Austin memandang kepergian Daniella dengan salah satu alis yang terangkat. Dia tidak mengerti kenapa gadis itu terlihat begitu kesal? "Dasar aneh!" gumam Austin. Dia tidak mengerti dengan arah pikiran Daniella. Padahal Austin sudah tidak melakukan kesalahan apa pun, atau memaksa Daniella untuk memasak. Tiba-tiba saja pria itu teringat dengan wajah Daniella saat melihatnya makan tadi. "Apa dia ingin makan, tapi malu mengatakannya?"Menyakini hal itu, Austin menggelengkan kepalanya dengan senyum geli. "Dasar wanita!"***Tok Tok Tok! Daniella menoleh saat mendengar suara pintu yang diketuk dari luar. Gadis itu diam saja karena sudah tahu siapa yang mengetuknya. Apa yang diinginkan oleh pria itu lagi? "Daniella, buka pintunya!" Suara Austin terdengar dari luar sana dengan keras. Namun, Daniella lebih memilih memejamkan mata saja. Dia belum mau berurusan dengan Austin, apalagi setelah kejadian tadi. Pria itu makan dengan enak di depannya tanpa ingin membagi sama sekali. "Daniel
Sinar matahari terasa begitu terik di Vermont. Mungkin karena musim semi yang akan berakhir, dan mulai memasuki musim panas. Dominic dan Anna tiba di Vermont pada siang hari. Pria berkulit cokelat dengan rambut ikal itu hanya memakai celana pendek, dengan kaus tanpa lengan karena merasa sangat kepanasan. Setelah hampir tiga puluh menit menunggu, akhirnya Austin muncul dengan mobil kesayangannya yang berwarna kuning. “Kalian sudah dari tadi?” tanya Austin yang baru turun dari dalam mobil. Dominic hanya mengangguk pelan. “Apa Vermont memang sepanas ini?” “Biasanya tidak, tapi matahari hari ini memang cukup terik. Lagi pula kita akan masuk ke peralihan musim panas, bukan?” Austin menatap Dominic dan Anna secara bergantian, dan dia cukup terkejut melihat wajah Anna yang cukup pucat. “Kau sedang sakit, An?” “Ah, tidak.” Anna menggeleng dengan wajah heran. “Apa aku terlihat seperti orang sakit?” “Hm, wajahmu cukup pucat.” Dominic langsung mendorong Austin untuk menjauh dari pintu, la
Anna merebahkan dirinya ke atas sofa dengan keringat yang membanjiri wajah, setelah beberapa jam membersihkan kabin milik Dominic yang sangat kotor. "Kau pasti kelelahan, Sayang." Dominic ikut duduk di samping Anna. Dia memberikan sebotol air mineral kepada istrinya. "Aku memang sangat cepat lelah Akhir-akhir ini, Dom." Anna berujar dengan menenggak setengah isi botol air yang Dominic berikan. Mendengar hal itu, jelas saja Dominic merasa bersalah karena sudah membiarkan Anna membersihkan kabin miliknya.Meskipun Dominic juga ikut membantu tadi, tetapi tetap saja dia menjadi tidak tega saat melihat istrinya kelelahan. "Kalau begitu kau istirahat saja, setelah ini aku yang akan membuat makan siang untuk kita."Anna langsung terduduk begitu mendengar kata makan siang. "Apa di lemari kita masih ada persediaan makanan?"Dominic menepuk dahinya karena dia baru ingat akan hal itu. Mereka sudah lama tidak berada di Vermont, jadi pria itu langsung bergegas menuju dapur dan melihat lemari pe
“Dominic.” “Ya, Sayang. Ada apa?” Dominic menoleh ketika sang istri memanggilnya. Pria itu sedang membantu Anna mencuci sayuran untuk makan malam mereka. Sekembalinya Anna dari rumah Austin tadi, dia mendapatkan berbagai macam bahan makanan untuk makan siang dan malam. Ada daging sapi, jagung serta selada yang bisa mereka buat salad. Dominic kembali menatap Anna yang sempat memanggilnya. “Ada apa? Katakan saja,” tanya Dominic sekali lagi ketika Anna kembali diam. “Aku pergi ke rumah Austin tadi,” kata Anna yang membuat Dominic langsung menatap istrinya dengan penuh tanda tanya. “Ke rumah Austin? Untuk apa?” Dominic langsung bertanya dengan penuh selidik. Bukankah Anna bilang tadi akan pergi ke tempat Daniella? Lalu mengapa Anna bisa sampai ke rumah Austin? “Iya, Dom. Aku pergi ke rumah Austin tadi setelah mencari Daniella ke mana-mana, dan aku tidak menemuinya sama sekali. Jadi aku mendapatkan makanan ini dari Austin tadi.” “Lalu?” Dominic masih terlihat kebingungan. “Apa ada
Sinar matahari menerobos masuk, menandakan jika waktu sudah kembali pagi, dan sampai saat itu juga Austin berhasil tidak melakukan apa pun. Sepanjang malam Austin hanya duduk diam di samping Daniella dengan sekuat tenaga menahan segala gairah yang menghantam dirinya. Hingga pagi datang, Daniella terbangun dari tidurnya. Gadis itu meregangkan tubuh yang terasa kaku karena tidur meringkuk di atas sofa. Namun, sesaat Daniella merasa terkejut ketika tangannya tanpa sengaja menyentuh sesuatu yang terasa kasar. “Apa ini?” Daniella menoleh dan dia mendapati kepala Austin yang tertidur di sofa sedangkan tubuh pria itu terduduk di bawah. “Austin,” panggil Daniella. Ternyata pria itu tertidur di sampingnya sepanjang malam, bahkan Daniella juga tidak tahu kapan Austin kembali karena pria itu sama sekali tidak membangunkannya. Melihat wajah Austin yang tenang dan damai dalam tidur, tiba-tiba saja Daniella merasakan sesuatu yang aneh, perasaan yang pernah hadir dulu ketika dia baru pertama k
Satu minggu telah berlalu. Musim panas juga sudah tiba, Dominic dan Anna menghabiskan sepanjang hari mereka dengan tenang. Terkadang mereka pergi ke resort untuk melihat pekerjaan Austin dan yang lainnya, atau terkadang Anna juga datang ke restoran karena sesekali dia ingin mengingat masa lalunya saat masih bekerja di restoran Sky Crystal. Teman-temannya sangat kagum pada Anna, mereka tidak menyangka jika gadis tersebut bisa menikah dengan Dominic—pria yang terkenal sangat kaya raya. Namun, masih ada satu hal yang mengganjal hati Anna karena selama sepekan tinggal di Vermont, dia sama sekali belum pernah bertemu dengan Daniella, kecuali saat pertama kali tiba di Vermont. Pernah sekali Anna dan Dominic menanyakan tentang Daniella kepada Austin, tetapi entah kenapa pria itu menjawabnya dengan berbagai alasan yang menurut Anna masih terkesan masuk akal. Namun, tetap saja Anna tidak bisa percaya begitu saja kepada Austin, yang ada dia semakin bertambah curiga kepada pria itu. Apakah
Sementara itu, di tempat lain, Austin sedang terlihat khawatir di depan pintu karena sejak semalam Daniella sama sekali belum keluar dari dalam kamarnya. Sejak satu minggu yang lalu, mereka tidak pernah berdebat lagi karena Austin punya banyak pekerjaan di kantor. Jadi, pria itu lebih sering pergi pagi dan pulang malam, hingga intensitas pertemuan mereka sedikit berkurang. Namun, sejak semalam Austin tidak ada melihat Daniella keluar sama sekali, sampai puncaknya di pagi ini dia merasa khawatir ketika pintu kamar Daniella belum terbuka sama sekali dan terdengar keadaan di dalam sepertinya cukup sepi. Austin menggantungkan tangannya ke udara ketika dia ingin mengetuk pintu kamarnya Daniella, entah kenapa perasaannya sangat ragu. Namun, akhirnya Austin memberanikan diri. Persetan dengan Daniella akan marah nanti! Pria itu mengetuk pintu pada akhirnya. Tok Tok Tidak ada sahutan apa pun dari dalam. Austin mengusap kasar wajahnya, lalu dia memanggil Daniella dengan pelan. “Daniell
Daniella bangun ketika jam sudah menunjukkan pukul delapan malam, sedangkan matahari masih bersinar di luar. Seperti itulah matahari di musim panas. Tubuh gadis itu sudah sedikit baikan dan panasnya juga sudah turun. Daniella segera beranjak ketika mendengar ketukan pintu dari luar. Hari ini dia harus berterima kasih kepada Austin karena sudah merawatnya dengan baik. Begitu Daniella membukakan pintu, sudah ada Austin yang berdiri dengan membawa nampan berisi semangkuk sup yang masih mengepulkan asap putih. "Ini makan malammu."Daniella menerima makanan yang Austin berikan. Pria itu terlihat seperti kelelahan karena harus bekerja dan merawat Daniella dalam satu waktu. "Terima kasih, Austin. Maaf karena hari ini aku sudah merepotkanmu."Austin hanya menganggukkan kepalanya dengan wajah masam. "Lain kali jaga kesehatanmu."Mendengar nasihat yang diberikan Austin, Daniella merasa sedikit senang karena pria itu ternyata cukup perhatian. Namun, ternyata Austin belum selesai dengan kali
Dua Tahun Kemudian. Rumah Dominic terasa ramai sekarang karena anak laki-laki mereka tumbuh menjadi anak yang aktif. Leo, seperti itu mereka semua memanggil nama anak laki-laki yang lahir di musim dingin itu. Leo sangat pintar di usianya yang menginjak dua tahun. Tak jarang, Anna dan Dominic dibuat kewalahan dengan banyaknya pertanyaan yang diajukan oleh Leo. Seperti sekarang, anak itu sedang menanyakan banyak hal kepada ibunya. Tentang mengapa daun-daun pepohonan bisa jatuh di musim gugur, atau tentang bagaimana hewan-hewan liar itu bisa ada, dan mengapa mereka harus menjauhinya. "Mama, aku ingin bersama papa," celoteh Leo yang sudah bosan bertanya tentang banyak hal. "Iya, Sayang. Sebentar lagi papa pulang. Sekarang makan dulu." Leo menggeleng. Dia kembali berlari saat Anna hendak menyuapkan makanan ke dalam mulutnya. Kalau sudah seperti ini, Anna hanya bisa menghembuskan napas dengan kuat. Dia harus banyak bersabar menghadapi kelakuan Leo yang semakin hari se
"Namanya?" Anna menganggukkan kepala dengan senyum lebar. Lalu dia kembali mengusap tangan lembut milik bayi mereka. Ah, ternyata makhluk sebesar ini yang tumbuh di dalam perutnya selama ini. "Bagaimana dengan Mark?" "Mark?" "Iya. Kau tau arti dari nama Mark, Sayang?" Anna sontak menggeleng. "Mark berarti dewa perang. Aku memberinya nama Mark dengan harapan agar nantinya dia sekuat dewa perang." Senyum lebar tersungging di bibir Anna ketika mendengar nama anaknya. "Aku suka itu. Tambahkan nama belakangmu kalau begitu, Dom. Agar dia menjadi pria sekuat dirimu." Dominic setuju. Pria itu mencium kembali pipi bayinya yang terasa begitu halus. "Hai, Nak. Sekarang namamu Mark Leonardo Williams. Aku harap kau bisa tumbuh menjadi pria hebat di masa depan nanti." *** Kabar bahagia terdengar di seluruh penjuru kota New York saat kelahiran cucu pertama keluarga Williams diumumkan. Nama Dominic dan Anna langsung menjadi tren pencarian di internet yang paling banyak dicari
Anna dan Dominic menerima kabar bahagia atas kelahiran putra pertama Austin dan Daniella. Mereka turut berbahagia melihat bagaimana senangnya Austin saat menceritakan proses kelahiran bayi mereka. Anna yang sejak tadi memeluk Dominic pun, tidak pernah sama sekali berhenti tersenyum melihat kebahagiaan di wajah Daniella dan Austin. Mereka langsung melakukan panggilan video begitu mendapat kabar jika Daniella sudah melahirkan. "Ah, rasanya aku ingin terbang ke New York sekarang juga." Anna terlihat gemas melihat pipi merah milik putra Daniella. "Prediksi kelahiranmu kapan, An?" tanya Daniella dengan membersihkan Felix yang baru saja selesai dimandikan. "Bulan depan, tapi aku tidak yakin juga setelah mendengar jika kau melahirkan lebih cepat dari perkiraan." "Semoga semuanya lancar," harap Daniella. "Silakan bicara dengan Austin dulu. Felix sepertinya sudah sangat lapar." Anna mengangguk mengerti. Dia segera memberikan ponsel Dominic kepada pemiliknya, dan membiarkan D
Austin bangun tergopoh-gopoh begitu Daniella membangunkannya tengah malam begini. Yang membuatnya lebih terkejut lagi adalah saat melihat Daniella merintih kesakitan dengan memegang perutnya. "Daniella, apa kau akan melahirkan?" tanya Austin gugup. Dia terlihat lebih gugup daripada wanita yang akan melahirkan. "Aku tidak tau. Perutku sakit sekali, Austin," rintih Daniella tidak tahan lagi. Sebenarnya dia sudah merasakan sakit perut dari sore tadi. Hanya saja, Daniella memilih untuk diam, dan tidak mengatakan apa pun karena berpikir jika ini hanya sakit perut biasa. Sampai saat mereka akan tidur lagi, Daniella semakin merasa tidak nyaman karena kram di perutnya tak kunjung mereda. "Kita ke rumah sakit sekarang." "Telepon mama dulu, Austin. Sepertinya aku hanya sakit perut biasa saja." Namun, hal yang terjadi justru sebaliknya. Wajah Daniella tampak pucat dengan keringat deras yang membasahi kening. "Oke, sebentar. Aku telepon mama dulu kalau begitu," ucap Austin y
Musim gugur telah berlalu, dengan angin yang perlahan semakin terasa dingin. Hari ini, setelah sekian lama menunggu, salju pertama di tahun ini kembali turun. Dari balik kaca-kaca rumah, Anna menatap ke arah luar melihat salju yang mulai berjatuhan. Gadis itu tersenyum simpul. "Hari ini salju turun. Kau pasti sangat bahagia, kan, Sayang?" Tiba-tiba saja Dominic datang dan memeluk Anna dengan lembut. Anna hanya mengukir senyum dengan kepala mengangguk. "Musim dingin tahun ini sangat berbeda, Dom." "Apa yang berbeda?" Anna melepaskan tangan Dominic, kemudian berbalik hingga mereka saling berhadapan sekarang. "Keberadaanmu yang membuat beda." Dominic memegang pinggang Anna, dengan tersenyum lebar. Pria itu merunduk, lalu mengecup bibir istrinya cukup lama. "Kau tau, musim dingin tahun lalu dan tahun ini aku punya kebiasaan yang berbeda." Anna menaikkan sudut alisnya. "Kebiasaan yang berbeda? Apa contohnya?" "Ya, contohnya ... bercinta denganmu." Anna memukul dad
Daniella melompat kegirangan saat melihat Austin muncul dari pintu kedatangan. Dia memang sengaja menunggu di bandara saat suaminya itu mengatakan jika akan pulang hari ini. Sungguh, Daniella tidak dapat menahan diri lagi dengan berdiam diri di rumah saja, untuk menunggu Austin. Apalagi dia masih sedih karena Anna sudah pindah ke Vermont kemarin. "Honey, aku sangat merindukanmu." Austin langsung memeluk istrinya dengan erat. Kalau saja dia tidak ingat perut Daniella yang buncit, mungkin Austin tidak akan melepaskan istrinya sekarang. "Aku juga sangat merindukanmu." Austin melepaskan pelukannya dan langsung berjongkok di hadapan perut Daniella. Salah satu yang menjadi kebiasaannya sekarang adalah menyapa bayinya yang masih di dalam perut. "Halo, Sayang. Bagaimana kabarmu di dalam sana?" tanya Austin dengan mengusap perut Daniella. Sesekali dia menciumnya dengan gemas, hingga membuat Daniella tertawa karena geli. "Sudah, Austin. Sebaiknya kita pulang saja sekarang. Aku
Austin menyambut kedatangan Dominic dengan senang hati. Dia sengaja melakukan semua itu, sebelum kembali ke pulang ke New York. Setelah semua urusan di Sky Crystal hari ini selesai, Austin mungkin akan langsung pulang. Dia sudah tidak tahan lagi ingin bertemu dengan Daniella, setelah lebih dari satu bulan ini lebih sering menghabiskan waktunya untuk pulang pergi Vermont dan New York. "Hai, Dom. Bagaimana dengan perjalanan kalian?" Austin langsung memeluk Dominic begitu pria itu tiba. Lalu menyapa Anna yang terlihat cukup kelelahan. "Ah, kau pasti sangat kelelahan, Anna." "Hum, sedikit," jawab Anna dengan senyum tipis. "Ini perjalanan panjang setelah kehamilannya. Dia pasti sangat kelelahan, apalagi perutnya sudah semakin membesar." Austin mengerti dengan apa yang Dominic keluhkan. "Itulah sebabnya aku melarang Daniella ketika dia merengek minta ikut. Kalau begitu, ayo. Sebentar lagi hari akan gelap." Dominic dan Anna mengikuti Austin yang berjalan lebih dulu menuju mob
Dominic membawa Anna ke rumah keluarganya. Setelah rapat pagi tadi, baik Elena maupun Hamilton meminta Dominic untuk datang dan menjelaskan segalanya. Saat Dominic memberitahu Anna, awalnya dia terkejut dengan keputusan Dominic yang bahkan selama ini tidak pernah dibicarakan. Namun, Anna tidak punya pilihan lain selain menuruti apa yang sudah Dominic putuskan. Hidup di mana pun, Anna bersedia asal tetap bersama Dominic. "Kita bicara setelah makan," ujar Hamilton setelah Dominic dan istrinya tiba. Sekarang mereka duduk bersama di ruang tamu, tetapi dengan cepat Dominic menolaknya. "Bisa kita bicara sekarang saja?" Hamilton berdeham. Dia sudah mengira Dominic akan melakukan hal ini, tetapi tidak pernah berpikir jika waktunya akan secepat ini. "Kenapa tiba-tiba seperti ini? Seharusnya kita membicarakan semua ini dari jauh-jauh hari." Hamilton hanya bisa menghela napas panjang. Dia tidak tahu harus dengan cara apa lagi agar Dominic membatalkan keputusannya. "Aku jug
"Williams Group?" Anna menganggukkan kepalanya. Dia tahu sebesar apa tanggung jawab Dominic terhadap Williams Group. Untuk memutuskan tinggal di Sky Crystal selamanya, itu pasti bukan perkara mudah. Dominic tersenyum tipis, tanpa ingin menjawab rasa penasaran Anna. Pria itu justru mengusap rambut istrinya seraya berkata, "Besok kau akan tau semuanya, Sayang." *** Adam dibuat kelimpungan pagi ini karena Dominic meminta diadakannya rapat dengan para pemegang saham secara mendadak. Dia tidak tahu apa yang Dominic ingin sampaikan sampai harus mengadakan rapat mendadak seperti ini. Seluruh pemegang saham Williams Group diwajibkan hadir. Ada Hamilton, Elena, Charles, dan beberapa orang lain yang tampak duduk di ruang rapat menunggu Dominic, selaku pemegang saham tertinggi sekaligus pemimpin di Williams Group saat ini. Berbagai gonjang-ganjing mulai terdengar di setiap sudut perusahaan karena rapat mendadak yang tiba-tiba saja Dominic lakukan. Semua spekulasi muncul,