"Kau yakin mereka tidak akan curiga?" tanya seseorang dari seberang.
"Saya yakin, Pak. Mereka tidak akan curiga atau bahkan mencari tahu!" jawab seorang pria.
"Baiklah. Semua aku percayakan padamu. Namun, jika sampai tercium. Kau juga akan terima akibatnya!" bunyi sebuah ancaman terdengar dari speaker ponsel. Kemudian, pria tersebut langsung menutup sambungan ponselnya.
Pria paruh baya tersebut menatap layar ponselnya. Tersisa panggilan berakhir di layar ponsel, lalu dia menarik napas panjang.
"Aku pastikan, mereka tidak akan mengetahuinya ataupun mencari info!"
Pria tersebut meletakkan ponselnya kembali di atas nakas, lalu dia menoleh ke belakang menatap seseorang yang sedang terbaring di atas ranjang. Kembali manik matanya menatap keluar jendela, mendongak ke atas memperhatikan langit malam kala itu. Langit yang gelap, tidak ada rembulan juga tidak ada bintang. Ya, langit malam yang mend
Malam semakin larut, Aluna masih terjaga di kamarnya. Namun, saat dia menoleh ke belakang. Aluna sangat kaget dan langsung menjerit.Jeritan suara Aluna langsung membuat Alena kaget dan terbangun. Gadis itu terheran-heran tak kala melihat saudara kembarnya menutupi mukanya sendiri dengan kedua tangannya. Dia melihat Aluna tampak histeris."Pergiii ... pergiiii!!!" teriaknya masih dengan posisi menutup wajahnya."Lun ... kau ini kenapa?" Alena berusaha menenangkan saudara kembarnya. Namun, usahanya selalu ditepis oleh Aluna."Pergiii ... pergiii, jangan sentuh aku!" teriaknya lagi."Aluna!! Ini aku Alena!" Akhirnya Alena membalas dengan teriakan. "Bukalah matamu!" Alena menangkup wajah Aluna, hingga gadis itu memberanikan diri membuka matanya.Gadis itu perlahan membuka matanya dan menatap Alena, kedua tangannya terulur memegang wajah Alena."Ini benar-benar kau 'kan, Len?!" Aluna terlihat was-was."Iyalah, memangnya aku i
Setelah berminggu-minggu menempati rumah tersebut. Mulailah terjadi hal-hal yang sangat aneh. Kecurigaan Revan selama ini tentang keanehan rumah yang ditinggali si kembar mulai menemukan titik terang. Walaupun belum sedetail-nya, tapi itu sudah membuat mereka berjaga-jaga. Aluna yang kemarin diganggu oleh penunggu rumah tersebut. Dia sedikit ada gambaran dengan apa yang dia lihat. Namun, memang tak semudah membalikan telapak tangan.Pagi itu, Aluna dan Alena pergi ke rumah tante Nita. Di rumah tersebut hanya ada Mang Dadang, Bi Inah, dan Pak Amir, satpam penjaga rumah."Loh si enon, kenapa tidak memberi kabar?" tanya Bi Inah kaget melihat si kembar tiba-tiba nongol.Mang Dadang juga terkejut melihat keduanya terlihat sangat kelelahan dengan lingkar mata hitam."Neng Aluna dan Neng Alena, kenapa tidak memberitahu Mamang?""Tadi tak sengaja lewat sekitar sini, Mang!" jawab Aluna lesu.
Revan masih memikirkan tentang kejadian di jalan beberapa hari yang lalu, dia masih teringat kata demi kata yang diucapkan pria tua tersebut. Banyak pertanyaan-pertanyaan yang terlintas di otaknya. Revan mulai curiga akan suatu hal, tetapi dia menepisnya karena dia belum mengetahui detailnya.Aku masih penasaran dengan pria tua itu! Apa maksud dari kata-katanya? Yang dia maksud dengan mereka itu adalah mereka siapa? Aku memang sangat penasaran, tapi aku belum menemukan buktinya! 'batinnya.Revan benar-benar tidak tenang malam itu.Pemuda itu tidur dengan tidak tenang, terlihat dari seringnya dia merubah posisi tidurnya membuat ranjangnya terus bergerak. Akhirnya Revan memilih bangun dari rebahan nya, mengusap kasar wajahnya, mengurut pelipisnya, dan menghela napas panjang.Revan menoleh ke kanan, memandang sesuatu yang tergeletak di atas meja. Merapatkan tubuhnya pada headboard dan tangan
Ketiga pria tersebut terlibat obrolan yang sangat seru di ruang depan. Mereka bertiga tak memperdulikan waktu yang mulai merambah dan akan menjelang pagi. Ketiganya benar-benar merasa perlu untuk membicarakan hal itu, karena merasa ada yang ganjil dan aneh. Semuanya terlihat saling bertukar pikiran. Terlebih ketika membicarakan hal-hal yang memang mereka bertiga pendam. Akhirnya mereka merasakan lega setelah berbagi cerita satu dengan yang lainnya. Apalagi mang Dadang yang memang memendam hasrat untuk bercerita dengan orang lain. Mang Dadang juga menceritakan tentang anak kecil yang dia lihat dijalan sebelah sana, jalan yang akan menuju rumah pak Hadi. Apalagi tiba-tiba anak kecil itu mendadak menghilang tanpa jejak. Mang Dadang yang mengingatnya langsung bergidik ngeri."Mamang sudah beberapa kali melihat orang misterius itu," kata Mang Dadang. Revan dan Bagas menatap si Mamang. Si Mamang terdiam sesaat."Mamang waktu itu tidak ada pikira
Mulut Bagas menganga menatap cermin, matanya membulat sempurna. Ketika dia bisa menggerakkan tubuhnya, Bagas langsung bergeser ke samping. Dia berdiri dengan mengatur napasnya.Bagas memberanikan diri kembali pada tempat semula. Namun, semua sudah hilang ketika dia kembali menatap cermin. Bagas menghela napas pelan, lalu dia melangkah menuju dapur.Beberapa menit kemudian, dia kembali membawa nampan dengan berisi empat gelas teh hangat. Kembali dia melewati cermin kaca yang menempel di dinding, dia merasakan seperti ada seseorang yang mengawasinya.Siapa dia? Dia tampak ingin mengatakan sesuatu. Tapi apa? 'Batin Bagas merenung disela-sela mereka bertiga sedang bercakap-cakap sambil menunggu Revan kembali.Revan memarkirkan mobil di warung langganannya yang tak jauh dari kawasan perumahan elit."Eh, mas Revan," sapa Yanti. Wanita pemilik warteg.Keadaan warteg sore
Samar-samar, Aluna mendengarkan sebuah suara yang memanggil-manggil namanya. Gadis itu seperti orang bingung mencari arah datangnya suara tersebut. Aluna menghentikan langkahnya, dia mematung terdiam. "Lun!" panggil Revan. "Kau dengar itu tidak?" balas Aluna. "Maksudmu mendengar apa?" Revan memasang telinga. "Ada suara memanggil-manggil namaku," sahutnya. "Aku tidak mendengar suara apa-apa!" jelas Revan. "Jangan ngaco, Lun!" Revan menarik tangan Aluna. Bersamaan dengan itu, pak Dakir dan pak Rusli muncul dari samping rumah si kembar. "Loh, pak Dakir dan pak Rusli dari mana?" tanya Bagas heran melihat kedua pria itu tiba-tiba muncul. "Eh, mas Bagas. Anu—ini, tadi kami mendengar sebuah teriakan yang berasal dari belakang rumah ini. Makanya, kami berdua langsung lari," jelas pak Dakir. "Suara minta tolong, Pak?" tany
Gelapnya malam semakin menjalar, menambah sunyi-nya malam itu. Alunan suara burung hantu mulai terdengar, memberi kesan tersendiri pada malam itu. Langit malam yang bercampur dengan mendung, tanpa cahaya rembulan ataupun bintang yang bertebaran di langit. Kilatan-kilatan cahaya mewarnai langit malam itu, rintik air hujan mulai jatuh satu persatu membasahi semua yang dia temui. Suasana di luar tampak mencekam, tak kala hujan deras yang disertai dengan kilatan-kilatan listrik yang menyambar-nyambar, seperti hendak menyetrum seseorang. Sedangkan di dalam sebuah kamar tampak seorang gadis terlihat sangat gelisah dalam tidurnya. Dia seperti sedang bermimpi buruk. Aluna melihat Alena sedang dibopong oleh seorang pria, lalu di duduknya pada sebuah kursi. Pria itu kemudian mengganti baju Alena dengan gaun berwarna merah. Setelah itu dia mengikat tubuh Alena pada kursi kayu tersebut. Aluna yang saat itu tak berdaya dan tak bisa menjerit ataupun b
Suasana menjadi sangat mistis di rumah si kembar. Kejadian demi kejadian mulai dirasakan oleh keempat pemuda-pemudi itu. Tak jarang dia mulai sering menampakan diri. Membuat si empunya rumah pingsan, kadang membuat orang-orang histeris seperti orang gila. Tahan hanya si empunya rumah, Bagas dan Revan saja sering dibuat kaget dan ketakutan.Kali ini Bagas dan Revan akan menjalankan misi mereka. Mereka pergi hanya berdua."Bagaimana?" tanya Bagas."Ayo, kita coba lagi!" Revan membenarkan tali sepatunya.Bagas dan Revan segera melangkah menuju tempat tujuan mereka. Sesampai di rumah pak Hadi, Revan dan Bagas mengerutkan alisnya."Kosong!""Lagi ...."Revan melangkah mendekati jendela rumah pak Hadi yang tertutup rapat oleh tirai. Revan mencari cela untuk mengintip ke dalam, tapi nihil tak dapat melihat keadaan di dalam."Bagaimana, V
"Aneh?" Revan dan Mang Dadang menatap Bagas. "Iya, aneh." Bagas membalas menatap ke duanya dan setelah itu kembali menatap langit-langit ruang depan. Bagas merasa selama dirinya tidur, dia merasa seperti menjadi tahanan di alam lain. Ya, Bagas dan Alena menjadi tahanan sosok misterius ber-dress merah. Bagas berdecak dan kembali menoleh ke arah Revan. "Ah, sudahlah tidak perlu dipikirkan. Aku mau istirahat dulu." Bagas memejamkan matanya. Revan kembali menatap Mang Dadang dan mengangkat bahunya. Di dalam kamar, tampak Alena duduk di atas kasur lipat. Dia memperhatikan Tante Nita yang membereskan pakaiannya dan memasukkannya ke dalam lemari. Lalu wanita itu membalikkan badannya dan berjalan mendekati Alena. "Kau bisa istirahat dulu. Aluna sedang membuatkan-mu teh hangat." Tante Nita membelai surai hitam Alena. Tidak lama setelah itu Aluna masuk ke dalam kamar dan menaruh gelas berisi te
Setelah semua berlalu hal itu lantas tidak membuat Aluna bahagia. Pasalnya Aluna belum tenang sama sekali, karena saudara kembarnya masih tertidur pulas di rumah sakit. Gadis itu mulai merindukan masa-masa bersama dengan Alena dan dia juga tidak sanggup kalau harus kehilangan Alena. Bagi Aluna, Alena adalah semangatnya. Dia adalah satu-satunya keluarga yang Aluna punya.Hari itu, Aluna masih menunggu tukang bangunan yang harus memperbaiki lantai di ruang tengah. Sebetulnya para tukang bangunan agak ketakutan mengerjakan pekerjaan tersebut. Namun pada saat itu Tante Nita, Mang Dadang, Bi Inah, dan juga Pak Kyai Khusni datang ke rumah Aluna. Pak Kyai pun mengirimkan doa untuk mereka semua agar tidak lagi bergentayangan di dunia ini.Rumah Aluna saat itu menjadi ramai karena Tante Nita dan yang lainnya memang berniat untuk menginap di rumah Aluna. Hari itu setelah mereka mengunjungi Alena dan Bagas di rumah sakit, mereka bercakap-cakap sampai
Sekian lama kasus pembunuhan wanita muda yang dikenal memiliki banyak kekayaan peninggalan dari keluarga besarnya ini ditutup karena tidak menemukan titik terang. Namun sekarang titik terang tersebut sudah mulai muncul.Dentingan suara musik yang dihasilkan dari kotak musik membuat Handoko gelisah dan panik. Dua bola matanya berjelalatan melihat ke seluruh ruang tengah tersebut. Dia merasakan ada dua pasang mata sedang mengawasi dirinya. Lalu sekelebat bayangan melintas di sisi kanannya. Handoko membalikkan badannya, namun dia tidak mendapatkan apapun. Bayangan itu pergi entah ke mana. Lalu Handoko dibuat kaget lagi, karena sebuah sentuhan lembut di tangannya. Dia pun dengan cepat mengibaskan-nya dan lagi dia tidak menemukan siapapun di ruang itu. Gadis yang duduk terikat di depannya tidak sadarkan diri, sedangkan pemuda yang Handoko pukul dengan sekop pasir masih pingsan.Lalu siapa dia?Berkali-kali Handoko dibu
Hanya butuh satu petunjuk lagi untuk membuka gembok terakhir misteri-misteri yang mereka alami. Semakin hari semakin terbuka titik terangnya. Aluna pun berharap dia akan datang lagi menemui dirinya di dalam mimpi ataupun mungkin dengan petunjuk lainnya.Kejadian di Soul Cafe kemarin juga diceritakannya pada Aiptu Anang. Pelan-pelan mereka semua bergerak untuk memancing sang target. Siapa lagi kalau pelaku pembunuhan yang pernah terjadi di rumah tersebut."Bagaimana kita akan memancing dia?" tanya Aluna. "Sedangkan aku belum menemukan petunjuk lagi," imbuhnya."Kalau menurut feeling-ku, petunjuk itu akan segera dia tunjukan," sambung Revan."Lalu bagaimana dengan halaman belakang?""Urusan halaman belakang, kita akan mengerjakannya pelan-pelan. Anggap saja kita sedang berenang sambil minum air, betul tidak, Van?" ujar Aiptu Anang."Yups, betul sekali. Kita
Tante Nita duduk termenung di taman rumahnya. Entah apa yang sedang dia pikirkan. Sesekali dia menyeruput teh hangat buatan Bi Inah.Menghela napas panjang saat dia teringat kejadian itu. Di mana dia bertemu dengan Saras sahabatnya dan di tidak menyangka jika hari itu adalah pertemuan terakhirnya dengan Saras.Flashback on,Soul Cafe, Jakarta, 29 Maret 2018."Selamat siang Nona, ada yang bisa saya bantu?" tanya seorang pramusaji."Saya sudah booking tempat atas nama Saras," jawab Nita ramah."Oh, Nona Nita, ya. Anda sudah ditunggu Nona Saras." Pramusaji itu menunjuk tempat duduk paling ujung dan di sana telah duduk seorang wanita dengan dress warna merah."Terima kasih ya Mbak." Nita melangkah dengan senyuman yang merekah di bibirnya. Dia langsung duduk di depan Saras.
Teror masih terus terjadi di rumah Handoko. Pria berkumis tersebut selalu dibuat spot jantung. Berbeda dengan teror yang di alami oleh Revan atau Aluna. Mereka datang hanya bermaksud untuk meminta tolong, akan tetapi tetap saja cara mereka yang muncul tiba-tiba dengar wujud yang menakutkan membuat orang-orang kaget dan spot jantung. Hal itu juga dirasakan oleh Haris. Pria tampan dan juga masih ada ikatan saudara dengan Handoko, serta beberapa kasus yang belum terungkap. Membuat namanya ikut terseret, karena beberapa hari yang lalu ada seorang Polisi yang datang ke rumahnya. Namun demikian tidak ada bukti yang mengarah pada Haris. Haris yang malam itu duduk termenung diam menatap sebuah foto yang ada di dalam dompetnya. Foto sosok seorang wanita yang pastinya adalah wanita pujaan hatinya. Yang akan dipersuntingnya menjadi istri, akan tetapi semua pupus. Di rabanya foto tersebut, terlihat dia sangat sedih akan kepergianny
"Apakah aku juga harus membunuh orang-orang itu?" ucapnya memainkan pisau yang sedang dia pegang. "Jika tidak aku bunuh, mereka pasti akan mengetahui di mana aku menguburnya hidup-hidup," imbuhnya.Pria tersebut terlihat sangat kebingungan dan berjalan mondar-mandir di ruangannya. Memegang kepalanya dan mengurut pelipisnya. Lalu dia berteriak kencang dan mengobrak-abrik barang-barang yang ada di atas meja.Berani berbuat harus berani bertanggung jawab. Setiap perbuatan pasti akan ada balasannya, begitulah kata pepatah. Pria berkumis itu mendadak menjadi cemas dan gelisah."Bagaimana kalau setiap malam dia selalu datang menghantuiku?" Sembari menggigit kukunya."Belum lagi hantu kepala buntung dan—dia—dia dengan suara tangisan yang menggelegar setiap malam." Pria itu mengacak-acak rambutnya. Dia terlihat sangat stres.Malam kembali datang, desiran angin malam berhembus
"Orang pinter, Non?" Pernyataan Aluna membuat Mang Dadang mengerutkan alisnya. "Hmm ... kalau orang pinter sih Mamang tidak tahu, tapi kalau Nyonyah tahu.""Tante Nita?" ulang Aluna. Mang Dadang mengangguk."Tapi sepertinya beliau sedang istirahat, karena dari tadi siang ada di rumah sakit," papar Mang Dadang."Ya sudah, biar besok saja. Lagi pula aku juga capek, Mang." Aluna duduk di sofa."Mang, aku mau ngomong nih," tutur Revan."Mau ngomong apaan, Den? Kok sepertinya serius banget," lanjut Mang Dadang."Begini Mang, kita kan dari kemarin selalu dihantui oleh hantu anak-anak dan hantu wanita berbaju merah. Nah, kemarin itu kita berdua eh ... bukan ding, bukan aku tapi Aluna di datangi oleh hantu tanpa kepala," ucap Revan panjang lebar."Terus-terus." Mang Dadang terlihat kepo."Ih, apaan sih Mang." Revan kaget saat melihat Mang Dadang b
"Kamar mandi ... kamar mandi, Lun. Ada banyak darah di kamar mandi." Revan terlihat heboh sendiri."Kamar mandinya kenapa, Van? Gelap?" ledek Aluna."Bu-bukan itu, Lun. Ada darah di mana-mana." Revan menarik Aluna dan memposisikan dirinya di belakang tubuh Aluna ketika sampai di depan pintu kamar mandi. Revan mendorong tubuh Aluna pelan. "Coba kau tengok ke dalam," tunjuk Revan."Iya-iya, aku tengok. Tapi tidak perlu mendorong-dorong seperti ini kan, Van," protes Aluna. Revan pun melepas pegangan tangannya.Sementara itu, Aluna menelan saliva-nya ketika tangannya terulur untuk mendorong pintu kamar mandi tersebut. Aluna menutup matanya dan mendorong pelan pintu itu hingga terbuka lebar. Setelah terbuka lebar, Aluna membuka matanya sendiri. Lalu kepalanya melongok masuk ke dalam dan memeriksa seluruh isi kamar mandi. Aluna mengerutkan dahinya setelah dia masuk ke dalam kamar mandi untuk memastikannya.