bapak lo tau, si Daffa kena bogem ampe teler gimana?!”Lista sama sekali tak mengerti, ia menghiraukan ucapan Romi lalu kembali beralih pada Daffa. Gadis itu menarik-narik kemeja putih Daffa dengan satu buku memegang buku tugas. Sebenarnya di sini Lista salah mengartikan kata.“Dapp! Cupangin dong!”“Aku nggak bisa nyupang, bisanya nge-ruqyah. Mau anda?!” tanya Daffa nyol
Author Pov"Si Johan asyu nggak ada akhlak!" gerutu Rasen dengan wajah tertekuk kesal. "Asalamualaikum. Paijo! Gelud moal?!"Pulang sekolah Rasen misuh-misuh sendiri. Mogok ngomong sama temen-temennya. Terutama pada Johan, teman bangsat yang tidak ada adab sama sekali. Berani-beraninya membuat nyawa Rasen hampir melayang karena ulah jahil yang tidak manusiawi."Sen, kayak emak-emak banyak tunggakan lo malah ngambekan," kata Johan diikuti Romi dan Daffa dari belakang."Gak usah deket-deket, gue lagi marah sama lo." Rasen melengos menjauh, lelaki itu berbicara sambil membawa anak kucing yang ntah darimana datangnya. "Pergi lo! Pergi!"Johan menarik-narik tangan Rasen dramatis. "Aku bisa jelasin semuanya!""Bulu kaki gue sampe merinding dengernya," ujar Romi bergedik ngeri sendiri."Lo semua itu kejam! Sepakat, kan, lo pada nyimpen SEBLAK di tas gue? Lo tau gue nyaris pingsan liatnya! Kalau Mama Divya sedih tau nyawa gu