Share

BAB 5

Penulis: Tithi
last update Terakhir Diperbarui: 2021-11-19 09:18:23

“Perempuan kemarin siapa, Kael?” tanya Bu Nur ketika mereka berada di dapur merapikan bahan-bahan yang baru saja datang.

Kael mulai mengingat seorang perempuan yang dimaksud Bu Nur.

Kemarin dia bertemu dengan Chea di dekat Restoran. Mereka hampir berbincang selama sepuluh menitan sebelum akhirnya, Chea pulang setelah dia menghentikan taksi untuk Chea.

“Chea, maksud Ibu?”

“Jadi namanya Chea. Bagus namanya. Pacarmu, Kael?”

Kael menggeleng sambil memasukkan tomat di tempatnya dengan rapi. Tomat yang lama dia taruh di paling depan dan tomat baru dia taruh di belakang. Dulu, dia pernah bekerja di Mini Market dan cara menata barang dia aplikasikan saat menata bahan-bahan dapur di Restoran.

“Murid saya, Bu.”

“Murid kok sampai pelukan seperti itu?” Bu Nur nampaknya tidak percaya dengan jawabannya.

Kael terkekeh, “Beneran. Dia lagi sedih dan saya cuman hibur dia dengan meluk dia. Itu aja kok.”

GUYS!” Bu Nur berteriak dari dapur membuat tiga orang yang sedang membersihkan bagian depan menoleh secara bersamaan. Mereka menghentikan pekerjaan mereka

“Ada yang lagi sedih? Kael mau....-”

“Bu Nur!” Kael memotong ucapan Bu Nur yang berniat menggodanya.

Bu Nur tersenyum melihat mantan muridnya itu panik, “Nggak jadi. Lanjutin kerjaan kalian!” ucap Bu Nur kepada tiga karyawannya yang kembali melanjutkan pekerjaannya.

Kael melanjutkan pekerjaannya. Kali ini, dia beralih menuangkan saus ke dalam botolnya.

“Baru pertama Ibu liat kamu peduli sama perempuan. Dulu semasa SMA, kamu bahkan nggak pernah nunjukin rasa suka kamu ke temen perempuan kamu.”

Bu Nur menatap langit. Otaknya dipaksa untuk mengingat kenangan ketika masih menjadi guru BK di SMA “Banyak siswi yang penasaran sama kamu tapi kamu selalu acuh. Sampai dibilang manusia es. Tapi kemarin, Ibu nggak sengaja liat kamu sama perempuan itu. Kamu begitu peduli sama dia.”

“Bukannya udah sewajarnya seorang tutor, seorang guru peduli sama muridnya. Ibu kan juga gitu.”

Bu Nur memang guru terbaik semasa SMA. Guru yang sangat mengerti dan memahami keadaan murid-muridnya. Tidak heran jika sewaktu Bu Nur akan pensiun banyak murid yang menangis karena harus berpisah dengan beliau. Bahkan mereka masih sering mengunjungi Bu Nur di Restoran untuk sekedar mampir, makan atau cerita.

“Jadi, hanya peduli ya?”

Kael hanya mengangkat kedua alisnya menatap bingung atas pertanyaan yang Bu Nur berikan padanya.

###

Chea benar-benar tidak mengerti dengan yang terjadi kepadanya. Dia sudah berada di Cafe tempat di mana dia dan Kael akan bertemu untuk belajar. Datang lima belas menit lebih awal dari pada biasanya. Tentunya bukan ingin memperhatikan Kael seperti yang dia lakukan saat pertama kali bertemu Kael tapi karena tidak ingin terlambat untuk les.

Chea melihat jam di ponselnya. Dia masih memiliki waktu untuk pergi dan lagipula, Kael belum menunjukkan batang hidungnya di Cafe. Chea tersenyum sinis mengingat ucapan Kael yang memastikan bahwa dia tidak akan terlambat tapi faktanya, Chea yang datang lebih dulu dibandingkan Kael.

Chea beranjak dari duduknya. Dia memilih pergi dan mungkin akan kembali ke Cafe saat jam dua tepat atau lebih. Lebih baik seperti itu memang.

“Mau ke mana?” tanya Kael.

Chea terperanjat saat mendengar suara Kael. Tubuhnya hampir saja oleng tapi untungnya dia bisa mengendalikan tubuhnya.

“Kok udah dateng?” tanya Chea.

“Saya kan emang suka dateng lebih awal. Kamunya aja yang sekarang kecepetan.”

Kael menarik kursi di hadapan Chea dan kemudian duduk. Dia juga mempersilakan Chea untuk kembali duduk.

Chea merasa gugup secara tiba-tiba. Entah karena dirinya yang ketahuan datang lebih awal atau karena Chea teringat tentang kejadian kemarin ketika Kael menenangkannya dengan memberi semacam pelukan. Kejadian kemarin tiba-tiba saja muncul di kepala Chea bagai adegan film.

“Kita mulai sekarang?”

“Kan kesepakatannya jam dua. Ini masih kurang sepuluh menit,” protes Chea yang tidak ingin rugi.

Kael pun menuruti permintaan Chea.

Chea mulai berpikir untuk mencari topik pembicaraannya dengan Kael. Mereka masih punya waktu sepuluh menit sebelum memulai belajar. Tidak mungkin mereka hanya saling menutup mulut mereka selama itu dan membuat suasana di antara mereka menjadi canggung.

“Kael, kemarin kamu kerja di sana?” Chea memulai pembicaraan dengan bertanya tentang pekerjaan Kael.

Dia tidak mengetahui apapun tentang tutornya. Ayah hanya memberitahu bahwa Kael termasuk salah satu siswa pintar di SMA-nya dulu dan mendapatkan beasiswa Kedokteran di UI. Hanya itu saja. Selebihnya, dia hanya menebak bahwa bisa jadi Kael merupakan mahasiswa di sebuah Universitas mungkin anak Ekonomi atau Hukum yang sering melakukan pekerjaan sampingan untuk menambah uang jajan.

“Iya.”

“Terus Restoran malam itu?”

“Kerja juga.” Kae menyruput minumannya.

“Kamu punya berapa pekerjaan sih?”

Kael nampak berpikir, “Untuk sekarang sih tiga.”

Chea tidak percaya dengan jawaban Kael, “Emang bisa kamu atur waktu dari ngajarin aku, kerja di Restoran kemarin lalu Restoran malam kita ketemu dan kuliah?”

“Saya nggak kuliah, Chea.”

Chea menutup mulutnya. Dia menyadari kesalahannya saat berbicara, “Oh ... sorry.” Dia lupa tentang itu.

Kael menyunggingkan seulas senyuman kecil, “Kamu pasti udah denger dari Pak Cakra kalo saya dapet beasiswa Kedokteran tapi saya tolak, kan?”

Chea mengangguk. Dia memajukan kursinya mulai tertarik dengan topik mereka. Sejak awal, Chea penasaran alasan Kael tidak menerima beasiswa itu. Tidak salah jika saat menceritakan tentang Kael, Ayah sempat menyayangkan keputusan Kael sebab dia juga menganggap hal yang sama kepada keputusan yang Kael ambil. Tapi, Chea tahu Kael memiliki alasan sendiri dan dia ingin tahu itu.

“Jadi dokter itu bukan mimpi saya, Chea. Iya sih prospek ke depannya bagus tapi itu bukan kehidupan yang saya mau jalani di masa depan nanti.”

“Terus apa dong?”

“Musisi. Saya mau jadi musisi.”

Chea menatap dalam-dalam laki-laki dihadapannya itu. Ada kekaguman dalam diri Chea usai mengetahui alasan dibalik keputusan Kael. Di saat orang lain mencoba hidup realistis dengan mengenyampingkan impiannya, Kael justru sebaliknya. Kael mengetahui yang diinginkannya dalam hidup dan itu membuat Chea merasa iri sebab sejak Ayah memintanya menjadi dokter, Chea bahkan tidak berani bermimpi atau menginginkan sebuah profesi yang ingin dia lakukan.

###

Layaknya anak remaja pada umumnya, Chea memang sering pergi nongkrong di Cafe bersama teman-teman sekolahnya. Menghabiskan waktu bersama teman-temannya memang cara Chea mengusir rasa kesepiannya meski dia juga tidak pernah sedikitpun menunjukkan perasaan itu kepada teman-temannya.

Siang tadi dia mendapatkan pesan dari salah satu temannya bernama Anne. Gadis berkacamata minus yang kini mengenakan kaos dipadukan dengan rok jeans selutut itu mengajak Chea untuk pergi nongkrong di sebuah Cafe. Dia dan kekasihnya Barra bersedia menjemputnya sebelum mereka pergi mejemput Khalis yang kebetulan memiliki jalan searah dengan mereka.

“Waaaa!” teriak Chea, Khalis, Anne dan Barra ketika UNO balok yang sedang mereka mainkan jatuh saat Mero berniat mengambil salah satu balok yang tersusun.

Laki-laki berhidung mancung itu nampak kesal karena kalah dalam permainan. Dia sudah tiga kali kalah dan membuatnya harus menerima hukuman.

Barra menunjuk stage di depan mereka, “Lo joget-joget sekarang di sana!”

Hukuman Barra kepada Mero membuat gelak tawa para gadis yang duduk bersama mereka.

“Ada permintaan lain nggak selain bikin malu gue?”

“Gimana, girls?” tanya Barra menatap Anne, Khalis dan Chea secara bergantian.

Khalis mengangkat tangannya, “Terima pesanan salah satu tamu di sini.”

Mero terperangah tak percaya dengan hukuman yang gadis bermata sipit itu, “Lo awas ya kalo kalah!”

Khalis menjulurkan lidahnya kepada Mero.

“Udah pilih mana?” kata Anne.

Mero pun berdiri dan berjalan ke arah panggung. Laki-laki berambut agak ikal itu mulai berjoget tanpa iringan musik membuat para pengunjung dan karyawan Cafe tertawa dengan tingkahnya. Tidak terkecuali hea dan teman-temannya yang ikut tertawa karena puas telah menghukum Mero yang kalah dalam permainan mereka.

“Kael?” celetuk Chea saat melihat Kael berdiri di atas panggung membawa gitar hitam.

Kael meminta Mero menyudahi jogetannya dan meminta turun dari panggung.

Pandangan Chea tidak bisa lepas memandangi Kael yang mulai menyetel gitarnya dan mengatur tinggi stand mic agar sesuai dengan posisi mulutnya.

Kemarin Kael memberitahunya jika selain menjadi tutor dan bekerja sebagai waiters di Restoran, Kael juga sering manggung di Cafe atau Restoran yang mengadakan live musik. Chea menduga bahwa sore ini, Kael sedang melakukan salah satu pekerjaannya itu.

Chea menyunggingkan senyuman ketika dia dan Kael tak sengaja bertemu pandang.

“Lo kenal, Chea?” tanya Anne.

Chea menoleh pada Anne dan dia menjawab dengan menggeleng.

Bukan karena dia tidak ingin Anne dan teman lainnya tahu jika Kael adalah tutornya tapi dia hanya tidak ingin mereka menjadi kepo tentang Kael. Cukup dia saja yang tahu tentang laki-laki yang akan menemani waktu mereka dengan bernyanyi itu.

“Suaranya enak banget di dengerin,” puji Khalis yang nampak terpesona dengan suara Kael saat membawakan lagu milik Band Ungu.

Chea setuju dengan pendapat Khalis. Suara Kael tidak hanya enak di telinga tapi juga membuat ia yang mendengarkan merasa tenang. Chea tidak tahu bahwa laki-laki yang selalu bernada dingin saat berbicara dengannya memiliki suara indah seperti itu.

###

“Dari mana kamu?” suara Ayah menyambut kepulangan Chea.

Chea tidak terkejut dengan kehadiran Ayah sebab dia sudah melihat mobil Ayah parkir di depan rumah.

“Main sama temen.”

Ayah menatap jam dinding, “Sampai jam segini?”

“Ini baru jam delapan, Yah. Belum terlalu malem.”

Padahal biasanya Chea pulang sekitar jam sembilan malam atau bahkan lebih. Tentunya Ayah tidak tahu itu karena sibuk di Rumah Sakit atau ketika pulang, Ayah berpikir dia sudah tidur di dalam kamar.

“Chea, dari pada kamu kluyuran nggak jelas. Mendingan kamu belajar di rumah supaya nilai kamu itu bagus. Bentar lagi kamu akan ujian, kan? Ayah nggak akan tolerir lagi kalo nilai kamu masih tetap jelek atau lebih jelek.”

“Di rumah? Ayah pernah nggak sih mikirin aku gimana kalo di rumah? Aku sendirian, Yah makanya aku milih pergi sama temen-temen aku.”

“Ayah nggak keberatan kamu pergi sama temen-temenmu tapi kamu harus tahu waktu. Kamu udah kelas tiga dan sebentar lagi kamu akan ujian lalu masuk Universitas. Kurangi main kamu, Chea!”

Chea enggan menatap Ayah karena merasa kesal dengan sikap Ayah yang masih belum memahaminya.

“Ayah tahu kamu kesepian. Ayah memang nggak bisa selalu ada buat kamu. Ayah minta maaf. Tapi pekerjaan dokter nggak seperti yang kamu pikirin selama ini. Pekerjaan dokter adalah pekerjaan yang hebat makanya Ayah mau kamu seperti Ayah.”

Chea pun memandang Ayah.

“Kael kasih tahu semuanya sama Ayah. Harusnya, Ayah tanya kenapa nilai kamu bisa turun sedrastis itu bukan malah cari tutor supaya nilai kamu jadi bagus lagi.”

Chea terkejut saat mendengar nama Kael disebut oleh Ayah. Dia tidak menyangka bahwa Kael akan memberitahu Ayah tentang alasannya tidak ingin mengikuti jejak Ayah menjadi dokter.

“Maafin Ayah yang belum bisa ngertiin kamu, Chea.”

Chea menahan nafasnya saat kembali membuang muka dihadapan Ayah. Tentu saja dia lakukan itu karena tidak ingin menangis dihadapan Ayah. Dia menghapus air matanya yang menetes secepat mungkin.

Rasa sesak di dalam diri Chea pun mulai berkurang. Dia mulai bisa bernafas normal lagi.

Makasih, Kael.

Bab terkait

  • 3 Minutes With You   BAB 6

    Sudah sejak pagi, Chea merasa kepalanya sangat pusing dan berkunang-kunang. Dia bahkan tidak masuk ke sekolah karena rasa pusing yang dialaminya. Jika dipaksakan untuk berdiri kepalanya terasa berputar-putar.Chea duduk di sofa ruang tamu saat dia tidak sanggup berdiri untuk kembali ke kamarnya usai meminum obat di dapur. Kepalanya sungguh nyut-nyutan sampai dia harus menjambak rambutnya untuk meredakan rasa sakit. Hari ini dia sudah minum obat untuk kedua kalinya setelah pagi tadi tapi rasa sakit dikepalanya tidak berkurang.Dia sudah memberitahu Ayah perihal sakitnya sebelum Ayah ke Rumah Sakit, Ayah lekas menyuruh Chea untuk ke Rumah Sakit tapi Chea menolak. Ayah pun hanya memberikan obat anemia untuknya.Ponselnya berdering. Chea meraih ponsel yang berada di atas meja ruang tamu. Nama Kael muncul di layar ponselnya sebagai penelpon.“Kael,” ucapnya dengan nada lemah memanggil nama laki-laki yang menelponnya.“Kamu sakit?&rdquo

    Terakhir Diperbarui : 2021-11-20
  • 3 Minutes With You   BAB 7

    Pandangan Chea tidak lepas memandangi Kael yang sedang bernyanyi sambil bermain gitar di atas panggung. Secara kebetulan ketika Chea sedang ingin menikmati waktu me time-nya, dia tidak sengaja melihat kedatangan Kael di Cafe. Kael yang datang bersama dua temannya tapi Kael lekas meninggalkan kedua temannya dan menuju ke panggung. Chea sudah tidak tahu ke mana dua teman Kael itu. Fokusnya hanya tertuju kepada Kael. Kael nampak menikmati ketika bermain gitar sambil menyanyikan lagu milik band Gigi. Beberapa kali, Kael melakukan kontak mata dengan para pengunjung hingga akhirnya menatap ke arah Chea. Sontak Chea tersenyum meski dirinya tidak yakin bahwa Kael menyadari keberadaannya. Chea lantas memberikan tepuk tangan dengan semangat usai lagu Arman Maulana cs itu selesai Kael nyanyikan. Tidak hanya Chea yang memuji penampilan Kael dengan bertepuk tangan, pengunjung lainnya pun begitu. “Terima kasih atas kesedian anda sekalian mendengarkan suara saya be

    Terakhir Diperbarui : 2021-11-22
  • 3 Minutes With You   BAB 8

    Chea tidak pernah segugup ini menantikan pengumuman nilai ujian yang sudah selesai. Hari ini setelah Chea menyelesaikan ujiannya seminggu lalu, wali kelas akan membagi hasil ujian mereka setelah pelajaran terakhir berakhir. Chea tidak berharap banyak. Dia hanya ingin nilainya meningkat saja. Dia takut nilainya sama saja atau justru menurun dan membuat Kael akan digantikan oleh tutor baru. Suasana kelas tidak sesantai biasanya. Teman-teman Chea dan juga Chea sendiri mulai merasa gugup menunggu wali kelas mereka datang. Sudah lebih dari lima belas menit dari pelajaran terakhir selesai. Seorang wanita mengenakan rok span selutut dengan kemeja merah jambu yang dimasukkan ke dalam rok span hitamnya masuk ke dalam kelas Chea. Kehadiran wanita berusia sekitar awal empat puluh tahunan itu membuat suasana kelas menjadi tegang. Terlebih ketika raut wajah Bu Wanda tidak memperlihatkan seulas senyuman diwajahnya saat memandang murid-muridnya. “Ibu terima kasih karena kal

    Terakhir Diperbarui : 2021-11-23
  • 3 Minutes With You   BAB 9

    “Bentar deh, Kael!” Chea menahan Kael yang akan masuk ke Restoran Aksara. Jika Chea tidak salah ingat. Dia dan Kael pernah bertemu di dekat Restoran yang ada di depannya sekarang. Mungkin sekitar sebulan lalu, saat dia harus pulang sendirian karena Ayah yang harus kembali ke Rumah Sakit. Dua jam lalu, saat Chea masih di rumah. Ia mendapatkan pesan dari Kael yang memintanya bertemu di depan Restoran Askara. Kael pun menjelaskan bahwa mereka tidak bisa pergi ke tempat yang Chea inginkan sebab Kael harus menggantikan temannya yang tidak bisa masuk kerja hari ini. Restoran mendapatkan booking­-an untuk acara renuian dan membutuhkan tenaga tambahan sehingga meminta Chea untuk ikut membantunya. “Kenapa?” “Aku nggak salah denger kan?” “Kamu nggak mau, ya?” Kael menatapnya dengan kecewa dan bingung, “Saya nggak tau lagi mau minta tolong siapa untuk bantu di Restoran. Nino nggak bisa dan Lily belum balas pesen aku.” Chea terkejut ketik

    Terakhir Diperbarui : 2021-11-25
  • 3 Minutes With You   BAB 10

    Kael merasa tidak yakin jika dia dan Chea harus pergi ke taman hiburan. Ada banyak tempat yang mereka kunjungi untuk pergi berkencan seperti ke sepedaan di taman, jalan-jalan ke Mall, atau nonton di bioskop. Taman hiburan memang bukan tempat yang Kael sukai sebab usianya yang sudah bukan lagi anak-anak membuatnya enggan pergi ke sana meski dia belum pernah mengunjunginya. Tapi, dia tetap pergi ke Taman hiburan karena enggan mengecewakan Chea yang sangat ingin pergi bersamanya. Gadis itu memang nampak bahagia setelah mereka turun dari busway. Selama perjalanan pun, Chea sudah merencanakan wahana permainan apa saja yang akan dia naiki sesampainya mereka di Taman hiburan. Setelah sampai, Chea pun mencari antrean terpendek di loket tiket karena enggan megantre lama. “Kael, kita naik itu yuk!” menunjuk wahana baling-baling di hadapan mereka. Kael terperangah melihat wahana yang memicu andrenalin. Dia menatap Chea yang nampak bersemangat untuk mencoba waha

    Terakhir Diperbarui : 2021-11-26
  • 3 Minutes With You   BAB 11

    Secangkir latte panas dan secangkir green tea panas sudah tersaji di atas meja. Siang ini, Kael sedang duduk bersama Pak Cakra di sebuah Cafe. Beliau mendadak menghubunginya dan meminta untuk bertemu. Mungkin ingin membicarakan tentang nilai akademis Chea yang meningkat ujian kemarin. Memang sudah menjadi kesepakatan jika mereka akan bertemu setelah mengetahui hasil nilai Chea. Kael berusaha untuk menghilangkan rasa gugupnya. Ini kali ketiga ia bertemu dengan Pak Cakra. Pertemuan pertama ketika Pak Cakra merekrutnya menjadi tutor Chea, pertemuan kedua di Rumah Sakit saat Chea jatuh sakit dan terakhir siang ini. Tapi, pertemuan ketiga dia justru merasa gugup dibandingkan dua pertemuan sebelumnya. “Mulai hari ini kamu nggak perlu jadi tutor Chea.” Kael terkejut mendengar ucapan Pak Cakra yang tanpa berbasa-basi, “Tapi kenapa, Pak? Bukannya nilai Chea meningkat?” Pak Cakra menarik nafas dan mengeluarkan beberapa cetak foto, “Hubungan ka

    Terakhir Diperbarui : 2021-11-29
  • 3 Minutes With You   BAB 12

    Kael kembali menyalakan ponselnya setelah setengah hari dia non-aktifkan untuk menghindari Chea. Kael memang belum siap untuk berbicara dengan Chea usai Pak Cakra mengetahu dan melarang hubungan mereka. Dua puluh panggilan tak terjawab dari Chea. Kael tersenyum tipis mengetahui bahwa gadis itu tidak menyerah meski Kael sudah tidak menghidupkan ponselnya. Sekali lagi. Panggilan telepon dari Chea dan kembali Kael abaikan. Sebuah pesan masuk ke nomor Kael, usai Chea mengakhiri panggilan teleponnya. Chea : Please, angkat telpon aku! Aku kabur dari rumah. Kael terkejut membaca pesan yang Chea kirimkan. Dia lekas menelpon Chea usai mengetahui bahwa gadis itu memilih meninggalkan rumah. “Halo,” suara gadis itu menyambutnya. “Kamu di mana sekarang?” tanya Kael. “Kenapa nanyain? Cemas? Dari tadi kenapa hape-nya dimatiin?” “Jangan bercanda, Chea! Kamu di mana sekarang?” sua

    Terakhir Diperbarui : 2021-12-01
  • 3 Minutes With You   BAB 13

    Chea kembali berulah dengan tutor barunya. Dia tidak lagi serius belajar dan justru asyik bermain game diponselnya. Mengabaikan Bella yang sedang menjelaskan salah satu rumus Matematika. Kelakuan Chea tidak berhenti disitu saja, apalagi saat sampai di Cafe dia lekas memesan makan siang dengan alasan perutnya lapar. Sebuah nofitikasi pesan dari Kael mengejutkan Chea. Chea yang sejak tadi duduk bersantai langsung duduk tegap dan lekas membaca pesan dari Kael. Sejenak dia seakan lupa bahwa semalam Kael membuatnya kesal. “Chea! Kamu nggak dengerin saya?” ujar Bella yang menyadari bahwa selama dia menjelaskan Chea sibuk dengan ponselnya. Chea memberi isyarat dengan meletakan jari telunjuk ke mulutnya sendiri agar Bella berhenti berbicara. Kael : Kamu nggak serius belajar lagi? Mata Chea terbelalak membaca pesan dari Kael. Pesan yang mengisyaratkan bahwa Kael sedang berada di dekatnya. Chea lekas mencari keber

    Terakhir Diperbarui : 2021-12-02

Bab terbaru

  • 3 Minutes With You   EPILOG

    “Jadi, setelah aku tahu kamu menghilang. Aku sempet lihat kamu di Singapura ...,” Chea menggeleng mengingat peristiwa itu, “Aku pasti udah gila karena halusinasi kamu ada di sana karena terlalu khawatirin kamu.” Kael meletakkan cangkir latte panas di atas meja, “Singapura? Di Stasiun Jurong East?” Chea terkejut ketika Kael mengetahui di mana dia melihat Kael saat masih berada di Singapura. Kael tersenyum melihat Chea yang terkejut, “Itu emang aku lagi. Kamu nggak lagi berhalusinasi.” Alis Chea menyatu karena keningnya yang berkerut. “Aku emang ke Singapura untuk cari kamu dan nggak sengaja aku malah lihat kamu sama sepupumu. Awalnya aku mau langsung temuin kamu tapi ternyata masih ada yang ngenalin aku sebagai K jadi aku nggak jadi nemuin kamu karena takut malah jadi berita baru,” jelas Kael. Chea memberikan pukulan ke Kael membuat Kael merintih terkejut. “Kok dipukul sih?” tanya Kael. “Habisnya kamu buat aku kayak oran

  • 3 Minutes With You   BAB 44

    Hari bahagia Zafri dan Shena pun tiba. Keluarga kedua belah pihak beserta tamu undangan yang hadir menyaksikan penyatuan cinta mereka yang diadakan di sebuah taman. Beberapa tahun belakangan ini konsep outdoor memang sedang menjadi trend untuk pasangan pengantin muda seperti mereka. Garden party. Zafri terlihat tampan dan gagah dengan setelan tuxedo putih yang pernah diperlihatkan Shena di obrolan grup mereka bertiga. Bedanya rambut Zafri disisir rapi dihari istimewa Zafri. Shena tak ingin kalah dari Zafri. Dia terlihat cantik dan anggun dengan mengenakan gaun yang warnanya senada dengan Zafri. “Permisi,” ucap seseorang. Sosok pria mengenakan setelan jas hitam menghampiri Chea. Parasnya tampan dengan sepasang mata cokelat menatap Chea dengan lembut. “Saya Richard,” ucapnya mengulurkan tangan kepada Chea. Sedikit ragu Chea menyambut uluran tangan pria itu, “Chea.” “Iya saya tahu. Kamu sepupunya Shena kan?”

  • 3 Minutes With You   BAB 43

    Chea asyik dengan ponselnya mencari tahu perkembangan berita Kael yang sudah tiga hari ini menghebohkan jagat hiburan. Media nampaknya mulai mecari tahu alasan Kael mundur dari dunia yang sudah membesarkan namanya. Mulai dari Kael akan menikah dengan seorang gadis dan hidup di pinggir kota, Kael yang mengidap sebuah penyakit dan masih banyak kabar miring tentang Kael. Tapi pihak agensi Kael lekas membantah semua kabar tersebut dan membuat Chea merasa lega meski belum mengetahui keberadaan Kael. “Chea, kamu dengerin aku?” tanya Shena kesal dengan mendorong tubuh Chea pelan. Chea menatap Shena yang berdiri di sampingnya dengan terkejut. Mereka sedang berada di Stasiun. Chea melihat Shena yang kesal karena sudah mengabaikannya. “Ha?” tanya Chea mungkin sebelumnya Shena sempat mengatakan sesuatu tapi tak dia hiraukan karena sibuk dengan ponselnya. Shena memasang wajah gondok, “Kamu masih cari tahu tentang Kael?” Chea enggan menjawab dan ha

  • 3 Minutes With You   BAB 42

    Singapura. Sudah hampir sebulan Chea menjadi tutor Karina dan dalam kurun waktu sebuan, Karina bisa dia taklukan. Gadis yang sedang memasuki fase mencari jati diri itu sudah mulai mendengarkan ucapannya. Hadir tepat waktu saat jadwal mereka bertemu untuk belajar. Tidak jarang hadir lebih dulu dibandingkan Chea. “Kak, aku boleh minta sesuatu?” tanya Karina dengan wajah ragu. “Apa?” Karina mulai menimbang-nimbang permintaan yang ingin dikatakan gadis itu kepadanya. Nampaknya sebuah hal yang serius. “Kak, aku kan ikut pameran dan lukisan aku menang.” “Waaah. Selamat, ya,” ucap Chea yang bahagia dengan prestasi Karina. “Tunggu dulu! Masalahnya, yang ambil hadiah harus sama orang tuanya. Kakak bisa nggak wakilin aku sebagai Kakak aku? Nanti aku akan bilang kalo orang tua aku lagi tugas di luar jadi Kakak yang ngegantiin. Mau ya?” “Kenapa kamu nggak bilang aja sama Tante Dewi kalo kamu menang? Beliau pasti seneng deh

  • 3 Minutes With You   BAB 41

    Singapura. “Chea! Makan!” teriak Tante Monic memanggilnya untuk lekas keluar dari kamar. Chea pun keluar dan menghampiri Tante Monic yang sudah duduk bersama Paman Joe, suami Tante Monic. Hidangan makan malam sudah tersaji siap untuk mereka santap. Shena tidak ikut bergabung makan malam dengan mereka karena lembur bekerja. Akhir-akhir ini Shena sering lembur bahkan akhir pekan pun Shena masih harus bekerja. “Gimana Karina?” tanya Tante Monic sembari mengambilkan nasi untuk suaminya. Chea menghela nafas. “Tante kan udah bilang kalo anaknya susah diatur. Kamunya ngeyel mau jadi tutor dia.” Tante Monic memang sudah mewanti-wanti karena tidak ingin Chea menjadi terbebani dengan sikap Karina. “Udah terlanjur juga. Lagipula anaknya udah mulai nurut kok,” jawabnya kemudian menyantap makan malamnya. Saat mengunyah masakan Tante Monic tiba-tiba saja Chea rindu masakan Bu Nur. Masakan Tante Monic tidak buruk. Dia bahkan

  • 3 Minutes With You   BAB 40

    Bu Nur masih enggan melepaskan Chea yang kini berada dalam dekapan pelukannya. Siang ini adalah hari keberangkatan Chea ke Singapura. Chea mampir ke Restoran askara untuk berpamitan kepada wanita yang sudah seperti Ibu baginya selama kurun waktu setengah dekade dalam hidupnya. Derai air mata tentu tak absen hadir di tengah keduanya yang sudah seperti pasangan Ibu dan anak itu. Padahal Chea sudah bertekad untuk tidak menangis saat berpamitan dengan Bu Nur. Dia bahkan sempat meledek Bu Nur yang menyambutnya dengan mata berkaca-kaca. Ketegarannya runtuh saat Bu Nur memeluknya seakan memintanya untuk tidak perlu pergi padahal beliau juga yang menyuruhnya untuk menenangkan diri ke Singapura. “Bu, udahan pelukannya. Nanti Chea ketinggalan pesawat,” kata Zafri mengingatkan. Bu Nur pun akhirnya melepaskan pelukannya, “Kamu hati-hati ya. Jaga diri baik-baik. Jangan lupa telpon Ibu. Oke?” Chea mengangguk, “Makasih ya Bu udah baik sama aku selama ini.” “

  • 3 Minutes With You   BAB 39

    “Kamu habis nemuin dia?” tanya Arumi yang sudha berdiri di depan pintu kamar Hotelnya. Kael enggan menjawab pertanyaan Arumi dan memilih untuk masuk ke kamar Hotelnya. Arumi menyusulnya meski Kael tidak memintanya untuk masuk. “Aku kan udah bilang untuk nggak nemuin dia lagi.” “Semuanya udah selesai,” ucap Kael tanpa berbalik untuk melihat Arumi yang berdiri di belakangnya, “Aku sama Chea udah selesai. Kita nggak akan ketemu lagi.” Hening untuk beberapa saat. Kael menjatuhkan tubuhnya ke sofa panjang. Pandangannya tertuju pada langit-langit kamar hotel yang kosong seperti hatinya kini. “Kenapa?” “Dia mau akhiri semuanya.” “Dan kamu terima?” tanya Arumi yang seakan tak percaya Kael menerima begitu saja keputusan Chea. “Lalu aku harus memaksa dia untuk ada disampingku? Mana mungkin,” Kael tersenyum sinis, “Dunia aku adalah dunia yang nggak pernah dia inginkan.” “Kamu nggak pa-pa?” tanya Arumi yang mulai me

  • 3 Minutes With You   BAB 38

    Chea memandang ponselnya yang selama beberapa hari belakangan ini berpindah tangan. Zafri akhirnya mengembalikan ponselnya sebelum kembali bersama Bu Nur ke rumah. Tapi meski begitu, dia tetap meminta agar Chea tidak mencari tahu artikel yang ada sangkut pautannya dengan Chea dan Kael. Chea akhirnya mengambil ponselnya yang hanya dia pandangi. Mengaktifkan kembali ponsel yang sengaja Zafri matikan agar tidak mengganggunya saat dia bawa. Nada notifikasi berbunyi tanpa henti menandakan banyak pesan yang masuk di ponselnya. Zafri benar. Manda, Martin dan rekan kerja lainnya mencemaskan keadaannya. Chea pun lebih memilih membaca pesan dari Kael yang masih belum Zafri baca sama sekali. Pesan dari Kael yang hampir berjumlah 20 pesan belum dibaca. Kael : Hubungi aku kalo kamu siap untuk ketemu. Aku akan tunggu. Dua pesan terakhir yang Chea baca. Chea merasa ragu. Haruskah dia menghubungi Kael atau tetap mengaba

  • 3 Minutes With You   BAB 37

    Kael menatap sedih meja kerja Chea yang tidak berpenghuni. Harapannya untuk melihat keadaan Chea dengan berkunjung ke Stage Entertaiment pupus usai mengetahui bahwa Chea tidak ada di kantor. Desas-desus yang Kael dapatkan ketika masuk ke kantor Stage Entertaiment, Chea tidak masuk ke kantor sejak rumor tentang masa lalu tersebar. Kedatangan Kael ke Stage Entertaiment bukan hanya untuk melihat Chea saja. Tapi untuk menemui Pak Eko karena ingin membicarakan perihal konser yang akan digelar kurang dari sebulan. Tentunya Kael datang tak sendirian. Dia datang bersama Arumi yang masih menjadi managernya sampai mereka kembali ke Korea Selatan sesuai dengan permintaan Mr. Lee. “Mr. Lee sudah menghubungi saya. Tentunya permintaan pihak kalian adalah hal yang sulit saya kabulkan. Mengeluarkan staf yang berkompeten disaat dia sudah bekerja sangat baik untuk konser Anda,” ucap Pak Eko yang langsung to the point kepada mereka. Sejak mereka datang suasana kantor S

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status