Share

BAB 1

Author: Tithi
last update Last Updated: 2021-11-17 13:23:57

Kael mulai gelisah menunggu di sebuah Cafe seorang diri. Beberapa kali laki-laki berusia awal dua puluh tahun itu mengarahkan pandangannya ke arah pintu masuk. Sudah setengah jam dia duduk ditemani secangkir latte panas dan dua buku akademik yang menjadi bacaannya karena menunggu seseorang yang seharusnya sudah bersamanya.

Kael melihat ponselnya untuk memeriksa pesan yang masuk dari seseorang bernama Chea. Pesan terakhir dari seseorang yang tidak menggunakan foto sebagai profil W******p-nya itu mengabarkan bahwa dia akan terlambat lima menit. Tapi, Kael sudah menunggunya selama empat puluh menit jam.

Dan masalah profil W******p yang tidak ada gambarnya. Ada dua kemungkinan. Pertama, gadis yang akan menjadi muridnya memang tidak memasang foto untuk profilnya. Kedua, nomor Kael memang sengaja tidak dia simpan sehingga Kael tidak akan mengetahui wajah muridnya itu.

Salah satu teman semasa SMA-nya menawarkan untuk menjadi tutor pribadi seorang anak SMA bernama Chea. Temannya juga memberi informasi bahwa Chea merupakan siswi SMA dari sekolah termana di Jakarta. Ayahnya merupakan dokter spesialis di Jakarta dan tentunya dia akan mengikuti jejak sang Ayah. Sayangnya, nilai akademis Chea tidak mendukung sehingga Ayahnya mencarikan tutor untuk Chea. Mengejutkannya lagi, gadis yang kata teman Kael memiliki paras cantik itu suka membuat ulah agar tutornya tidak betah. Sudah hampir tujuh kali dalam enam bulan termasuk teman Kael yang mengundurkan diri sebagai tutor. Entah karena tidak betah dengan perilaku kurang ajar Chea atau karena nilai Chea yang tidak meningkat sehingga Ayah Chea harus mengganti mereka.

“Kael bukan, ya?”

Kael mengarahkan pandangannya ke asal suara itu. Seorang siswi SMA mengenakan seragam dengan rok dan dasi bermotif kotak-kotak biru tua dipadukan dengan kemeja lengan panjang putih yang digulung dengan rompi cream sudah berdiri di hadapan Kael.

Dia pun mengangguk, “Chea?” Kael balik bertanya.

Chea tidak menjawab pertanyaan Kael dan lantas duduk di kursi yang kosong.

“Kamu terlambat setengah jam lebih sepuluh menit dari kesepakatan kita,” ucap Kael sembari melihat jam ditangannya.

Temannya sudah memberi pesan untuk tidak terlalu bersikap baik kepada gadis itu.

“Sorry. Aku nggak tahu kalo jalannya macet.” Chea menyandarkan punggungnya dan mulai asyik dengan ponselnya.

“Sejak kapan Jakarta nggak macet?” sindir Kael.

Chea mengangkat tangannya kepada salah satu waiters, “Aku juga harus pesen sesuatu, kan?”

“Silakan!”

Chea mulai membuka buku menu yang diberikan oleh waiters, “Lemon tea dan Spagetti satu,” kata Chea lalu menutup buku menunya dan mengembalikan kepada pria yang mengenkaan kaos kerah merah dengan celemek hitam yang terikat dipinggangnya.

“Bisa kita mulai?” tanya Kael.

“Sabar kenapa sih. Aku laper mau makan.”

“Sambil nunggu kenapa kita nggak mulai aja? Menghemat waktu kita kan?”

“Aku nggak bisa mikir kalo perut laper. Nggak bisa fokus. Santai aja dulu.”

Kael menarik nafasnya agar rasa kesal yang mulai muncul dalam dirinya hilang. Dia sudah diberitahu oleh temannya bahwa Chea akan membuat dia kesal karena sikapnya agar Kael tidak betah menjadi tutornya dan dia tidak boleh menyerah. Kael membutuhkan pekerjaan ini sehingga dia harus bertahan setidaknya satu bulan.

Tidak! Tidak sebulan tapi sampai dia bisa membuat Chea masuk ke Fakultas Kedokteran di UI. Pak Cakra sudah berjanji saat mereka bertemu tiga hari lalu. Beliau akan memberikan bonus dua kali lipat dari upah Kael mengajari Chea jika Chea berhasil masuk ke Fakultas Kedokteran UI.

###

Chea dengan santai menikmati makan siangnya yang terlambat. Pukul setengah tiga sore memang sudah bukan lagi disebut makan siang. Gadis yang memiliki poni di kepalanya itu memang sengaja makan di saat dia bertemu dengan tutor pribadinya. Dia juga sengaja datang terlambat dan membuat Kael menunggu.

Cerita sebenarnya, dia sudah datang lebih dulu di Cafe. Lima menit lebih awal dari Kael. Dia lantas mengirimkan pesan kepada Kael memberi kabar bahwa dia akan terlambat lima menit. Setelah itu, dia mengamati Kael diam-diam berharap Kael tak betah menunggunya dan membatalkan les mereka hari ini. Tapi dia salah mengira.

“Udah selesai makannya?” tanya Kael setelah Chea menghabiskan spagetti pesanannya.

“Nggak liat kalo habis?” Chea lekas meminum lemon tea.

Kael melihat jamnya lagi. Entah sudah berapa kali laki-laki yang mengenakan kaos putih dipadukan dengan kemeja biru laut melihat jam tangannya selama Chea mengamatinya.

“Tinggal dua puluh menit waktu kita.”

Chea berusaha untuk tidak menunjukkan perasaan senangnya karena puas sudah membuang waktu tujuh puluh menit mereka.

“Hari pertama saya nggak akan langsung kasih materi. Saya akan kasih tau rulles selama kita les.”

Mendadak perasaan Chea merasa tidak enak mendengar suara Kael yang terdengar tegas dan membuat sekitar Chea menjadi dingin. Tapi, Chea berusaha untuk tetap tenang di depan Kael.

“Kalo kamu terlambat atau buat saya menunggu. Jam les kita akan bertambah. Misalkan aja sekarang, kamu udah buat saya nunggu selama hampir satu jam lebih sepuluh menit. Itu artinya, kita akan tambah waktu les kita dengan waktu yang sama.”

“Loh kok gitu? Kan kita udah sepakat kalo selesai setengah empat.”

“Itu kalo kamu datang tepat waktu.”

“Terus kalo kamu yang telat?”

“Saya akan terima risikonya dengan nggak akan ngeganti jam yang udah saya lewati tapi kamu harus ingat kalo saya nggak pernah terlambat. Kalo misal nggak bisa datang tolong kasih kabar maksimal satu jam sebelumnya dan nanti kita akan ganti di hari lain. Mulai lusa usahain untuk makan dulu sebelum ketemu saya.”

Chea menatap tak percaya dengan tutor barunya. Dia sadar bahwa tutornya kali ini bukan orang yang mudah menyerah, “Kamu dapat bayaran berapa sih sampai harus berlebihan kayak gini? Oh .. aku tahu. Kamu butuh uang kan? Kalo gitu kita pura-pura untuk tetap les selama sebulan. Gimana? Kamu dapet untung kan?”

Tentu saja tawaran Chea tidak akan ditolak. Kapan lagi Kael akan mendapatkan gaji tanpa harus mengajari Chea belajar meski hanya sebulan. Ini bukan kali pertama Chea menawarkan kesepakatan ini dan mantan tutornya entah yang mana menerima tawaran Chea.

“Saya lebih tertarik dengan kesepakatan yang Pak Cakra tawarkan daripada tawaran kamu. Jadi, bantu saya supaya saya bisa memenuhi kesepakatan itu. Paham?!”

Chea menahan kekesalannya ketika Kael menolak mentah-mentah yang dia tawarkan. Dan kesepakatan Ayah? Chea tidak tahu bahwa antara Ayah dan Kael membuat kesepakatan. Jika tawaran Chea ditolak itu artinya uang yang Ayah tawarkan dalam kesepakatan itu jauh lebih besar dari gaji yang Kael terima.

Sialan!

###

Tidak ada yang menyambut kepulangan Chea meski dia belum pulang terlalu malam. Sejak Ibu meninggal lima tahun lalu, rumah memang mulai berubah sepi setiap Chea pulang ke rumah. Ayah yang masih sibuk di Rumah Sakit hampir membuat ia tidak bisa menemuinya setiap hari. Pulang saat larut malam dan tidur seharian jika kebagian shift malam dan akan bangun saat akan berangkat lagi ke Rumah Sakit.

Makan malam? Chea bahkan tidak nafsu makan saat tahu bahwa dia akan menikmati makan malamnya sendirian. Andai dia memiliki saudara, dia tidak akan sesepi ini jika berada di rumah. Dia menyesal pernah mengatakan tidak ingin memiliki adik hanya karena takut kasih sayang orang tuanya terbagi. Dia tak menyangka orang tuanya akan menuruti permintaannya begitu saja.

Suara kunci dibuka terdengar dari dalam. Chea menoleh ke pintu dan mendapati Ayah pulang dengan keadaan lusuh dan tampak lelah. Kemejanya satu keluar dan satu dimasukkan. Dasinya sudah berpindah di genggaman tangan Ayah.

“Baru pulang kamu?” tanya Ayah saat melihat Chea masih mengenakan seragam sekolahnya tanpa sepatu karena sudah dia lepas usai masuk.

“Iya. Ayah udah makan?”

“Kamu belum makan?”

“Belum.”

“Kalo gitu makanlah!” Ayah mengeluarkan dompetnya dan memerikan dua lembar uang seratus ribu kepada Chea, “Beli makan untuk kamu!”

“Ayah?”

“Ayah mau istirahat aja. Ayah capek.” Ayah beralih ke dapur yang berada di belakang Ayah.

Rumah mereka memang tidak luas. Dapur, ruang makan dan ruang tengah menjadi satu. Dua kamar dengan satu kamar mandi. Setelah Ibu meninggal, mereka memutuskan untuk pindah dari rumah mewah berlantai dua ke rumah yang lebih kecil karena merasa hidup berdua tidak perlu rumah mewah.

“Les kamu gimana hari ini?”

Chea memutar bola matanya. Jika dia mengeluh tentang sikap Kael kepada Ayah itu akan menjadi boomerang untuknya, “Lancar.”

“Jangan ganti tutor lagi! Dia anak terpintar semasa SMA bahkan dapat beasiswa masuk ke Fakultas Kedokteran di UI.” Beliau nampak berpikir setelah mengambil gelas, “Ayah nggak ngerti kenapa dia justru nolak beasiswa itu. Nggak ada seberuntung dia. Ayah bahkan mengulang sampai dua kali untuk bisa dapetin beasiswa itu.” Ayah meneguk air putih yang sudah Ayah tuangkan dalam gelas.

“Ayah ...-”

Ayah menatap Chea dengan tatapan tanya sambil menaruh gelasnya di atas meja, “Kenapa? Kamu butuh sesuatu?”

Aku nggak mau masuk ke Fakultas Kedokteran.

Chea menggeleng.

Sejak kecil, Ayah memang sudah mendoktrinnya agar menjadi sepertinya meski Ibu selalu meminta Ayah untuk tidak memaksakan kehendaknya dan membiarkan Chea memilih apa yang dia inginkan. Nilai sekolah Chea memang bagus. Dia tergolong anak yang cerdas di sekolah sehingga Ayah yakin Chea bisa menjadi sepertinya tapi empat tahun terakhir nilai Chea menjadi turun karena Chea sengaja membuat nilainya menjadi jelek. Dia ingin Ayah tahu bahwa dia tidak berminat menjadi seperti Ayah. Sayangnya, Ayah justru mendaftarkan Chea ke sebuah bimbel dan ketika Chea naik kelas 3 merekrut tutor pribadi.

###

Suasana pagi di rumah Chea memang berbeda dengan suasana pagi di rumah lainnya. Tidak ada kehangatan yang terjadi antara Chea dan Ayah saat mereka duduk bersama menikmati sereal yang menjadi menu sarapan mereka. Chea akui Ayah memang tipe laki-laki kaku yang jarang sekali berbicara. Sejak Ibu meninggal, suasana rumah memang berbeda 180 derajat sebab sosok Ibulah yang membuat suasana pagi menjadi berwarna.

“Kamu nggak lupa kan acara makan malam nanti?” tanya Ayah.

“Nggak kok, Yah. Kita mau berangkat bareng?”

“Nggak. Ayah akan berangkat dari Rumah Sakit. Kamu naik taksi aja nanti kita ketemu di Restoran.” Ayah lekas menengguk habis air putihnya.

“Iya, Yah.”

Beliau lekas berdiri dan tak lupa menenteng tas kerjanya, “Ayah berangkat dulu.”

Chea mencium tangan Ayah.

Ayah berjalan menuju pintu sementara Chea memilih untuk membereskan meja makan.

“Chea.” Ayah memanggil namanya dengan nada yang serius.

Chea berpaling menatap Ayah yang sudah berdiri di depan pintu mungkin jarak Ayah dan pintu hanya enam puluh sentimeter saja.

“Selamat ulang tahun, Nak.”

Chea tersenyum dengan mata yang berkaca-kaca mendengar ucapan singkat yang tulus dari Ayah. Dia tahu betul Ayah memang tak pandai mengekspresikan perasaannya, “Makasih, Yah.”

Chea menarik nafas dan menghemuskan secara perlahan. Cara yang dia lakukan agar tidak menangis dimomen bahagianya.

Hari ini Chea genap berusia tujuh belas tahun. Tidak ada perayaan spesial karena Chea memang tidak suka itu. Dia lebih suka menghabiskan hari spesialnya bersama orang tersayang. Rencananya, dia dan Ayah akan makan malam di luar untuk merayakan hari spesialnya.

Related chapters

  • 3 Minutes With You   BAB 2

    Restoran Askara. Salah satu tempat makan yang rasanya tidak kalah jika dibandingkan dengan Restoran bintang lima sekalipun. Letaknya berada di daerah perkantoran di kawasan Jakarta. Banyak kalangan yang datang baik pegawai kantoran bahkan mahasiswa di saat makan siang seperti sekarang atau makan malam. Sebenarnya, Restoran Askara memang lebih pantas disebut dengan tempat makan jika dilihat dari berbagai aspek. Salah satunya kuota pengunjung yang baru bisa menampung dua belas orang saja. Jam operasionalnya pun dibagi dua yaitu pagi jam sembilan sampai jam dua siang dan malam jam empat sore hingga sembilan malam. Karyawannya juga belum terlalu banyak yaitu tidak lebih dari sepuluh orang yang dibagi dua shift setiap harinya. Bu Nur si pemilik bisnis tersebut memberikan kata Restoran untuk nama bisnisnya karena memiliki harapan jika suatu hari, usaha yang beliau rintis dapat menjadi besar dan terkenal seperti Restoran-Restoran pada umumnya. Kael bekerja di tempat

    Last Updated : 2021-11-17
  • 3 Minutes With You   BAB 3

    Secangkir latte panas tidak pernah absen menemani Kael yang sedang menunggu Chea datang. Dia datang sepuluh menit lebih awal dari kesepakatan mereka. Sesuai permintaan Chea, mereka memilih melakukan les di luar rumah. Gadis itu menjelaskan bahwa dia akan sulit berkonsentrasi jika sewaktu-waktu Pak Cakra pulang dan ikut mengawasinya. Waktu berlalu begitu cepat ketika Kael sibuk membaca buku. Sudah pukul dua siang tepat. Kael memandang ke arah pintu berharap gadis itu tidak terlambat meski sebenarnya Chea yang akan dirugikan jika dirinya yang terlambat. Senyum Kael muncul ketika mendapati Chea turun dari taksi biru. Chea yang berdiri tepat dihadapannya yang berbatas dengan jendela nampak kesal begitu melihat wajahnya yang nampak senang. Tentu saja Kael merasa senang sebab dia berhasil membuat Chea menurut kepadanya karena kesepakatan yang dia buat. Setidaknya, satu kendala menjadi tutor gadis itu berhasil ditanganinya. Chea menyeringai saat men

    Last Updated : 2021-11-17
  • 3 Minutes With You   BAB 4

    Chea tidak hentinya bersenandung sepanjang jalan bersama Ayah. Lalu lintas yang macet siang ini tidak membuat suasana hati Chea yang baik menjadi buruk. Dia bahkan tidak peduli jika mobil Ayah sudah diam selama hampir setengah jam di tengah jalan. Suara klankson kendaraan yang terdengar silih berganti pun juga tidak mempegaruhinya. “Kita mau ke mana?” tanya Ayah. “Nonton?” “Ide yang bagus. Ayah udah lama nggak nonton film. Kamu cari jadwalnya dan pesan langsung biar kita nggak usah nunggu waktu lama.” “Oke, bos.” Chea membuka website bioskop untuk melihat jadwal film yang akan tayang siang ini, “Horor?” “Boleh.” Satu kesamaan Chea dan Ayah adalah mereka menyukai genre film yang sama. Jika tidak film horor, mereka akan menonton film action. Chea pun lekas memilih film horor yang sudah ingin dia lihat. Memilih jam penayangan lalu membeli tiket untuk mereka berdua. “Halo, Dokter Cakra,” suara seorang perempuan meny

    Last Updated : 2021-11-18
  • 3 Minutes With You   BAB 5

    “Perempuan kemarin siapa, Kael?” tanya Bu Nur ketika mereka berada di dapur merapikan bahan-bahan yang baru saja datang. Kael mulai mengingat seorang perempuan yang dimaksud Bu Nur. Kemarin dia bertemu dengan Chea di dekat Restoran. Mereka hampir berbincang selama sepuluh menitan sebelum akhirnya, Chea pulang setelah dia menghentikan taksi untuk Chea. “Chea, maksud Ibu?” “Jadi namanya Chea. Bagus namanya. Pacarmu, Kael?” Kael menggeleng sambil memasukkan tomat di tempatnya dengan rapi. Tomat yang lama dia taruh di paling depan dan tomat baru dia taruh di belakang. Dulu, dia pernah bekerja di Mini Market dan cara menata barang dia aplikasikan saat menata bahan-bahan dapur di Restoran. “Murid saya, Bu.” “Murid kok sampai pelukan seperti itu?” Bu Nur nampaknya tidak percaya dengan jawabannya. Kael terkekeh, “Beneran. Dia lagi sedih dan saya cuman hibur dia dengan meluk dia. Itu aja kok.” “GUYS!” Bu Nur ber

    Last Updated : 2021-11-19
  • 3 Minutes With You   BAB 6

    Sudah sejak pagi, Chea merasa kepalanya sangat pusing dan berkunang-kunang. Dia bahkan tidak masuk ke sekolah karena rasa pusing yang dialaminya. Jika dipaksakan untuk berdiri kepalanya terasa berputar-putar.Chea duduk di sofa ruang tamu saat dia tidak sanggup berdiri untuk kembali ke kamarnya usai meminum obat di dapur. Kepalanya sungguh nyut-nyutan sampai dia harus menjambak rambutnya untuk meredakan rasa sakit. Hari ini dia sudah minum obat untuk kedua kalinya setelah pagi tadi tapi rasa sakit dikepalanya tidak berkurang.Dia sudah memberitahu Ayah perihal sakitnya sebelum Ayah ke Rumah Sakit, Ayah lekas menyuruh Chea untuk ke Rumah Sakit tapi Chea menolak. Ayah pun hanya memberikan obat anemia untuknya.Ponselnya berdering. Chea meraih ponsel yang berada di atas meja ruang tamu. Nama Kael muncul di layar ponselnya sebagai penelpon.“Kael,” ucapnya dengan nada lemah memanggil nama laki-laki yang menelponnya.“Kamu sakit?&rdquo

    Last Updated : 2021-11-20
  • 3 Minutes With You   BAB 7

    Pandangan Chea tidak lepas memandangi Kael yang sedang bernyanyi sambil bermain gitar di atas panggung. Secara kebetulan ketika Chea sedang ingin menikmati waktu me time-nya, dia tidak sengaja melihat kedatangan Kael di Cafe. Kael yang datang bersama dua temannya tapi Kael lekas meninggalkan kedua temannya dan menuju ke panggung. Chea sudah tidak tahu ke mana dua teman Kael itu. Fokusnya hanya tertuju kepada Kael. Kael nampak menikmati ketika bermain gitar sambil menyanyikan lagu milik band Gigi. Beberapa kali, Kael melakukan kontak mata dengan para pengunjung hingga akhirnya menatap ke arah Chea. Sontak Chea tersenyum meski dirinya tidak yakin bahwa Kael menyadari keberadaannya. Chea lantas memberikan tepuk tangan dengan semangat usai lagu Arman Maulana cs itu selesai Kael nyanyikan. Tidak hanya Chea yang memuji penampilan Kael dengan bertepuk tangan, pengunjung lainnya pun begitu. “Terima kasih atas kesedian anda sekalian mendengarkan suara saya be

    Last Updated : 2021-11-22
  • 3 Minutes With You   BAB 8

    Chea tidak pernah segugup ini menantikan pengumuman nilai ujian yang sudah selesai. Hari ini setelah Chea menyelesaikan ujiannya seminggu lalu, wali kelas akan membagi hasil ujian mereka setelah pelajaran terakhir berakhir. Chea tidak berharap banyak. Dia hanya ingin nilainya meningkat saja. Dia takut nilainya sama saja atau justru menurun dan membuat Kael akan digantikan oleh tutor baru. Suasana kelas tidak sesantai biasanya. Teman-teman Chea dan juga Chea sendiri mulai merasa gugup menunggu wali kelas mereka datang. Sudah lebih dari lima belas menit dari pelajaran terakhir selesai. Seorang wanita mengenakan rok span selutut dengan kemeja merah jambu yang dimasukkan ke dalam rok span hitamnya masuk ke dalam kelas Chea. Kehadiran wanita berusia sekitar awal empat puluh tahunan itu membuat suasana kelas menjadi tegang. Terlebih ketika raut wajah Bu Wanda tidak memperlihatkan seulas senyuman diwajahnya saat memandang murid-muridnya. “Ibu terima kasih karena kal

    Last Updated : 2021-11-23
  • 3 Minutes With You   BAB 9

    “Bentar deh, Kael!” Chea menahan Kael yang akan masuk ke Restoran Aksara. Jika Chea tidak salah ingat. Dia dan Kael pernah bertemu di dekat Restoran yang ada di depannya sekarang. Mungkin sekitar sebulan lalu, saat dia harus pulang sendirian karena Ayah yang harus kembali ke Rumah Sakit. Dua jam lalu, saat Chea masih di rumah. Ia mendapatkan pesan dari Kael yang memintanya bertemu di depan Restoran Askara. Kael pun menjelaskan bahwa mereka tidak bisa pergi ke tempat yang Chea inginkan sebab Kael harus menggantikan temannya yang tidak bisa masuk kerja hari ini. Restoran mendapatkan booking­-an untuk acara renuian dan membutuhkan tenaga tambahan sehingga meminta Chea untuk ikut membantunya. “Kenapa?” “Aku nggak salah denger kan?” “Kamu nggak mau, ya?” Kael menatapnya dengan kecewa dan bingung, “Saya nggak tau lagi mau minta tolong siapa untuk bantu di Restoran. Nino nggak bisa dan Lily belum balas pesen aku.” Chea terkejut ketik

    Last Updated : 2021-11-25

Latest chapter

  • 3 Minutes With You   EPILOG

    “Jadi, setelah aku tahu kamu menghilang. Aku sempet lihat kamu di Singapura ...,” Chea menggeleng mengingat peristiwa itu, “Aku pasti udah gila karena halusinasi kamu ada di sana karena terlalu khawatirin kamu.” Kael meletakkan cangkir latte panas di atas meja, “Singapura? Di Stasiun Jurong East?” Chea terkejut ketika Kael mengetahui di mana dia melihat Kael saat masih berada di Singapura. Kael tersenyum melihat Chea yang terkejut, “Itu emang aku lagi. Kamu nggak lagi berhalusinasi.” Alis Chea menyatu karena keningnya yang berkerut. “Aku emang ke Singapura untuk cari kamu dan nggak sengaja aku malah lihat kamu sama sepupumu. Awalnya aku mau langsung temuin kamu tapi ternyata masih ada yang ngenalin aku sebagai K jadi aku nggak jadi nemuin kamu karena takut malah jadi berita baru,” jelas Kael. Chea memberikan pukulan ke Kael membuat Kael merintih terkejut. “Kok dipukul sih?” tanya Kael. “Habisnya kamu buat aku kayak oran

  • 3 Minutes With You   BAB 44

    Hari bahagia Zafri dan Shena pun tiba. Keluarga kedua belah pihak beserta tamu undangan yang hadir menyaksikan penyatuan cinta mereka yang diadakan di sebuah taman. Beberapa tahun belakangan ini konsep outdoor memang sedang menjadi trend untuk pasangan pengantin muda seperti mereka. Garden party. Zafri terlihat tampan dan gagah dengan setelan tuxedo putih yang pernah diperlihatkan Shena di obrolan grup mereka bertiga. Bedanya rambut Zafri disisir rapi dihari istimewa Zafri. Shena tak ingin kalah dari Zafri. Dia terlihat cantik dan anggun dengan mengenakan gaun yang warnanya senada dengan Zafri. “Permisi,” ucap seseorang. Sosok pria mengenakan setelan jas hitam menghampiri Chea. Parasnya tampan dengan sepasang mata cokelat menatap Chea dengan lembut. “Saya Richard,” ucapnya mengulurkan tangan kepada Chea. Sedikit ragu Chea menyambut uluran tangan pria itu, “Chea.” “Iya saya tahu. Kamu sepupunya Shena kan?”

  • 3 Minutes With You   BAB 43

    Chea asyik dengan ponselnya mencari tahu perkembangan berita Kael yang sudah tiga hari ini menghebohkan jagat hiburan. Media nampaknya mulai mecari tahu alasan Kael mundur dari dunia yang sudah membesarkan namanya. Mulai dari Kael akan menikah dengan seorang gadis dan hidup di pinggir kota, Kael yang mengidap sebuah penyakit dan masih banyak kabar miring tentang Kael. Tapi pihak agensi Kael lekas membantah semua kabar tersebut dan membuat Chea merasa lega meski belum mengetahui keberadaan Kael. “Chea, kamu dengerin aku?” tanya Shena kesal dengan mendorong tubuh Chea pelan. Chea menatap Shena yang berdiri di sampingnya dengan terkejut. Mereka sedang berada di Stasiun. Chea melihat Shena yang kesal karena sudah mengabaikannya. “Ha?” tanya Chea mungkin sebelumnya Shena sempat mengatakan sesuatu tapi tak dia hiraukan karena sibuk dengan ponselnya. Shena memasang wajah gondok, “Kamu masih cari tahu tentang Kael?” Chea enggan menjawab dan ha

  • 3 Minutes With You   BAB 42

    Singapura. Sudah hampir sebulan Chea menjadi tutor Karina dan dalam kurun waktu sebuan, Karina bisa dia taklukan. Gadis yang sedang memasuki fase mencari jati diri itu sudah mulai mendengarkan ucapannya. Hadir tepat waktu saat jadwal mereka bertemu untuk belajar. Tidak jarang hadir lebih dulu dibandingkan Chea. “Kak, aku boleh minta sesuatu?” tanya Karina dengan wajah ragu. “Apa?” Karina mulai menimbang-nimbang permintaan yang ingin dikatakan gadis itu kepadanya. Nampaknya sebuah hal yang serius. “Kak, aku kan ikut pameran dan lukisan aku menang.” “Waaah. Selamat, ya,” ucap Chea yang bahagia dengan prestasi Karina. “Tunggu dulu! Masalahnya, yang ambil hadiah harus sama orang tuanya. Kakak bisa nggak wakilin aku sebagai Kakak aku? Nanti aku akan bilang kalo orang tua aku lagi tugas di luar jadi Kakak yang ngegantiin. Mau ya?” “Kenapa kamu nggak bilang aja sama Tante Dewi kalo kamu menang? Beliau pasti seneng deh

  • 3 Minutes With You   BAB 41

    Singapura. “Chea! Makan!” teriak Tante Monic memanggilnya untuk lekas keluar dari kamar. Chea pun keluar dan menghampiri Tante Monic yang sudah duduk bersama Paman Joe, suami Tante Monic. Hidangan makan malam sudah tersaji siap untuk mereka santap. Shena tidak ikut bergabung makan malam dengan mereka karena lembur bekerja. Akhir-akhir ini Shena sering lembur bahkan akhir pekan pun Shena masih harus bekerja. “Gimana Karina?” tanya Tante Monic sembari mengambilkan nasi untuk suaminya. Chea menghela nafas. “Tante kan udah bilang kalo anaknya susah diatur. Kamunya ngeyel mau jadi tutor dia.” Tante Monic memang sudah mewanti-wanti karena tidak ingin Chea menjadi terbebani dengan sikap Karina. “Udah terlanjur juga. Lagipula anaknya udah mulai nurut kok,” jawabnya kemudian menyantap makan malamnya. Saat mengunyah masakan Tante Monic tiba-tiba saja Chea rindu masakan Bu Nur. Masakan Tante Monic tidak buruk. Dia bahkan

  • 3 Minutes With You   BAB 40

    Bu Nur masih enggan melepaskan Chea yang kini berada dalam dekapan pelukannya. Siang ini adalah hari keberangkatan Chea ke Singapura. Chea mampir ke Restoran askara untuk berpamitan kepada wanita yang sudah seperti Ibu baginya selama kurun waktu setengah dekade dalam hidupnya. Derai air mata tentu tak absen hadir di tengah keduanya yang sudah seperti pasangan Ibu dan anak itu. Padahal Chea sudah bertekad untuk tidak menangis saat berpamitan dengan Bu Nur. Dia bahkan sempat meledek Bu Nur yang menyambutnya dengan mata berkaca-kaca. Ketegarannya runtuh saat Bu Nur memeluknya seakan memintanya untuk tidak perlu pergi padahal beliau juga yang menyuruhnya untuk menenangkan diri ke Singapura. “Bu, udahan pelukannya. Nanti Chea ketinggalan pesawat,” kata Zafri mengingatkan. Bu Nur pun akhirnya melepaskan pelukannya, “Kamu hati-hati ya. Jaga diri baik-baik. Jangan lupa telpon Ibu. Oke?” Chea mengangguk, “Makasih ya Bu udah baik sama aku selama ini.” “

  • 3 Minutes With You   BAB 39

    “Kamu habis nemuin dia?” tanya Arumi yang sudha berdiri di depan pintu kamar Hotelnya. Kael enggan menjawab pertanyaan Arumi dan memilih untuk masuk ke kamar Hotelnya. Arumi menyusulnya meski Kael tidak memintanya untuk masuk. “Aku kan udah bilang untuk nggak nemuin dia lagi.” “Semuanya udah selesai,” ucap Kael tanpa berbalik untuk melihat Arumi yang berdiri di belakangnya, “Aku sama Chea udah selesai. Kita nggak akan ketemu lagi.” Hening untuk beberapa saat. Kael menjatuhkan tubuhnya ke sofa panjang. Pandangannya tertuju pada langit-langit kamar hotel yang kosong seperti hatinya kini. “Kenapa?” “Dia mau akhiri semuanya.” “Dan kamu terima?” tanya Arumi yang seakan tak percaya Kael menerima begitu saja keputusan Chea. “Lalu aku harus memaksa dia untuk ada disampingku? Mana mungkin,” Kael tersenyum sinis, “Dunia aku adalah dunia yang nggak pernah dia inginkan.” “Kamu nggak pa-pa?” tanya Arumi yang mulai me

  • 3 Minutes With You   BAB 38

    Chea memandang ponselnya yang selama beberapa hari belakangan ini berpindah tangan. Zafri akhirnya mengembalikan ponselnya sebelum kembali bersama Bu Nur ke rumah. Tapi meski begitu, dia tetap meminta agar Chea tidak mencari tahu artikel yang ada sangkut pautannya dengan Chea dan Kael. Chea akhirnya mengambil ponselnya yang hanya dia pandangi. Mengaktifkan kembali ponsel yang sengaja Zafri matikan agar tidak mengganggunya saat dia bawa. Nada notifikasi berbunyi tanpa henti menandakan banyak pesan yang masuk di ponselnya. Zafri benar. Manda, Martin dan rekan kerja lainnya mencemaskan keadaannya. Chea pun lebih memilih membaca pesan dari Kael yang masih belum Zafri baca sama sekali. Pesan dari Kael yang hampir berjumlah 20 pesan belum dibaca. Kael : Hubungi aku kalo kamu siap untuk ketemu. Aku akan tunggu. Dua pesan terakhir yang Chea baca. Chea merasa ragu. Haruskah dia menghubungi Kael atau tetap mengaba

  • 3 Minutes With You   BAB 37

    Kael menatap sedih meja kerja Chea yang tidak berpenghuni. Harapannya untuk melihat keadaan Chea dengan berkunjung ke Stage Entertaiment pupus usai mengetahui bahwa Chea tidak ada di kantor. Desas-desus yang Kael dapatkan ketika masuk ke kantor Stage Entertaiment, Chea tidak masuk ke kantor sejak rumor tentang masa lalu tersebar. Kedatangan Kael ke Stage Entertaiment bukan hanya untuk melihat Chea saja. Tapi untuk menemui Pak Eko karena ingin membicarakan perihal konser yang akan digelar kurang dari sebulan. Tentunya Kael datang tak sendirian. Dia datang bersama Arumi yang masih menjadi managernya sampai mereka kembali ke Korea Selatan sesuai dengan permintaan Mr. Lee. “Mr. Lee sudah menghubungi saya. Tentunya permintaan pihak kalian adalah hal yang sulit saya kabulkan. Mengeluarkan staf yang berkompeten disaat dia sudah bekerja sangat baik untuk konser Anda,” ucap Pak Eko yang langsung to the point kepada mereka. Sejak mereka datang suasana kantor S

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status