"Mi, dimana Aksa?"Tanya Shikha, pandangannya menyapu keseluruh ruangan itu, mencari sosok pria berwajah beku.
Seketika raut wajah sumringah Aruna perlahan memudar berganti dengan raut wajah pias.
Aruna membetulkan posisi duduknya, yang semula bersandar pada kepala sofa, kini duduk tegak dengan tatapan serius.
Dengan satu tarikan nafas, Aruna mulai menceritakan kejadian 4 hari yang lalu ketika Harsa dan Aksa berdebat di rumah sakit dan waktu itu kondisi Shikha masih tak sadarkan diri.
Shikha terlihat begitu serius mencerna seluruh penuturan Aruna, sesekali ia mengangguk kepala untuk membenarkan opini Maminya itu, namun terkadang ia juga tidak menyetujui penuturan dari Aruna.
"Dan begitulah,"ujar Aruna mengakhiri cerita. Shikha bergegas berdiri dan melangkah ke kamar meninggalkan Aruna yang masih duduk dengan tatapan sayu.
"Pria dingin itu sungguh telah membuatku kehilangan akal, bisa-bisanya ia mengatakan hal bodoh itu kepada Mami
"Aaa... Shikha, aku ingin kau menyuapiku." Pinta Aksa terus merengek pada Shikha yang tengah sibuk menyiapkan kebutuhan pagi untuknya Sungguh merepotkan, dari bangun tidur hingga sekarang Aksa terus saja merengek tak jelas padanya. Terlebih ketika sarapan pagi yang telah diantarkan oleh asistennya datang beberapa saat yang lalu, itu semakin membuat Aksa kehilangan kendali dan terus merengek minta di suapi olehnya. Shikha memilih mengacuhkan rengekan Aksa dengan terus melakukan kegiatan agar terlihat sibuk di depan Aksa. Namun, bukannya mengerti tentang dirinya yang sibuk. Justru Aksa semakin menjadi-jadi padanya, tingkahnya sudah di luar nalar. "Argh ... Bisakah kau makan sendiri?! Aku tengah sibuk sekarang." Erang Shikha merasa jengkel. Aksa seketika diam, mengerjap begitu polos layaknya seorang balita yang tengah di marahin oleh Ibunya. Perlahan raut wajah Aksa semakin menunjukkan tanda-tanda ingin menangis, matanya telah berbi
"Shikha, Kemarilah! Aku ingin menunjukkan sesuatu padamu." Teriak Aksa dari lantai bawah, Shikha yang baru saja melangkah keluar kamar dibuat terkejut oleh teriakan Aksa yang sungguh memecahkan keheningan pada pagi hari ini."Shikha! Apa telingamu sudah tidak berfungsi lagi, huh?! Aku memanggilmu, cepatlah turun ke bawah sekarang." Pekik pria itu sekali lagi, Shikha yang tak ingin mendengar teriakan Aksa pun memilih bergegas untuk menemui Aksa di bawah.Ntah apa yang ingin ditunjukkan pria itu, yang jelas ia tak ingin telinganya terus berdengung karena mendengar pekikkan Aksa."Shik–" saat ingin kembali meneriaki istrinya, mulutnya lebih dulu di tutup oleh tangan mungil istrinya."Berisik sekali! Ini rumah, bukan hutan rimba." Ketus Shikha seraya mengerlingkan mata. Aksa menyingkirkan tangan Shikha yang berada di mulutnya."Itu karena kau tidak menjawab panggilanku," Dengus Aksa."Ya, baiklah. Apa yang ingin kau tunjukkan kepadaku?"
"Shikha, dimana dasiku berada?" Tanya Aksa sembari melipat lengan kemejanya.Shikha datang dengan membawa dasi yang diminta oleh Aksa, kemudian melilitkan ke kerah kemeja Aksa."Mengapa harus dilipat seperti ini?" Tanya Shikha ketika melihat lengan kemeja panjang milik Aksa yang telah terlipat hingga batas sikunya."Panas.""Kalau panas pakai saja kaos saat ke kantor daripada kau harus melipat-lipat lengan kemeja itu, sama saja kau tak menghargai usahaku untuk menyetrika pakaianmu," gerutu Shikha. Aksa terkekeh tipis, ia mengamit pinggang ramping istrinya."Cerewet sekali, huh? Aku juga tak menyuruhmu untuk melipat pakaianku, biarkan saja itu menjadi tugas Bibi. Kau cukup duduk dan perhatikan pekerjaan mereka, mudahkan?" Ucap Aksa seraya mengedikkan bahu, Shikha menekuk wajahnya kesal. Aksa ini memang tidak peka, jika dirinya masih mengandalkan Bibi untuk melipat kain saja, lantas mengapa tidak sekalian Aksa menikahi Bibi daripada menikah dengannya
Sudah hampir 2 jam berlalu sejak pria dingin itu masuk, namun CEO muda itu tak kunjung keluar dari ruangan itu. Ada apa gerangan? Batin para anak buah Aksa yang tengah dirundung gelisah. "Ini sudah lewat dari batas waktunya, aku sungguh gelisah mengingat Tuan muda tak kunjung memunculkan diri." Ujar Felix yang sedari tadi berjalan mondar-mandir untuk menghilangkan rasa risau yang begitu menyiksa dirinya. Yang lain juga sama gelisah, namun tidak sekacau Felix. Anak buah Aksa yang paling penurut, memiliki selera humor yang tinggi, jadi jika Aksa murka. Felix lah yang menyelamatkan mereka semua dari amukan Aksa. Ponsel salah seorang dari mereka bergetar, suaranya berasal dari saku celana Brema. Wajah pria muda itu seketika memucat, melihat nama yang tertera disana. Werston yang mengetahui perubahan dari wajah Brema pun mendekat, melihat apa yang menjadi penyebab perubahan pada raut wajah pria dingin ini. Ia sama terkejutnya dengan Brema, be
Wanita dengan surai rambut coklat keemasan yang dibiarkan tergerai bebas, kini tengah meringkuk beralaskan lantai, wanita itu tak melakukan apapun meski dinginnya lantai menusuk kulitnya, bahkan bibir ranumnya itu telah memucat. Sejak pulang dari pemakaman suaminya, Shikha memilih untuk mengunci diri di kamar, menarik diri dari dunia luar yang sewaktu-waktu akan lebih menyakitkan dari ini.Beberapa kali suara bel pintu kamarnya terus berbunyi, namun dirinya enggan untuk beranjak guna melihat siapa yang telah mengganggu suasana hatinya kali ini.Shikha menghela nafas, ia telentang menatap langit-langit kamar berhias lukisan antariksa karya Aksa. Tentunya dengan usaha yang ekstra dan telah melalui kesepakatan yang cukup sengit, hingga pria berusaha 21 tahun itu akhirnya menyetujuinya.Shikha mengubah posisinya, kini ia berbaring dengan posisi miring ke kanan, mengusap lantai dingin itu dengan perlahan."Lantai ini begitu dingin, namun masih kalah dingin dar
Langkahnya tertatih menaiki anak tangga menuju kamarnya di sebelah Timur yang terletak tak jauh dari kamar Aksa. Pikirnya terlintas pada kejadian kemarin, bagaimana bisa pria seperti Aksa bisa seceroboh itu? Brema telah menceritakan semua kejadian yang terjadi pada boss nya itu, dimulai ketika Aksa sedang berada di cafe Andromeda, saat itu ia telah membuat janji bertemu seorang sahabatnya yang telah lama tinggal di Finlandia. Namun, sewaktu Aksa sedang menunggu dengan menyesap secangkir kopi arabica yang telah ia pesan sebelumnya.Selang beberapa saat, sebuah tepukan singkat berhasil mengalihkan intens Aksa. Ia menoleh untuk melihat siapa orang yang berani mengganggu waktu bersantainya. Carlos, pria itu berdiri tepat di belakang Aksa dengan seulas senyum remeh khas pria berusia 23 tahun itu.Aksa mendengus kesal, pria ini sungguh tak pernah membiarkan dirinya tenang barang sedetikpun. Cengiran khas pria itu sungguh membuat Aksa jengah, bukannya terlihat tampan pria itu justru mirip s
Suara langkah kaki seseorang yang sedang menuruni anak tangga berhasil mencuri perhatian para asisten rumah tangga yang tengah sibuk menyiapkan sarapan pagi untuk Nona muda. Wanita dengan sorot mata yang dulu begitu hangat dan penuh keramahan, kini telah sirna berganti dengan sorot mata yang begitu dingin. Wanita itu telah rapih dengan setelan dress formal namun tetap casual, serta jas berwarna putih yang begitu familiar telah tersampir di kedua bahu Shikha. Pertanyaan muncul begitu saja dalam pikiran mereka. Mengapa Nona muda mereka pergi sepagi ini? Jangan lupa dengan penampilannya yang begitu formal dari biasanya. Shikha menarik satu kursi dan duduk dengan meletakkan kedua tangannya di atas meja. Para asisten langsung melayani wanita itu dengan cekatan, sungguh mereka tak ingin merusak suasana hati Nona muda nya pagi ini. Ditatap Nona nya seperti itu membuat jantung asistennya seakan berhenti berdetak untuk beberapa saat, apakah kali ini ia lupa beberapa soal tentang apa saja ya
Waktu telah menunjukkan pukul empat sore, sudah saatnya ia bersiap untuk pulang ke rumah. Rasanya sendi pada tulangnya telah kaku akibat terlalu lama duduk menatap layar laptop seharian.Shikha berdiri untuk menyusun kembali proposal yang telah berantakan di meja kerjanya, setelah selesai ia menekan telepon kantor untuk menghubungi Brema agar segera datang menemuinya.Tak butuh waktu lama untuk menunggu, pria itu datang dengan membawa satu paper bag berukuran sedang yang telah di minta oleh Shikha.Shikha menerima paper bag itu dengan wajah sumringah. "Kerja bagus, Brema." puji Shikha dengan satu tepukan di bahu kiri Brema. Brema mengangguk penuh rasa hormat."Apakah Nona telah selesai?"Tanya Brema.Shikha mengangguk. "Sudah, aku ingin segera tiba di rumah, ingin cepat-cepat berendam untuk menghilangkan rasa penat pada tubuhku." keluh Shikha dengan wajah sedikit muram. "Baik, Nona. Mari!" seru Brema, mempersilahkan Shikha untuk jalan di depannya.Shikha kini telah duduk di mobil deng