Harry menatap Dominic yang sedang duduk dengan muka gelisah. Sejak pria itu mengajaknya untuk bertemu, Dominic hanya diam saja. Sama sekali tidak bicara sepatah kata pun. "Kau ada masalah?" tanya Harry pada akhirnya. "Eh, tidak. Ini, aku hampir lupa." Dominic mengeluarkan undangan yang dia bawa, dan memberikannya pada Harry. "Apa ini? Kau akan menikah?""Bukan. Itu undangan pesta dari ibuku. Dia bilang kau bisa datang bersama Emily."Harry menatap undangan berwarna merah tua yang baru saja dia terima. Melihat Harry yang hanya diam saja setelah Dia menyinggung tentang Emily, Dominic merasa sangat penasaran. "Kalian benar-benar putus?""Apa aku terlihat bercanda?" tanya Harry kembali. Terdengar helaan napas panjang dari pria itu. Tidak hanya itu, Harry juga menjadi lupa dengan pertanyaannya pada Dominic tadi. "Tapi kalian sudah bersama dalam waktu lama. Tidak hanya itu, kalian juga sudah bertunangan. Apa kau tidak bisa menunggu dia sebentar lagi?"Ya, Dominic tahu inti permasalah
"Sayang, hari ini gaun dan setelan jasnya sudah jadi, tapi sepertinya aku tidak bisa mengambilnya. Aku ada pertemuan dengan klien di luar nanti." Dominic memberitahu Anna dengan mulut yang sedang mengunyah roti lapis. Gadis itu sedang duduk dengan tenang, sama seperti sikapnya selama beberapa hari ini, yang tidak banyak bicara. "Biar aku saja yang mengambilnya. Aku mau ke toko kue juga.""Apa tidak merepotkanmu nantinya?"Anna mendongakkan kepalanya dengan mulut yang penuh. Kemudian dia menggeleng pelan. "Kenapa harus merepotkan? Kau takut aku berbicara dengan Kimberly lagi?"Pertanyaan itu terasa seperti batu besar yang menghantam dada Dominic sekarang. Sejak beberapa hari ini, masalah mereka tidak pernah berhenti. Anna selalu saja membahas tentang Kimberly, padahal Dominic sudah mengatakan semuanya dengan jujur, kecuali tentang Kimberly yang pernah menyukainya dulu. Dominic tidak mau menambah masalah. "Tidak, Sayang. Kau bisa bebas jika mau mengobrol dengan Kim nanti.""Kim. Pa
"Ah, ternyata begitu." Anna mengendikkan bahunya acuh tak acuh mendengar jawaban Kimberly. "Kalian pernah berkencan rupanya.""Iya, ternyata Dominic tidak mau mengatakan semuanya dengan jujur, ya. Kami bersama cukup lama waktu itu."Melihat ekspresi datar di wajah Anna, Kimberly menjadi bingung. Bukan hal seperti ini yang dia mau. Seharusnya Anna marah saat mendengar fakta yang baru saja Kimberly sampaikan. "Kami juga saling mencintai waktu itu. Aku jadi yang pertama bagi Dominic, begitu juga sebaliknya. Kau mengerti maksudku 'kan, Anna?" Kimberly mendekatkan wajahnya dan berbisik, "Dia yang membuatku tidak virgin lagi."Anna menaikkan sudut alisnya dengan tatapan sinis. Dibandingkan rasa cemburu, sekarang Anna lebih kehilangan minat untuk berbicara lebih jauh lagi dengan Kimberly. Mengapa wanita itu mengatakan semuanya? Oh, menyebalkan! "Kau sudah menikah?" tanya Anna yang seolah tidak peduli dengan perkataan Kimberly barusan. Mendapatkan pertanyaan tidak terduga dari Anna, Kimb
Austin tiba di kantor Dominic setelah mengantar Anna ke toko kue milik gadis itu. "Kau lama sekali?" keluh Dominic saat melihat Austin masuk. Pria itu melirik jam tangannya. "Ini sudah waktunya makan siang. Mau makan di luar atau aku pesankan saja pada Adam?" Dominic kembali bertanya. Melihat wajah lelah sang sahabat, Dominic tahu pria itu pasti belum memakan apa pun. "Pesankan saja pada Adam. Aku lelah, setelah sampai di bandara tadi, aku pulang sebentar lalu langsung ke sini.""Oke. Kau menyetir sendiri ke sini?""Iya. Aku tidak butuh sopir seperti dirimu."Dominic mencebikkan bibirnya dengan sebal. "Terserah padamu saja."Austin menyandarkan tubuhnya ke sofa dan memejamkan mata. Sebenarnya dia lelah dan mengantuk, tetapi saat Dominic memintanya untuk datang, tentu saja Austin tidak bisa menolak. "Dominic," panggil Austin dengan mata yang masih terpejam. Dominic hanya menyahut dengan dehaman saja. "Kau pernah berkencan dengan wanita bernama Kimberly?"Dominic langsung terkejut
Meskipun merasa kesal dengan sikap Dominic, Anna tetap melakukan tugasnya malam ini dengan baik. Gadis itu memanggang kentang dan daging sapi untuk makan malam mereka, dan berusaha mengabaikan Dominic yang sejak tadi berdiri di sampingnya—ingin membantu pekerjaan Anna. Yang membuat Anna kesal sampai sekarang adalah kenapa Dominic baru ingin menjelaskan segalanya, setelah dia mendapatkan cerita yang tidak enak dari Kimberly? "Anna," panggil Dominic lembut. Dia tahu telah berbuat kesalahan. "Aku benar-benar minta maaf. Apa yang dikatakan Kimberly itu sama sekali tidak benar. Aku tidak pernah berhubungan dengannya apalagi sampai tidur bersama."Anna meletakkan spatula yang sedang dia pegang, lalu menoleh ke arah Dominic dengan helaan napas panjang. "Sayang—“"Aku tidak mempermasalahkan tentang kau mau berhubungan dengan siapa, atau tidur dengan siapa pun di masa lalu, Dom. Yang terpenting kau tidak melakukannya di masa kini dan di belakangku.""Lalu kalau seperti itu, kenapa kau mend
Pagi itu, Anna merasa kehilangan saat melihat Dominic tidak ada di sampingnya. Padahal malam tadi pria itu tidur dan memeluknya dengan erat. Takut terjadi sesuatu dengan Dominic, Anna bergegas turun dari tempat tidur dan keluar. Sayangnya, di luar dia juga tidak mendapatkan apa pun. Anna sudah memeriksa semua ruangan yang ada di apartemen, dan Dominic juga tidak ada. Melihat jam yang masih pagi, Anna yakin Dominic tidak mungkin sudah pergi bekerja. "Apa aku telepon saja?" tanya Anna pada dirinya sendiri. Dia bergegas kembali ke kamar dan mengambil ponselnya. Dalam satu panggilan, Dominic tidak menjawab panggilannya. Anna sampai kebingungan, hingga dia mendengar suara deringan ponsel Dominic yang ada di atas sofa. "Dia tidak membawa ponselnya?" Anna mulai merasa khawatir. Sebenarnya ke mana Dominic pergi? Tiba-tiba saja dia merasa takut. Seharusnya Anna tidak bersikap berlebihan malam tadi sampai tidak memberikan Dominic kesempatan untuk menjelaskan semuanya. Anna terduduk denga
Pagi ini Anna sudah dibuat repot dengan kedatangan beberapa orang yang tiba-tiba saja. Ah, sebenarnya mereka tidak datang tiba-tiba karena Dominic yang sudah memintanya lebih dulu kemarin, tetapi tetap saja, Anna merasa jika beberapa orang itu datang tanpa pemberitahuan apa pun. Sebab Dominic tidak ada memberitahu apa pun pada dirinya. "Dominic, apa semua ini?" bisik Anna dengan mata melotot ke arah Dominic. Di hadapan mereka sekarang ada lebih dari empat orang wanita yang mengaku sebagai tenaga profesional. "Nanti malam kita akan datang ke pesta peringatan hari jadi pernikahan kedua orang tuaku. Jadi, mereka akan membantumu.""Membantu?" Anna menaikkan salah satu alisnya, kebingungan. "Aku tau kita akan datang ke pesta orang tuamu malam nanti, tapi aku tidak mengerti apa yang bisa mereka bantu di sini?""Saya penata busana profesional, Nona. Mr. Williams memanggil saya untuk membantu Anda nanti.""Apa, penata busana?" Lagi-lagi Anna dibuat terkejut. Tidak berhenti sampai di sit
Dominic menggenggam tangan Anna dengan lembut kala dia merasakan kegugupan dari gadis itu. Merasa mendapatkan perhatian dari Dominic, Anna menoleh dan tersenyum hangat, seolah memberitahu Dominic bahwa dia baik-baik saja. Namun, sayangnya Dominic tidak bisa dibohongi, dia tahu bahwa Anna sedang resah sekarang, setelah melihat kamera wartawan yang mengarah ke mobil mereka. Keluarga Williams adalah keluarga konglomerat yang memang tidak bisa jauh dari pemberitaan media. Di pesta peringatan hari jadi pernikahan Tuan dan Nyonya Williams, semua orang mendapatkan undangan agar bisa merasakan pesta tersebut, tak terkecuali para wartawan yang sekarang berebut menyorot kamera ke arah mobil Dominic yang baru sampai. "Aku ... bagaimana ini, Dom? Aku takut membuatmu malu di sana nanti.""Tidak, Sayang. Sekarang tarik napasmu dan buang secara perlahan," ucap Dominic menenangkan kekasihnya. Dia paham karena ini adalah hal pertama dalam hidup Anna tersorot dengan banyak orang, dan menjadi pusa
Dua Tahun Kemudian. Rumah Dominic terasa ramai sekarang karena anak laki-laki mereka tumbuh menjadi anak yang aktif. Leo, seperti itu mereka semua memanggil nama anak laki-laki yang lahir di musim dingin itu. Leo sangat pintar di usianya yang menginjak dua tahun. Tak jarang, Anna dan Dominic dibuat kewalahan dengan banyaknya pertanyaan yang diajukan oleh Leo. Seperti sekarang, anak itu sedang menanyakan banyak hal kepada ibunya. Tentang mengapa daun-daun pepohonan bisa jatuh di musim gugur, atau tentang bagaimana hewan-hewan liar itu bisa ada, dan mengapa mereka harus menjauhinya. "Mama, aku ingin bersama papa," celoteh Leo yang sudah bosan bertanya tentang banyak hal. "Iya, Sayang. Sebentar lagi papa pulang. Sekarang makan dulu." Leo menggeleng. Dia kembali berlari saat Anna hendak menyuapkan makanan ke dalam mulutnya. Kalau sudah seperti ini, Anna hanya bisa menghembuskan napas dengan kuat. Dia harus banyak bersabar menghadapi kelakuan Leo yang semakin hari se
"Namanya?" Anna menganggukkan kepala dengan senyum lebar. Lalu dia kembali mengusap tangan lembut milik bayi mereka. Ah, ternyata makhluk sebesar ini yang tumbuh di dalam perutnya selama ini. "Bagaimana dengan Mark?" "Mark?" "Iya. Kau tau arti dari nama Mark, Sayang?" Anna sontak menggeleng. "Mark berarti dewa perang. Aku memberinya nama Mark dengan harapan agar nantinya dia sekuat dewa perang." Senyum lebar tersungging di bibir Anna ketika mendengar nama anaknya. "Aku suka itu. Tambahkan nama belakangmu kalau begitu, Dom. Agar dia menjadi pria sekuat dirimu." Dominic setuju. Pria itu mencium kembali pipi bayinya yang terasa begitu halus. "Hai, Nak. Sekarang namamu Mark Leonardo Williams. Aku harap kau bisa tumbuh menjadi pria hebat di masa depan nanti." *** Kabar bahagia terdengar di seluruh penjuru kota New York saat kelahiran cucu pertama keluarga Williams diumumkan. Nama Dominic dan Anna langsung menjadi tren pencarian di internet yang paling banyak dicari
Anna dan Dominic menerima kabar bahagia atas kelahiran putra pertama Austin dan Daniella. Mereka turut berbahagia melihat bagaimana senangnya Austin saat menceritakan proses kelahiran bayi mereka. Anna yang sejak tadi memeluk Dominic pun, tidak pernah sama sekali berhenti tersenyum melihat kebahagiaan di wajah Daniella dan Austin. Mereka langsung melakukan panggilan video begitu mendapat kabar jika Daniella sudah melahirkan. "Ah, rasanya aku ingin terbang ke New York sekarang juga." Anna terlihat gemas melihat pipi merah milik putra Daniella. "Prediksi kelahiranmu kapan, An?" tanya Daniella dengan membersihkan Felix yang baru saja selesai dimandikan. "Bulan depan, tapi aku tidak yakin juga setelah mendengar jika kau melahirkan lebih cepat dari perkiraan." "Semoga semuanya lancar," harap Daniella. "Silakan bicara dengan Austin dulu. Felix sepertinya sudah sangat lapar." Anna mengangguk mengerti. Dia segera memberikan ponsel Dominic kepada pemiliknya, dan membiarkan D
Austin bangun tergopoh-gopoh begitu Daniella membangunkannya tengah malam begini. Yang membuatnya lebih terkejut lagi adalah saat melihat Daniella merintih kesakitan dengan memegang perutnya. "Daniella, apa kau akan melahirkan?" tanya Austin gugup. Dia terlihat lebih gugup daripada wanita yang akan melahirkan. "Aku tidak tau. Perutku sakit sekali, Austin," rintih Daniella tidak tahan lagi. Sebenarnya dia sudah merasakan sakit perut dari sore tadi. Hanya saja, Daniella memilih untuk diam, dan tidak mengatakan apa pun karena berpikir jika ini hanya sakit perut biasa. Sampai saat mereka akan tidur lagi, Daniella semakin merasa tidak nyaman karena kram di perutnya tak kunjung mereda. "Kita ke rumah sakit sekarang." "Telepon mama dulu, Austin. Sepertinya aku hanya sakit perut biasa saja." Namun, hal yang terjadi justru sebaliknya. Wajah Daniella tampak pucat dengan keringat deras yang membasahi kening. "Oke, sebentar. Aku telepon mama dulu kalau begitu," ucap Austin y
Musim gugur telah berlalu, dengan angin yang perlahan semakin terasa dingin. Hari ini, setelah sekian lama menunggu, salju pertama di tahun ini kembali turun. Dari balik kaca-kaca rumah, Anna menatap ke arah luar melihat salju yang mulai berjatuhan. Gadis itu tersenyum simpul. "Hari ini salju turun. Kau pasti sangat bahagia, kan, Sayang?" Tiba-tiba saja Dominic datang dan memeluk Anna dengan lembut. Anna hanya mengukir senyum dengan kepala mengangguk. "Musim dingin tahun ini sangat berbeda, Dom." "Apa yang berbeda?" Anna melepaskan tangan Dominic, kemudian berbalik hingga mereka saling berhadapan sekarang. "Keberadaanmu yang membuat beda." Dominic memegang pinggang Anna, dengan tersenyum lebar. Pria itu merunduk, lalu mengecup bibir istrinya cukup lama. "Kau tau, musim dingin tahun lalu dan tahun ini aku punya kebiasaan yang berbeda." Anna menaikkan sudut alisnya. "Kebiasaan yang berbeda? Apa contohnya?" "Ya, contohnya ... bercinta denganmu." Anna memukul dad
Daniella melompat kegirangan saat melihat Austin muncul dari pintu kedatangan. Dia memang sengaja menunggu di bandara saat suaminya itu mengatakan jika akan pulang hari ini. Sungguh, Daniella tidak dapat menahan diri lagi dengan berdiam diri di rumah saja, untuk menunggu Austin. Apalagi dia masih sedih karena Anna sudah pindah ke Vermont kemarin. "Honey, aku sangat merindukanmu." Austin langsung memeluk istrinya dengan erat. Kalau saja dia tidak ingat perut Daniella yang buncit, mungkin Austin tidak akan melepaskan istrinya sekarang. "Aku juga sangat merindukanmu." Austin melepaskan pelukannya dan langsung berjongkok di hadapan perut Daniella. Salah satu yang menjadi kebiasaannya sekarang adalah menyapa bayinya yang masih di dalam perut. "Halo, Sayang. Bagaimana kabarmu di dalam sana?" tanya Austin dengan mengusap perut Daniella. Sesekali dia menciumnya dengan gemas, hingga membuat Daniella tertawa karena geli. "Sudah, Austin. Sebaiknya kita pulang saja sekarang. Aku
Austin menyambut kedatangan Dominic dengan senang hati. Dia sengaja melakukan semua itu, sebelum kembali ke pulang ke New York. Setelah semua urusan di Sky Crystal hari ini selesai, Austin mungkin akan langsung pulang. Dia sudah tidak tahan lagi ingin bertemu dengan Daniella, setelah lebih dari satu bulan ini lebih sering menghabiskan waktunya untuk pulang pergi Vermont dan New York. "Hai, Dom. Bagaimana dengan perjalanan kalian?" Austin langsung memeluk Dominic begitu pria itu tiba. Lalu menyapa Anna yang terlihat cukup kelelahan. "Ah, kau pasti sangat kelelahan, Anna." "Hum, sedikit," jawab Anna dengan senyum tipis. "Ini perjalanan panjang setelah kehamilannya. Dia pasti sangat kelelahan, apalagi perutnya sudah semakin membesar." Austin mengerti dengan apa yang Dominic keluhkan. "Itulah sebabnya aku melarang Daniella ketika dia merengek minta ikut. Kalau begitu, ayo. Sebentar lagi hari akan gelap." Dominic dan Anna mengikuti Austin yang berjalan lebih dulu menuju mob
Dominic membawa Anna ke rumah keluarganya. Setelah rapat pagi tadi, baik Elena maupun Hamilton meminta Dominic untuk datang dan menjelaskan segalanya. Saat Dominic memberitahu Anna, awalnya dia terkejut dengan keputusan Dominic yang bahkan selama ini tidak pernah dibicarakan. Namun, Anna tidak punya pilihan lain selain menuruti apa yang sudah Dominic putuskan. Hidup di mana pun, Anna bersedia asal tetap bersama Dominic. "Kita bicara setelah makan," ujar Hamilton setelah Dominic dan istrinya tiba. Sekarang mereka duduk bersama di ruang tamu, tetapi dengan cepat Dominic menolaknya. "Bisa kita bicara sekarang saja?" Hamilton berdeham. Dia sudah mengira Dominic akan melakukan hal ini, tetapi tidak pernah berpikir jika waktunya akan secepat ini. "Kenapa tiba-tiba seperti ini? Seharusnya kita membicarakan semua ini dari jauh-jauh hari." Hamilton hanya bisa menghela napas panjang. Dia tidak tahu harus dengan cara apa lagi agar Dominic membatalkan keputusannya. "Aku jug
"Williams Group?" Anna menganggukkan kepalanya. Dia tahu sebesar apa tanggung jawab Dominic terhadap Williams Group. Untuk memutuskan tinggal di Sky Crystal selamanya, itu pasti bukan perkara mudah. Dominic tersenyum tipis, tanpa ingin menjawab rasa penasaran Anna. Pria itu justru mengusap rambut istrinya seraya berkata, "Besok kau akan tau semuanya, Sayang." *** Adam dibuat kelimpungan pagi ini karena Dominic meminta diadakannya rapat dengan para pemegang saham secara mendadak. Dia tidak tahu apa yang Dominic ingin sampaikan sampai harus mengadakan rapat mendadak seperti ini. Seluruh pemegang saham Williams Group diwajibkan hadir. Ada Hamilton, Elena, Charles, dan beberapa orang lain yang tampak duduk di ruang rapat menunggu Dominic, selaku pemegang saham tertinggi sekaligus pemimpin di Williams Group saat ini. Berbagai gonjang-ganjing mulai terdengar di setiap sudut perusahaan karena rapat mendadak yang tiba-tiba saja Dominic lakukan. Semua spekulasi muncul,