Max masuk kedalam kosan Laras begitu saja. Sedangkan Laras yang masih shock akan semua itu lantas mengerjapkan matanya dan buru buru menutup pintu. Kini melihat Max yang berada dalam kosannya membuat Laras menjadi gugup. Dia bingung harus mulai berbicara apa.
Max menelusuri kosan kecil Laras, mengecek dan memeriksa setiap sudut ruangan tersebut. Tatkala Dia mengingat ucapan wanita itu tentang teror yang telah membuat wanita itu sangat takut. Setelah beberapa menit Dia menyelusuri semua ruangan dan tidak menemukan sesuatu yang membahayakan, sejenak dirinya sedikit tenang, Lalu Max kembali menatap wanita yang masih berdiri di belakang nya.
"Kamu nggak papa kan?" tanya Max khawatir akan keadaan Laras.
Laras bergerak kikuk. "Aku gapapa kok" mendengar itu Max menghela nafas tenang.
Laras mencoba kembali memejamkan matanya. Tubuhnya terbaring kaku. Untuk bergerak sedikit pun ia ragu. Ia semakin mengeratkan genggaman pada selimut untuk sekedar menyembunyikan suara detak jantung yang semakin berdebar kencang. ia harap lelaki itu tak mendengar semua ini.Betapa ia sangat malu jika itu terjadi. Sampai tiba tiba suara lelaki tersebut membuat Laras kembali membuka matanya lebar."Apa kamu sudah tidur?" tanya Max yang ternyata belum bisa memejamkan matanya.Laras yang mendengar itu sontak bergerak menoleh ke samping melihat lelaki itu yang masih pada posisi membelakangi dirinya."Be..lum" jawabnya dengan suara gugupMax menghela nafas kecil ia memandang kosong arah depan."kamu tahu, karena saya kamu jadi nggak
Setelah berbicara dan membuat janji dengan Ria. Max langsung memutuskan sambungan pada ponselnya begitu saja. ia tak mau membiarkan masalah lebih lama atas apa yang sudah terjadi. Kemudian Max menghubungi Alex untuk datang ke apartemen nya. Hari ini Max akan memberi tahu rencana yang sudah ia susun kepada Alex. Ia juga ingin mencari tahu siapa lelaki yang mengincar Laras selama ini. Dan pasti ia akan mendapatkan siapa lelaki itu.Ia langsung membuka laptopnya dan memasukan flashdisk berisi salinan cctv waktu kejadian di kedai kemarin. Dengan teliti Max melihat setiap menit video tersebut. Tepat ketika wajah lelaki itu melihat ke kamera, ia pun langsung men zoom wajah tersebut, tak lupa ia terangkan sedikit layar laptopnya dan benar saja terlihat jelas wajah lelaki yang selama ini membuatnya penasaran. Sudah Max duga ternyata lelaki ini. Lelaki yang memang sejak awal bertemu dengannya sudah menunjukan keter
Alex yang sedari tadi menunggu di mobil akhirnya masuk. Ketika akan melangkah, sejenak ia ragu, namun mengetahui situasi semua ini yang sudah terlanjur dengan yakin ia lanjut melangkah menghampiri Max dan Ria yang sudah terlihat bersitegan itu.Terlihat Ria yang sudah terkejut akan kedatangan dirinya. Alex tersenyum simpul, dan langsung terduduk di antara Max dan Ria. Alex berdehem sekedar memecahkan suasana canggung yang sudah terasa pekat.Max masih menatap Ria datar. “semua bukti yang lo minta, Alex akan jawab” ucap Max bergantian menatap Alex.Alex ikut menatap Ria dalam diam. Wanita itu masih mengerutkan kening dengan ekspresi yang sudah bertanya Tanya.“gue yang kasih tau semua rencana lo” bilang Alex akhirnya. “waktu di bar tanpa sada
Setelah mendengar Ria pulang ke Amerika. Max sedikit menjadi tenang. Ria, wanita itu hanya menitipkan surat pada Alex. Surat yang berisi permintaan maaf akan masalah kemarin. Sejenak Max merenungkan semua yang terjadi, entah mengapa setelah membaca isi surat tersebut membuat Max sadar, ternyata dengan cinta perlahan seseorang bisa berubah. Dan,,,dengan apa yang Max alami sekarang. Apa benar ia juga seperti itu?. Dengan wanita yang dulu sangat ingin ia lepas, kini malah berhasil membuat perasaan terjebak dan semakin terasa nyata akan dirinya. Jika sudah seperti ini tak ada alasan bagi Max untuk menyangkal nya. Sepertinya ia juga sudah sangat jauh keluar dari jalurnya?.Mungkin mulai besok ia akan lebih mencoba serius untuk semua perasaan nya terhadap wanita itu.~~~Suara dering ponsel membuat Laras sedikit berlari u
Jarum jam sudah menunjukan tepat di angka 12 malam. Max yang habis berkunjung dari tempat Laras kini sudah sampai di apartemennya. Ia taruh tas berisi laptop itu di sofa. ia melangkahkan kakinya menuju kamar. Kemudian ia baringkan tubuh di atas kasurnya. Dengan deru nafas yang masih terdengar ia pejamkan mata, pikirannya masih berkelana akan kata kata Laras tadi.Tak Max sangka ternyata sudah dua bulan ia bersama wanita itu. Lalu bagaimana dengan hati nya sekarang?. Kenapa wanita itu berhasil membuat hatinya menjadi selemah ini. kenapa Max menjadi peduli akan semua rencana wanita itu. Dan...kenapa ia masih ragu dengan semua ini. Apa sebaiknya ia mengalah dan membiarkan wanita itu menang akan rencana misinya?Namun jika begitu bukan nya semua menjadi tak adil untuk nya. Ia kembali ingat apa yang dikatakan Pandu. Semua benar apa adanya. Perihal perasaan memang ta
Meeting pun akhirnya selesai. Banyak klien yang memberikan selamat pada Max akan keberhasilan proyek itu. Bahkan banyak pegawai kantor juga yang memberikan ucapan selamat. Melihat itu semua seperti ada kebanggan dalam diri Laras, Mengingat Max yang selalu fokus akan semua target yang sedang dijalani menjadi sebuah nila plus alasan mengapa ia menyukai Max.Laras yang sedari tadi mengikuti Max di belakang hanya bisa tersenyum tanpa bersuara. Kini ia dan Max sedang mengantar Pak Rinto ke depan pintu gedung. Sesampainya di luar gedung Pak Rinto menatap Max sejenak tersenyum sembari memeluk Max. Terlihat jelas jika lelaki paruh baya itu sangat bangga akan semua usaha anaknya."Terima kasih nak, sudah mau jalankan proyek ini" ucap Rinto melepaskan pelukannya.Max ikut tersenyum dan mengangguk. "jangan Sampai sakit l
Sarah yang mendengar itu lantas membesarkan mata tak percaya. Setelah itu terdengar bisik- bisik para pegawai. Laras masih terkejut dengan semua ini. Bahkan untuk menurunkan tatapannya saja ia tak bisa. Max kembali menatap Sarah dengan wajah dingin nya."Saya harap kalian tidak salah paham dengan gosip murahan yang beredar itu" ucap Max dengan tegas."terutama kamu, stop buat kekacauan, jika masih mau bekerja disini" lanjutnya menuju Sarah yang hanya diam tak berani membalas.Max yang melihat baju Laras basah dan terlihat transparan ia pun lantas membuka jasnya dan langsung menutupi tubuh itu. Ia pun menarik Laras masuk dalam rangkulannya setelah itu ia bergerak membawa Laras keluar dari Kantin dengan pasang mata yang kini menatap dengan tatapan yang masih tak percaya.Laras semakin menundukan wajah dalam rangkulan M
Butuh dua jam akhirnya Laras selesai memilih beberapa baju yang akan ia bawa besok. Ketika ia akan membayar dan mengeluarkan dompetnya, ternyata Max sudah memberikan black card nya pada kasir tersebut. Laras yang melihat itu pun kembali memasuki dompet ke dalam tasnya.Setelah urusan bayar membayar selesai. Kini mereka melangkah keluar stor, dengan Max yang kembali menggenggam tangan Laras dengan erat di sampingnya. Laras yang merasakan itu pun memberanikan diri membalas genggaman Max tak kalah erat.Sore menjelang. Laras yang sudah duduk di dalam mobil Max, terhanyut akan lagu yang tengah terputar dalam radio mobil tersebut membuat Laras menutup matanya perlahan.Max yang sedari tadi fokus mengemudi dan terusik dengan suara dengkuran halus dari samping, pun langsung menoleh . Laras sudah tertidur dengan sangat pula
Beberapa hari setelah kejadian Laras memundurkan diri. Max menjalankan harinya seperti biasa melakukan aktivitas lain dan tetap bekerja. Namun semua itu tak menutup perubahan sikap yang Max tunjukan, dia lebih sering banyak melamun bahkan kadang ia juga sering menunjukan emosinya sekarang. Dan Cindy yang sadar akan perubahan sikap Max hanya bisa memperhatikannya, sudah beberapa kali ia mendapati Max melamun ketika sedang bersamanya, seperti sekarang ini lelaki itu hanya menatap spaghetti yang ada di depannya tanpa memakannya . "Max... "panggil Cindy pelan berhasil buat Max sadar akan lamunannya. "Apa ada sesuatu yang ganggu pikiran kamu?,aku lihat dari tadi kamu melamun" tanya Cindy khawatir Max a langsung menyinggungkan senyum tipis"maaf... aku mas
Laras berulang kali terus menghelaikan nafas. wanita itu hanya terdiam sambil melihat pemandangan diluar jendela mobil. Alex yang mengerti kondisi Laras hanya membiarkan wanita yang pagi tadi meminta tolong untuk mengantarnya ke kantor Max. Dan hanya ini lah yang bisa Alex lakukan, menemani Laras dalam keterpurukan. Alex tau hubungan Laras dan Max sudah berakhir. Alex juga tahu hari ini Laras mengundurkan diri. Ya.... semua itu sudah menjadi keputusan mereka yang tak bisa diganggu gugat, dan sebagai teman mereka Alex hanya bisa memahami semua itu. Alex melirik Laras dan mencoba membuka suara. "Laras.. apa rencana Lo setelah ini?" tanya Alex perlahan. Laras menegakkan tubuhnya menyinggungkan senyum tipis "Mungkin untuk selanjutnya aku akan menenangkan diri sejenak" ja
Keesokan harinyaWanita yang mengenakan celana coklat susu dan baju sifon putih itu melangkah memasuki gedung, dia datang bukan untuk bekerja melainkan untuk menyerahkan surat pengunduran diri yang semalam dia buat. Laras eratkan jemarinya pada tali tas dan menghirup nafas dalam. Lalu dengan sedikit percaya diri ia pun masuk ke ruangan tersebut.Terlihat lelaki yang membelakangi dirinya menatap luar kaca gedung tanpa menolehkan wajah sama sekali..“akhmm” Seketika pandangan mereka bertemu satu sama lain. Laras lantas bergerak maju ke depan lelaki yang sedang menatapnya dengan datar itu .Laras tatap lelaki di depannya itu dengan pias. Mendadak atmosfer sekitar mereka berubah menjadi canggung.Laras berikan singgungkan senyum kecut dan Sedetik setel
Pandangan pertama yang ia lihat ketika masuk kedalam gedung adalah para pegawai yang tengah berkumpul. Melihat sekitar itu membuat ia tahu tentang hal apa yang membuat para pegawai sudah berbisik bisik. Ternyata bukan hanya dirinya yang menampilkan raut wajah terkejut hingga heran dengan berita yang sedang beredar ini.. Dan Max, lelaki itu berhasil membuat semua orang tau betapa brengseknya dia!Segera ia menemui lelaki yang entah mengapa sudah membuatnya sedikit kesal. Dengan tak sabaran ia melangkah masuk tatkala pintu lift sudah terbuka dengan lebar. Ketika ia akan masuk lift tersebut tak sengaja seseorang menabrak pundak nya hingga berhasil membuat dirinya menjadi sedikit tak seimbang."sorry.. sorry saya gak sengaja" wanita yang sudah memunculkan raut wajah menyesal itu tergugup "anda gapapa kan?" tanyanya kemudian.
“Itu saya taruh karena saya lagi cari dompet mbak! jangan asal nuduh ya” seru Rina dengan penuh emosi"Udah mbak bawa ke kantor polisi aja" teriak seseorang yang ada di kerumunan melihat menyudutkan Rina."iya bener tuh bener" sahut lainnya.Laras yang mendengar itu lantas memajukan tubuh masuk ke dalam kerumunan dan langsung ikut ambil peran dengan kejadian tersebut."Ada apa ya mbak?" tanya Laras meminta penjelasan menatao pegawai toko dan bergantiajn melihat Bu Rina"Laras" Rina membesarkan matanya terkejut."ibu ini ketahuan mau maling obat mbak saya sendiri yang liat ibu ini masukin obat ke dalam tasnya" jelas pegawai sembari menunjuk ke arah Rina.
Laras yang masih terdiam di depan pintu tersebut. Seketika jantung berdebar hebat menunggu jawaban Max akan penawaran yang lelaki tua itu ucapkan tadi. Ia semakin menggenggam erat tangkai pintu seraya menguatkan tubuhnya agar tak jatuh. "Maaf sedikit keluar jalur. Cindy anak saya cerita semenjak … ketemu bapak di rumah sakit dia sudah tertarik dengan pak Max. Saya datang ke sini juga atas permintaan Cindy, ketika dengar saham ayah kamu turun. Dan kami juga rekan bisnis pak Rinto. Mungkin gak ada salahnya saya mengajukan penawaran tadi. Lagi pula kita akan sama sama menguntungkan di sini, jadi bagaimana dengan tawaran ini pak Max? apa bapak bersedia mengikat diri dengan putri saya?" tanya lelaki paruh baya itu. Max belum menjawab sama sekali ucapan lelaki di hadapannya itu, ia masih terdiam, seketika beban pikirannya bertambah banyak. Mendengar tawaran dari le
Laras melangkah ke lorong koridor rumah sakit termenung menatap dengan pandangan kosong jalan di depanya. Pikirannya resah dengan semua yang ia lihat tadi. ia hembuskan nafas panjang dan berhenti menatap taman di depan sana. ia melangkahkan kakinya menuju kursi besi yang berada di taman tersebut.Suasana sore di taman itu cukup sepi. Hanya ada beberapa suster yang berlalulangan di belakang nya. Ia tatap sinar matahari sore yang sebentar lagi akan tenggelam. lagi, ia hembuskan nafas ia angkat wajah menatap langit berwarna orange sembari menutup mata merasakan angin yang bertiup ke arahnya. Entah mengapa sejak tadi perasaannya tak karuan, bahkan melihat lelaki itu menatap wanita lain saja berhasil membuat ia takut dengan semua peruntungannya akan menjadi sia sia begitu saja selama ini."Laras" panggil seseorang yang sudah menyentuh pundaknya pelan.
Laras terbangun bingung ketika melihat Max yang sudah memunculkan raut wajah panik dan gusar. Segera ia dudukan tubuhnya di atas ranjang dengan ekspresi yang sudah ikut memunculkan raut wajah bertanya tanya memandangi lelaki itu."Ada apa?"Laras majukan tubuh nya menyentuh pundak Max saat Max masih terdiam."Max,,kenapa?"Max tersentak dengan sentuhan tangan Laras,ia menolehkan wajah menatap Laras yang ada di samping."kita akan pulang hari ini" jawabnya "cepat berkemas" lanjut Max dengan suara yang terlihat khawatir lalu turun dari ranjang.Mendengar perintah itu Laras hanya menatap heran punggung Max yang sudah menghilang di balik pintu kamar mandi. Sebenarnya ada apa ini?.Apa ada sesuatu yang mendesak sekarang,
Max tersadar akan lamunannya saat tangan wanita itu menyentuhnya. Ia terlalu terhanyut dengan semua yang dilakukan Laras. Kemudian Max bentangkan senyum ir tipis yang diiringi dengan anggukan wajah membalas ucapan terimakasih wanita itu tadi. Hanya itu yang bisa Max lakukan, Ketika semua alasan Laras tadi selalu berhasil membuat Max terdiam dan tak tau harus membalas apa. Kini ia merasa keadaan semakin menyudutkan dirinya. "Aku seneng liat kamu senyum" ucap Laras dengan wajah berbinar sangat jelas. "berdua kamu di sini, mungkin bakal jadi moment terindah dalam hidup aku" lanjutnya sembari melepaskan sentuhan pada Max. "Max, sekali lagi terimakasih udah buat kesempatan malam ini berjalan lancar" Max mengerutkan kening tatkala kata kata Laras terdengar putus asa.