"Aku jadi tidak menyesal karena telah menikahkanmu dengan Aksa, Shikha."Suara berat itu berhasil membuat Shikha tertegun dengan bibir bergetar ia perlahan membalik tubuhnya untuk melihat siapa yang baru saja mendengar keluh kesahnya.
Tiba-tiba sosok pria itu memeluknya begitu erat, seakan tak mengizinkan siapapun melukai tubuh mungil wanita itu. Padahal, jika di visum terlihat jelas sayatan serta luka lebam yang membalut kulit putih pucat milik Shikha.
Shikha masih tak bergerak, bahkan ia tak membalas pelukan pria itu. "Ayah merindukanmu, Shikha."kata Harsa dengan suara seraknya. Seketika Shikha langsung membalas pelukan Harsa, nahas. Yang terjadi ia malah ingin tersungkur ke lantai, ternyata itu semua hanyalah khayalan Shikha semata. Sebegitu ia merindukan sosok ayahnya yang telah lama pergi meninggalkan dirinya.
Shikha mengela air mata yang lolos seiring dengan kedatangan Aksa baru saja.
"Hey! Aku menyuruhmu untuk memasak, bukan melamun seperti ini."kat
Aksa yang telah mengetahui kode itu, tak tinggal diam. Ia melepas kaitan pada bra hitam milik Shikha, hingga membuat payudaranya terekspos begitu jelas dan sangat indah."Apa yang kalian lakukan!"suara bariton itu berhasil membuat aktifitas Aksa terhenti, dengan cepat ia memeluk tubuh Shikha dan berusaha menutupi tubuh bagian atas Shikha yang terekspos."Peluk erat tubuhku atau kau lebih memilih tubuhmu dilihat oleh Papi mertuamu."bisik Aksa, tangan Shikha memeluk tubuh Aksa dengan erat, ia menenggelamkan wajahnya pada dada bidang Aksa, rasanya ia ingin sekali lenyap saja dari muka bumi ini.Pria bertubuh tinggi, rahang tegas, serta mata sedikit tajam itu perlahan berjalan mendekati mereka."Harusnya kalian melakukan itu di dalam kamar, bukan di dapur seperti ini."kata Ganendra_Papi Aksa kepada anak dan menantu perempuannya.Aksa berdecak, ia amat tahu jika sekarang papi nya ini tengah menggodanya. "Papi, bisakah datang setelah kami menyelesaikan i
Aksa kini telah berdiri tepat di depan pintu kamar Shikha yang terkunci, ia sungguh tahu jika istrinya itu tengah nangis tergugu meskipun dirinya tak dapat mendengar suara Shikha karena kamarnya kedap suara. Aksa menekan tombol berwarna hijau dan berharap wanita itu keluar dari ruangan itu. Tiga kali Aksa menekan tombol itu, namun wanita itu enggan untuk keluar. ini semakin membuat hati Aksa gundah, jujur ia sangat khawatir akan keadaan wanita itu meskipun selama ini dirinya begitu senang membuatnya kesal. "Apa wanita itu tuli? Atau ia sudah tiada di dalam sana,"gerutu Aksa dengan dahi yang sedikit mengkerut. Selama ini ia sungguh tak tahu bagaimana cara membujuk seorang wanita, mantan kekasihnya saja tak berani marah kepadanya, pasalnya Aksa sendiri adalah pria yang mempunyai sifat tempramental, pasti sudah dapat menerka-nerka bagaimana jika sifatnya itu kambuh. Aksa yang mulai kesal kemudian menekan bel itu berulang kali dengan tempo yang be
Kedua insan yang tengah tergulung selimut tebal masih merajut mimpi di atas bentangan nabastala terkikis sinar mentari yang menyapa pagi hari ini. Aksa mengerjap mata beberapa kali sebelum bangkit untuk duduk di tepi ranjang milik Shikha yang akan menjadi miliknya. Aksa melirik ke samping dimana tengah terbaring seorang gadis, lebih tepatnya seorang wanita yang telah ia rampas ke virginannya tadi malam. Sekelebat memori otaknya memutar setiap detik kejadian yang semalam terjadi, Aksa yang begitu ganas hingga membuat Shikha kewalahan akibat menerima hujaman berulang kali dari Aksa. Seulas senyum tipis terbit dari bibir Aksa, ntah mengapa dirinya kini merasakan hal aneh yang menyelimuti perasaannya. Sangat sulit diterima oleh akal sehat Aksa, bahwa tadi malam ia mengaku begitu mencintai istrinya, pria itu juga mengatakan bahwa Shikha tak akan pernah lepas dari cengkramannya. Aksa kini beralih menatap jam weaker di atas nakas, tepat berada di sampingnya.
"Aksa..."panggil Shikha lirih dari dalam kamar mandi, namun suaranya terdengar cukup jelas. Aksa segera melangkah, menghampiri Shikha yang telah selesai berendam seraya membawakan handuk untuknya."Ini handukmu,"Aksa beralih menatap kearah lain, ia sangat tau jika Shikha tak ingin dilihat dalam keadaan seperti ini. Ya meskipun percuma saja, Aksa telah melihatnya dengan jelas semalam.Shikha segera meraih handuk itu dan melilitkan ketubuhnya."Sudah,"mendengar itu Aksa langsung berbalik dan segera menggendong Shikha untuk keluar dari bathtub.CEO dingin itu dengan perlahan-lahan meletakkan Shikha ke atas ranjang."Apa kau bisa memakai pakaianmu sendiri?"tanya Aksa, Shikha mengerjap dengan mata bulat nan polosnya itu lalu ia menggeleng kuat.Tak tahan dengan sikap lucu istrinya ini, Aksa kemudian mencomot pipi chubby Shikha sembari tersenyum tipis."Baiklah, Nona muda. Tuan muda yang paling tampan di dunia akan segera menyiapkan pakaian
"Aku akan menyuruh Bi Lean untuk membawakan kita sarapan."kata Aksa seraya berjalan keluar kamar. Shikha yang masih tergenang dalam lamunannya, kini kembali tersadar karena suara bel berbunyi. Pria bertubuh jangkung memunculkan dirinya dari luar memasuki kamar, ia duduk di tepi ranjang dan setelahnya beralih memainkan ponsel. Lihatlah, baru saja ia merasakan bahwa Aksa telah berubah menjadi ramah dan begitu seru namun sekarang ia kembali menjadi batu es yang dingin dan tak tersentuh. Setelah beberapa waktu berlalu tanpa adanya perbincangan satu sama lain, kini mereka telah menikmati sarapan pagi bersama di kamar setelah kedatangan Bi Lean beberapa saat yang lalu. "Kau menyetujui ide Mami?"Tanya Aksa dengan mulut yang masih penuh dengan makanan, Shikha menatap Aksa kemudian kembali fokus dengan sarapannya. "Aku tak tau... Semua tergantung padamu."ucap Shikha. Aksa mengangguk samar kemudian kembali melanjutkan kegiatannya yaitu mengunyah
"Aksa... Tolong dengarkan aku sekali saja,"Shikha terus berlari mengejar langkah panjang Aksa.Aksa sengaja menulikan pendengarannya, ia merasa benar-benar tidak mood hari ini. Ntah kenapa, tapi Aksa menyukainya.Shikha tak putus asa untuk terus berlari menyusul langkah panjang Aksa yang semakin lama semakin menjauh darinya. Pria bertubuh jangkung itu sungguh membuatnya takut sekaligus khawatir. Takut jika pria itu akan melakukan hal kasar padanya seperti dahulu dan khawatir jika pria itu lepas kendali lalu menyakiti orang lain."Aksa! Hentikan langkahmu sekarang!"Teriak Shikha dengan nafas memburu, Aksa seketika menghentikan langkahnya, kemudian berbalik untuk menatap Shikha.Tatapan tajam menghunus berhasil membuat nyali Shikha menciut."Kau berani berteriak kepadaku?"kata Aksa, ia melangkah maju mendekati Shikha yang masih berdiri tegak beberapa langkah darinya."Hm!?"erang Aksa seraya mencengkram lengan Shikha hingga membuat wanita itu s
"Keadaan Wanita ini sungguh mengenaskan–"Aksa memberi kode kepada dokter itu untuk berhenti berbicara. "Dia Nona muda Dwiken, bisakah anda sopan kepadanya?"Tanya Aksa merasa tersinggung dengan perkataan dokter pribadinya, sedangkan Zeller hanya mampu mengangguk dan tersenyum tipis saja. "Saya akan menjelaskan keadaan Nona muda secara detail dimana terdapat banyak luka memar yang membalut kulit putih pucat milik Nona Muda,"Aksa yang semula biasa saja kini ia menatap tajam Zeller. "Darimana anda tahu? Anda melihat tubuh istri, Saya?"tanya Aksa dengan nada yang sedikit meninggi. 'Pria ini begitu cemburu saat ku katakan tentang kondisi tubuh istrinya, padahal bukan aku yang melihatnya. Tapi, para perawat yang melihatnya.'Batin Zeller. "Tidak, Tuan Aksa. Bukan Saya yang memeriksa tubuh Nona muda, melainkan para perawat saja yang memeriksa dan mereka memberitahukannya kepada Saya."Jelas Zeller meyakinkan Aksa. Aksa menyipitkan bola matanya,
"Jangan pernah berpikir bahwa selama Saya menjalani pengobatan, Saya sama sekali tidak mengetahui kondisi putri Saya.""Lalu Ayah menginginkan apa dariku?"Tanya Aksa.Harsa tertawa tipis, memperlihatkan deretan gigi putih yang terlihat begitu rapi tersusun dalam mulutnya."Anak muda jaman sekarang menginginkan sesuatu dengan cara yang instan,"Ucapnya seraya menepuk bahu Aksa."Tidak perlu terburu-buru, Tuan muda Aksa.""Putri kecilku ini telah membuat hidupmu sengsara, bukan? Baiklah, Saya akan membawanya pulang."setelah mendengar penuturan dari Harsa, Aruna terkejut bukan kepalang. Membiarkan Shikha pergi sama saja ia telah membiarkan putrinya pergi. Tidak, ini tidak bisa dibiarkan."Tidak, Tuan Harsa. Shikha tidak akan kemana-mana, dia akan tetap bersama Aksa."ucap Aruna tidak setuju, ia melirik Aksa yang berada di sampingnya dengan tatapan sayu.Alis tebal milik Harsa menukik tajam. "Mengapa anda ingin putri Saya
Sejak kepulangan Tuan Leo, Shikha masih terdiam dan bungkam setelah mengetahui banyak rahasia yang tersimpan begitu rapi tentang suaminya. Dari kecil hingga beranjak dewasa, semua telah di ceritakan secara detail oleh Leo yang tak lain adalah sahabat kecil Aksa. "Shikha, papi ingin menanyakan sesuatu kepadamu?" Suara Ganendra berhasil membuyarkan lamunan Shikha yang tengah duduk di kursi kebesaran milik suaminya. Wanita itu membenarkan posisi duduknya, kemudian tersenyum menyambut kedatangan Ganendra di ruangan itu. "Tentu saja papi, Shikha akan menjawabnya." Ucap Shikha. Pria paruh baya itu menarik kursi yang berada di hadapan Shikha, jadi kini mertua dengan menantu duduk dengan posisi berhadapan. "Papi mengecek CCTV beberapa jam yang lalu, melihat bahwa gadis itu datang disaat tuan Achilleo datang. Apa yang gadis itu katakan kepadamu?" Tanya Ganendra, wajah pria itu begitu khas dengan rahang yang bersih dari rambut-rambut halus, mata tajam, hingga bentuk wajah yang nyaris sempu
"Bagaimana jika kesepakatan ini kita bicarakan sembari makan siang?" Tawar pria itu pada Shikha, Shikha mengangguk Samar. Ia tak yakin akan sefokus itu jika membicarakan hal penting di luar ruangannya terlebih di luar kantor, ia rasa itu bukanlah hal yang tepat. Melihat raut wajah Shikha yang menampilkan raut wajah bimbang, Leo yang peka akan hal itu kemudian menawarkan untuk rapat dengan memesan ruangan VVIP yang berada di restaurant yang akan mereka tuju. Akhirnya setelah beberapa saat merundingkan hal tersebut, Shikha menyetujuinya. Leo menyetir mobil untuk Shikha, alasannya agar Shikha merasa nyaman jika tidak banyak yang ikut dengan mereka. "Terimakasih," ucap Shikha saat Leo menjamunya dengan segelas orange juice yang telah disiapkan waiters itu. "Mengapa tuan sangat tertarik dengan project ini? Masih banyak project-project perusahaan lain, yang masih jauh lebih menguntungkan daripada project ini yang bersifat sosial." Tanya Shikha seraya membuka laptop bergambar apel itu, n
"Aish, lihatlah bagaimana gadis itu berhasil membuatku telat untuk menghadiri pertemuan klien dari Italy pagi ini." Shikha berjalan tergesa-gesa seraya merutuki tindakan gadis itu tadi pagi, sebenarnya dirinya juga salah. Harusnya dirinya tak meladeni omong kosong gadis payah itu pagi-pagi, namun karena sikap bar-bar gadis itu yang menggedor brutal pintu kamarnya dirinya mau tak mau menghadapi segala resiko yang akan terjadi. "Nona, Tuan Achilleo telah tiba setengah jam yang lalu, beliau terus bertanya kapan Nona tiba di kantor untuk menemuinya. Tadinya Saya ingin menghubungi Nona, namun Nona telah tiba di kantor, apakah telah terjadi sesuatu kepada, Nona?" Seorang wanita langsung mencecar dirinya dengan seribu pertanyaan saat dirinya baru saja tiba di dalam ruang kerjanya. Shikha menggeleng, "Tidak, Saya baik-baik saja." "Oh, ya, terimakasih telah memberitahuku. Tolong persiapkan ruang meeting dan segera menghubungi Tuan Ganendra, Saya akan mengurus persiapan lainnya." perintah Sh
Setelah berpikir panjang, Shikha merasa bahwa idenya itu begitu kejam. Namun setelah ia mengingat-ingat kembali bagaimana wanita itu menghancurkan rumah tangga mertuanya, ia kini semakin yakin bahwa idenya itu pantas diterapkan oleh kedua wanita jalang itu. Shikha baru saja keluar dari kamar mandi sebelum bersiap-siap tidur, namun ia dikagetkan dengan suara benda yang baru saja mengenai kaca jendela kamarnya, namun tak sampai membuat kaca jendela itu pecah. Dengan rasa penasaran, wanita itu membuka jendelanya dan menemukan batu yang berukuran kepalan tangannya. Ada hal yang mengganjal dari batu itu, batu itu terbungkus oleh secarik kertas, mungkin ini berisi pesan sesuatu. Ia menunduk untuk meraih batu yang terselimuti kertas, kemudian membukanya perlahan. Shikha meremat kertas itu, kemudian membuangnya ke tempat sampah. Setelahnya ia kembali masuk ke kamar untuk bersiap-siap tidur, siapa yang mengirim surat ancaman itu. Itu begitu tidak efesien, harusnya jika ingin mengancamnya set
"Papi akan menjelaskan tentang segalanya kepadamu." Kata Ganendra setelah ia mengambil posisi duduk di hadapan Shikha. Menantu perempuannya itu masih terlihat begitu kesal dengan menampilkan raut wajah ditekuk layaknya kertas origami, bagaimana tak kesal? Dirinya dihina dan dituduh sebagai wanita perebut suami orang?! Ah, yang benar saja, batin Shikha kesal. "Tolong jelaskan, Pi." pinta Shikha sedikit tak sabar karena pria tua itu hanya diam setelah beberapa saat lalu mengatakan akan memberitahu tentang segalanya kepada dirinya. Ganendra menghela nafas gusar, ia dilanda rasa cemas yang kian membelenggu sekarang. Rahasia yang selama ini disembunyikan keluarganya dan juga Aksa kini harus ia katakan kepada istri dari putra tunggalnya itu, mau tak mau ia harus segera mengatakan ini kepada Shikha. "Dia adalah adik Aksa_Suamimu, Nak." Damn! Bak tersambar petir, Shikha tertegun dengan mata yang membola dengan sempurna atas pernyataan tentang kenyataan siapa wanita itu sebenarnya, dilai
Ganendra kini tengah menjadi pusat perhatian karena mengamit jemari mungil milik seorang wanita. Langkahnya mantap, hingga membuat banyak pasang mata kagum akan kharisma pria berumur itu.Tak ada senyum yang tercetak dari bibir ranum pria itu, melainkan terganti dengan kerutan di dahi yang disebabkan oleh faktor usia atau mungkin memang pria itu kini tengah memiliki sebuah masalah.Mereka kini telah masuk ke ruangan private milik Ganendra."Saya akan mengadakan pertemuan dengan rekan bisnis Saya sebentar lagi, dan untuk itu Saya minta anda jangan keluar dari ruangan ini sebelum Saya datang." Peringat Ganendra seraya melonggarkan dasinya.Wanita itu mengangguk. "Bagaimana jika aku kehausan?" tanyanya sedikit ragu.Ganendra membuang pandangan ke arah lain, kemudian ia berdecih pelan namun mungkin masih terdengar oleh wanita itu. "Saya akan mengirim seseorang untuk menemani anda di sini, katakan saja apa yang anda inginkan. Dia akan menuruti perintah anda." jawab Ganendra, garis rahang p
Waktu telah menunjukkan pukul empat sore, sudah saatnya ia bersiap untuk pulang ke rumah. Rasanya sendi pada tulangnya telah kaku akibat terlalu lama duduk menatap layar laptop seharian.Shikha berdiri untuk menyusun kembali proposal yang telah berantakan di meja kerjanya, setelah selesai ia menekan telepon kantor untuk menghubungi Brema agar segera datang menemuinya.Tak butuh waktu lama untuk menunggu, pria itu datang dengan membawa satu paper bag berukuran sedang yang telah di minta oleh Shikha.Shikha menerima paper bag itu dengan wajah sumringah. "Kerja bagus, Brema." puji Shikha dengan satu tepukan di bahu kiri Brema. Brema mengangguk penuh rasa hormat."Apakah Nona telah selesai?"Tanya Brema.Shikha mengangguk. "Sudah, aku ingin segera tiba di rumah, ingin cepat-cepat berendam untuk menghilangkan rasa penat pada tubuhku." keluh Shikha dengan wajah sedikit muram. "Baik, Nona. Mari!" seru Brema, mempersilahkan Shikha untuk jalan di depannya.Shikha kini telah duduk di mobil deng
Suara langkah kaki seseorang yang sedang menuruni anak tangga berhasil mencuri perhatian para asisten rumah tangga yang tengah sibuk menyiapkan sarapan pagi untuk Nona muda. Wanita dengan sorot mata yang dulu begitu hangat dan penuh keramahan, kini telah sirna berganti dengan sorot mata yang begitu dingin. Wanita itu telah rapih dengan setelan dress formal namun tetap casual, serta jas berwarna putih yang begitu familiar telah tersampir di kedua bahu Shikha. Pertanyaan muncul begitu saja dalam pikiran mereka. Mengapa Nona muda mereka pergi sepagi ini? Jangan lupa dengan penampilannya yang begitu formal dari biasanya. Shikha menarik satu kursi dan duduk dengan meletakkan kedua tangannya di atas meja. Para asisten langsung melayani wanita itu dengan cekatan, sungguh mereka tak ingin merusak suasana hati Nona muda nya pagi ini. Ditatap Nona nya seperti itu membuat jantung asistennya seakan berhenti berdetak untuk beberapa saat, apakah kali ini ia lupa beberapa soal tentang apa saja ya
Langkahnya tertatih menaiki anak tangga menuju kamarnya di sebelah Timur yang terletak tak jauh dari kamar Aksa. Pikirnya terlintas pada kejadian kemarin, bagaimana bisa pria seperti Aksa bisa seceroboh itu? Brema telah menceritakan semua kejadian yang terjadi pada boss nya itu, dimulai ketika Aksa sedang berada di cafe Andromeda, saat itu ia telah membuat janji bertemu seorang sahabatnya yang telah lama tinggal di Finlandia. Namun, sewaktu Aksa sedang menunggu dengan menyesap secangkir kopi arabica yang telah ia pesan sebelumnya.Selang beberapa saat, sebuah tepukan singkat berhasil mengalihkan intens Aksa. Ia menoleh untuk melihat siapa orang yang berani mengganggu waktu bersantainya. Carlos, pria itu berdiri tepat di belakang Aksa dengan seulas senyum remeh khas pria berusia 23 tahun itu.Aksa mendengus kesal, pria ini sungguh tak pernah membiarkan dirinya tenang barang sedetikpun. Cengiran khas pria itu sungguh membuat Aksa jengah, bukannya terlihat tampan pria itu justru mirip s