"Ceritaknlah ayah," rayu Mia menatap tajam ke arah Dave. Dave langsung menelan salivanya dengan susah payah. Ia merasakan ada sesuatu di dalam diri Mia. Sekujur tubuhnya mulai merasakan keringat bercucuran. Dave seakan-akan mendapatkan hukuman. "Apa benar pihak keuangan telah mengirimkan uang sebesar lima puluh juta rupiah ke rekening Sani?" Mia tersenyum konyol namun memiliki maksud tersembunyi. "Waduh," celetuk Dave. "Uang lima puluh juta rupiah itu enggak sedikit ayah. Uang itu adalah uang jajan kami selama lima bulan. Lima bulan saja belum tentu habis." Dave menggerutu dan memanyunkan mulutnya. Dave sudah tidak bisa menutupi masalah ini lagi. Ia menganggukkan kepalanya dan pasrah. Mereka akhirnya saling memandang satu sama lain. Hingga mereka tersenyum smirk. "Mia, kamu tahukan apa maksudku?" Luna memberikan sebuah kode. Dave tahu kalau pertanyaan Luna itu adalah sebuah kode. Yang dimana kode itu seakan membuat orang sekitarnya bergidik ngeri. Mia langsung menghilang dari r
"5G baru keluar, kok kalian sudah memakai 10G?" tanya Dave. Rio dan Darius bingung dengan teknologi yang dipakai sama kedua gadis itu. Padahal jaringan sekarang baru memakai 5G. Mereka bingung apa yang ada di dalam otak kedua gadis itu."Apa yang kamu temukan?" tanya Davey. "Bukan mereka berdua yang memberikan uang itu." Mia menunjuk kedua pria itu. "Lalu siapa?" tanya Dave. "Nominalnya tidak lima puluh juta. Melainkan lima ratus juta." Mia menjawab sambil melihat Rio dan Darius. Kedua pria itu menelan salivanya susah payah. Mereka tidak merasa kalau kehilangan uang sebanyak lima ratus juta. Mereka bilang ke Dave kalau sudah kehilangan lima puluh juta. "Sebentar... sebentar... aku bilang ke ayah kalau perusahaan kita kehilangan uang lima puluh juta rupiah. Tapi kenapa kamu bilang lima ratus juta?" tanya Rio penasaran. Mia membalikkan layar laptop itu ke arah mereka. Mereka melihat data uang yang sudah dicuri. Mata mereka membola sempurna. Bagaimana bisa mereka kehilangan uang s
"Maksud kamu apa?" Dave mengambil kertas dan merobeknya sedikit demi sedikit."Apakah Ayah masih ingat tentang kasus cabang Tokyo sedang ada masalah?" tanya Luna balik.Beberapa bulan yang lalu cabang Tokyo mengalami kendala keuangan. Luna dan Mia segera memeriksa cabang Tokyo melalui online. Namun Dave melarangnya. Karena Dave sudah mengirim orang pergi kesana. Kedua gadis itu memilih mengalah. Mereka tidak ingin mempermasalahkan cabang Tokyo. Mereka memutuskan fokus merawat Davey. "Sepertinya yang kita alami di Tokyo itu adalah kasus biasa," ucap Dave. "Ayah bilang itu hanya kasus biasa ya? Sesungguhnya kami berdua ingin menyelidikinya satu. Saat orang itu datang masalah selesai dalam waktu sejam. Apakah ayah merasakan ada sesuatu yang ganjil dalam masalah itu?" Mia mengutarakan isi hatinya. "Ayah bilang hanya kasus biasa. Ayah tidak ingin melanjutkan kasus itu. Hanya sebuah masalah kecil saja," jawab Dave. "Tidak ayah. Ayah nggak tahu apa yang terjadi. Kalau firasatku sih ada
"Aku sudah mempersiapkan semuanya." Mia melemparkan jaketnya ke arah Luna. "Kalian mau kemana?" tanya Panos. "Kita akan berkeliling Jakarta hingga pagi. Kamu tahu kan kalau Sani menambah anak buahnya dan mempersempit pergerakan kita. Kita di sini memiliki hak hidup dengan nyaman tanpa harus tersakiti seperti ini. Apapun yang kita lakukan saat ini mesti tahu." Luna menceritakan setengah idenya. Panos terkejut dengan cerita Luna. Ia sering merasakan hal yang sama. Saat kencan atau pergi kemanapun rasanya tidak nyaman. Rasanya ingin menangis. "Ya aku merasakannya. Lama-lama seluruh kota di dunia ini akan dipenuhi oleh anak buahnya Sani," keluh Panos. "Dari mana nenek tua itu bisa membayar orang sebanyak itu? Nggak mungkin seluruh dunia dipenuhi anak buahnya Sani. Sani itu licik tapi bodoh." Luna memperhitungkan Sani. "Kalau kita ingat-ingat." Davey sengaja menggantungkan omongannya lalu teringat akan uang setengah miliar yang hilang dari perusahaan. "Kenapa kamu menggantungkan omo
"Yakinlah. Ibu juga ikut dengan kalian. Ibu ingin tahu alasan mereka ingin menjadi pengikut Sani," jawab Alina. Mereka memandang satu sama lain. Davey memutuskan menyudahi olahraga pagi ini dan kembali ke kamar. Luna dan Mia sengaja mengajak Alina duduk bersama. "Lebih baik kita rekrut saja menjadi karyawan di pabrik. Rencana Ayah ingin membuka pabrik baru di daerah Kalimantan dan Sulawesi. Kita membutuhkan banyak orang. Kasihan mereka yang tidak memiliki pekerjaan tetap." Luna memberikan sebuah opsi. "Itu ide bagus. Hampir setiap hari pabrik pesawat jet meminta komponen. Ayahmu sengaja membukanya demi mengurangi ketelatan barang. Setiap hari aku selalu mengejar mereka agar menyediakan barang banyak. Aku sudah menyuruh mereka lembur. Tapi ya kasihan juga kalau mereka disuruh lembur terus-terusan. Tidak ada istirahatnya sama sekali," jelas Alina. "Atau enggak gini aja, sebagian dari mereka bekerja di malam hari. Karyawan tetap masuk seperti biasanya. Atau kita mengangkat mereka seb
"Kita bisa memfasilitasi keluarga mereka datang. Aku yakin semuanya bukan karena keinginan mereka. Mereka dipaksa demi memuaskan ambisi Sani," jawab Davey. Mereka setuju dan membiarkan Davey melakukannya. Terbersit dalam hati, para tahanan itu sangat kasihan. Mereka rindu rumah dan keluarganya. Menurut cerita mereka, mereka dipaksa Sani melakukan hal-hal kejahatan. Alina bersama Dave berkoordinasi dengan pihak aparat agar mereka bisa bertemu dengan keluarganya. Luna bersama Mia memutuskan pulang terlebih dahulu. Sedangkan Davey masih ikut dengan kedua orang tuanya. "Bagaimana menurut kakak hari ini?" Mia memainkan ponselnya."Ternyata mereka tidak jahat. Tapi mereka sengaja dijadikan boneka untuk menjebak kita. Nggak habis pikir dengan pola pikir Sani. Bisa-bisanya Sani mengambil mereka dan memisahkannya dari keluarga." Luna menarik nafasnya dan membuangnya dengan pelan. "Apakah uang itu akan masuk ke dalam kantong para anak buah Sani?" tanya Mia yang menghempaskan tubuhnya di ran
Pria itu menoleh ke belakang. Ia menatap Sani dan berkata, "Maaf nyonya, saya mengundurkan diri dari pekerjaan ini."Emosi seni mulai mendidih. Ia tidak terima kalau pria itu mengundurkan diri. Sani mendekatinya dan membentak, "Enak saja kamu mengundurkan diri! Kamu akan meraskan akibatnya!" Pria itu tersenyum sinis. Ia tidak gentar mendapat ancaman Sani. Saat bertemu dengan Luna dan Mia, pria itu sadar. Pria itu menangis sesenggukan mengingat keluarganya. "Maaf nyonya! Kamu bukan Tuhan yang seenaknya membuat orang tunduk kepadamu! Aku pastikan nyonya akan sadar dari ambisi yang membelenggu! Gara-gara nyonya aku telah kehilangan anak perempuan!" Pria berteriak dengan suara meninggi. Sani hanya tertawa mengejek. Ia tidak peduli dengan ucapan pria itu. Kehilangan seseorang buat dirinya sudah biasa. Sani malah tidak memperdulikannya. Pria itu memilih pergi. Ia tidak perduli lagi dengan Sani. Yang ada dalam pikirannya adalah bagaimana bisa lepas dari belenggu Sani. Sani sangat marah.
Pukulan bertubi-tubi mendarat langsung ke tubuh Davey. Ia langsung memilih kabur dengan wajah berantakan. Ia kembali lagi ke kamar dengan berlari. Namun ia malah jatuh terjungkal karena kaki Bao. "Argh!" Terdengar jelas teriakan Davey hingga ke kamar Luna. Kedua gadis itu terkejut dan segera berlari keluar. Ia melihat jelas kalau Davey sedang memegang tangannya. Lalu Mia melihat Bao sedang tersenyum konyol. "Maaf," ucap Bao. "Kamu apakan dia?" tanya Mia. "Aku tadi bermain mobil-mobilan. Lalu dia tidak sengaja menabrakku. Kata ayah kaau ada yang menabrakku tanpa permisi. aku harus menjadi sebuah batu," jawab Bao. Luna menatap Bao dengan tatapan sulit diartikan. Namun ia tidak dapat marah karena Bao mulai memasang wajah polosnya. Luna langsung jatuh cinta dan mengajak Bao masuk ke dalam kamar. Sedangkan Mia menyusul Luna. Ia juga ingin bermain dengan Bao. Jujur meski anak naga, Bao memang sangat menggemaskan. Bagaimana Davey? Davey memilih bangun dan meninggalkan area itu. Untung