Keesokan pagi...
Aku datang lebih awal dari biasanya. Sesampainya di kantor aku langsung bergegas menyiapkan kopi untuk Max yang saat ini belum tiba. Dan tidak lupa aku langsung mengecek jadwal Max hari ini.
Aku melepaskan nafas lega ketika melihat di layar tablet yang kupegang list Max tidak begitu padat. Mendadak semangatku memuncak, aku pastikan bisa selesaikan semua hari ini dan... aku pasti bisa membuat Max terkesan akan kinerja ku.
Ini adalah kesempatan ku untuk menunjukkan kepadanya kalau aku bisa mengambil hatinya mengingat kejadian semalam Max begitu manis padaku. Percayalah sepulang dari apartemen Max aku tidak bisa tidur semalaman.
Jam sudah menunjukan pukul delapan pagi dan terlihat Max keluar dari dalam lift khusus menuju ruangannya.
(Laras POV) Sambungan telepon itu terputus begitu saja. Untuk beberapa menit aku termenung saat baru menyadari kalau untuk pertama kalinya Max menghubungiku secara pribadi tadi. Perasaan ku seketika menjadi tak menentu, apalagi saat mendengar Max akan menyusul diriku. Apa itu artinya Max ingin mengantarku ? Semua pikiran yang berbicara di kepalaku seketika menjadi kenyataan saat sebuah mobil hitam kini melaju pelan kearah ku. Aku semakin termenung, tak percaya dengan apa yang aku lihat. kaca mobil itu pun turun dan tak lama terdengar suara berat dari dalam mobil tersebut. “Masuklah” katanya ku masih terpaku mendengar debaran di dadaku yangs semakin ke
Sedikit terkejut aku membalikan tubuhku. Mendengar suara Max langsung ku sambut dia dengan senyuman hangat. Sejenak aku berfikir mencerna perkataan Max tadi, kulihat bunga biru ini lalu tak lama aku pun mengangguk. Mungkin tidak masalah untuk membeli nya juga " Tolong bungkuskan bunga ini juga" pinta ku pada lelaki yang menjelaskan tadi. Lelaki itu langsung mengambil bunga biru dan bergegas untuk membungkusnya. Sebenarnya aku tidak tau untuk apa aku membeli bunga yang bahkan terdapat kisah sedih di dalamnya. Mungkin, karena aku merasa jika nasib kisah cinta ku sama seperti sang putri. Sekarang aku mengerti, bukan diriku saja yang merasakan patah hati, sejak dulu hingga saat ini.Ternyata mencintai itu adalah suatu yang sulit. Aku pikir, Max adalah lelaki yang mudah dijangkau. Tapi, sejak dulu hingga saat ini nyatakan perasaan ku tidak pernah sampai
Setelah mengetahui bahwa Bi sri mengidap kanker stadium lanjut yang bisa ku lakukan saat itu hanya bisa terdiam, merendam semua kesedihan yang tidak ingin kutunjukkan. Bi Sri, satu satunya orang yang aku punya hanya memiliki waktu tiga bulan lagi. Rasanya pikiranku kacau, Bagaimana mungkin semua ini terjadi. Hanya bi Sri yang aku punya dan selalu ada disampingku setelah kepergian kedua orang tua. Ya Tuhan aku tidak mau merasakan kehilangan lagi. Air mata yang sejak tadi aku tahan akhi jatuh. Tangis yang dipendam kini terdengar bergetar. Aku mendudukkan wajah ku diantara pangkuan tanganku. Di sore yang begitu hening, lagi lagi aku tidak tahu harus melakukan apa.
3 hari bersama Max dalam satu atap adalah hal yang tidak pernah kupikirkan. Bagaimana seorang Max, yang selalu mendapatkan kenyaman mau menginap di rumah kecil seperti ini. Tapi yang ada di depan mataku sekrang ini memang benar adanya, lelaki yang sedang kupikirkan itu sedang terduduk manis sambil menikmati makan malam nya. Apa aku sedang bermimpi … Aku coba menyubit pipi ku keras. Dan Aw... Rasa sakit itu benar nyata. Sontak reaksi ku mengundang perhatian dari kedua orang yang kini sudah menatapku heran. "Ada apa Laras?" Tanya bi Sri khwatir . Aku tundukan wajah malu sambil menggelengkan kepala. "Tidak ada apa-apa bi, lidah Laras tergigit" dusta ku semakin menundukan wajah saat Max masih menatp ku datar. "Hati hati nak,
Pagi itu akhirnya Max, kembali pada kesaharianya, begitu juga dengan Laras. Mereka sudah kembali masuk bekerja. Setelah menghabiskan beberapa hari bersama dengan Laras kemarin. Percayalah, semalaman pikiran Max terganggu. Bukan karena Max tidak bisa tertidur. Tapi karena dia dengan sadar memikirkan setiap waktu bersama Laras. Memikirkan disaat wanita itu merangkulnya dengan sangat erat, disaaat senyum lembutnya selalu mengarah untuknya, walapun Max tidak pernah membalas itu. Memikirkan Saat bibir tipis nan raumnya hampir saja membuat Max sedikit tergoda. Dan hangat rangkulannta yang membuat tubuh Max … “Ah Sialan!” gumamnya bersamaan dengan suara ketukan pintu yang berhasil menyadarkan Max dari lamunannya itu. Segara Max mengatur suaranya untuk merespon ketukan tersebut. “Masuk” Wanita yang sedari tadi bersarang di pikiranya kini muncul. Laras, masuk dengan sopan sambil melangkah membawakan secangkir kopi hitam ke arah meja Max. “Ini kopin
Bukan hanya Alex, Suara bunyi notif yang berasal dari ponsel wanita yang sejak tadi sibuk dengan berkas diatas mejanya itu berhasil mangalihkannya dari berkas tersebut. Lengkung di bibirnya seketika muncul tatkala melihat isi pesan dalam ponselnya. Tak bisa Laras pungkiri betapa bahagianya dia mendapati pesan foto gambar dirinya dengan Alex beberapa waktu lalu. Alex begitu lucu, lelaki itu memang selalu mempunyai cara untuk membuat Laras tertawa melihatnya. Sahabatnya itu memang unik, ia bersyukur memiliki Alex yang selalu ada untuknya dan selalu ingin menjadi temannya. Mungkin ia harus lebih sering meneraktri Alex nanri. Langsung Laras pindahkan foto mereka kedalam folder ponselnya. Max keluar dari pintu lift sambil melihat jam di tangan nya dan segera ia melangkah menuju ruangan nya. Beberapa jam lalu ia baru saja menyelesakan meeting yang tertunda, ia bahkan melewatkan jam makan siangnya hari ini, begitu pun dengan wanita yang ikut meeting denganya tadi. La
Jam menunjukan pukul lima sore. Aku masih pada mejaku. Keadaan kantor sudah semakin sepi. Kini hanya tinggal diriku dan beberapa orang yang berlalu lalang di bawah. Aku menatap Arloji di tangan dengan hembusan nafas singkat. Pikiranku masih sama. Tentang Max yang Ternyata tidak kembali ke kantor sejak kepergiannya. Ya sedari tadi aku menunggunya kembali, berharap kalau ia akan memberikanku pekerjaan tambahan. Namun, ternyata aku salah. Dengan tidak bersemangat aku bereskan mejaku untuk bersiap pulang. Beberapa lagkah meninggalkan mejaku, tiba tiba saja aku terpaku menatap jauh keramain kota di sore hari dari kaca gedung. Pikiranku masih mencari, Kemana sebenernya lelaki itu pergi. “Baru turun Bu” sapa seorang office girl pada saat bersamaan menunggu lift. “Iya nih mbak” “Saya kira Bu Laras sudah pulang dari tadi” ucapnya pelan “Soalnya, tadi saya liat pak Max sudah turun ingin pulang” jelasnya dengan sopan. Aku tersenyu
Aku semakin meramas buket bunga denga perasaan yang sudah bercampur aduk. Melihat apa yang barusan kulihat segera aku berlari melangkah menjauh dari kedai tersebutbersamaan dengan hujan yang turun tiba tiba. Hatiku sakit melihat senyuman dan tatapan lelaki itu yang sangat sulit ku dapatkan ketika bersama ku, dan bersama perempuan tadi dia begitu bebas, entah kenapa aku sedikit kecewa. Kecewa pada diriku, kecewa pada hati ku yang tidak bisa membuat wajah itu tersenyum melihatku. Aku menatap langit malam membiarkan kali ini hujan menguyurku dengan deras. Aku hanya berharap hujan bisa menjadi pengalih rasa kecewa di dadaku ini. Tidak peduli dengan tatapan orang banyak di sekitarku. Dalam diam air mataku pun akhirnya turun bersama jatuhnya rintik hujan malam ini. Ku keluarkan semua rasa kelutku menangis sekencang mungkin melampiaskan sesak di dadaku. Sampai hujan pun berhenti aku sengaja memperlambat langkahku yang terus melangkah tak tau arah. Sampai sebuah tangan
Beberapa hari setelah kejadian Laras memundurkan diri. Max menjalankan harinya seperti biasa melakukan aktivitas lain dan tetap bekerja. Namun semua itu tak menutup perubahan sikap yang Max tunjukan, dia lebih sering banyak melamun bahkan kadang ia juga sering menunjukan emosinya sekarang. Dan Cindy yang sadar akan perubahan sikap Max hanya bisa memperhatikannya, sudah beberapa kali ia mendapati Max melamun ketika sedang bersamanya, seperti sekarang ini lelaki itu hanya menatap spaghetti yang ada di depannya tanpa memakannya . "Max... "panggil Cindy pelan berhasil buat Max sadar akan lamunannya. "Apa ada sesuatu yang ganggu pikiran kamu?,aku lihat dari tadi kamu melamun" tanya Cindy khawatir Max a langsung menyinggungkan senyum tipis"maaf... aku mas
Laras berulang kali terus menghelaikan nafas. wanita itu hanya terdiam sambil melihat pemandangan diluar jendela mobil. Alex yang mengerti kondisi Laras hanya membiarkan wanita yang pagi tadi meminta tolong untuk mengantarnya ke kantor Max. Dan hanya ini lah yang bisa Alex lakukan, menemani Laras dalam keterpurukan. Alex tau hubungan Laras dan Max sudah berakhir. Alex juga tahu hari ini Laras mengundurkan diri. Ya.... semua itu sudah menjadi keputusan mereka yang tak bisa diganggu gugat, dan sebagai teman mereka Alex hanya bisa memahami semua itu. Alex melirik Laras dan mencoba membuka suara. "Laras.. apa rencana Lo setelah ini?" tanya Alex perlahan. Laras menegakkan tubuhnya menyinggungkan senyum tipis "Mungkin untuk selanjutnya aku akan menenangkan diri sejenak" ja
Keesokan harinyaWanita yang mengenakan celana coklat susu dan baju sifon putih itu melangkah memasuki gedung, dia datang bukan untuk bekerja melainkan untuk menyerahkan surat pengunduran diri yang semalam dia buat. Laras eratkan jemarinya pada tali tas dan menghirup nafas dalam. Lalu dengan sedikit percaya diri ia pun masuk ke ruangan tersebut.Terlihat lelaki yang membelakangi dirinya menatap luar kaca gedung tanpa menolehkan wajah sama sekali..“akhmm” Seketika pandangan mereka bertemu satu sama lain. Laras lantas bergerak maju ke depan lelaki yang sedang menatapnya dengan datar itu .Laras tatap lelaki di depannya itu dengan pias. Mendadak atmosfer sekitar mereka berubah menjadi canggung.Laras berikan singgungkan senyum kecut dan Sedetik setel
Pandangan pertama yang ia lihat ketika masuk kedalam gedung adalah para pegawai yang tengah berkumpul. Melihat sekitar itu membuat ia tahu tentang hal apa yang membuat para pegawai sudah berbisik bisik. Ternyata bukan hanya dirinya yang menampilkan raut wajah terkejut hingga heran dengan berita yang sedang beredar ini.. Dan Max, lelaki itu berhasil membuat semua orang tau betapa brengseknya dia!Segera ia menemui lelaki yang entah mengapa sudah membuatnya sedikit kesal. Dengan tak sabaran ia melangkah masuk tatkala pintu lift sudah terbuka dengan lebar. Ketika ia akan masuk lift tersebut tak sengaja seseorang menabrak pundak nya hingga berhasil membuat dirinya menjadi sedikit tak seimbang."sorry.. sorry saya gak sengaja" wanita yang sudah memunculkan raut wajah menyesal itu tergugup "anda gapapa kan?" tanyanya kemudian.
“Itu saya taruh karena saya lagi cari dompet mbak! jangan asal nuduh ya” seru Rina dengan penuh emosi"Udah mbak bawa ke kantor polisi aja" teriak seseorang yang ada di kerumunan melihat menyudutkan Rina."iya bener tuh bener" sahut lainnya.Laras yang mendengar itu lantas memajukan tubuh masuk ke dalam kerumunan dan langsung ikut ambil peran dengan kejadian tersebut."Ada apa ya mbak?" tanya Laras meminta penjelasan menatao pegawai toko dan bergantiajn melihat Bu Rina"Laras" Rina membesarkan matanya terkejut."ibu ini ketahuan mau maling obat mbak saya sendiri yang liat ibu ini masukin obat ke dalam tasnya" jelas pegawai sembari menunjuk ke arah Rina.
Laras yang masih terdiam di depan pintu tersebut. Seketika jantung berdebar hebat menunggu jawaban Max akan penawaran yang lelaki tua itu ucapkan tadi. Ia semakin menggenggam erat tangkai pintu seraya menguatkan tubuhnya agar tak jatuh. "Maaf sedikit keluar jalur. Cindy anak saya cerita semenjak … ketemu bapak di rumah sakit dia sudah tertarik dengan pak Max. Saya datang ke sini juga atas permintaan Cindy, ketika dengar saham ayah kamu turun. Dan kami juga rekan bisnis pak Rinto. Mungkin gak ada salahnya saya mengajukan penawaran tadi. Lagi pula kita akan sama sama menguntungkan di sini, jadi bagaimana dengan tawaran ini pak Max? apa bapak bersedia mengikat diri dengan putri saya?" tanya lelaki paruh baya itu. Max belum menjawab sama sekali ucapan lelaki di hadapannya itu, ia masih terdiam, seketika beban pikirannya bertambah banyak. Mendengar tawaran dari le
Laras melangkah ke lorong koridor rumah sakit termenung menatap dengan pandangan kosong jalan di depanya. Pikirannya resah dengan semua yang ia lihat tadi. ia hembuskan nafas panjang dan berhenti menatap taman di depan sana. ia melangkahkan kakinya menuju kursi besi yang berada di taman tersebut.Suasana sore di taman itu cukup sepi. Hanya ada beberapa suster yang berlalulangan di belakang nya. Ia tatap sinar matahari sore yang sebentar lagi akan tenggelam. lagi, ia hembuskan nafas ia angkat wajah menatap langit berwarna orange sembari menutup mata merasakan angin yang bertiup ke arahnya. Entah mengapa sejak tadi perasaannya tak karuan, bahkan melihat lelaki itu menatap wanita lain saja berhasil membuat ia takut dengan semua peruntungannya akan menjadi sia sia begitu saja selama ini."Laras" panggil seseorang yang sudah menyentuh pundaknya pelan.
Laras terbangun bingung ketika melihat Max yang sudah memunculkan raut wajah panik dan gusar. Segera ia dudukan tubuhnya di atas ranjang dengan ekspresi yang sudah ikut memunculkan raut wajah bertanya tanya memandangi lelaki itu."Ada apa?"Laras majukan tubuh nya menyentuh pundak Max saat Max masih terdiam."Max,,kenapa?"Max tersentak dengan sentuhan tangan Laras,ia menolehkan wajah menatap Laras yang ada di samping."kita akan pulang hari ini" jawabnya "cepat berkemas" lanjut Max dengan suara yang terlihat khawatir lalu turun dari ranjang.Mendengar perintah itu Laras hanya menatap heran punggung Max yang sudah menghilang di balik pintu kamar mandi. Sebenarnya ada apa ini?.Apa ada sesuatu yang mendesak sekarang,
Max tersadar akan lamunannya saat tangan wanita itu menyentuhnya. Ia terlalu terhanyut dengan semua yang dilakukan Laras. Kemudian Max bentangkan senyum ir tipis yang diiringi dengan anggukan wajah membalas ucapan terimakasih wanita itu tadi. Hanya itu yang bisa Max lakukan, Ketika semua alasan Laras tadi selalu berhasil membuat Max terdiam dan tak tau harus membalas apa. Kini ia merasa keadaan semakin menyudutkan dirinya. "Aku seneng liat kamu senyum" ucap Laras dengan wajah berbinar sangat jelas. "berdua kamu di sini, mungkin bakal jadi moment terindah dalam hidup aku" lanjutnya sembari melepaskan sentuhan pada Max. "Max, sekali lagi terimakasih udah buat kesempatan malam ini berjalan lancar" Max mengerutkan kening tatkala kata kata Laras terdengar putus asa.