Terima kasih sudah membaca karya Author 🥰🥰 Salam Sayang dari Author Augusta.R / Ryu_kirara
Edward mengerjap menyesuaikan cahaya yang menerpa kedua retinanya, ada rasa hangat yang terasa di tangannya, dia menoleh pelan ternyata sudah ada Risha yang sudah duduk di samping brankarnya dan sambil terus memandang Edward dengan tatapan penuh kesedihan, Bahkan sesekali Edward mendapati kekasihnya itu sedang menyeka air matanya yang tak terbendung dan sudah menganak sungai di kedua pipinya. “Hai,” sapa lirih Risha dengan suara serak diiringi isak tangis yang tertahan, kala memandang Edward dengan senyuman mengembang namun dengan sorot mata yang begitu pilu. “Hai,” jawab Edward sambil mencium punggung tangan Risha yang semakin membuat Risha terisak dalam diam. “ Husst, please don’t cry, babe, please!” lirih Edward yang langsung membelai lembut pipi basah itu. Di tangan mereka sama-sama tertancap sebuah infus, karena sejujurnya Risha masih dalam pengawasan penyembuhan dari Sammuel, apalagi kemarin ada sedikit drama yang membuat dua sejoli ini di rawat di Ruang yang sama. “Come, Sw
Sudah hampir dua Minggu Risha menemani Edward yang semakin hari kondisinya semakin mengkhawatirkan. Seperti halnya hari ini, Edward harus di pindah di Ruang Rawat inap steril atau setara dengan ICU di Rumah Sakit, karena pagi tadi sudah dua kali Edward mengalami lemah jantung yang membuat kondisinya kritis dan mengalami koma. Sammuel sedang mengamati laporan demi laporan perkembangan Edward di Ruang yang biasanya di gunakan Dimitri untuk meneliti. Tiba-tiba terdengar derap langkah yang terdengar begitu panik dan disertai oleh suara pintu yang terbuka dengan sangat keras, yang membuat Sammuel menoleh ke arah pintu dan mendapati Dimitri yang menghampirinya dengan napas terengah-engah. Sammuel mengerutkan keningnya kala Dimitri menghampirinya dengan begitu paniknya, “Ada apa, Son?” lirih Sammuel yang menghampiri Dimitri yang berusaha mengatur napasnya. “Markas Pusat di serang!” jawab Dimitri yang membuat Sammuel melebarkan matanya. Sammuel segera berlari menuju Ruang Kendali Utama ya
Lagi-lagi Sammuel mendesah dengan hembusan napas yang begitu panjang hingga dari arah belakang Axelo yang sedari tadi mengikuti langkah Sammuel dalam diam hanya bisa menepuk pundak Sammuel pelan untuk memberi dukungan kepada Sammuel yang masih ingin berjuang untuk kesembuhan Edward. Tetapi sudah hampir seminggu kondisi Edward masih belum juga membaik justru sekarang malah di tunjang dengan beberapa alat agar dapat menopang hidup Edward. Sammuel tahu betul sekarang Edward sudah tak bisa bertahan, berkat alat penunjang hidup yang menempel pada tubuh Edwardlah yang membuat Kakak dari Sammuel itu masih tetap ‘hidup' dalam artian hanya bisa bernapas dan jantung yang berdetak saja. Hampir seminggu ini pula Edward sudah dalam kondisi seperti ini, sedangkan Risha masih terus setia menemani, dan selalu berada di samping Edward setiap saat. Sammuel tak berani menjelaskan apapun kepada Risha, karena keyakinan Risha tentang kesembuhan Edward sangat begitu tinggi, walaupun data dari hasil peneli
“Bagaimana kondisi Markas Pusat, Son?” lirih Sammuel yang duduk di samping Dimitri yang sedang sibuk bergelut dengan komputer yang berada di depannya, terlihat sangat serius sekali Anak Demit yang satu ini. “Terpantau baik-baik saja setelah penyerangan bulan yang lalu, tapi ada sedikit kekacauan di Markas cabang di beberapa kota, rupanya Klan Hargov masih belum jera juga. Mereka masih mencoba mencari gara-gara di mana pun mereka berada, bahkan ekspedisi jalur darat kita ada yang berhasil mereka rampok dan mereka jarah,” ucap Dimitri dengan nada kesal yang sangat terlihat sekali di wajahnya. “Padahal, bulan lalu kita sudah menghancurkan kapal mereka tak bersisa menjadi kepingan-kepingan kecil di dasar lautan. Tapi sampai sekarang mereka masih berulah saja, sungguh menyebalkan dan menjijikkan sekali mereka.” “Biarkan, fokuslah dengan keamanan di Markas pusat dan pengiriman barang saja. Barang yang mereka jarah adalah barang-narang usang yang sudah tak di gunakan Klan ini mulai beberapa
Suasana bandara tempat berlandasnya pesawat yang mengangkut jenazah Edward menjadi begitu suram, bukan karena pencahayaan yang kurang atau lampu bandara yang tak menyala, melainkan suasana dari semua orang yang sudah menunggu di Bandara terlihat begitu sedih dengan duka yang mendalam. Pakaian hitam hampir menyelimuti badan semua orang yang berada di sana, beberapa orang bahkan terlihat sedang mengusap air mata yang tiba-tiba mengalir tak terbendung. Sammuel beserta beberapa orang yang berada di belakangnya turun dengan begitu tak bersemangat, kaca mata hitam membingkai mata hampir seluruh orang yang hadir di bandara yang terlihat sangat sepi dengan hilir mudik pesawat, bahkan tak ada satupun pesawat yang lewat atau berlalu-lalang seperti biasanya. Entah ini pengaruh dari Klan Collins Brothers atau memang Bandara itu memang sengaja tutup untuk kedatangan jenazah Edward, hanya Wilson dan beberapa orang suruha Wilson yang tahu. Jalanan menuju Markas Utama pun terlihat sepi, sedangkan r
Masih dalam masa berduka yang teramat dalam, sosok dua insan yang tengah menyelami duka masing-masing kini sudah berbaring bersama setelah melewati malam saling bertukar cerita di atas dek kapal, bahkan Risha sudah terlelap di pelukan Sammuel sambil memeluk guci berisi abu dari jenazah Edward hampir semalaman. Entah dari mana selimut yang tengah menyelimuti tubuh Risha dan Sammuel berasal, pagi ini Sammuel membuka mata dengan senyum mengembang yang sangat begitu lepas, di sampingnya terbaring sosok gadis yang sangat terlihat begitu manis walau matanya dan wajahnya terlihat sangat sedih. Matahari terbit masih terlalu malu menunjukkan sinarnya, tapi burung pantai sudah saling bersahutan di angkasa yang membuat Sammuel terbangun dari alam mimpinya. Suasana masih terlalu gelap walau sedikit semburat warna jingga sudah sedikit nampak di sudut batas lautan, dilihatnya di jam tangan yang melingkar di pergelangan tangan Sammuel masih menunjukkan waktu beberapa saat lagi mentari terbit menje
Polesan make up tipis itu tak bisa menyamarkan wajah kuyu dari Risha, terlihat begitu menyedihkan dan sangat pilu. Sammuel akui jika gadis yang saat ini berada di sampingnya ini terlihat tak pernah gagal untuk mencuri atensinya, sama sekali tak pernah terlihat jelek di mata Sammuel. Entah ini saat yang kurang tepat atau memang dirinya yang bermasalah, tetapi debaran jantungnya masih tetap sama jikalau sedang berdekatan dengan gadis yang saat ini terlihat begitu kalem dan cantik dengan balutan dress hitam di sertai dengan kain tile sutra berwarna hitam yang sudah menutupi kepalanya. Mungkin ini bukan saatnya untuk bersolek atau berdandan, hanya saja tadi Emily dan Dorothea yang memaksa Risha dan mendandani Risha agar terlihat agak sedikit lebih segar, karena memang ini juga adalah wasiat Edward intuk Dorothea agar selalu membuat kekasihnya terlihat bahagia di acara pemakamannya, dan Dorothea ingin mengabulkan itu semua dengan bantuan Emily untuk membujuk Risha. Guci putih itu masih te
“Apakah ini sambutan dari Petinggi Klan untuk menyambut tamunya yang akan melayat dan memberikan penghormatan terakhir untuk teman seperjuangannya? Ayolah! Come on, aku hanya ingin memberi salam dan memberikan bungaku kepada Edward untuk terakhir kalinya,” pekik Luke Hargov yang datang dengan pakaian berwarna merah menyala, sedangkan pengawal Luke Hargov sendiri datang dengan menggunakan pakaian serba hitam, sungguh kontras sekali. Sepertinya Luke Hargov memang sengaja melakukan itu untuk membuat Sammuel marah dan menantang langsung Sammuel, sungguh tak berempati sekali manusia yang satu ini. “Silahkan, tapi sepertinya bungamu tak diperlukan, karena aku sudah memberinya lebih banyak dari pada milikmu,” jawab Sammuel dengan begitu tenang sambil terus memeluk erat Risha di dekapannya. “Astaga, aku juga terburu-buru membelinya, maafkan aku. Karena aku tak hobi melihat televisi, jadinya aku tak tau perkembangan berita terkini. Besok-besok jika di perkenankan aku akan mengirimkan bunga ap
“Apa Nona mencari Tuan Samm?” sapa Emily yang datang ke ruang rawat inap Risha dengan membawa seikat bunga mawar putih yang semerbak wanginya langsung memenuhi ruangan itu. Wajah Risha seketika menjadi sedikit bersemu merah dengan sedikit menunduk seolah sedang menghindari tatapan mata dengan gadis cantik yang menjadi sekertaris pribadi Sammuel itu. Bukan karena takut, tapi Risha tahu betul jika berurusan dengan Emily seakan dirinya tengah dikuliti hidup-hidup. Karena Emily bisa tahu betul apa yang sedang Risha pikirkan dan Risha ucapkan dalam hati. Bahkan hanya lewat tatapan mata saja Emily bisa tahu apa yang sedang ada di dalam benak Risha. “Aku hanya sedang melihat keindahan pantai saja, jangan berpikiran yang tidak-tidak dan jangan terlalu cepat mengambil kesimpulan,” jawab dusta sekaligus sedikit tergugup dari Risha sambil terus menghindari tatapan mata dari Emily. Dapat Emily tangkap semua tanda vital dan gestur tubuh dari Risha yang menyatakan jika gadis di depannya ini sedan
“Semuanya sudah siap?” pekik Sammuel yang datang ke basecamp Brian dan pasukannya yang sudah terlihat siap siaga dengan pakaian seragam VantaBlack yang lengkap dengan atribut dan senjata sudah di bawa setiap masing-masing personil pasukan yang Brian pimpin. “Semua sudah siap, Tuan. Armada darat, laut, dan udara juga sudah siap menunggu perintah,” jawab Brian yang langsung mendapat anggukan pelan oleh Sammuel. “Baiklah, ayo segera kita selesaikan misi ini. Tetapi, untuk kali ini aku meminta kepada kalian, aku mohon jaga diri kalian baik-baik. Jangan gegabah, ingatlah, nyawa kalian hanya satu tak ada cadangan ataupun gantinya, oleh sebab itu, berhati-hatilah,” ucap Sammuel yang membuat sebagian dan beberapa orang yang menyimak pidato absurb yang singkat dari Sammuel tertawa lirih, Sammuel tahu jika semua yang berada di sana tersenyum hanya saja senyum mereka tak bisa terlihat karena topeng yang mereka kenakan. “Apa aku terlambat?” pekik Kiev yang datang dengan sedikit berlari ke arah
Deru suara tembakan masih saling bersahutan, diiringi dengan beberapa kali terdengar suara ledakan yang terdengar dari kejauhan. “Bagaimana kondisi di sana?” ucap Dimitri sambil memegang earpiece yang terpasang di telinganya. Dimitri masih menyimak suara yang ia dengar dari alat komunikasi yang terhubung dengan beberapa pasukan dan markas pusat dengan di selingi beberapa anggukan kepala serta ke dua matanya masih terus mengawasi dan waspada dengan kondisi di sekitarnya. Demian yang berada di samping Dimitri juga ikut menyimak suara yang sama terdengarnya di alat bantu komunikasi sambil mencocokan dengan iPad yang berada di pangkuannya, rupanya Demian sedang memantau kondisi di sekitar dengan bantuan beberapa drone yang ia terbangkan di beberapa sudut. “Masih ada beberapa musuh dengan persenjataan lengkap di beberapa titik. Melihat dari pola serangan, sepertinya tujuan mereka bukan menyerang pasukan kita, tetapi menurut dugaanku, sepertinya mereka menyasar gudang yang berada di ujung
“Apakah urusanmu sudah selesai, Son?”“Kenapa?” jawab sewot Dimitri yang sedang merakit senjata yang menumpuk dan berada di depannya.“Ibumu sedang mengkhawatirkan kalian. Cepat hubungi dia dan kabari dia, aku sudah lelah di terornya seharian ini, sampai-sampai aku memblokir nomornya hanya untuk pergi ke kamar mandi saja, sungguh menyebalkan sekali,” keluh Sammuel sambil merebahkan tubuhnya di kursi yang berada di samping Demian yang nampak serius sedang menyetel sudut teropong senjata miliknya agar terlihat presisi.Demian menoleh ke arah Dimitri yang masih asik merakit senjatanya tanpa mempedulikan ucapan Sammuel sama sekali, bahkan menoleh sedikitpun tak Dimitri lakukan.“Kenapa lagi dia? Jelek sekali mukanya jika sedang cemberut seperti itu,” sambung Sammuel yang bertanya kepada Demian, yang membuat Demian menoleh ke arah Sammuel yang terlihat mengerutkan keningnya kala memandang Dimitri.“Dia sedang terkena virus malarindu tropi kangen,” jawab spontan Demian tanpa memalingkan muk
“Bagaimana persiapan di Markas, Ben?” ucap Sammuel yang melihat ke arah jalanan yang ternyata sudah mendekati menuju area Markas miliknya. “Semuanya sudah siap, Tuan.” “Baiklah, kita gunakan jalan rahasia di tikungan pertama. Perintahkan pengawas membuka akses ke sana, untuk tamu yang sedari tadi membuntuti kita itu, terserah kalian saja, mau kalian apakan mereka aku tak peduli, hubungi Kiev jika urusannya selesai, aku akan menghubungi Moppie untuk membersihkannya,” jawab Sammuel dengan terus mengawasi pergerakan Klan Hargov yang menyerang bagian timur markas di iPad yang terhubung langsung dengan satelit milik Klan Collins Brothers. “Apa kamu ada acara setelah ini, Ben?” “Sebetulnya saya ingin bergabung dengan Tim Jack, Tuan. Agaknya badan saya sudah terlalu lama tidak berolah raga beberapa waktu ini, ikut andil di Tim Jack mungkin bisa sedikit meregangkan otot-otot saya yang kaku,” sarkas Benny yang sebenarnya ingin ikut dalam misi dari Tim Jack yang sedang menunggu kedatangan tam
Mobil semi truk berwarna biru dongker itu melaju membelah jalanan ibukota. Mobil yang di rancang khusus untuk misi penyamaran itu bahkan sudah sangat detail sekali segala desainnya untuk menyerupai mobil yang biasa digunakan oleh beberapa masyarakat umum dan kalangan luas. Memang terlihat sangat lusuh dan sangat begitu kotor serta banyak sekali titik noda atau beberapa bagian body mobil yang terlihat berkarat seperti tak terawat, namun itu hanya kamuflase saja untuk menyembunyikan kemewahan dan kecanggihan fasilitas yang terdapat di dalam mobil yang memang dirancang khusus untuk keperluan melarikan diri dan menghindar dari musuh. Mobil berbodi besar dan kekar itu bahkan sering kali digunakan Sammuel untuk misi penyamaran beberapa tahun silam, Mobil RAM pick up yang biasa disebut Dodge RAM ini adalah mobil Double Cabin dengan bagian belakang terdapat bak terbuka yang biasa digunakan untuk mengangkut berbagai barang keperluan, seperti layaknya sekarang ini, di belakang mobil sudah terd
“Lebih baik, aku bawa dia ke Markas saja, di sana peralatan dan perlengkapan medisnya lebih mumpuni ketimbang di rawat di sini. Lagian aku juga bisa memantaunya sepanjang hari jika aksesnya nanti tak terkendali jarak dan juga lebih efisien menurutku,” ucap Sammuel yang mengembalikan penlight milik Axelo yang di angguki oleh Axelo dan Dorothea hampir bersamaan. “Terserah padamu, Samm. Keputusan mutlak ada padamu, kita hanya berusaha melakukan yang terbaik dan semaksimal mungkin. Untuk kedepannya memang hanya kamulah yang bisa menjaganya,” jawab Axelo yang membuat Sammuel mengerutkan keningnya, kala mendengar ucapan Axelo yang membuat Sammuel berpikir atas jawaban dari pertanyaan abigu dari Axelo. “Baiklah, aku akan mempersiapkan persiapan untuk perpindahan Risha. Tapi apa ada yang sedang mengganggumu, Samm?” lirih Dorothea yang membuat Sammuel langsung menoleh ke arah Dorothea yang sedang berada di samping Axelo. “Entahlah, aku sedang tak bisa berpikir panjang untuk sekarang ini,” ja
Sammuel terjaga dari tidurnya, mungkin pengaruh efek samping dari obat tidur yang diberikan Dimitri yang membuatnya terlelap begitu nyenyak, entah sudah berapa lama ia terlelap. Terlebih Sammuel merasakan badannya seperti baru saja menemukan sumber tenaga baru kembali.Alarm beserta lampu merah yang terdapat di meja kerjanya sudah menyala dan mengeluarkan bunyi khas yang menandakan jika ada tanda bahaya yang sedang terjadi atau ada sesuatu yang telah menyerang Markasnya.Sammuel beranjak menuju komputer di meja kerjanya yang masih menyala sedangkan laptopnya sudah mati kehabisan daya.Sammuel mengerutkan keningnya, kala melihat jam yang menunjukkan sudah sore hari, sedangkan di ingatannya dia beranjak tidur kala siang hari. Sammuel jadi berpikir, jika tak mungkin jika dirinya istirahat hanya tiga jam saja. Sammuel pernah merasakan bugar seperti ini ketika ia istirahat total selama hampir lima hari lamanya beberapa waktu yang lampau.Sammuel membulatkan mata dan beranjak menuju ke Ruan
“Ayah, Istirahatlah!” lirih Demian menghampiri Sammuel yang sedang bergelut dengan laptop di depannya. Hampir seminggu ini Sammuel tak terlihat beristirahat sejenak, hingga membuat Demian khawatir dengan kesehatan Ayah babtisnya itu. “Sebentar lagi, Son.” Kata-kata itu juga yang selalu Sammuel ucapkan hampir seminggu ini kepada Demian, kala Demian menyuruh Sammuel beristirahat. Beberapa berkas memang sudah menumpuk di meja kerja di kantor yang berada di Markas Pusat, bahkan tiap hari pasti data beberapa tumpuk lagi berkas yang langsung di tangani Sammuel langsung, Sammuel masih belum bisa kembali ke Kantor EDSAM Corp., karena Sammuel merasa masih belum siap mengenang Edward dan menerima kenyataan Edward sudah tiada. Bayangan kenangan Edward masih menghantui Sammuel kala berada di Kantor yang biasanya di gunakan Edward. Maka dari itu, segala urusan kantor di kirim ke Kantor Sammuel yang berada di Markas Pusat, guna memberikan kenyamanan pada Sammuel kala mengerjakan berkas yang di