"Dia sedang mencari kucing saya, Mang ronda!" ucap Neni tiba-tiba muncul sembari menghampiri. Sedangkan di dekapannya sudah ada kucing hitam yang entah milik siapa. "Neni?" Mang ronda terkejut sambil mengernyit ketika melihat Neni datang. "Tengah malam sama si Dede mencari kucing? Sejak kapan kamu suka kucing?" sambungnya tak percaya. "Semenjak Dede membawakan ini tadi pagi dari desa sebelah," Neni meyakinkan. "Dede, ayo kita pulang! Aa Arman pasti sedang menunggu kita!" ajaknya dengan cepat dia berjalan duluan. Dua ronda pun langsung menatap satu sama lain, kemudian mereka pun menarik bahunya tanda tak mengerti apa-apa. Kemudian, kembali berkeliling ke seluruh rumah warga hingga kampung sebelah. "Aneh mereka itu?" ucap salah satu Mang ronda sembari terus menyorotkan lampu senter ke tempat-tempat yang menimbulkan suara. "Kalau ada apa-apa 'kan kakaknya Neni polisi, maka dia pun akan terbawa-bawa. Masa iya Neni akan mempermalukan keluarganya? Terlebih lagi bapaknya sudah dianggap ses
Lalu di manakah Nizam? Kehidupan Nizam berubah drastis begitu meninggalkan tanah air terlebih lagi Zeira. Di Belanda pun diperlakukan sangat baik oleh Aldert dan langsung bekerja. Belanda yang telah menjadi incarannya selama bertahun-tahun pun memang sudah menghipnotisnya hingga masih tenang walaupun seluruh ransel miliknya diketahui hilang sehingga tak bisa menghubungi istrinya. -45 hari yang lalu- Di dalam ariport, tepatnya di dalam lounge, Nizam gelisah karena sudah tak tahan ingin buang air kecil pun segera masuk ke dalam kamar mandi karena jaraknya memang tak begitu jauh dari dirinya duduk tanpa menghiraukan ranselnya dan tak berpikiran macam-macam. Ransel pun ditinggalkan di lounge bisnis class. Setelah selesai melakukan kegiatan di dalam kamar mandi pun Nizam langsung ke luar dari kamar mandi dan kembali ke tempat di mana dia duduk tadi. Matanya tertuju pada ransel yang tadi ada di sampingnya, akan tetapi sekarang sudah tidak ada. "Mrs. Angel apakah kamu melihat ransel hitam
"Mrs, jangan...." tolak Nizam sambil berusaha menepis. Angel tertawa terpingkal. "Nizam, aku ini menyuruh kamu tidur di sini bukan untuk meniduriku. Tapi, biar aku tidak ketakutan!" ucap Angel manja sekali dan langsung melepaskan dekapan. Mendengar ucapan dan reaksi manja Angel, Nizam memejamkan matanya tanda tersadar kalau asumsinya salah. Dia memang sudah terangsang dengan dekapan hangat Angel tadi. "Kok, malah terpaku begitu?" Angel mencoba mencairkan suasana dengan membuka sweater agar nampak santai dan tidak membuat Nizam kikuk. Lalu, menaruhnya di atas sofa. "Ayo!" ajakan Angel sembari menatap wajah Nizam tajam. Pelan seraya menyimpulkan senyuman tipis Nizam pun mengikuti Angel. "Ini kamar Angel, Abang tidur di sini! Biar Angel tidur di kamar ibu!" Penuturan Angel yang bersahabat membuat Nizam berseloroh, "Sejak kapan Mrs, adik saya?" Angel tertawa, "Anggap saja Angel adikmu, Bang. 'Kan usia kita itu beda 5 tahun. Abang 29, Adik ini baru 24 tahun!" tuturnya dengan tangan m
Tommy sangat waras dengan perasaannya pada Zeira. Buatnya Zeira tak layak hidup seperti di atas awan yang sengaja atau pun tidak sengaja Nizam membuatnya tak menentu hingga 46 hari. Rumah tradisional yang bergonjong runcing menjulang sudah di depan Tommy. Si penghuni yang berada di atas pun langsung memusatkan perhatian padanya. Dia tiada lain adalah Aminah, cepat sekali beranjak dan langsung menuruni anak tangga. "Mau cari siapa?" tanyanya begitu sampai di bawah. "Selamat siang! Perkenalkan nama saya Tommy, Bu!" jawab Tommy yang sedang mematung dan langsung menghampiri. "Hendak cari siapa?" tanya Aminah kemudian. "Saya mau bertemu Pak Kepala Dusun Adityawarman," ungkap Tommy langsung berterus terang. "Bapak lagi rapat di desa, kembali habis ashar. Ada keperluan apa?" jawab Aminah dengan menatap tajam wajah Tommy. Tommy mendekat ke arah Aminah, kemudian dia pun menunjukan fotokopi KTP milik Munandar, "Ibu kenal dengan lelaki hebat nan sukses ini?" tanyanya. Aminah mengerling mat
Adityawarman dan Aminah memang tak menyangka kalau anaknya bisa sangat gampang tergoda oleh wanita cantik apalagi hingga menodainya dalam satu kali kesempatan. Dalam kebisuan mereka Azyu terkejut tiba-tiba. Pasalnya dia membaca pesan dari handphone-nya. "Nizam! Kamu kurang ajar sekali!" gerutunya dan memberikan secara kasar handphone pada ayahnya. Adityawarman terperanjat, "Apa Nizam tahu kalau Munandar itu mertuamu? Apa dia sedang bermain-main dengan kita?"ucapnya tak percaya pada kenyataan kalau anaknya sangat kurang ajar sekali. Terlebih lagi Munandar memberitahukan kalau perlakuan Nizam pada Angel sangat tidak manusiawi. "Tidak, Yah. Nizam belum pernah bertemu dengan mertuaku. Dia kan semenjak SMA sudah di Jakarta. Waktu pernikahanku pun dia tak datang!" Azyu meyakinkan. "Tapi kenapa dia sangat kurang ajar?" Aminah gemas mendengar kabar kalau anaknya mencampakan wanita yang sudah dirancang menjadi jodohnya itu. "Kamu suruh Angel untuk mengirimkan foto-fotonya pada Zeira. Aku ya
"Abang yakin hubungan kita ini akan berhasil?" Zeira menyangsikan. Dia sudah merasakan dengan nyata bagaimana keluarga Nizam memperlakukannya. Nizam menjawab santai, "Mereka akan menyetujui setelah melihat kita bahagia dan memiliki anak." Zeira tidak menjawab apa-apa selain berharap apa yang diucapkan Nizam akan menjadi kenyataan. Hari kedua Zeira di Bukittinggi. Dia tidak merasakan sakit hati atau pun tertekan akan perlakuan kedua orang tua Nizam. Bahkan Nizam menghiburnya dengan membawanya berkeliling kota kelahirannya serta mengajak teman masa kuliah Zeira dan teman masa kecilnya. Jiwa muda mereka sama sekali tidak memikirkan ambisi orang tua maupun kemarahannya. Setelah cape bersenang-senang liburan secara berkelompok, Nizam kembali membawa Zeira ke rumah keluarganya. Begitu sampai teras dia sudah menampaki ibu serta ayah menyambutnya dengan wajah tak bersahabat. "Kalian tidak boleh bersatu! Kalau memaksa kalian tidak bertahan lama!" ucap kasar Aminah. "Ah, ibu ini pasti tela
"Allah itu tidak ada, Mbak! Dia bisanya hanya memberi kutukan dan hukuman!" ucapan mengumpat Zeira menandakan dirinya sedang tidak stabil. "Istighfar, Mbak!" "Istighfar!" Yulita berbisik pelan pada Zeira yang masih meracau memaki diri dan penciptanya. Kini, badan wanita bertubuh molek ini terkulai lemas dan tak sadarkan diri. Yulita dibantu oleh temannya mencoba menidurkan Zeira di atas tempat tidur. Tak lama kemudian telepon genggam Zeira kembali berdering. Yulita segera mengangkatnya dan yang menelpon adalah Tommy. "Mbak Zeira?" Sahutan dari ujung sana terdengar jelas di kuping Yulita. "Saya resepsionis di tempat Mbak Zeira menginap. Mbak Zeira sedang tidak baik-baik saja!" beritahunya tanpa basa basi. "Zeira kenapa?" sahutan khawatir Tommy terdengar oleh Yulita. "Mas ke penginapan syariah saja! Saya share alamatnya!" jawab Yulita yang sudah diduga kalau Tommy adalah kawan Zeira. Tommy yang sudah khawatir pun akhirnya memutar haluan dari terminal bus ke bandara. 'Semoga ada tike
Imelda berbicara sangat menetramkan. Dia memahami apa yang sedang Zeira alami sekarang. Memahami standard kehidupan Zeira tidak sama pada umumnya. Jauh dari orang-orang yang mendukungnya, terbiasa mengatasi permasalahan sendiri kendati itu tidaklah tepat untuknya akan tetapi selama meringankan masalah maka dilakukannya. Pertemuan dengan sosok Nizam yang telah membuat Zeira nyaman dan merasa ada sandaran hingga terjadi pernikahan, itu membuat dirinya menaruh harapan sepenuhnya padanya. Alhasil Zeira rapuh berkeping-keping setelah tahu lelaki yang ditaruh harapannya menyelingkuhinya. Imelda menarik napas sangat panjang. Kemudian dia beranjak berdiri dan berjalan ke arah Zeira. Tangannya yang sudah terlihat otot-ototnya pada punggungnya meraih jemari Zeira. Dielusnya penuh kasih sayang. Tak ada ucapan yang terlontar dari mulutnya. Imelda memang bukan seorang advicer melainkan listener dan memberikan resep tertentu jika dibutuhkan. Tiba-tiba saja Zeira menjatuhkan pelan kepalanya pada p