“Siapa wanita tadi itu?” tanya Adam dengan wajah penasaran. “Dia bekas pembantuku dulu ketika ayah dan ibuku masih hidup, namanya Sunja.” terang Shino. “Dia sepertinya banyak bercerita hal serius tadi,” celetuk Adam. “Ya, dia bercerita kejadian dulu sebelum ayahku mengalami kecelakaan.” Shino menghela napas pelan. Dari sorot matanya, ia tampak gelisah dan bingung. “Apa yang dia ceritakan tadi?” tanya Adam dengan ragu. Ia takut wanita itu marah jika ia terlalu penasaran dan bertanya banyak hal padanya. “Sebelum ayahku kecelakaan, ia sempat bertengkar dengan Pak Kim dan Pak Jung,” Adam mengerutkan dahinya, “Pak Kim? Siapa dia?” Shino menarik napas dalam-dalam, ia melirik sekitarnya. “Ayo kita bicarakan dalam mobil saja, sekalian pulang.” Adam mengangguk lalu memasuki mobil bersama. Ia mulai menghidupkan mobilnya dan menjalankannya. Setelah mulai jauh, Shino mulai membuka mulutnya. “Dengar, jangan sampai cerita ini terdengar pada siapapun. Ini bersifat rahasia, jadi jagalah den
“Coba kau jelaskan dulu apa maksud sasaeng-sasaeng itu? Aku tidak paham sama sekali istilah jaman sekarang,” ucap bu dina dengan tegas.“Sasaeng itu merupakan penggemar obsesif yang akan melakukan hal ekstrem apa pun untuk lebih dekat dengan artis favorit mereka. Mereka bahkan tahu jadwal penerbangan, siapa orang tuanya, dan bahkan rahasia mereka.” ungkap Berry dengan jelas.“Menakutkan sekali punya penggemar seperti mereka,” Pak Imura merasa merinding.“Mereka bahkan bisa menguntit idola mereka hingga ke rumahnya, semalaman mereka berada disana mengawasi aktivitas yang dilakukan idolnya tersebut.”“Kau jangan seperti itu, tetap ada batasan dalam menyukai seseorang. Jika aku menjadi ibu anak itu, aku bakar semua benda-benda idola miliknya,” ucap Bu Dinan dengan wajah heran.“Ah, kalau begitu. Saya tidak akan mau punya ibu seperti Bu Dinan. Sangat protektif, tidak mendukung hobi sang anak.” Berry kemudian meminum jusnya sampai habis.Segar sekali, ia merasa tubuhnya kembali bersemangat
Hari Selasa…“Adam ikut aku hari ini. Aku ingin pergi membeli bunga dan buah tangan untuk keluarga Kim Seok Hoon.” ucap Shino sambil mengolesi tangannya dengan losion tubuh.Ia juga meminum vitaminnya dan meneteskan matanya dengan obat tetes, kini ia tidak meminta bantuan Adam. Karena ia bisa meneteskannya dengan baik.Adam menghembuskan napas kasar lalu pergi ke kamarnya untuk mengganti baju. Ia memakai celana bahan dan hoodie berwarna abu-abu, rambutnya tidak ia tata rapi lagi.“Sudah siap?” tanya Adam sambil sesekali mengintip Shino yang sedang memakai syal putihnya.Adam tidak pernah melihat Shino memakai syal, tumben sekali Shino memakai benda itu.“Baru?” tanya Adam.Shino menunduk melihat syal itu, “Ini maksudmu? Benda ini sudah lama tersimpan di lemariku, ini ibuku yang membuatnya langsung untukku.”Adam ber-oh ria, ia kemudian mulai menghidupkan mobilnya.“Shino memperbaiki posisi duduknya agar nyaman, “Antar aku ke toko bunga di daerah Shibuya. Disana adalah toko langgananku
Shino mengunyah dengan lahap makanan di depannya ini, mulutnya tampak penuh. Dari wajahnya, terlihat bahwa ia sangat menikmati makanan lezat itu.Adam duduk diam sambil menatap wanita di depannya ini, “Apa seenak itu tonkatsu di matamu?”Shino mengangguk dengan cepat sambil terus mengunyah, “Aku sangat menyukai makanan ini sejak kecil.”“Telan dulu, baru bicara.” Adam menyodorkan segelas air minum kepada Shino.Shino meminum air itu dan menghembuskan napas, “Kau tidak makan? Ini enak sekali, kau tidak mau?”“Aku hanya dengan melihatmu, makan sudah membuatku Kenyang,” jawab Adam dengan tersenyum.Shino mengusap bibirnya yang belepotan dengan tisu, ia merasa malu dengan cara dia makan yang tidak seperti wanita elegan lainnya.“Apa aku terlihat sangat jorok saat makan?” tanya Shino dengan setengah berbisik. Matanya melihat sekitarnya.“Tidak, kau hanya terlihat seperti orang tak makan berhari-hari.” Adam tertawa renyah melihat perubahan ekspresi Shino yang menurutnya lucu.“Dulu ayahku
Vivi menarik napas dalam-dalam lalu menghembuskannya dengan pelan, matanya menatap tajam pada kakaknya itu.Keputusan ini mungkin akan sangat memengaruhi kehidupannya di masa depan, tetapi tidak ada yang tahu bagaimana rencana Tuhan yang sebenarnya. Bisa jadi, ini adalah cara Tuhan untuk kembali menyatukan Vivi dengan Seok Hoon.Impian Vivi yang dulu hancur kini bisa terwujudkan dengan melalui berbagai tragedi menyedihkan yang terjadi dalam sepanjang hidupnya."Aku mau menikahi Kim Seok Hoon," ujar Vivi dengan suara tegas, ia sudah mantap dengan pilihannya kali ini.Mata Riko membelalak terkejut mendengar hal itu, begitu pula dengan Pak Jung. Pria itu nampak senang sambil menatap Vivi dengan hangat.Riko memeluk cucunya itu dengan erat, lalu mengusap punggungnya dengan pelan."Jika kau tidak mencintainya, jangan Paksakan hatimu sayang. Nenek akan mencoba berbicara dengan kakekmu," bisik Riko dengan lembut di telinga wanita itu.Vivi melepaskan pelukan neneknya dan memegang erat kedua
Semua orang menoleh ke arah seruan Kim Seok Hoon, termasuk Pak Kim yang duduk di posisi tengah meja makan berukuran panjang itu.Shino menarik napasnya dalam-dalam lalu membungkukkan badannya dengan sopan.“Selamat malam semua,” ujar Shino dengan senyumnya yang manis.Ruka, ibu Seok Hoon berdiri dari kursi duduknya. Ia langsung menghampiri Shino dan memeluknya dengan erat. Wanita itu melepaskan pelukannya dan tersenyum sendu menatap Shino, ia menyentuh bahu Shino.“Bagaimana kabarmu? Kau baik-baik saja?” tanya Ruka dengan lembut.Shino menganggukkan kepalanya dengan cepat lalu ditariknya tangannya ke hadapan keluarga Seok Hoon. Pria itu berdiri di belakang Shino dan ibunya,ia tersenyum senang sejak Shino datang tadi.Seok Hoon tak pernah menyangka bahwa wanita dingin itu akan menuruti permintaannya, sejak sekolah Shino sangat susah diajak bermain ke rumah Seok Hoon. Walaupun hanya sekadar minum teh disana.Ini adalah kejadian langka dalam hidup Seok Hoon, bujukannya ternyata berhasil.
Shino menatap wajah pria yang sudah menjadi temannya bertahun-tahun itu, ia kemudian tersenyum miring. "Jangan harap kau bisa jadi kekasihku," Shino lalu melihat jam tangannya, waktu sudah menunjukkan pukul 7 malam. Seok Hoon tertawa pelan, seperti biasa gombalan receh ini tidak akan bisa menembus hati wanita arogan itu. Dia dari dulu susah sekali untuk didekati, bahkan saat masa sekolah Shino dikenal sebagai malaikat maut. Karena wajahnya yang cantik seperti malaikat, tapi tidak dengan hatinya yang kejam tak dapat dilawan bak maut yang menjemput. "Yaah aku tahu, kau tidak akan semudah itu untuk menjawab iya padaku." tukas Seok Hoon sambil melipat tangan di dada. "Sesulit apapun kau mencoba kau tidak akan mampu meluluhkanku. Jadi, jangan bersusah payah mengejarku. Coba liriklah Vivi, dia sangat mencintaimu dulu." ujar Shino. "Aku menganggapnya seperti adikku sendiri, aku tidak bisa mencintainya. Entahlah, aku tidak bisa memandangnya sebagai seorang wanita." jelas Seok Hoon. Seok
"Seok Hoon, aku mau pulang. Ini sudah malam, besok aku harus bekerja." ujar Shino, ia lalu berdiri dari kursi duduknya. "Kenapa kau sangat terburu-buru? Aku masih ingin cerita banyak hal denganmu," suara Seok Hoon terdengar parau. "Besok-besok saja, kau boleh menemuiku di kantor. Jangan ke rumah, ingat itu! Aku tidak suka jika ada pria dengan sifat playboy seperti main ke rumahku." ujar Shino sambil menunjuk Seok Hoon dengan tegas. Seok Hoon mendengus kesal, ia pasrah kali ini. Tidak mungkin wanita itu mau menurutinya walaupun ia mencoba apapun untuk menghentikannya agar tidak pulang. "Baiklah, pulanglah. Kau mau berpamitan dengan orang tuaku?" tanya Seok Hoon. Shino mengangguk dengan cepat, "Sekaligus ingin mengambil tasku yang tertinggal di sofa ruang tamu." "Okee, ayo kuantar" ajak Seok Hoon. Di teras, tampak Ruka dengan Jaekyung dan Sihoon sedang berbincang-bincang. Mereka sesekali tertawa riang, entah membicarakan hal apa. Ruka melihat kedatangan Shino dan Seok Hoon dari l
Berry tercengang ketika mendengar kalimat yang keluar dari mulut adiknya sendiri. Apa dia tidak salah dengar? Bocah SMA yang selama ini hanya menumpang tidur dan bermain game di rumahnya ternyata seorang pecandu?“Kau jangan asal bicara Jay, kau tahu dia seorang konglomerat. Jaga mulutmu jika kau ttak mau dipenjara mereka nanti.” sahur Berry berusaha tak percaya. Ia tidak mau asal memfitnah orang apalagi keluarga Jaekyung punya kuasa di negara ini.“Kau kira aku bicara tanpa bukti?!” sentak Jay sambil melotot pada kakaknya itu yang seolah-olah memandang dirinya penipu. Berry menoleh ke arah adiknya dan menatapnya tajam, “Jadi, apa kau punya buktinya? Tunjukkan padaku kalau begitu!” jawab Berry dengan nada menantang. Saat ini mereka diam di samping jalan, Berry menunggu jawaban Jay.Jay berpikir sejenak, selama ini ia tak mengambil bukti apapun dari Jaekyung. Dia hanya menebaknya saja.“Untuk buktinya ….” Jay menggigit jarinya bingung. Berry tak tahan dengan hal itu, ia hanya tertawa
"Hah?" Pak Imura tercengang ketika mendengar kalimat yang keluar dari mulut bosnya barusan. Apa dia tidak salah dengar tadi? Tidak mungkin, dia selama ini selalu menjadi manajer departemen ini untuk waktu yang lama. Dan dia tak pernah menduga bahwa dia akan dipromosikan langsung oleh CEO perusahaan ini.Shino tersenyum miring, "Jika kau mau, kau harus menunjukkan bahwa dirimu lah yang mampu mengemban tugas ini. Jangan merendah, aku ingin melihatmu melawan mereka. Hubungi aku untuk berdiskusi soal ini."Shino keluar dengan diikuti Adam yang menahan senyumnya ketika melihat wajah Pak Imura yang kebingungan. Bu Dinan pun tak sadar jika ia telah menganga selama lebih dari 5 menit. Tidak ada hujan tiba-tiba ada berita seperti ini.Pak Imura terduduk lemas di kursi sofa, rasanya seperti sedang memenangkan sebuah lotre yang sudah diinginkannya sejak lama. Tangannya gemetar dan berkeringat, lidahnya terasa kelu, pikirannya kosong.Bagaimana jika keluarganya mendengar hal ini, mereka pasti aka
Berry membuka aplikasi perekam dalam ponselnya, segera ia mendekatkan benda itu di balik lemari. Pak Kim dan Pak Jung duduk di sofa sambil berbincang mengenai pernikahan cucu mereka yang semakin dekat.“Tak lama lagi kita akan jadi besan pak,” ujar Pak Jung sambil tertawa pelan."Bagaimana? Apa kau sudah mengurus hal itu? Dia sebentar lagi akan keluar." tanya Pak Kim membuat Berry semakin penasaran dengan orang yang dimaksud Pak Kim."Kento sudah mengurusnya dengan baik, sebentar lagi Anda hanya duduk tenang menunggu cucu anda menggantikan." Pak Jung tersenyum miring, mereka berdua lalu keluar dari ruangan itu. Berry mengernyit lalu keluar dengan diam-diam.Dia kembali mendengarkan suara rekaman tadi dengan earphone, mengamati suara mereka berdua. Apa yang dimaksudnya? Siapa yang akan menggantikan Pak Kim? Seok Hoon?Apa dia akan dicalonkan untuk penggantian direktur nanti? Apa mereka sudah merencanakan ini sebelumnya?Berry kemudian mengirim file rekaman itu kepada Shino agar dia tah
Berry menggigit jarinya untuk menenangkan dirinya dari rasa berdebar yang sangat hebat. Saat ini, ia sedang menunggu pintu dibuka oleh Shino. Akar dari masalah ini mulai terlihat setelah ia nekat mengutak-atik laptop milik pacarnya, Jiho.Tak lama kemudian, pintu terbuka dan terlihat Adam dengan wajah dinginnya menyuruh Berry masuk ke dalam. Setelah Berry masuk, diliriknya keadaan luar memastikan tidak ada seorangpun yang melihat mereka."Berry, apa Jiho tahu hal ini?" tanya Shino memastikan."Sepertinya dia memang sedang memantau Jaekyung setiap harinya. Walaupun dia terlihat dingin dan tak peduli sekalipun, tetapi di laptopnya banyak video rekaman cctv aktivitas yang dilakukan Jaekyung." jelas Berry.Shino dan mengangguk bebarengan lalu mereka saling melirik satu sama lain. Sepertinya Berry akan dapat misi baru setelah ini. Mereka sudah tahu kinerja Berry yang cepat tanggap menangani masalah ini."Oke, sekarang aku memiliki misi baru untukmu. Singkirkan Jiho dan Jaekyung dari pikira
"Nanti siang aku akan menjemputmu, kita harus fitting pakaian pengantin kita. Aku mau semunu harus selesai dalam dua hari ini." ucap Seok Hoon dengan tegas. Terlihat dari ekspresinya, ia tampak datar. Setelah kejadian itu, membuatnya menjadi lebih dingin dari biasanya. Dia menjadi lebih serius ketika bersama Vivi. "Baiklah," balas Vivi, ia menahan senyumnya agar tidak muncul di hadapan Seok Hoon. Walaupun Seok Hoon berubah, ia tetap senang karena Seok Hoon berhasil melupakan wanita itu. Mulai dari sekarang, ia akan berusaha membuat Seok Hoon yang dingin ini menjadi tergila-gila padanya. Sesampainya di depan rumah Seok Hoon, pria itu meminta Vivi memberhentikan mobilnya disana. "Pulanglah. Terima kasih sudah mengantarku." Seok Hoon keluar dari mobil meninggalkan Vivi. Di dalam mobil, Vivi berteriak kegirangan. Ia tak dapat mendeskripsikan perasaan senangnya kini. Di rumah Vivi, tampak Pak Jung duduk di ruang tamu. Pria tua itu tersentak ketika melihat Vivi datang secara terburu-bur
Shino telah selesai mengobati luka Adam, ia menutup kotak obat tersebut dan meletakkannya di meja. Shino menghela napas menatap pria itu dengan tajam, ia menunggu Adam mulai berbicara. Pria itu tertunduk berusaha menghindari kontak mata dengan Shino."Jelaskan, bagaimana ini bisa terjadi! Apa kalian berantem satu sama lain?" tanya Shino dengan cepat.Adam diam seribu bahasa dan tidak mau menatap Shino sama sekali. Ia tetap masih menundukkan kepalanya."Angkat kepalamu dan jawab pertanyaanku! Apa kau bisu?!" Shino mulai menaikkan suaranya.Pria itu kemudian menghela napas pelan lalu menatap Shino dengan tenang. Ia melihat sebuah guratan jelas di leher Shino, sepertinya wanita itu sangat marah kali ini."Maafkan aku, soal tadi mal—""Aku tidak sedang membicarakan hal itu!" bentak Shino sambil berusaha mengontrol wajahnya agar tidak goyah dan salting mengingat tadi malam."Benar, aku adu jotos dengan Seok Hoon. Dia yang lebih dulu memukulku dan memnacingku dengan kata-katanya yang menusu
Saat ini, Adam dan Seok Hoon sedang berada di sebuah lapangan tembak. Seok Hoon mengajak Adam untuk adu keterampilan. Adam tampak malas mengikuti pria cerewet di depannya kini. Sesekali Adam menghela napas melihat tempat yang tak asing baginya.Sebuah tempat dimana ia pernah belajar untuk meraih cita-citanya dulu dengan menjadi seorang tentara."Mau apa kita kesini?" tanya Adam dengan lirih. Ia memicingkan matanya menatap Seok Hoon yang mulai memilih senapan yang digunakannya sebentar lagi.Seok Hoon tersenyum miring lalu melihat pria itu dengan wajah menantang, dia telah selesai memilih senapan. Dari wajahnya terlihat bahwa ia sangat percaya diri sekarang, ia tak tahu jika Adam ahli dalam pekerjaan ini."Kau tidak pernah kesini ya? Cobalah memilih senapan yang diletakkan di meja itu." titah Seok Hoon."Aku pulang saja. Malas sekali meladeni pria sepertimu." ujar Adam berniat kembali ke villa."Aku ingin pertandingan yang adil. Ini menyangkut diriku, kau, dan Shino. Jika pertandingan
"Kyung, sebentar lagi kau mau kuliah dimana? Apa kau akan mengejar Ivy League seperti Haru?" tanya Jay sambil menulis tugasnya yang belum terselesaikan di rumah kemarin.Jaekyung yang fokus bermain game di ponselnya, mengalihkan pandangannya ke arah Jay sekilas. Ia kemudian lanjut bermain game itu lagi."Entahlah, aku sendiri tidak tahu harus kemana. Aku hidup di dunia ini ditentukan oleh ayah dan kakekku. Takdirku pun mereka yang menentukan." jawab Jaekyung dengan nada bicara sendu.Jay terkekeh mendengar ucapan sahabatnya itu, "Takdirmu ditentukan oleh orang tuamu? Lucu sekali, memang kakekmu itu Tuhan?""Bukan begitu. Maksudku, semua urusanku sudah diatur oleh kakekku. Aku tinggal menurut saja dan melakukan apa yang diperintahkan dia." ujar Jaekyung, ibu jarinya terus menekan layar ponselnya dengan cepat."Lalu kau tidak akan kuliah nanti?""Aku kuliah, tetapi tidak tahu dimana. Mungkin, setelah ini aku akan bekerja di kantor kakekku." Jaekyung menghela napas kasar setelah melihat
Esok harinya...Matahari sudah menampakkan dirinya di langit yang luas ini, suara kicauan burung yang sangat merdu membangunkan wanita itu. Shino merasakan tubuhnya sangat lelah dan sakit semua. Kepalanya sangat pusing dan ia berusaha membuka matanya perlahan.Shino berkedip menatap langit-langit kamarnya, ia berusaha mengumpulkan kesadarannya lagi. Tatapannya tampak kosong, dia melamun sejenak. Rambutnya seperti singa dan kantung matanya terlihat tebal."Ah, aku ada di kamarku sendiri ternyata. Jam berapa aku sampai sini ya? Bagaimana si Seok Hoon itu kabarnya. Aku harus mengecek keadaannya." Shino berusaha bangun namun ia merasa kedinginan. Seperti tidak memakai pakaian."Mengapa dingin sekali." Ia melihat tubuhnya tak memakai sehelai benang apapun. Shino terkejut, matanya melotot berusaha bersikap tenang.Matan tertuju ke benda yang tampak melembung di dalam selimut, terlihat besar dan bergerak naik turun.Shino mengenyitkan kedua alisnya berusaha membuka selimut itu, perlahan ia m