Author Pov
Hari ini Bi Maudy pulang gengs,
Dari Singapore,
Bawa oleh-oleh, sih, tapi...
Raveena menghela napas. Manik matanya tak henti memandang lurus ke depan pada seseorang yang lima belas menit yang lalu menginjakan kakinya di rumah bewarna putih ini. Seminggu tak bertemu, membuatnya berada dalam situasi konyol seperti ini.
Ekspektasi Raveena ketika Maudy pulang adalah memeluk Bibinya itu penuh rindu. Menanyakan kabar satu sama lain seraya saling menukar cerita penuh canda. Tapi yang dilakukan Maudy malah melempar Raveena pada realita yang jauh dari yang dibayangkan.
Baiklah, Raveena sedang disidang.
"Bibi pernah bilang kan kalau nggak ada rahasia diantara kita?" tanya Maudy yang masih berdiam diri di tempat. "Sekarang jujur, Vee. Jujur sejujur-jujurnya."
"Veena harus ngomong apalagi? Ini tuh udah jujur."
"Nggak, pasti kamu bohong sama Bibi." Maudy menggerak-gerakan jari telunjuknya. Wajahnya terlihat resah. "N
“Kalau gue masih sama kayak dulu, lo mau cari Papa baru buat Yara?”Atmosfir yang terasa saat ini mendadak aneh. Kedua tangannya semakin meremas kuat sisi rok saat beberapa detik lalu ia dilontarkan pertanyaan yang mengejutkan. Tubuhnya masih berdiri tegak walau kini punggungnya malah semakin tersudut pada dinding.Raveena mengigit bagian dalam pipinya, bingung. Semakin dalam tatapan Rasen malah semakin membuat hawa tubuhnya terasa panas. Mungkin, pertanyaan Raveena terlalu menyinggung Rasen sampai cowok itu nampak menyeramkan sekarang—bagi Raveena.“Gue cuman nanya aja, Sen. Kenapa harus bawa-bawa Nayara?” tanya Raveena. Ia tak berani mendongak pada Rasen.“Gue tahu.” Rasen masih menyahut dingin. “Sekarang gue nanya balik sama lo. Tinggal jawab aja, bisa kan?”“Enggak!” Raveena menggeleng tegas. “Gu-gue nggak akan pernah ngelakuin itu. Nggak akan cari Naya Papa baru. Nggak aka
Author PovWaktu menunjukan pukul 06.55, Raveena berjalan tergesa-gesa menyusuri koridor setelah melirik sekilas jam tangan kecil yang melingkar pada tangan kirinya. Lima menit lagi bel berbunyi.Langkah gadis itu memelan dengan sendirinya, ketika telinganya menangkap percakapan yang begitu menarik pendengarannya. Ucapan-ucapan yang dilontarkan oleh siswi maupun siswa disana berhasil membuat Raveena tercenung sejenak.“Gila gak sih? Umur segitu prestasi udah bejibun di mana-mana?”“Beneran mantul tuh cowok! Udah ganteng sama pinter. Sekarang malah jadi pengusaha!”“YA ALLAH! GUE NGGAK PA-PA GAK DI JODOHIN SAMA NA JAEMIN JUGA. YANG PENTING GANTINYA HARUS RASEN!”“Ish! Jadi beneran gebetan gue si Rasen jadi penerus Adystha Company? Saoloh kok keren banget yaaaaaa? Makin sayang....”Raveena menoleh pada kumpulan siswi yang heboh sambil menatap layar ponsel mereka masing-masing. Kemudi
Author PovRaveena membuka gerbang rumahnya secara terburu-buru. Setelah sepulang sekolah, Raveena langsung pulang. Padahal hari ini harusnya dia bersama Wildan dan Merin untuk mengerjakan tugas kelompok.Mendapat kabar dari Mba Lala—baby sitternya—bahwa bayi kecil itu tidak berhenti menangis sejak tadi pagi membuat Raveena mengurungkan acara kerkomnya. Raveena cemas. Akhir-akhir ini Nayara sering rewel, tidak tau apa penyebabnya.“Naya belum berhenti nangis juga, ya, Mba?” tanya Raveena saat menghampiri Mba Lala. Gadis itu melempar tasnya ke sembarang arah.“Iya, Non. Tadi dikasih susu malah nggak mau,” ujar Mba Lala yang tengah menggendong Nayara di tengah rumah. Raveena menatap cemas Nayara. “Udah digendong biar tidur, tapi malah rewel terus.”“Yaudah sini, Veena aja yang gendong,” ucap Raveena seraya mengangkat kedua tangannya. Mba Lala mengangguk, lalu menyerahkan Nayara p
Author PovKadang, Rasen selalu berharap bahwa apa yang terjadi pada dirinya adalah sebuah mimpi. Mimpi tidur yang suatu saat nanti akan berakhir dengan bangunnya dia pada dunia nyata. Tapi itu mustahil. Karena pada dasarnya hidupnya sekarang adalah fakta.Semesta memang lucu. Di balik mewahnya kehidupan yang ia jalani. Di balik harta, gelar maupun jabatan yang ia terima, tidak ada yang tau jika itu semua hanya topeng. Ketika takdir membawanya jauh lebih dalam keterpurukan. Begitu dalam tak tergapai.Sudah cukup, Rasen terlalu banyak menyembunyikan hal yang ia telan sendiri, yang ia hadapi sendiri. Dunia tau dirinya bahagia dengan segala ia punya, namun realita membalikan kedaan bahwa ia sedang tidak baik-baik saja selama ini.Lelaki itu berdiri dengan kokoh dan tegap seraya menghadap ke arah taman luas dibawah sana. Kedua tangannya dimasukan kedalam saku celana kain hitamnya. Matanya menerawang menembus kaca lalu terbang ke arah langit biru y
Author PovHelaan napas kasar berulang kali ia lakukan tanpa sadar. Hanya upaya untuk meredam rasa resah yang menggerayang bebas di dalam hatinya. Waktu menunjukan pukul setengah delapan malam. Gadis berjaket jeans bewarna abu-abu itu baru saja keluar dari Minimarket.Langkah kakinya berjalan menyusuri lorong rumah sakit dengan pelan. Raveena tak berhenti menggerutu sendiri sedari tadi.“Sok sibuk! Sok sibuk! Sok sibuk!" Cibirnya tak kenal tempat. “Bener-bener kampret emang!”“Emangnya CEO nggak sanggup beli hape dua apa?! Pakek acara nggak aktif segala!”“Ah! Gak tau lagi gue kesel sama dia.”Menampilkan wajah setengah jengkel, tangan gadis itu beralih pada tas kecil yang ia pakai. Dua keresek yang ia pegang membuatnya kesusahan mengambil ponselnya sendiri. Mau tak mau, Raveena memberhentikan langkahnya saat di pertigaan lorong.“Aih! Hape gue kemana, sih?
Author Pov“DAFFAAAA! RASEN BERANTEM SAMA JOHAN DIKORIDOR!” Teriak Romi histeris di ambang pintu kelas.“SAMPE BERDARAH DAFF! BERDARAHHHHHH!”Satu kelas terpelonjak kaget. Daffa lekas berdiri dan berlari keluar diikuti Romi menyusul. Raveena ikut kaget, gadis itu bangkit dari duduknya saat melihat murid berhamburan di luar kelas. Keadaan tiba-tiba berisik dan gaduh.Gadis itu berdiri di ambang pintu dengan wajah cemas. Mengamati mereka yang berlalu-lalang sibuk berlarian ke arah koridor sebelah timur. Pikirannya mendadak terhenti pada Rasen. Apa perkelahian mereka ada hubungannya dengan putusnya hubungan Raveena dan Johan?“Rasen berantem sama Johan, Vee?” Lista yang juga sama kagetnya memilih menghampiri Raveena. “Ki-kita lihat yuk.”“Anjir! Seriusan Rasen berantem sama Johan? Gilaaa, bisa-bisa Rasen bonyok yaampunnnn.” Merin heboh di tempat membuat Raveena semakin taku
"Haluku untuk memilikimu ternyata berakhir haru, Vee." -Rasendriya Adystha****Author Pov"Tiup balonnya banyak-banyak, Vee.""Enggak.""Satu lagi aja, buat ditempelin di tangan kanannya.""Lo nggak waras, Sen. Sumpah!" sergah Raveena kejam. Sebuah delikan sinis berhasil ia loloskan kala matanya menangkap Nayara kasihan terbaring di atas kasurnya. "Gusti! Ya Allah Ya Rabb, anak gue lo apain Rasennnnn!""Biar ucul lah, Vee," balas Rasen. Cowok itu tengah sibuk mengikat ujung balon menggunakan tali tipis, lalu meraih tangan Nayara yang begerak-gerak. "Sini Nak, tangan kanannya mana kasihin ke Papa.""BUSET! KENA MUKA GUE BALONNYA KAMPRET!" protes Raveena sebal. "Ehhhh! Itu di apain?! Diapain dia?!""Di ajak main biar anteng," balas Rasen santai. "Tuh kan, lucu."Raveena beralih sorot pada Nayara. Bayi itu sudah di penuhi balon yang talinya di ikat pelan di kedua tangan dan kakinya. Tega sekali Rasen, bayi itu
"Bagaimana bila kamu yang membuatku jatuh cinta? Apa kamu juga akan diam saja?" —Raveena Adhisty****Author Pov"Vee, udah, Vee. Jangan nangis terus," ujar Lista menatap prihatin."Gue ... Gue ....""Gue ngerti kok rasanya. Tapi udahan nangisnya jangan makin kenceng."Sedaritadi cewek itu hanya duduk di salah satu kursi panjang dekat kolam ikan-mengamati Raveena yang menangis di sampingnya. Bel istirahat berbunyi lima menit yang lalu. Lista meringis. Tangisan Raveena begitu jelas sampai beberapa murid yang melewatinya salfok.Raveena menunduk dengan kedua tangan menutupi wajahnya. Juntaian rambutnya ikut bergerak seiring pergerakan bahunya yang terguncang. Lista hanya mengusap-ngusap punggung Raveena pelan."Lo nggak tahu rasanya jadi gue, Lis. Enggak." Raveena berbicara tersedu-sedu. "Huaaa! Gue pengen teriak kenceng aja!""Sekenceng apapun lo nangis sama teriak. Nggak akan ngubah apapun, Vee," ucap L