“Apa yang sedang kau cari gadis cantik,” sapa Risha yang melihat Levina yang sedang membaca di taman, tetapi arah pandangannya tak memandang buku ensiklopedia yang berada di pangkuannya, melainkan seakan mencari sesuatu dengan mengedarkan pandangannya di segala arah.“Aku menunggu Om Galak, kemarin dia berjanji akan membelikanku buku cerita putri yang terjebak di menara tinggi,” jawab polos Levina yang memandang lekat Risha sambil menerima segelas jus yang di sodorkan Risha, “terima kasih, Kak.”“Putri? Apakah putri itu berambut panjang?” tebak Risha yang mendapat anggukan keras oleh Livina yang sedang meminum jus pemberiannya, “Rapunzel? Apakah dia bernama Rapunzel?”“Iya, itu namanya,” pekik Levina dengan senyum merekah, “susah sekali nama itu aku ucapkan, lidahku seakan terbelit mengucapkannya,” sambung Levina yang menaruh gelas kosong diatas meja.“Mau lagi?” tawar Risha yang tau jika gadis kecil ini sedang haus. Namun, Levina langsung menggelengkan kepala menolak tawaran Risha.“
“Mama,” rengek Dimitri yang menyusul Dorothea ke Ruang baca di Mansion Edward. Wajah kesal dan sebal Dimitri seketika sirna kala melihat Levina yang duduk di sebelah Dorothea, kini wajah kesal itu berganti dengan senyuman mengembang ketika menghampiri Dorothea, sedangkan Demian yang melihat perubahan Dimitri hanya memutar bola matanya seakan sudah jenuh dengan tingkah Kakaknya itu. Ternyata cinta bisa merubah Anak Demit menjadi anak kucing. “Sudah?” lirih Dorothea yang memandang kedua anaknya bergantian. Tatapan tajam Dorothea seakan tengah memendam dendam dan kekesalan. “Apa?” ucap polos Dimitri yang duduk di atas karpet di depan Levina, dengan tatapan tak luput memandang terus wajah imut Levina. Seakan tak mengerti apa yang sedang Mamanya bicarakan.“ Oh itu,” lanjut Dimitri yang menoleh kera Dorothea yang masih menatapnya tajam dan seakan tau apa yang Dorothea maksud, “sudah, tapi kalau Mama masih ingin lihat kita baku hantam, ayo lah, mumpung aku masih kesal dengan dia,” sambung D
“Ada apa lagi, itu Om bujang lapuk On Call,” pekik Dimitri yang duduk di samping Demian yang sedang mengemudikan Sport Car milik Dimitri.Demian hanya menggerakkan bahunya saja guna menjawab pertanyaan dari Kakaknya, dan terus fokus pada jalanan yang ada di depannya. Sedangkan berbagai lontaran pertanyaan sudah terdengar dari mulut Dimitri yang sejak awal memasuki mobil sudah sangat memekakkan telinga, sehingga membuat Demian malas sekali menjawabnya. Bahkan sejak mereka mendapat panggilan telepon singkat dari Sammuel, yang mana membuat Duo Anak Demit ini langsung tancap gas menuju Markas Utama pun Demian masih tak mau membuka suara, berbeda dengan Dimitri yang sudah sangat begitu cerewet minta ampun.“Kak,” panggil Demian dengan nada berat namun arah pandangannya masih terus fokus memantau jalan yang mereka lalui.“Hemm,” jawab Dimitri yang langsung diam dan menoleh kearah Demian yang terlihat tak mempedulikannya. “Apa?”“Seumpama mobilmu yang aku kemudikan ini aku tabrakkan ke tia
Edward memeluk erat pinggang Risha yang sedang membaca, beberapa kecupan lembut dan basah juga sudah mendarat bertubi-tubi di kepala Risha. Sangat terasa mengganggu sekali dan membuat Risha tak bisa berkonsentrasi dengan kegiatannya membaca. “Apa kau ingin aku keramas lagi?” ucap Risha dengan sedikit sebal dengan perlakuan over dari Edward. Bahkan Rambutnya seakan terasa sedikit basah akibat perlakuan Edward. “Hemm,” jawab Edward yang masih tetap terus memberi kecupan singkat di pelipis dan kepala Risha, “nanti aku bantu untuk keramas, boleh?” Spontan Risha menyikut perut Edward yang membuat Edward terkekeh pelan, ketika melihat kekasihnya kesal dengan ulahnya. “Kenapa kau pucat sekali, huh? Apa tidurmu nyenyak?” lirih Risha yang khawatir ketika menoleh dan melihat wajah Edward terlihat pucat dan sayu. “Hemm, aku tak dapat tidur gara-gara memikirkanmu, aku takut kau demam atau flu dan itu terbukti sekarang,” jawab lirih Edward yang semakin erat memeluk tubuh Risha. Walupun jawaba
“SIAL!”Terdengar pekikan umpatan kata kekesalan hampir bersamaan dari mulut Edward dan Sammuel yang langsung berlari berpencar mencari keberadaan Risha, yang sejak tadi bersama Edward dan beberapa saat yang lalu berpamitan untuk ke toilet, bahkan Edward masih sempat menunggu kekasihnya di luar toilet wanita dan sempat melihat serta mengikuti Risha dari belakang setelah sesaat keluar dari toilet, namun ketika sampai di titik berkumpul ternyata Risha tak di ketahui keberadaannya dan lolos dari pengawasan dan pantauan Edward.“Apa yang kau temukan, Samm,” pekik Edward yang menghampiri Sammuel dengan napas masi memburu karena berlarian mencari keberadaan kekasihnya.“Aku tak mendapatkan apa-apa, tapi banyak penjaga dari Klan Hargov di sekeliling kita, aku takut ini hanya jebakan mereka dan perangkap untuk kita,” jawab Sammuel dengan napas juga memburu sambil membungkukkan badannya dengan tangan bertumpu pada lututnya.“Apa sudah memeriksa CCTV?” tanya Edward sambil mengedarkan pandangan
Dorothea menghampiri Edward yang sedang bersandar di kursi kerjanya sambil memejamkan mata.Dorothea bersandar pada meja kerja Edward sambil melipat tangannya di dada, menunggu Edward membuka matanya, karena Edward pasti sudah menyadari keberadaannya.“Jika ingin menceramahiku, mending kau pergilah! Karena aku sedang ingin sendiri sekarang,” pekik Edward yang masih terpejam dengan posisi kepala mengadah ke atas.Sedangkan tak ada pergerakan sama sekali dengan Dorothea yang masih tetap berdiam diri di tempatnya sambil terus memandang Edward.Akhirnya Edward membuka mata dan memandang Dorothea sekilas, kemudian kembali bergelut dengan tumpukan berkas di depannya.“Really? Apa gara-gara ini kau langsung berubah sikap? It’s not you, Ed, not you!” pekik Dorothea yang menatap Edward denga tatapan begitu sinis.“Aku tak perlu dan tak butuh penilaianmu, urusi saja urusanmu, aku sedang tak minat untuk berdebat denganmu,” balas ketus Edward yang tak menoleh sedikitpun ke arah Dorothea.Dorothea
Wilson mendatangi kantor Sammuel di Markas Utama, ada beberapa hal yang harus segera di selesaikan terlebih lagi ada tamu yang ingin Wilson tunjukkan ke hadapan Sammuel.Sosok bertubuh kecil itu tengah menggandeng tangan Wilson dengan tangan mungilnya, nampak senyuman penuh kekaguman terus membingkai di wajah imut dan tampannya, kala melihat setiap sudut bangunan di Markas Utama dari Klan Collins Brothers yang begitu elegan dan mewah membuat manik mata biru milik Jordan tak henti-hentinya menelusuri segala sudut bangunan di Markas Utama.“Apa kau menyukainya?” lirih Wilson yang menunduk melihat wajah pria mungil di sampingnya ini terus-menerus menampilkan senyuman dengan penuh kebahagiaan.Beberapa suara ketukan pintu terdengar di telinga Sammuel yang sedang sibuk dengan peralatan komputer yang berada di depannya.Senyum Sammuel tercetak tipis diwajahnya kala melihat Wilson dan Jordan sudah menunggu di depan pintu dengan senyuman mengembang.“Sudah siap?” pekik Sammuel yang berjongkok
Wilson masih menatap Brian yang masih terlihat kebingungan, entah apa yang membuat lelaki berjuluk ‘Ares Dewa Perang’ ini terlihat sangat bingung dan sedikit panik. Apa itu memikirkan tentang bagaimana Sammuel bisa tahu Organisasi Rahasianya atau tentang ucapan Sammuel yang membahas tentang ‘Besan’? Hanya Brian yang tahu sendiri, karena memang sesuai yang di ucapkannya beberapa saat yang lalu, pria satu ini memang sangat begitu tertutup, hampir sama dengan ‘saudara kembar’nya yaitu Kiev. Entah dari mana sebutan ‘saudara kembar’ yang tersemat diantara Kiev dan Brian. Memang dari segi wajah mereka berdua terlihat begitu mirip, sama-sama mempunyai mata biru sedikit keabu-abuan, badan tegap dan kekar, serta postur tubuh yang tingginya saja hampir sama. Apalagi jika sudah menggunakan seragam khusus untuk Pasukan Bayangan BlackVanta, pasti kedua orang ini tak dapat di bedakan. Hanya Sammuel saja yang dapat membedakan mana yang Kiev dan mana yang Brian jika sedang bertugas. Padahal jika Pas
“Apa Nona mencari Tuan Samm?” sapa Emily yang datang ke ruang rawat inap Risha dengan membawa seikat bunga mawar putih yang semerbak wanginya langsung memenuhi ruangan itu. Wajah Risha seketika menjadi sedikit bersemu merah dengan sedikit menunduk seolah sedang menghindari tatapan mata dengan gadis cantik yang menjadi sekertaris pribadi Sammuel itu. Bukan karena takut, tapi Risha tahu betul jika berurusan dengan Emily seakan dirinya tengah dikuliti hidup-hidup. Karena Emily bisa tahu betul apa yang sedang Risha pikirkan dan Risha ucapkan dalam hati. Bahkan hanya lewat tatapan mata saja Emily bisa tahu apa yang sedang ada di dalam benak Risha. “Aku hanya sedang melihat keindahan pantai saja, jangan berpikiran yang tidak-tidak dan jangan terlalu cepat mengambil kesimpulan,” jawab dusta sekaligus sedikit tergugup dari Risha sambil terus menghindari tatapan mata dari Emily. Dapat Emily tangkap semua tanda vital dan gestur tubuh dari Risha yang menyatakan jika gadis di depannya ini sedan
“Semuanya sudah siap?” pekik Sammuel yang datang ke basecamp Brian dan pasukannya yang sudah terlihat siap siaga dengan pakaian seragam VantaBlack yang lengkap dengan atribut dan senjata sudah di bawa setiap masing-masing personil pasukan yang Brian pimpin. “Semua sudah siap, Tuan. Armada darat, laut, dan udara juga sudah siap menunggu perintah,” jawab Brian yang langsung mendapat anggukan pelan oleh Sammuel. “Baiklah, ayo segera kita selesaikan misi ini. Tetapi, untuk kali ini aku meminta kepada kalian, aku mohon jaga diri kalian baik-baik. Jangan gegabah, ingatlah, nyawa kalian hanya satu tak ada cadangan ataupun gantinya, oleh sebab itu, berhati-hatilah,” ucap Sammuel yang membuat sebagian dan beberapa orang yang menyimak pidato absurb yang singkat dari Sammuel tertawa lirih, Sammuel tahu jika semua yang berada di sana tersenyum hanya saja senyum mereka tak bisa terlihat karena topeng yang mereka kenakan. “Apa aku terlambat?” pekik Kiev yang datang dengan sedikit berlari ke arah
Deru suara tembakan masih saling bersahutan, diiringi dengan beberapa kali terdengar suara ledakan yang terdengar dari kejauhan. “Bagaimana kondisi di sana?” ucap Dimitri sambil memegang earpiece yang terpasang di telinganya. Dimitri masih menyimak suara yang ia dengar dari alat komunikasi yang terhubung dengan beberapa pasukan dan markas pusat dengan di selingi beberapa anggukan kepala serta ke dua matanya masih terus mengawasi dan waspada dengan kondisi di sekitarnya. Demian yang berada di samping Dimitri juga ikut menyimak suara yang sama terdengarnya di alat bantu komunikasi sambil mencocokan dengan iPad yang berada di pangkuannya, rupanya Demian sedang memantau kondisi di sekitar dengan bantuan beberapa drone yang ia terbangkan di beberapa sudut. “Masih ada beberapa musuh dengan persenjataan lengkap di beberapa titik. Melihat dari pola serangan, sepertinya tujuan mereka bukan menyerang pasukan kita, tetapi menurut dugaanku, sepertinya mereka menyasar gudang yang berada di ujung
“Apakah urusanmu sudah selesai, Son?”“Kenapa?” jawab sewot Dimitri yang sedang merakit senjata yang menumpuk dan berada di depannya.“Ibumu sedang mengkhawatirkan kalian. Cepat hubungi dia dan kabari dia, aku sudah lelah di terornya seharian ini, sampai-sampai aku memblokir nomornya hanya untuk pergi ke kamar mandi saja, sungguh menyebalkan sekali,” keluh Sammuel sambil merebahkan tubuhnya di kursi yang berada di samping Demian yang nampak serius sedang menyetel sudut teropong senjata miliknya agar terlihat presisi.Demian menoleh ke arah Dimitri yang masih asik merakit senjatanya tanpa mempedulikan ucapan Sammuel sama sekali, bahkan menoleh sedikitpun tak Dimitri lakukan.“Kenapa lagi dia? Jelek sekali mukanya jika sedang cemberut seperti itu,” sambung Sammuel yang bertanya kepada Demian, yang membuat Demian menoleh ke arah Sammuel yang terlihat mengerutkan keningnya kala memandang Dimitri.“Dia sedang terkena virus malarindu tropi kangen,” jawab spontan Demian tanpa memalingkan muk
“Bagaimana persiapan di Markas, Ben?” ucap Sammuel yang melihat ke arah jalanan yang ternyata sudah mendekati menuju area Markas miliknya. “Semuanya sudah siap, Tuan.” “Baiklah, kita gunakan jalan rahasia di tikungan pertama. Perintahkan pengawas membuka akses ke sana, untuk tamu yang sedari tadi membuntuti kita itu, terserah kalian saja, mau kalian apakan mereka aku tak peduli, hubungi Kiev jika urusannya selesai, aku akan menghubungi Moppie untuk membersihkannya,” jawab Sammuel dengan terus mengawasi pergerakan Klan Hargov yang menyerang bagian timur markas di iPad yang terhubung langsung dengan satelit milik Klan Collins Brothers. “Apa kamu ada acara setelah ini, Ben?” “Sebetulnya saya ingin bergabung dengan Tim Jack, Tuan. Agaknya badan saya sudah terlalu lama tidak berolah raga beberapa waktu ini, ikut andil di Tim Jack mungkin bisa sedikit meregangkan otot-otot saya yang kaku,” sarkas Benny yang sebenarnya ingin ikut dalam misi dari Tim Jack yang sedang menunggu kedatangan tam
Mobil semi truk berwarna biru dongker itu melaju membelah jalanan ibukota. Mobil yang di rancang khusus untuk misi penyamaran itu bahkan sudah sangat detail sekali segala desainnya untuk menyerupai mobil yang biasa digunakan oleh beberapa masyarakat umum dan kalangan luas. Memang terlihat sangat lusuh dan sangat begitu kotor serta banyak sekali titik noda atau beberapa bagian body mobil yang terlihat berkarat seperti tak terawat, namun itu hanya kamuflase saja untuk menyembunyikan kemewahan dan kecanggihan fasilitas yang terdapat di dalam mobil yang memang dirancang khusus untuk keperluan melarikan diri dan menghindar dari musuh. Mobil berbodi besar dan kekar itu bahkan sering kali digunakan Sammuel untuk misi penyamaran beberapa tahun silam, Mobil RAM pick up yang biasa disebut Dodge RAM ini adalah mobil Double Cabin dengan bagian belakang terdapat bak terbuka yang biasa digunakan untuk mengangkut berbagai barang keperluan, seperti layaknya sekarang ini, di belakang mobil sudah terd
“Lebih baik, aku bawa dia ke Markas saja, di sana peralatan dan perlengkapan medisnya lebih mumpuni ketimbang di rawat di sini. Lagian aku juga bisa memantaunya sepanjang hari jika aksesnya nanti tak terkendali jarak dan juga lebih efisien menurutku,” ucap Sammuel yang mengembalikan penlight milik Axelo yang di angguki oleh Axelo dan Dorothea hampir bersamaan. “Terserah padamu, Samm. Keputusan mutlak ada padamu, kita hanya berusaha melakukan yang terbaik dan semaksimal mungkin. Untuk kedepannya memang hanya kamulah yang bisa menjaganya,” jawab Axelo yang membuat Sammuel mengerutkan keningnya, kala mendengar ucapan Axelo yang membuat Sammuel berpikir atas jawaban dari pertanyaan abigu dari Axelo. “Baiklah, aku akan mempersiapkan persiapan untuk perpindahan Risha. Tapi apa ada yang sedang mengganggumu, Samm?” lirih Dorothea yang membuat Sammuel langsung menoleh ke arah Dorothea yang sedang berada di samping Axelo. “Entahlah, aku sedang tak bisa berpikir panjang untuk sekarang ini,” ja
Sammuel terjaga dari tidurnya, mungkin pengaruh efek samping dari obat tidur yang diberikan Dimitri yang membuatnya terlelap begitu nyenyak, entah sudah berapa lama ia terlelap. Terlebih Sammuel merasakan badannya seperti baru saja menemukan sumber tenaga baru kembali.Alarm beserta lampu merah yang terdapat di meja kerjanya sudah menyala dan mengeluarkan bunyi khas yang menandakan jika ada tanda bahaya yang sedang terjadi atau ada sesuatu yang telah menyerang Markasnya.Sammuel beranjak menuju komputer di meja kerjanya yang masih menyala sedangkan laptopnya sudah mati kehabisan daya.Sammuel mengerutkan keningnya, kala melihat jam yang menunjukkan sudah sore hari, sedangkan di ingatannya dia beranjak tidur kala siang hari. Sammuel jadi berpikir, jika tak mungkin jika dirinya istirahat hanya tiga jam saja. Sammuel pernah merasakan bugar seperti ini ketika ia istirahat total selama hampir lima hari lamanya beberapa waktu yang lampau.Sammuel membulatkan mata dan beranjak menuju ke Ruan
“Ayah, Istirahatlah!” lirih Demian menghampiri Sammuel yang sedang bergelut dengan laptop di depannya. Hampir seminggu ini Sammuel tak terlihat beristirahat sejenak, hingga membuat Demian khawatir dengan kesehatan Ayah babtisnya itu. “Sebentar lagi, Son.” Kata-kata itu juga yang selalu Sammuel ucapkan hampir seminggu ini kepada Demian, kala Demian menyuruh Sammuel beristirahat. Beberapa berkas memang sudah menumpuk di meja kerja di kantor yang berada di Markas Pusat, bahkan tiap hari pasti data beberapa tumpuk lagi berkas yang langsung di tangani Sammuel langsung, Sammuel masih belum bisa kembali ke Kantor EDSAM Corp., karena Sammuel merasa masih belum siap mengenang Edward dan menerima kenyataan Edward sudah tiada. Bayangan kenangan Edward masih menghantui Sammuel kala berada di Kantor yang biasanya di gunakan Edward. Maka dari itu, segala urusan kantor di kirim ke Kantor Sammuel yang berada di Markas Pusat, guna memberikan kenyamanan pada Sammuel kala mengerjakan berkas yang di