Dalam dekap itu untuk pertama kalinya semua terasa tenang. Sebuah rasa yang begitu nyata kini begitu dekat. Rasa hangat yang menjalar pada tubuh ini membuatnya tak mau lepas.Betapa ia sangat nyaman dengan semua ini. Jika bisa ia menghentikan waktu biarlah ia seperti ini. Dalam dekapan lelaki itu selamanya.
"Ehm... saya akan memberikan Bu Laras obat kapsul untuk diminum nanti ya " Ucap dokter setelah selesai menyuntikan jarum ke lengan Laras yang membuat Max secara langsung melepaskan pelukannya begitu saja.
Dengan sedikit salah tingkah, Max turun dari ranjang dan kembali duduk di kursi. Lelaki itu langsung menatap dokter di depannya.
"Obat apa itu?" tanya Max.
Dokter mengambil obat tersebut dari nampan yang sedari tadi dibawa oleh suster "Ini obat untuk menetralkan a
Laras membuka matanya perlahan, pemandangan yang pertama kali ia lihat adalah Max yang kini sedang duduk sambil membaca majalah di samping nya. Sejenak ia menatap Max lalu ia menelusuri seketika ruangan yang bernuansa putih itu. Seketika matanya membesar ketika Ia ingat sekarang ia sedang berada di rumah sakit sekarang. Sontak ia langsung bangun dari tidurnya, memposisikan dirinya terduduk pada ranjang tersebut.Max lelaki itu masih menatap majalah di tangannya dan Laras yang masih sibuk mengatur rambutnya yang sudah kusut akibat efek bagun tidur sambil melirik Max"Jam 10 dokter akan memeriksa kamu agi" kata Max sambil membalikan majalah dan kembali fokus membaca majalah tersebut.Mendengar itu gerakan tangan pada rambut Laras terhenti, sekilas ia melirik Max yang entah sedang membaca apa pada majalah itu. La
Setelah mendengar ucapan Max. Laras kembali terdiam tatkala melihat wajah lelaki itu yang kembali datar. Sepertinya kali ini ia akan mengikuti perintah yang diucapkan lelaki itu lagi, ikut dengannya malam ini. Entah kemana Max akan membawa nya nanti malam, yang jelas sekarang Laras sudah kembali merasa canggung dan kini dia sedang mencoba mengumpulkan keberanian untuk kembali bertanya kepada lelaki itu.Sampai di sebuah lampu merah menjadi titik dimana kecanggungan diantara mereka semakin tak memudar. Sekilas Laras mencuri pandang pada Max yang lebih banyak diam di sebelahnya. Melihat pergerakan Max yang sedang memasang earphone pada telinganya membuat Laras kembali mengurungkan niatnya untuk bertanya."Bagaimana dengan perusahaan hari ini?" sahut Max pada seseorang yang di telponnya."Semua masih aman terkendali pa
Pintu berwarna pink itu terbuka. Diiringi Devina yang berjalan di samping Laras. Seulas senyum lebar terpampang pada bibir Laras. Walau ia sudah sangat percaya diri akan penampilan ini, entah kenapa ia menjadi khawatir akan reaksi Max keRia melihatnya.Dengan canggung ia dan Devina melangkah berjalan keluar kamar ganti menemui Max.Sesampainya pada ruang tunggu butik. Terlihat Max yang sedang duduk memangku satu kakinya. Raut wajah yang mengkerut itu. Betapa Laras yakin Max pasti sedang sibuk akan pekerjaan yang ditinggalkan hari ini. Sampai lelaki itu pun tak menyadari kedatangannya. Devina yang melihat itu berjalan ke arah depan tubuh Laras. Wanita itu menutupi tubuh Laras dengan tubuh tinggi nya. Melihat itu Laras terdiam kaku ketika wanita itu langsung memanggil Max yang belum menyadari akan kehadiran mereka."M
Bukan hanya Max yang terkejut. Laras pun ikut terkejut tatkala melihat pemandangan di depannya. lelaki itu memunculkan ekspresi bertanya tanya pada ayah dan ibunya."Dia, mama yang ngundang" Ucap Bu Tina ketika Max menatapnya.Mendengar itu Max tak bergeming, tak menolak dengan semua perilaku wanita yang sedang menatapnya dan sudah mendongakkan wajah dalam pelukannya."Aku kangen banget sama kamu" kata Ria tersenyum sambil terus kembali menempelkan wajahnya itu dalam lekuk leher Max.Laras yang berdiri di belakang lelaki itu lantas membuang wajahnya ke lain arah. Ekspresi sedih nya kini terlihat jelas. Hal itu tak luput dari penglihatan Rinto di depannya."Ehem...Bisa kita mulai acara makan malam ini?" seru pak Rinto me
Perlahan ia menutup kedua matanya, ketika pada akhirnya ia pun terbuai, merasakan ciuman lembut itu pada bibirnya. Laras hanya bisa mengikuti hanyutnya gerakan lembut bibir Max di atas bibirnya. Mendapati itu membuat Laras sedikit ingat kalau semua ini menjadi ciuman pertama untuk dirinya. Seketika semua mimpi pada setiap tidurnya kini menjadi nyata. Melihat ternyata memang benar Max yang telah mengambil first Kiss nya malam ini. Namun mengapa ia merasa ciuman ini seperti tak asing?.Max melepaskan tautan bibirnya dengan begitu saja. Ia kembali menatap Laras yang kini masih memejamkan matanya. Senyum simpul di bibirnya pun muncul ketika melihat wanita itu mengintip dan sudah tak menangis lagi. Max mengusap bibir tipis itu dengan lembut. Dan berhasil membuat Laras kembali membuka mata sempurnaTerlihat jelas kegugupan pada wajah serta tubuh Laras ketika Max teru
Alex masih menatap Ria dengan tatapan tak bisa. Apalagi melihat ekspresi dan tubuh wanita itu menegang dan langsung menyembunyikan ponsel ke belakang tubuhnya membuat Alex penasaran kenapa wanita itu yang bisa berada di bar seorang diri."Lo ngapain disini?" tanya Alex. Masih menatap Ria dengan kedua alis yang masih mengerut.Ria sedikit menunjukan respon gelagapan pada posisinya,ia pun lantas mengatur ekspresi wajahnya dan sedikit mengatur suaranya agar lelaki itu tidak menaruh curiga."Gue lagi main aja ke sini" jawab Ria gugup membenarkan posisi duduknyaAlex melepaskan cengkraman pada pundak wanita itu, mendengar jawaban Ria membuat Alex mengalihkan tatapan mata pada penampilan wanita itu."Dengan baju seperti ini" ucap A
Laras yang melihat tulisan itu lantas langsung mengecek seluruh ruangan pada kosan. Namun nihil ketika tak ada satu barang pun yang hilang atau berantakan. Lalu siapa yang sudah berani memasuki kamarnya tanpa meninggalkan jejak sedikitpun seperti ini?Deru nafasnya masih tak teratur. Tubuhnya bergetar lemas.ia sandarkan tubuhnya pada tembok dapur untuk sekedar menormalkan rasa takutnya terlebih dulu. Bagaimana tidak. baru pertama kali ia mendapat teror seperti itu. Siapa yang melakukanya ?Setelah keadaan dirinya sudah sedikit tenang sontak ia pun sedikit berlari dan langsung mengunci semua pintu lalu menutupi jendela rapat rapat. iIa nyalakan semua lampu di setiap ruangannya. Kemudian ia melangkahkan kakinya menuju dapur mengambil pembersih kaca , dan dengan tergesa ia langsung membersihkan tulisan berwarna merah itu hingga menghilang. Setelah semua selesai La
Wanita yang masih dalam dakapannya itu kini sudah bergetar hebat. Max melihat wajah Laras yang sudah menahan tangisan dengan tatapan kosongnya. Max pun langsung menelusuri tubuh Laras, memastikan jika Laras tak terluka. Helaian nafas lega keluar tatkala melihat wanita yang masih melamun itu tak terluka sedikit pun. Lantas Max bangun dengan satu gerakan cepat Max bopong Laras yang masih shock akan kejadian tadi. Tak lama pelayan kedai pun datang membantu mengiringi Max ke tempat yang aman.Pelayan itu membawa Max ke sebuah ruangan Office kedai tersebut. Setelah sampai dengan perlahan Max menurunkan tubuh Laras pada sebuah sofa panjang berwarna coklat. Wanita itu masih terdiam dengan tatapan kosongnya. Max yang sedari tadi melihatnya akhirnya mencoba buka suara tatkala pelayan kedai membawanya sebuah air untuk Laras."Apa ada yang terluka" tanyanya sambil memberi
Beberapa hari setelah kejadian Laras memundurkan diri. Max menjalankan harinya seperti biasa melakukan aktivitas lain dan tetap bekerja. Namun semua itu tak menutup perubahan sikap yang Max tunjukan, dia lebih sering banyak melamun bahkan kadang ia juga sering menunjukan emosinya sekarang. Dan Cindy yang sadar akan perubahan sikap Max hanya bisa memperhatikannya, sudah beberapa kali ia mendapati Max melamun ketika sedang bersamanya, seperti sekarang ini lelaki itu hanya menatap spaghetti yang ada di depannya tanpa memakannya . "Max... "panggil Cindy pelan berhasil buat Max sadar akan lamunannya. "Apa ada sesuatu yang ganggu pikiran kamu?,aku lihat dari tadi kamu melamun" tanya Cindy khawatir Max a langsung menyinggungkan senyum tipis"maaf... aku mas
Laras berulang kali terus menghelaikan nafas. wanita itu hanya terdiam sambil melihat pemandangan diluar jendela mobil. Alex yang mengerti kondisi Laras hanya membiarkan wanita yang pagi tadi meminta tolong untuk mengantarnya ke kantor Max. Dan hanya ini lah yang bisa Alex lakukan, menemani Laras dalam keterpurukan. Alex tau hubungan Laras dan Max sudah berakhir. Alex juga tahu hari ini Laras mengundurkan diri. Ya.... semua itu sudah menjadi keputusan mereka yang tak bisa diganggu gugat, dan sebagai teman mereka Alex hanya bisa memahami semua itu. Alex melirik Laras dan mencoba membuka suara. "Laras.. apa rencana Lo setelah ini?" tanya Alex perlahan. Laras menegakkan tubuhnya menyinggungkan senyum tipis "Mungkin untuk selanjutnya aku akan menenangkan diri sejenak" ja
Keesokan harinyaWanita yang mengenakan celana coklat susu dan baju sifon putih itu melangkah memasuki gedung, dia datang bukan untuk bekerja melainkan untuk menyerahkan surat pengunduran diri yang semalam dia buat. Laras eratkan jemarinya pada tali tas dan menghirup nafas dalam. Lalu dengan sedikit percaya diri ia pun masuk ke ruangan tersebut.Terlihat lelaki yang membelakangi dirinya menatap luar kaca gedung tanpa menolehkan wajah sama sekali..“akhmm” Seketika pandangan mereka bertemu satu sama lain. Laras lantas bergerak maju ke depan lelaki yang sedang menatapnya dengan datar itu .Laras tatap lelaki di depannya itu dengan pias. Mendadak atmosfer sekitar mereka berubah menjadi canggung.Laras berikan singgungkan senyum kecut dan Sedetik setel
Pandangan pertama yang ia lihat ketika masuk kedalam gedung adalah para pegawai yang tengah berkumpul. Melihat sekitar itu membuat ia tahu tentang hal apa yang membuat para pegawai sudah berbisik bisik. Ternyata bukan hanya dirinya yang menampilkan raut wajah terkejut hingga heran dengan berita yang sedang beredar ini.. Dan Max, lelaki itu berhasil membuat semua orang tau betapa brengseknya dia!Segera ia menemui lelaki yang entah mengapa sudah membuatnya sedikit kesal. Dengan tak sabaran ia melangkah masuk tatkala pintu lift sudah terbuka dengan lebar. Ketika ia akan masuk lift tersebut tak sengaja seseorang menabrak pundak nya hingga berhasil membuat dirinya menjadi sedikit tak seimbang."sorry.. sorry saya gak sengaja" wanita yang sudah memunculkan raut wajah menyesal itu tergugup "anda gapapa kan?" tanyanya kemudian.
“Itu saya taruh karena saya lagi cari dompet mbak! jangan asal nuduh ya” seru Rina dengan penuh emosi"Udah mbak bawa ke kantor polisi aja" teriak seseorang yang ada di kerumunan melihat menyudutkan Rina."iya bener tuh bener" sahut lainnya.Laras yang mendengar itu lantas memajukan tubuh masuk ke dalam kerumunan dan langsung ikut ambil peran dengan kejadian tersebut."Ada apa ya mbak?" tanya Laras meminta penjelasan menatao pegawai toko dan bergantiajn melihat Bu Rina"Laras" Rina membesarkan matanya terkejut."ibu ini ketahuan mau maling obat mbak saya sendiri yang liat ibu ini masukin obat ke dalam tasnya" jelas pegawai sembari menunjuk ke arah Rina.
Laras yang masih terdiam di depan pintu tersebut. Seketika jantung berdebar hebat menunggu jawaban Max akan penawaran yang lelaki tua itu ucapkan tadi. Ia semakin menggenggam erat tangkai pintu seraya menguatkan tubuhnya agar tak jatuh. "Maaf sedikit keluar jalur. Cindy anak saya cerita semenjak … ketemu bapak di rumah sakit dia sudah tertarik dengan pak Max. Saya datang ke sini juga atas permintaan Cindy, ketika dengar saham ayah kamu turun. Dan kami juga rekan bisnis pak Rinto. Mungkin gak ada salahnya saya mengajukan penawaran tadi. Lagi pula kita akan sama sama menguntungkan di sini, jadi bagaimana dengan tawaran ini pak Max? apa bapak bersedia mengikat diri dengan putri saya?" tanya lelaki paruh baya itu. Max belum menjawab sama sekali ucapan lelaki di hadapannya itu, ia masih terdiam, seketika beban pikirannya bertambah banyak. Mendengar tawaran dari le
Laras melangkah ke lorong koridor rumah sakit termenung menatap dengan pandangan kosong jalan di depanya. Pikirannya resah dengan semua yang ia lihat tadi. ia hembuskan nafas panjang dan berhenti menatap taman di depan sana. ia melangkahkan kakinya menuju kursi besi yang berada di taman tersebut.Suasana sore di taman itu cukup sepi. Hanya ada beberapa suster yang berlalulangan di belakang nya. Ia tatap sinar matahari sore yang sebentar lagi akan tenggelam. lagi, ia hembuskan nafas ia angkat wajah menatap langit berwarna orange sembari menutup mata merasakan angin yang bertiup ke arahnya. Entah mengapa sejak tadi perasaannya tak karuan, bahkan melihat lelaki itu menatap wanita lain saja berhasil membuat ia takut dengan semua peruntungannya akan menjadi sia sia begitu saja selama ini."Laras" panggil seseorang yang sudah menyentuh pundaknya pelan.
Laras terbangun bingung ketika melihat Max yang sudah memunculkan raut wajah panik dan gusar. Segera ia dudukan tubuhnya di atas ranjang dengan ekspresi yang sudah ikut memunculkan raut wajah bertanya tanya memandangi lelaki itu."Ada apa?"Laras majukan tubuh nya menyentuh pundak Max saat Max masih terdiam."Max,,kenapa?"Max tersentak dengan sentuhan tangan Laras,ia menolehkan wajah menatap Laras yang ada di samping."kita akan pulang hari ini" jawabnya "cepat berkemas" lanjut Max dengan suara yang terlihat khawatir lalu turun dari ranjang.Mendengar perintah itu Laras hanya menatap heran punggung Max yang sudah menghilang di balik pintu kamar mandi. Sebenarnya ada apa ini?.Apa ada sesuatu yang mendesak sekarang,
Max tersadar akan lamunannya saat tangan wanita itu menyentuhnya. Ia terlalu terhanyut dengan semua yang dilakukan Laras. Kemudian Max bentangkan senyum ir tipis yang diiringi dengan anggukan wajah membalas ucapan terimakasih wanita itu tadi. Hanya itu yang bisa Max lakukan, Ketika semua alasan Laras tadi selalu berhasil membuat Max terdiam dan tak tau harus membalas apa. Kini ia merasa keadaan semakin menyudutkan dirinya. "Aku seneng liat kamu senyum" ucap Laras dengan wajah berbinar sangat jelas. "berdua kamu di sini, mungkin bakal jadi moment terindah dalam hidup aku" lanjutnya sembari melepaskan sentuhan pada Max. "Max, sekali lagi terimakasih udah buat kesempatan malam ini berjalan lancar" Max mengerutkan kening tatkala kata kata Laras terdengar putus asa.