Angel tidak menimpali apa pun begitu melihat ayahnya marah. Mereka berdua akhirnya bergegas masuk ke dalam bandara. Tak begitu lama pintu pesawat pun dibuka. Wanita cantik berambut pirang itu menaiki tangga untuk masuk ke dalam pesawat. Sementara pandangannya sejenak menoleh ke arah luar. Entah apa maksudnya itu semua, jelasnya ada ungkapan yang tak terucap. Dia serta Sander pun masuk ke dalam pesawat, mereka duduk berdampingan. "Sekarang kita lupakan semuanya. Kalau Kamu sudah tidak menginginkan Nizam, Ayah pun mendukungmu. Kita kembali ke masa dulu." Tutur Sander dengan lengannya menarik bahu putrinya agar tidur di dadanya. ***- Belgia-Nizam masih di dalam kamarnya dan masih merenung akan apa yang harus ditindak lanjuti olehnya. Masa iya setelah tahu anaknya diambil kedua orang tuanya sama sekali tidak ingin menanyakannya. Setelah hampir setengah jam berpikir, akhirnya dia pun memutuskan untuk menelpon ibunya. Baru saja akan menekan nomor teleponnya, Mark sudah berdiri di belakang
Nizam sekarang ada di dalam rumah mewah milik kedua orang tuanya. Di atas sofa ruang tamu, Nizam terlelap hingga bermimpi bertemu Zeira serta Zidan. Wangi kopi tubruk yang sudah terkenal itu menyerbak ke penciuman Nizam. Wangi itu terdapat dari secangkir kopi yang dipegang oleh Adityawarman persis di depan wajah Nizam. "Ayah, Zidan di mana?" Ya, berbulan lamanya Nizam menunggu di Belgia. Dia bekerja tanpa lelah agar dirinya memiliki dana untuk pulang ke Padang. Itu, terlaksana sekarang. Dia kembali, serta langsung mencari-cari Zidan kemana-mana hingga melapor pada polisi. Kendati berusaha menelpon Angel untuk menanyakan keberadaan putranya, akan tetapi disambut dingin olehnya. Bahkan sama sekali tidak digubris olehnya juga seluruh keluarga besarnya. Sudah dipahami oleh Nizam alasannya, dan dia tak ambil pusing. Bukan hanya itu saja, keadaan anaknya dalam perut Angel pun tak dikabarkan apa-apa oleh keluarga Sander. Sedangkan Nizam tak ingin tahu sama sekali. Sementara Munandar sengaj
Tawaan Zeira memang terdengar bahagia di kuping semua orang yang ada di sana. Tapi, tidak dengan hatinya. Hatinya sangat sakit, hati itu sudah dimiliki oleh putranya. Putra kesayangannya, yang kini entah di mana. Pepes ikan emas sudah tersaji di atas meja makan terbuat dari bambu, demikian pula dengan semur daging dan sup ayam kampung. "Pak, Mang Dodo, Entis, ayo kita makan dulu, selagi hangat!" ajaknya dengan mendatangi mereka bertiga yang sedang beristirahat setelah bekerja membetulkan kamar Zeira. Mereka bertiga pun menengok ke arah Zeira, "Iya, Neng...." Sahut Adam. Dan, "Iya Teh...." Sahut Entis dan Mang Dodo. Sedangkan Adam berbicara, setelah dirinya duduk di atas kursi menghadap ke arah makanan, "Neng Zeira, coba lihat kamarmu itu...." Zeira menoleh ke arah kamar yang pintunya sekarang sudah diganti. Pintu kamar itu dicat berwarna hijau. Dia pun melangkah ke arah sana. Dibukanya pelan pintu itu. Setelah dibuka, nampak di dalamnya tempat tidur, lemari pakaian, serta meja rias
Lelaki itu langsung menjambak kerah baju Hasyim sangat kasar. Perlakuan itu membuat Hasyim hampir terjengkang. Bagus saja tangannya memegang palang pintu dan tidak jatuh karenanya. "Kamu Kakek Tua! Aku dengar dari beberapa orang di pasar kalau Zidan ada bersamamu! Apa itu benar? Lelaki itu bertanya kasar serta tangannya masih pada kerahnya. Hasyim tersenyum tipis sebelum dia menjawabnya, "Kamu ini sebetulnya siapa? Kalau mau tahu itu kenalkan diri dulu, biar Aku beritahu sebenar serta sejelas-jelasnya." Reaksinya masih berusaha tenang. Lelaki pendek, gemuk serta berambut jabrik itu melepaskan cengkraman tangannya. Dia menajamkan matanya pada kedua kelopak mata Hasyim. Itu sangat menakutkan buat Hasyim, mata itu bulat dan merah. Terlebih lagi pencahayaan lampu pelita tepat di wajahnya. Nampak seperti orang yang sedang mabuk. "Gua Joe! Gua ini temannya Tommy!!" Ujarnya sangar. Hasyim menghempaskan napasnya sejenak, "Kalau mau tahu tentang itu, ayo masuk dulu! Biar Bapak buatkan kopi!
"Dasar Bapak Tua pembohong!" ujar Tommy yang langsung keluar dari jeep-nya. Ya, Tommy ini tidak mempercayai ucapan Hasyim begitu saja. Dia tidak seperti Joe. Sebetulnya sudah lama jeep itu diparkir di seberang rumah Hasyim beberapa menit setelah diketahui olehnya. Bahkan Tommy pun sangat yakin kalau di dalam rumah itu bukan hanya Hasyim saja. Matanya melihat sandal lebih dari satu, juga ada sepatu anak kecil tergeletak di sana. "Gua bilang jangan percaya saja padanya! Gua dari tadi melihat segala kebohongan padanya!" sambungnya kemudian. Tangan kekar Joe gapah sekali mengambil Zidan dari tangan Hasyim. Hasyim berontak sembari tetap memegang erat Zidan yang duduk di depan kursi buatannya di depannya. Akan tetapi Joe tidak kalah begitu saja, kakinya menendang sepeda Hasyim hingga mereka berdua terjatuh dan tersungkur. Seketika Zidan pun nangis serta terlepas dari pangkuan Hasyim. Mansyur hendak menolong, tetapi Tommy sudah menarik tangannya kencang sekali hingga mengenai perut gendut Jo
Adam tidak berkata apa-apa, dia sungkan tapi mau. Tidak munafik sosok Zeira di matanya sekarang seperti sajian yang menggiurkan. Itu terjadi karena satu rumah. "Teh, kita pikir-pikir dulu saja! Teteh nggak jijik apa digauli oleh tua bangka itu?" Neni masih mencoba menyadarkan Zeira. "Hush, Neni! Kamu tak harus berbicara seperti itu kalau tidak setuju! Kamu 'kan dari dulu memang tak pernah menyukai Tetehmu bahagia!" Adam sedang memojokan Neni. "Jangan bawa-bawa masa lalu, Pak RT. Neni tahu bagaimana perlakuan Neni dulu, tapi tidak dengan sekarang. Neni 'kan sudah bilang ketika memberikan kalung punya ibunya Teh Zeira. Jangan kesalahan masa lalu orang terus saja diungkit!" Neni mencoba mengingatkan kembali. Pada dasarnya menusia memang mengingat kesalahan orang menahun lamanya, kendati kebaikan lebih banyak. Zeira membisu dengan mata mengarah ke kedua mata Adam hingga ada satu menit. Baru saja Zeira hendak berbicara, suara handphone Adam berbunyi. Dia pun langsung melirik ke arah benda
Mendengar suara lembut dari anak kecil yang sudah lama dirindukannya. Gapah sekali dia membalikkan badannya ke belakang. Matanya terbelalak melihat sosok kecil berdiri tegak di belakangnya. Oh, hampir satu tahun mereka terpisah secara terpaksa. Namun, perasaan mereka telah menyatu. "Ibu ...Bu ...." Zidan mendekat ke arah Zeira serta cepat sekali wanita itu mendekat ke arahnya. Namun, begitu mereka saling dekat dan hampir merangkul. Tommy berbicara, "Mbak Zeira ini ternyata masih terbuai dengan kata-kata manis dari pria. Masa setega itukah meninggalkan anak sama orang lain demi sebuah perayaan romantis di Pulau Alor. Seharusnya Zidan itu ada di antara perayaan romantis itu." Teg! Jantung Zeira seketika berhenti berdegup. Dia tersadar oleh perkataan itu. Betul, semestinya Zidan menjadi prioritas. 'Huh! Kenapa baru sekarang aku mengerti ini. Ah, kenapa mereka tidak mementingkan Zidan? Pantas saja Bang Zulkarnain langsung meninggalkanku tanpa pertimbangan. Artinya, dia sama sekali tidak
Senyuman tipis itu sekarang berganti menjadi mendatarkan wajahnya. Kemudian ditariknya napas agak panjang. Lalu berbicara jelas sekali, "Sekarang ada Zidan, aku tak perlu siapa-siapa lagi. Artinya, kita tidak akan menikah, Pak! Maaf....""Neng Zeira plin plan!" sergah kecewa Adam dengan memasang wajah ditekuk. Hmm, ingin mencicipi tubuh Zeira dan sudah menggebu, sekarang hanya sekedar mimpi belaka. "Keputusan yang baik sekali, Neng Zeira. Alhamdulillah Neng sudah tersadar?" Narmi sangat bahagia mendengar itu. Betul, Zeira merasa kalau dirinya sudah tak berharga lagi. Tapi, begitu Zidan ditemukan dan ada di dalam pelukannya sekarang. Dia merasa bahwa dirinya dibutuhkan dan berharga untuk putranya. Ya, Zidan adalah penyemangat hidupnya. "Ada Zidan sudah sangat cukup buat Saya, Pak RT! Setidaknya, ada orang yang ikhlas bersama Saya tanpa embel-embel tuntutan lain!" imbuh Zeira tenang. Dia menyadari kalau Adam menginginkan dirinya karena pasal ranjang belaka. Kalau dia tidak menginginkan
"Kenapa harus pakai SAYANG?" Zeira menyeringai begitu saja tanpa mempedulikan perasaan Zehab. "Ya sudah, kemanapun itu, jika Kamu suka dan Aku bersamamu, Aku pun pasti suka!" Tambah Zeira santai dengan punggungnya disandarkan pada sandaran jok mobil. "I love you, Zeira. Kamu perlu tahu itu!" Ujar Zehab disertai tangan men-starter mobil, dengan kecepatan sedang mobil pun melaju menuju ke tempat Zehab rencanakan untuk memberikan kejutan pada Zeira. Tempat itu adalah sebuah fantasi pikiran Zeira yang sering dikatakan olehnya ketika mereka sedang bersama. Zehab yang sudah jatuh cinta pada Zeira mencari tempat yang sesuai dengan fantasinya itu. Kalau laki-laki telah bertekad membahagiakan wanita yang dicintainya pasti akan berusaha untuk bisa mewujudkan impiannya. Dan, Zehab adalah lelaki selalu bekerja keras untuk itu. Perjalanan yang ditempuh memang lumayan cukup lama, oleh karena itu rengekan manja Zeira yang bertanya lagi dan lagi, "Kapan sampai?" Membuat Zehab gemas dibuatnya. Di
Kendati Rudi telah memahami ada dalang di belakang penembakan beberapa tahun silam. Akhirnya, kasus yang belum terungkap ini pun akan segera diketahui olehnya. "Ini orangnya! Dia dalang semuanya. Dia ingin Zeira meninggalkan dunia selama - lamanya, itu dilakukan demi keponakannya." Penuturan disertai memberikan beberapa bukti yang masih tersimpan rapi di dalam telepon genggamnya. "Munandar sekarang pindah ke Belanda, artinya kalian harus berhubungan dengan kepolisian di sana untuk menangkapnya!" Azyumardi turut berbicara dengan mata melirik ke arah ibunya. Aminah paham dengan lirikan itu, kalau dirinya memang sangat tidak percaya kalau besannya bisa berbuat sejahat itu. Rudi pun langsung memberikan laporan pada atasannya agar kasus penembakan pada Zeira, kendati yang kena adalah Afifah, ibu mertuanya. Suasana seketika menjadi riuh ketika Pemuda yang menjaga gerbang datang dengan tergesa-gesa. "Nyonya, Tuan, di luar ada Tuan besar bersama pengawalnya." Azyumardi langsung mendeka
Pembicaraan pun langsung dihentikan diiringi oleh dimatikan handphone secara spontan.Kemudian, Neni menatap wajah Ujang sangat tajam seakan merasakan bagaimana perasaan Nizam sebagai seorang ayah yang ingin bersama anak-anaknya. 'Masa iya aku harus ke Padang?' ucap Neni dalam hati.Melihat adiknya melamun, Rudi menepuk lembut pipinya. "Kenapa lagi?" tanyanya. Neni menoleh, lalu menarik napasnya sangat panjang kemudian dikeluarkan. "Aa temani Neni ke Padang untuk mengambil Queena besok pagi!" Pintanya tanpa berbasa-basi lagi. "Ayo, kita ajak Zidan sekalian." Lirih Rudi sembari meraih lengan Zidan yang sedang bermain-main di depannya. "Mau ketemu nenek sama kakek, nggak?" tanya Rudi dengan mata menatap wajah polos Zidan."Nggak!" ketus sekali Zidan menjawab, dan langsung disela oleh Neni, "Zidan, sayang...tidak boleh begitu." Zidan menjawab kembali, "Nenek, juga kakek 'kan maunya Zidan berpisah sama mama dulu. Terus hingga Zidan tinggal di hutan...." Rupanya peristiwa dulu masih tersim
Pertanyaan Zehab membuat Zeira mengerlingkan sudut matanya. "Hidup ini tak harus terlalu banyak pertimbangan...." "Lepaskan dan lupakan masa lalu yang menurut kita tidak harus ada!!" "Kita nikmati saat ini?" Tangan Zehab diulurkan tepat di depan Zeira, sesaat setelah dirinya berbicara. Zeira yang sedang menikmati hangatnya kopi jahe pun menatap lekat kedua bola mata indah dan mendamaikan di hadapannya. Cangkir kopi ditaruhnya pelan sedangkan pandangannya tetap terpaut pada wajah Zehab. "Aku ingin mencoba...." Jawaban datar namun penuh kepastian. Perlahan Zeira meraih uluran tangan Zehab dan langsung disambut olehnya mesra. Mereka berhadap-hadapan. "Buatlah dirimu senyaman mungkin, dan biarkan dirimu bebas. Aku milikmu...." Bisikan Zehab di kuping Zeira dengan tangan membuka perlahan hijab yang membalut kepalanya. "Kamu sangat cantik...." ucap Zehab begitu penutup kepala itu terlepas. Zeira tersenyum tipis dan lekat sekali menikmati wajah tampan Zehad. Seiring dengan itu hati kecil
Tiba-tiba saja para awak media mendatangi ke arah mobil dimana mereka bertiga berada. Seketika suasana sangat ramai dan membuat Azyumardi mengisyaratkan Dahlan untuk pergi. Melihat reaksi istrinya seperti itu kemarahan Syahrizal mencuat, dia sakit hati dan merasa kalau dirinya terdzolimi karena perselingkuhan tersebut.Di dalam keriuhan para awak media yang selalu aktif mencari-cari informasi orang-orang ternama dan menurutnya patut diupdate kehidupannya."Aku ceraikan!""Aku ceraikan!!""Aku ceraikan!!!"Suara menggema Syahrizal menghentikan aktivitas para awak media hingga mereka semua bergeming dan cekatan sekali merekamnya.Suara lantang Syahrizal pun kembali terdengar dengan menyebutkan kembali kata-kata yang sama diakhiri menyebutkan nama lengkap istrinya, Azyumardi binti Adityawarman. Sontak saja itu membuat Azyumardi termangu tanpa reaksi. Dia sadar pada tindakannya, dan, baru sekarang. Tubuhnya lemas tak berdaya seolah kekuatannya dicabut seketika karena apa yang ditakutkanny
Melihat reaksi lelaki di atasnya seperti tidak berkutik Azyumardi langsung menjatuhkan tubuhnya ke bawah lantai dengan cepat namun pelan. Sekarang posisinya berganti hingga membuat Dahlan tersadar dari bergemingnya. Matanya berkedip lambat. Kemudian, menatap tegas ke wajah cantik Azyu. Bibirnya hendak berbicara akan tetapi handphone milik Syahrizal yang ditaruh di atas bufet berdering nyaring. Sontak saja membuat kedua manusia tengah melakukan senggama tersebut bergegas berdiri dan membetulkan pakaiannya masing-masing. TREK! Pintu ruangan ada yang membuka. "Ehem!" Deheman kepura-puraan dari Syahrizal sambil langsung masuk dan berbicara, "Sayang, Abang lupa handphone Abang...." Itu langsung dijawab Azyumardi agak salah tingkah, "Oh, ya ...tadi berdering!" Serta dengan gesit berjalan ke arah bufet dan tangan kirinya meraih handphone milik suaminya sementara tangan kanannya membetulkan rambutnya yang acak-acakan. "Terima kasih, Sayang...." ucap Syahrizal dengan lembutnya mengambil hand
"Iya...sudah setahun...." Jawab Nizam.Azyumardi semakin menyudutkan dirinya sebagai wanita yang penuh dosa. Benar adanya setelah menjauhkan dirinya dengan Dahlan, Azyu sangat berbeda dari biasanya. Dia sering marah-marah tak jelas pada Syahrizal dan suka menghindar jika diajak berhubungan intim. Bahkan sering tidur di rumah orang tuanya. Sangat diterima oleh dirinya kalau kehidupannya tidaklah sedang baik-baik saja kendati belum ada yang mengetahui jika dirinya tengah menyembunyikan dosa besar."Teta?" Nizam agak meninggikan suaranya karena dirinya tak mendengar suara Azyumardi. "Iya Nizam, Zeira memang pantas bahagia. Dia wanita baik-baik dan terhormat. Kamu kembalilah padanya, Bundo dan Ayah pun setuju." Penuturan Azyumardi yang sendu juga pelan membuat Nizam berdecih kasar. Lalu dia pun mengakhiri pembicaraannya begitu saja.Nizam bukan hanya ingin membawa Queena ke Belanda, dia pun akan mengajak Zidan. Kendati harus mengambil hati putranya itu terlebih dahulu. *** Dahlan sama se
Rontaan kecil itu tak dihiraukan oleh Dahlan. Dia pun mengerti kalau itu hanya reaksi tak serius, karena diketahui jika benar-benar berontak Azyumardi akan berlari ke arah pintu apartemen atau teriak. "Kita nikmati saja malam ini, Aku yakin Kamu akan ketagihan." Bisikan pelan dari Dahlan itu seolah perwakilan isi hati dan keinginannya Azyumardi. Ya, persetan dengan statusnya sebagai istri orang penting di Indonesia. Jikalah tak terpenuhi hasrat tempat tidurnya. Malam ini, Azyumardi merelakan mahkotanya disentuh oleh Dahlan. Bukan hanya itu, dia pun menikmatinya dan memintanya berkali-kali tanpa ada rontaan ataupun berkeinginan untuk minta tolong apalagi kabur. "Kamu kesepian? Kamu tak mendapatkan ini semua dari suamimu?" Dahlan mempreteli kehidupan ranjang Azyumardi sembari mengelus rambut panjangnya. Azyumardi hanya menggelengkan kepalanya, lalu tertidur di atas dada Dahlan. Malam pun telah berganti pagi. Karenanya, Dahlan pun bergegas bangun dan menyiapkan sarapan yang sebelumnya
Tidak begitu lama suara Azyumardi pun terdengar jelas di ujung sana. "Queena di sini... dan Teta pun sudah melahirkan seorang putra." -Setahun Yang Lalu- Aminah dan Adityawarman langsung datang ke Sukabumi begitu dikabarkan oleh Azyumardi bahwa Queena ada di sana. Juga, bermaksud akan mengajak Zeira juga Zidan untuk tinggal bersama mereka di Padang. Mereka telah membuka diri serta menerima Zeira. Sayangnya, setelah sampai di Sukabumi Zeira sudah tidak ada dan Zidan tidak ingin ikut dengan mereka seolah anak kecil ini telah merekam semua kejadian masa lampau. "Zidan tidak mau bersama Nenek dan Kakek!" Teriakannya itu membuat Adityawarman terdiam sejenak hingga dan mengingat bagaimana dirinya mengorbankan Zidan ccucunya demi harta. Air mata bapak tua ini mengalir tak terbendung lagi karena menyesal kesempatannya dulu sempat bersama Zidan disia-siakan begitu saja. Sementara Azyumardi tengah merangkai sebuah drama agar rahasianya tidak terbongkar. -Flashback on- Malam yang sepi di an