Share

RENCANA LUNA.

“Anda masih berada di mansion Nyonya,” jawab Dimas.

“Berarti aku masih hidup?” tanya Sani.

“Ya... masih.” Dimas bingung dengan pertanyaan Sani. Bisa-bisanya Sani bertanya seperti itu. Apakah Sani tidak sadar kalau dirinya masih sadar.

Tiba-tiba saja Sani menangis. Ia melihat serpihan demi serpihan guci itu. Ia seakan tidak rela kehilangan guci indahnya itu. Dimas hanya menghela nafasnya dengan kasar. Hanya guci saja Sani menangisinya.

“Nyonya diamlah. Ini hanya guci nyonya malah menangis,” celetuk Dimas.

Sani marah dengan ucapan Dimas. Sani sangat tersinggung sekali. Ia mulai membentak Dimas karena tidak tahu apa-apa.

“Kamu diamlah! Kamu itu bukan pecinta barang-barang kuno! Kalau aku melelangnya harganya sangat tinggi!” Sani bersungut karena Dimas.

“Maaf nyonya, saya memang tidak pandai menilai barang kuno. Karena saya bukan kolektor barang kuno.” Dimas mencoba menetralisir keadaan.

“Makanya kalau ngomong jangan macam-macam. Guci yang aku peroleh bukanlah guci sembarangan. A
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status