"Anna.""I-ini ... aku tidak sengaja tersandung tadi, dan jatuh membentur pinggiran meja," jawab Anna beralasan. Dia tidak mungkin mengatakan yang sebenarnya, bukan? "Kau yakin?" tanya Dominic sembari memerhatikan gelagat Anna yang tampak sedikit gelisah. "I-iya, Dom." Anna merasa semakin tidak nyaman karena Dominic terus saja memerhatikan dirinya. Dia membuang muka yang membuat Dominic semakin curiga. "Bukan karena ayahmu?" tanya Dominic tanpa pikir panjang. Dominic punya alasan kenapa bisa bertanya seperti itu. Dia tahu seperti apa Frank memperlakukan Anna. Mendengar pertanyaan Dominic, Anna langsung menatap pria itu dengan sedikit terkejut, lalu dia menggeleng. "Tentu saja bukan. Aku belum ada bertemu dengannya lagi selama beberapa hari ini.""Lalu lebam di pipimu itu karena apa?" cecar Dominic lagi. Dia tahu Anna sedang berbohong. "Aku tersandung tadi, Dom.""Kau sedang berbohong, Anna."Anna tampak meneguk ludahnya dengan susah payah. "A-aku tidak berbohong.""Kau ingin aku
Charles memijit kepalanya yang terasa sakit karena ulah Jennifer. Bagaimana bisa wanita itu berbuat kasar pada Anna kemarin? Padahal selama ini Charles tidak pernah melihat Jennifer berbuat kasar seperti itu. "Kalau sampai Dominic tahu masalah ini, aku tidak akan ikut campur." Akhirnya Charles buka suara setelah cukup lama diam. "Loh, kau itu suamiku, Sayang. Seharusnya kau membelaku kalau sampai Dominic tahu mengenai masalah ini. Lagi pula Dominic tidak akan tahu jika gadis rendahan itu tidak mengadu.""Dia punya nama, Jennifer." Charles sangat tidak suka mendengar Jennifer mencela orang lain seperti itu. Kemana gadis lemah lembut yang dulu dia kenal? Jennifer mendengkus tidak suka mendengar pembelaan Charles. "Kau membelanya? Apa jangan-jangan, kau juga suka dengan gadis rendahan itu, ya?""Namanya Anna, Jennifer!" tukas Charles dengan tegas, memperingatkan istrinya sekali lagi. "Dan sekali lagi, jangan bicara yang aneh-aneh. Aku tidak menyukai dia, seperti apa yang ada dalam p
Dominic tersenyum simpul saat melihat Anna tidur meringkuk di atas sofa. Sehabis dari rumah keluarga Williams tadi, Dominic tidak langsung pulang ke apartemennya. Dia pergi ke kantor untuk beberapa pekerjaan mendadak, dan bertemu dengan Harry setelahnya. Jadi, Dominic baru kembali ketika hampir tengah malam, dan Anna juga tidak tahu jika dia pulang dari Maryland hari ini. "Dia pasti sering tertidur di sini," ujar Dominic. Pria itu masuk ke kamar, dan kembali dengan membawa selimut tebal. Dominic langsung menyelimuti tubuh mungil Anna. Berniat membiarkan Anna tidur di sofa karena takut mengganggu. Namun, saat Dominic berdiri untuk pergi, Anna menggeliat. Dia terbangun saat merasakan sesuatu yang hangat, menyelimuti tubuhnya. Mata gadis itu tampak mengerjap, dan dia melihat Dominic dengan samar. "Dominic," panggil Anna lirih. Mata berwarna biru milik gadis itu terbuka dengan sempurna. "Kau bangun, Sayang? Sepertinya aku mengganggu tidurmu.""Apa aku sedang bermimpi?" tanya Anna
Anna membelalakkan mata, dengan wajah takjub saat taksi yang ditumpanginya berhenti di depan gedung berlantai tiga puluh, bertuliskan Williams Group. Ah, jadi, Dominic memang sekaya ini? Pantas saja semua gerak-gerik pria itu selalu menjadi sorotan publik. Anna membuka tasnya dan berniat untuk menghubungi Dominic saja dan akan memintanya untuk turun ke bawah. "Loh, di mana handphone-ku?" tanya Anna dengan wajah bingung. Oh, sial! Anna menepuk kepalanya sendiri karena sikap teledornya. Dia baru ingat, ponselnya tertinggal di apartemen! Sekarang, Anna tidak punya pilihan lain. Dia harus masuk sendiri dan memberikan berkas itu pada Dominic. Lagi pula dia sudah bersedia untuk membantu Dominic tadi. Jadi, Anna akan memberanikan diri untuk langsung masuk saja sekarang. "Selamat pagi. Ada yang bisa saya bantu, Nona?" tanya seorang resepsionis yang berjaga di lobi kantor. Dia menatap Anna dengan senyum ramah. "Aku—saya ingin bertemu dengan Tuan Dominic."Wanita yang bertanya pada An
Dominic menoleh saat mendengar suara ketukan pintu dari luar. Pria itu merasa khawatir karena sejak tadi Anna sama sekali tidak menjawab panggilan darinya. "Masuk!"Adam mendorong pintu dengan pelan. Melihat Adam yang masuk, Dominic tampak menghembuskan napasnya kuat-kuat. Dia pikir Anna yang datang. Jadi, Dominic mengabaikan Adam begitu saja. "Dom—“"Bisa kau jemput Anna? Seharusnya dia sudah sampai—“ Dominic menghentikan perkataannya saat mendengar suara seseorang yang datang dari belakang Adam. "Anna!" seru Dominic bersemangat. Dia langsung berjalan menghampiri gadis tersebut. "Oh, Sayang. Aku pikir kau tersesat. Kenapa tidak menjawab panggilanku?""Handphone-ku ketinggalan." Anna tersenyum dengan lebar, seolah sedang menyembunyikan rasa kesal karena perbuatan karyawan Dominic tadi. "Oh, astaga. Lalu bagaimana kau tau ruanganku?""Tadi, di bawah, Nona Anna—“"Kami bertemu di bawah tadi." Anna langsung memotong apa yang akan Adam katakan. Gadis itu menatap Adam dan seolah-olah
Dominic menghampiri Anna yang sedang menatap ke arahnya dengan mengerucutkan bibir. "Aku mau pulang." Anna berdiri setelah Dominic tiba. Meski di depan Kelly tadi dia berusaha untuk tetap terlihat tenang, tetapi tetap saja, saat dia melihat Dominic tiba-tiba saja hatinya merasa dongkol. Apa Dominic sama sekali tidak bisa merasa jika sekretarisnya itu sangat genit? "Loh, bukannya kita mau makan siang bersama? Aku sudah meminta Adam untuk memesan makanan, Sayang.""Aku tidak berselera untuk makan," jawab Anna dengan ketus. Membayangkan bagaimana niat Kelly yang ingin tidur dengan Dominic saja, sudah membuat selera makannya hilang. "Tapi ini sudah waktunya makan siang. Aku juga tadi sudah bilang pada mama jika kau tidak bisa ikut dengannya. Jadi, jangan mengatakan alasan bahwa kau tidak lapar."Anna menghentakkan kakinya dengan kesal. Dia ingin pulang sekarang juga. Anna tidak mau melihat tingkah Kelly yang membuat perutnya mual. Melihat sikap Anna yang mendadak berubah, Dominic y
"Apa yang kau lihat? Kau tidak punya tata krama ya hingga tidak bisa mengetuk pintu lebih dulu?" Dominic mendengkus kesal saat melihat sekretarisnya tiba-tiba datang. Terlebih lagi, saat dia mengingat bagaimana Anna marah beberapa detik yang lalu karena Kelly. Entah apa yang dikatakan wanita itu, Dominic akan mencari tahu sendiri. "Maaf, Mr. Williams." Kelly menundukkan wajahnya. Dia tidak berani menatap Dominic yang tampak sangat marah sekarang. Namun, meski seperti itu, Kelly merasa lebih dongkol saat melihat apa yang baru saja Dominic dan Anna lakukan. Pantas saja Anna sangat besar kepala tadi. Ternyata mereka punya hubungan khusus. "Kalau begitu sebaiknya kau keluar saja dan beritahu Adam jika ada pekerjaan. Aku akan keluar siang ini.""Baik." Kelly buru-buru keluar dan tak lupa menutup pintu. Sementara itu, Anna tersenyum jahil saat melihat kekesalan Dominic. Ya, dia tahu bagaimana pria itu tidak bisa diganggu. "Tadi kau bilang kau mau keluar. Mau ke mana?" tanya Anna yang
"Kau adalah gadis pertama yang Dominic bawa langsung kemari." Kimberly berbicara dengan sedikit berbisik, dengan tangannya yang sibuk mengukur setiap bagian tubuh Anna. "Gadis yang dibawa langsung? Apa itu artinya ada beberapa gadis yang pernah datang kemari?""Benar! Ternyata kau selain cantik, kau sangat pintar juga." Kimberly terkekeh. Dia suka dengan kepribadian Anna, meskipun gadis itu masih terlihat menutup diri. "Aku kenal Dominic sudah sejak lama. Biasanya gadis-gadis yang dia kencani dulu pasti selalu datang kemari untuk menghabiskan uang pria tersebut, tapi Dominic tidak pernah ikut. Mereka hanya datang sendiri, dan setelah itu aku hanya mengirimkan tagihan pada Dominic.""Ah, begitu. Ternyata dia memang loyal.""Ya, tapi hari ini aku benar-benar terkejut saat dia mengirim pesan dan bilang akan datang bersama seorang gadis. Akhirnya, dia terlihat serius dalam sebuah hubungan."Anna berusaha untuk tersenyum hangat mendengar setiap cerita yang Kimberly ceritakan, meski di dal
Dua Tahun Kemudian. Rumah Dominic terasa ramai sekarang karena anak laki-laki mereka tumbuh menjadi anak yang aktif. Leo, seperti itu mereka semua memanggil nama anak laki-laki yang lahir di musim dingin itu. Leo sangat pintar di usianya yang menginjak dua tahun. Tak jarang, Anna dan Dominic dibuat kewalahan dengan banyaknya pertanyaan yang diajukan oleh Leo. Seperti sekarang, anak itu sedang menanyakan banyak hal kepada ibunya. Tentang mengapa daun-daun pepohonan bisa jatuh di musim gugur, atau tentang bagaimana hewan-hewan liar itu bisa ada, dan mengapa mereka harus menjauhinya. "Mama, aku ingin bersama papa," celoteh Leo yang sudah bosan bertanya tentang banyak hal. "Iya, Sayang. Sebentar lagi papa pulang. Sekarang makan dulu." Leo menggeleng. Dia kembali berlari saat Anna hendak menyuapkan makanan ke dalam mulutnya. Kalau sudah seperti ini, Anna hanya bisa menghembuskan napas dengan kuat. Dia harus banyak bersabar menghadapi kelakuan Leo yang semakin hari se
"Namanya?" Anna menganggukkan kepala dengan senyum lebar. Lalu dia kembali mengusap tangan lembut milik bayi mereka. Ah, ternyata makhluk sebesar ini yang tumbuh di dalam perutnya selama ini. "Bagaimana dengan Mark?" "Mark?" "Iya. Kau tau arti dari nama Mark, Sayang?" Anna sontak menggeleng. "Mark berarti dewa perang. Aku memberinya nama Mark dengan harapan agar nantinya dia sekuat dewa perang." Senyum lebar tersungging di bibir Anna ketika mendengar nama anaknya. "Aku suka itu. Tambahkan nama belakangmu kalau begitu, Dom. Agar dia menjadi pria sekuat dirimu." Dominic setuju. Pria itu mencium kembali pipi bayinya yang terasa begitu halus. "Hai, Nak. Sekarang namamu Mark Leonardo Williams. Aku harap kau bisa tumbuh menjadi pria hebat di masa depan nanti." *** Kabar bahagia terdengar di seluruh penjuru kota New York saat kelahiran cucu pertama keluarga Williams diumumkan. Nama Dominic dan Anna langsung menjadi tren pencarian di internet yang paling banyak dicari
Anna dan Dominic menerima kabar bahagia atas kelahiran putra pertama Austin dan Daniella. Mereka turut berbahagia melihat bagaimana senangnya Austin saat menceritakan proses kelahiran bayi mereka. Anna yang sejak tadi memeluk Dominic pun, tidak pernah sama sekali berhenti tersenyum melihat kebahagiaan di wajah Daniella dan Austin. Mereka langsung melakukan panggilan video begitu mendapat kabar jika Daniella sudah melahirkan. "Ah, rasanya aku ingin terbang ke New York sekarang juga." Anna terlihat gemas melihat pipi merah milik putra Daniella. "Prediksi kelahiranmu kapan, An?" tanya Daniella dengan membersihkan Felix yang baru saja selesai dimandikan. "Bulan depan, tapi aku tidak yakin juga setelah mendengar jika kau melahirkan lebih cepat dari perkiraan." "Semoga semuanya lancar," harap Daniella. "Silakan bicara dengan Austin dulu. Felix sepertinya sudah sangat lapar." Anna mengangguk mengerti. Dia segera memberikan ponsel Dominic kepada pemiliknya, dan membiarkan D
Austin bangun tergopoh-gopoh begitu Daniella membangunkannya tengah malam begini. Yang membuatnya lebih terkejut lagi adalah saat melihat Daniella merintih kesakitan dengan memegang perutnya. "Daniella, apa kau akan melahirkan?" tanya Austin gugup. Dia terlihat lebih gugup daripada wanita yang akan melahirkan. "Aku tidak tau. Perutku sakit sekali, Austin," rintih Daniella tidak tahan lagi. Sebenarnya dia sudah merasakan sakit perut dari sore tadi. Hanya saja, Daniella memilih untuk diam, dan tidak mengatakan apa pun karena berpikir jika ini hanya sakit perut biasa. Sampai saat mereka akan tidur lagi, Daniella semakin merasa tidak nyaman karena kram di perutnya tak kunjung mereda. "Kita ke rumah sakit sekarang." "Telepon mama dulu, Austin. Sepertinya aku hanya sakit perut biasa saja." Namun, hal yang terjadi justru sebaliknya. Wajah Daniella tampak pucat dengan keringat deras yang membasahi kening. "Oke, sebentar. Aku telepon mama dulu kalau begitu," ucap Austin y
Musim gugur telah berlalu, dengan angin yang perlahan semakin terasa dingin. Hari ini, setelah sekian lama menunggu, salju pertama di tahun ini kembali turun. Dari balik kaca-kaca rumah, Anna menatap ke arah luar melihat salju yang mulai berjatuhan. Gadis itu tersenyum simpul. "Hari ini salju turun. Kau pasti sangat bahagia, kan, Sayang?" Tiba-tiba saja Dominic datang dan memeluk Anna dengan lembut. Anna hanya mengukir senyum dengan kepala mengangguk. "Musim dingin tahun ini sangat berbeda, Dom." "Apa yang berbeda?" Anna melepaskan tangan Dominic, kemudian berbalik hingga mereka saling berhadapan sekarang. "Keberadaanmu yang membuat beda." Dominic memegang pinggang Anna, dengan tersenyum lebar. Pria itu merunduk, lalu mengecup bibir istrinya cukup lama. "Kau tau, musim dingin tahun lalu dan tahun ini aku punya kebiasaan yang berbeda." Anna menaikkan sudut alisnya. "Kebiasaan yang berbeda? Apa contohnya?" "Ya, contohnya ... bercinta denganmu." Anna memukul dad
Daniella melompat kegirangan saat melihat Austin muncul dari pintu kedatangan. Dia memang sengaja menunggu di bandara saat suaminya itu mengatakan jika akan pulang hari ini. Sungguh, Daniella tidak dapat menahan diri lagi dengan berdiam diri di rumah saja, untuk menunggu Austin. Apalagi dia masih sedih karena Anna sudah pindah ke Vermont kemarin. "Honey, aku sangat merindukanmu." Austin langsung memeluk istrinya dengan erat. Kalau saja dia tidak ingat perut Daniella yang buncit, mungkin Austin tidak akan melepaskan istrinya sekarang. "Aku juga sangat merindukanmu." Austin melepaskan pelukannya dan langsung berjongkok di hadapan perut Daniella. Salah satu yang menjadi kebiasaannya sekarang adalah menyapa bayinya yang masih di dalam perut. "Halo, Sayang. Bagaimana kabarmu di dalam sana?" tanya Austin dengan mengusap perut Daniella. Sesekali dia menciumnya dengan gemas, hingga membuat Daniella tertawa karena geli. "Sudah, Austin. Sebaiknya kita pulang saja sekarang. Aku
Austin menyambut kedatangan Dominic dengan senang hati. Dia sengaja melakukan semua itu, sebelum kembali ke pulang ke New York. Setelah semua urusan di Sky Crystal hari ini selesai, Austin mungkin akan langsung pulang. Dia sudah tidak tahan lagi ingin bertemu dengan Daniella, setelah lebih dari satu bulan ini lebih sering menghabiskan waktunya untuk pulang pergi Vermont dan New York. "Hai, Dom. Bagaimana dengan perjalanan kalian?" Austin langsung memeluk Dominic begitu pria itu tiba. Lalu menyapa Anna yang terlihat cukup kelelahan. "Ah, kau pasti sangat kelelahan, Anna." "Hum, sedikit," jawab Anna dengan senyum tipis. "Ini perjalanan panjang setelah kehamilannya. Dia pasti sangat kelelahan, apalagi perutnya sudah semakin membesar." Austin mengerti dengan apa yang Dominic keluhkan. "Itulah sebabnya aku melarang Daniella ketika dia merengek minta ikut. Kalau begitu, ayo. Sebentar lagi hari akan gelap." Dominic dan Anna mengikuti Austin yang berjalan lebih dulu menuju mob
Dominic membawa Anna ke rumah keluarganya. Setelah rapat pagi tadi, baik Elena maupun Hamilton meminta Dominic untuk datang dan menjelaskan segalanya. Saat Dominic memberitahu Anna, awalnya dia terkejut dengan keputusan Dominic yang bahkan selama ini tidak pernah dibicarakan. Namun, Anna tidak punya pilihan lain selain menuruti apa yang sudah Dominic putuskan. Hidup di mana pun, Anna bersedia asal tetap bersama Dominic. "Kita bicara setelah makan," ujar Hamilton setelah Dominic dan istrinya tiba. Sekarang mereka duduk bersama di ruang tamu, tetapi dengan cepat Dominic menolaknya. "Bisa kita bicara sekarang saja?" Hamilton berdeham. Dia sudah mengira Dominic akan melakukan hal ini, tetapi tidak pernah berpikir jika waktunya akan secepat ini. "Kenapa tiba-tiba seperti ini? Seharusnya kita membicarakan semua ini dari jauh-jauh hari." Hamilton hanya bisa menghela napas panjang. Dia tidak tahu harus dengan cara apa lagi agar Dominic membatalkan keputusannya. "Aku jug
"Williams Group?" Anna menganggukkan kepalanya. Dia tahu sebesar apa tanggung jawab Dominic terhadap Williams Group. Untuk memutuskan tinggal di Sky Crystal selamanya, itu pasti bukan perkara mudah. Dominic tersenyum tipis, tanpa ingin menjawab rasa penasaran Anna. Pria itu justru mengusap rambut istrinya seraya berkata, "Besok kau akan tau semuanya, Sayang." *** Adam dibuat kelimpungan pagi ini karena Dominic meminta diadakannya rapat dengan para pemegang saham secara mendadak. Dia tidak tahu apa yang Dominic ingin sampaikan sampai harus mengadakan rapat mendadak seperti ini. Seluruh pemegang saham Williams Group diwajibkan hadir. Ada Hamilton, Elena, Charles, dan beberapa orang lain yang tampak duduk di ruang rapat menunggu Dominic, selaku pemegang saham tertinggi sekaligus pemimpin di Williams Group saat ini. Berbagai gonjang-ganjing mulai terdengar di setiap sudut perusahaan karena rapat mendadak yang tiba-tiba saja Dominic lakukan. Semua spekulasi muncul,