Beberapa tahun melakukan rutinitas yang sama, menjalani hari dengan sangat cepat bahkan tanpa melakukan hal-hal yang berarti, Arta begitu mengerti bagaimana menyebalkannya ketika mata mulai mengantuk namun pikiran terus berputar meruntuki kegiatan kesehariannya yang tak berguna.
Sesekali ketika hari terasa sangat lambat, ketika dia sibuk dengan dunianya dan saat melihat jam, di sana baru menunjukkan pukul dua siang, atau pun empat sore, Arta suka mensyukurinya. Dia bersyukur bahwa hari belum berakhir ketika dia disibukkan dengan kegiatan yang berguna, kegiatan yang membuatnya lupa akan segala hal yang terkadang menyerang pikirannya semalaman.
Arta tak pernah suka ketika dia merasa harinya ditutup dengan hal-hal yang membosankan, dia benci melakukan rutinitas yang sama terus-menerut tanpa tahu apa gunanya.
Pemuda itu suka ketika dia merasakan bahwa waktu melambat, ketika dia sadar bahwa dia menikmati segala hal yang ada di hadapannya, ketika dia tahu … bah
“Akan ada masa dimana kita —manusia— akan dipaksa untuk berevolusi, mengabaikan hati nurani kita, mengabaikan moral yang selama ini kita pegang. Akan ada masa dimana … kita dipaksa untuk memakan sesama, menghancurkan sesama kita. Menjadi egois dengan tetap berpegang teguh pada moral kemanusiaan, adalah cara tercepat untuk menjadi mangsa.“Anugra Surya Arta, penglihatan yang saya berikan padamu sejak usia 7 tahun, bukanlah hal yang bisa kau abaikan. Suatu hari nanti, kau akan bertemu dengan orang-orang yang tepat, kau akan menjadi prajurit, kau akan berdiri dengan tangguh, kau akan terus terluka, kau … mungkin akan banyak mengalami kehilangan yang pahit. “Saya tahu ini berat untuk anak seusiamu, kini kau baru menginjak usia 18 tahun. Kau seharusnya tumbuh dengan normal layaknya mayoritas remaja di daratan bumi Nusantara ini. Namun saya membatasimu, saya terus memintamu untuk melaksakan serangkai
Bagi Jane, di dalam kelompok mereka Wonu bisa dibilang sebagai pemimpin kelompok yang kompeten. Pemuda itu sangat cepat memahami segala situasi, lalu membuat keputusan tepat, dan langsung bergerak. Dia sangat tahu bagaimana cara untuk mengendalikan dirinya dan Cuna, dia tahu bagaimana cara untuk membuat mereka semua tetap miliki pikiran yang waras di dalam dunia yang sangat memuakkan ini.Semenjak Cuna berubah menjadi wrena, semenjak gadis itu sadar bahwa dia memiliki kemampuan yang lebih bagus dibandingkan Jane dan Wonu yang masih menjadi manusia, Cuna selalu menyerahkan tugas terberat untuk dirinya sendiri. Jane akan bersama Wonu, dia akan terus mengikuti perintah pemuda itu karena dia tahu bahwa Wonu mampu membantu mereka untuk selamat.Selama ini, dua orang itulah yang banyak bertugas untuk keselamatan grup mereka.Dia bahkan tak bertambah kuat sejak hari itu. Kematian Hanbin karena kecerobohannya, kematian Nira karena emosinya, dia tak mempelajari apapun se
“Kau maju, terus bush!” ucap Putra sambil memperagakkan posisi yang benar dalam meninju, “Kalo menggunakan tongkat, maka bum! Lalu dang! Setelah itu bush!” lanjutnya sambil terus memperagakkan, lengkap dengan mulutnya yang terus mengutarakan bunyi dari serangan itu. “Ngerti?”“KAGAK LAH ANJIR! YAKALI!” kesal gadis itu membuat Putra menatapnya kesal.“KAU BODOH ATAU APA?!”“KAU YANG TAK PINTAR MENJELASKAN BEGO!”“KAU SAJA YANG TAK BISA MENCERNA PENJELASANKU!”“Mereka takkan bisa berlatih bersama,” gumam Arta bersamaan dengan Citra dan Cuna yang terbahak keras melihat perkelahian Putra dan Jane.“KAU HANYA PERLU MAJU SELANGKAH DAN BUM! LALU DANG!” “GAK NGERTI PUT! JANGAN GUNAKAN BAHASA ALIENMU!”Arta menghela napas pelan lalu beranjak pergi mendekati kedua orang itu,
Cuna menatap sekelilingnya, memerhatikan beberapa bangunan besar dan sebagian spanduk yang memiliki tulisan sejenis, tentang peringatan untuk bersembunyi, menyimpan beberapa persediaan makanan jenis kacang-kacangan, dan jangan keluar kecuali terdesak. Citra memerhatikan gadis itu yang masih menatap sekelilingnya, “Tulisan besar itu? Kami membuatnya saat kekacauan terjadi kemarin.”“Di Jakarta semua orang berlomba memakan sesama karena informasi bodoh yang disebarkan oleh para Wrena melalui tv dan radio,” balas Cuna santai. “Mungkin sekarang mayoritas orang Jakarta sudah menjadi Wrena.”“Kami tak menemukan banyak Wrena disini.” Putra ikut menimpali, “Lebih banyak korban berjatuhan ataupun Pati dibandingkan Wrena, kupikir karena karakter rakyatnya juga.”“Karakter rakyatnya?” tanya Cuna tak paham.“Kau tahu sendiri, banyak orang yang lahir dan besar di Nusantara, tapi tak memiliki
Jane menatap mangkuk berisi bubur kacang hijau di tangannya dalam diam setelah itu mengangkat kepala, menatap empat orang dihadapannya yang kini memakan daging panggang. Baunya persis seperti steak, dengan bagian luar yang memiliki warna coklat gelap, sedangkan dalamnya berwarna merah menyala, terlihat indah sekaligus lezat. Dia tak tahu Arta bisa menyajikan masakan semengagumkan ini, andai saja dia tak lupa bahwa itu adalah daging Wrena, dia pasti sudah memakannya sejak tadi.“Kau mau?” goda Putra menusuk sepotong daging itu dengan garpunya, menyerahkan sepotongn makanan itu pada Jane. “Kau takkan menyesal mencoba steak buatan Arta, ini sangat enak!” lanjutnya menggoda sambil menyantap makanan itu dengan penuh penghayatan di hadapan Jane.Gadis itu merotasi matanya dengan malas melihat ekspresi Putra, “Aku hanya akan memakan daging, jika itu adalah dagingmu.”Putra menelan makanannya itu dengan cepat sambil
Mereka melanjutkan perjalanan menuju Malang dengan sangat lancar karena ketiga kawan barunya itu yang sangat hafal jalanan tiap daerah dan dengan mudah menghindari tornaro-tornado yang hendak muncul. Cuna dan Jane seperti memiliki penglihatan baru karena mata batin yang baru saja dibuka oleh Citra dan Putra sore lalu, tak seperti kebanyakan rumor yang mengatakan bahwa mata batin bisa membuat mereka melihat banyak mahluk mengerikan, sejauh ini, baik Cuna ataupun Jane sama sekali tak melihat hal-hal menakutkan di sekitar mereka.Citra sempat bercerita bahwa semenjak tornado itu datang untuk pertamakalinya, hantu-hantu kelas bawah seperti pocong, kuntilanak, dan kawan-kawannya, seakan telah berubah menjadi zat lain. Salah satunya adalah Banaspati yang kini digunakan sebagai senjata untuk para Wrena. Putra berteori bahwa mungkin saja, tipe hantu seperti itu telah dimusnahkan di dunia ini jika mereka tak bisa digunakan sebagai senjata.Kebanyakan yang Cuna maupun Jane lihat
Gadis itu perlahan terbangun dengan topeng di wajahnya, dia menatap sekelilingnya, mata pada topeng itu kini bisa ikut melirik kesana-kemari layaknya mata manusia. Cuna menelan salivanya tanpa sadar melihat hal itu di sampingnya. “Dewi Galuh Candra Kirana, ini saya … Raden Inu Kertapati.” Keempat orang itu terdiam mendengar monolog dengan suara yang begitu menenangkan dan sopan keluar dari mulut Citra. Gadis yang sedang diperhatikan itu lalu dengan cepat menepuk topeng yang menempel di wajahnya sendiri, lalu mengerang kesal dan melepaskannya. “Raden dari mana anjing?!” kesalnya membuat tawa Putra pecah seketika. Belum saja Citra membuka suara untuk menjelaskan sekaligus mengomel karena dipasangkan topeng saat dia sedang tidur, Putra lebih dulu memasangkan topeng berwarna putih itu ke wajahnya sendiri. Jane menatap pemuda itu dengan mata membulat ketika Putra dengan tiba-tiba berdehem berkali-kali, lalu berucap dengan suara
Lingga mengadahkan tangannya, menatap kosong sebuah duri runcing yang berwarna ungu yang kini melayang di atas telapaknya, duri itu juga sedikit memiliki kilat cahaya karena bulan purnama yang ada di atas mereka. Dia sudah tahu mengapa kekuatan ini kembali padanya, mungkin saja— “Kudengar Regar mati?” buka Grilya seakan menyuarakan pikiran Lingga. “Hati-hati dengan ucapanmu, kata-kata itu adalah doa,” guraunya membuat Grilya merotasi bola matanya dengan malas. “Aku juga berdoa dia mati,” lanjut Grilya pelan. “Dasar iblis.” “Terima kasih.” Gadis itu mengayunkan kakinya dengan santai, dia masih terduduk di salah satu bangku taman, berhadapan langsung dengan Lingga yang kini masih menatapi kekuatan barunya itu sambil bersandar di bawah pohon, bersebrangan langsung dengan posisi bangku taman yang sedang Grilya duduki. “Duri ini, akan menghujani siapapun yang mencoba melepaskan topeng dari tubuhnya.” Lingga menatap duri itu y
[BAGIAN; DI UJUNG NAPAS YANG TERCEKAT]Dalam satu detik yang terasa begitu lama, Dirga menelan salivanya menatap sosok Arta yang kini baru saja menjatuhkan mayat Cuna di hadapan Jane dan Putra. Pemuda itu menahan napas sejenak, mencoba sekeras mungkin untuk mengabaikan apa yang dia lihat. Dirga lalu kembali mengalihkan atensinya ke arah Kendari ⸺mendapati wanita itu sedang terdesak dengan Gilang yang sedang mencengkeram belakang kepalanya⸺ dan dengan segera meloncat terbang hendak meninggalkan Dewiana jika saja wanita itu tidak dengan cepat menusuk lehernya menggunakan tongkat putih bercorak biru tersebut, lalu menjatuhkan pemuda itu, membuat wujud Barong Dirga jatuh ke menghempas kolam raksasa yang ada di dalam tembok.“Kau harus perhatikan lawanmu, Dirga.” Wanita itu menyeringai tanpa sadar, “Tak peduli apa pun yang sedang terjadi di sekitarmu.”Dirga menahan jeritannya, sedangkan tangan pemuda yang memegang pe
Jane dan Putra ada di dalam perisai yang Kintan ciptakan ketika Hindia pertama kali muncul di udara dengan sekumpulan salju yang mulai bersatu dan membentuk tubuh tingginya. Di detik setelahnya, seluruh salju yang melapisi tubuhnya itu seketika lenyap bersamaan dengan hujan salju di sekitar mereka yang kini berubah menjadi ribuan butir bola api. Mereka dalam diam menatap hujan itu mengingat bahwa mayoritas dari para prajurit pun kini juga ada di dalam perisai yang telah di ciptakan oleh beberapa Pilar. Api itu tak bisa menembus perisai yang telah mereka ciptakan, jadi mayoritas dari mereka berpikir ... semua akan aman selama perisai yang kini melindungi mereka tak terbuka. “Kota ini terlihat sepi jadi aku membawa sedikit pasukan,” ucap Hindia bersamaan dengan perisai milik Gandi yang dia buka secara tiba-tiba karena luapan api yang kian membesar di dalamnya. Beberapa pasukan yang ada di sekitar Gandi itu membuka seragam bagian terluar mereka karena bekas salju yang m
Dalam kurang dari satu detik setelah meminta izin secara sepihak pada Kendari, Andra kini sudah benar-benar ada di hadapan Hindia. Membuat wanita itu menahan rasa kaget sekaligus takjub karena aura panas mencekam yang tiba-tiba saja ingin membakar habis tubuhnya.Hindia selalu menikmati momen-momen ketika dia bisa melawan seseorang yang lebih kuat darinya. Hingga pada umumnya, wanita itu akan memanfaatkan waktu sebaik dan selama mungkin agar bisa membuat perkelahian mereka berjalan dengan sangat lama.Berbeda dengan seseorang yang dia anggap lebih lemah, dia akan membuat skenario baru seakan dia adalah sosok yang baik, yang membiarkan korbannya itu untuk hidup lebih lama. Lalu, dengan kelengahan yang korban itu miliki karena merasa telah selamat, dia akan memanfaatkan korban itu dan memainkannya seperti boneka di waktu-waktu yang tepat.Seperti apa yang dia lakukan pada Cuna.Tepat di satu detik setelahnya, tangan Andra sudah lebih dulu mencengke
Bisa dibilang, mereka direkrut sebagai anak buah para Cendrasa di waktu yang bersamaan. Sebagai angkatan yang cukup tua, baik Dewiana maupun Dirga sama-sama dianggap sebagai kandidat terkuat untuk menjadi anggota Cendrasa, bersama dengan Hindia.Dirga tahu persis sekuat apa Dewiana, begitu sebaliknya. Mereka mungkin jarang bertarung bersama, keduanya juga jarang dimasukkan ke dalam misi yang sama. Namun, mereka cukup dekat ketika rapat terjadi karena Dirga suka sekali memancing emosi Dewiana, sedangkan wanita itu juga terkadang suka menjaili Dirga dengan cara yang tak normal.Misalnya dengan tiba-tiba mendorong Dirga keluar dari Kastil dan membuatnya menghempas jatuh tenggelam ke Black Ocean yang ada di bawah Kastil itu. Tak semua orang bisa bertahan jika jatuh ataupun bersentuhan dengan Black Ocean karena bisa dibilang, itu adalah lautan yang tak pandang bulu dalam memakan sesuatu. Namun, Dewiana juga tahu bahwa Dirga memiliki sesuatu yang bisa membuatnya bertahan jik
“Ini baru lima menit pertama sejak kau muncul, Dewiana Surya ...” Suara itu menggema bersamaan dengan sekumpulan salju yang membentuk sebuah tubuh lengkap dengan gaun panjang, serta tiga bola api yang melayang berputar di atas telapak tangan kirinya. Perlahan, salju-salju itu menghilang dan digantikan oleh wujud sempurna Hindiana Putri, dengan rambut bergelombang yang menutupi sepanjang punggung sampai pinggulnya, dengan payung hitam yang menutupi pucuk kepalanya, bibir yang dipolesi warna merah darah, selaras dengan iris matanya. Wanita itu setinggi 200 sentimeter, dengan gaun berenda hitam yang melapisi seluruh tubuh tinggi semampainya.Hindia memasang senyuman miring sambil mengangkat payungnya, bersamaan dengan itu semua salju yang sebelumnya menghujani mereka, ⸺yang jatuh dan menutupi nyaris seluruh daratan serta pohon-pohon di pulau Bali⸺ kini kembali ke dalam wujud asli mereka, yaitu api.Dalam seke
“Dewiana, namanya ... Dewiana Surya.” Cuna membeku mendengar bisikan itu lagi di dalam kepalanya. Walaupun baru beberapa hari berlalu, rasanya seperti sudah lama sekali dia tak mendengar suara itu lagi.“Mungkinkah?” pikir gadis itu bersamaan dengan Arta dan Rolla yang terbang di sampingnya, mereka berada beberapa kilometer di hadapan Dewiana.“Kau bisa mendengarku kan, Cuna?” tegur suara itu. Cuna menelan salivanya tanpa sadar, benar-benar tak menyangka bahwa dia akan kembali mendengar suara itu dengan sangat jelas di dalam kepalanya.Gadis itu sama sekali tak bisa bereaksi atau pun membuka suara. Rasa takut itu perlahan menggerogoti tubuhnya, dia sama sekali tak bisa mengendalikan diri ataupun membalas ucapan Hindia di dalam kepalanya.“Kau tahu, ada hal yang sangat mustahil dilakukan manusia dengan mudah ketika dia pertama kali menjadi Wrena. Hal itu adalah ... me
Andra menatap dalam diam butiran salju yang perlahan turun ke lautan yang baru saja mereka ratakan menjadi daratan. Kedatangan Dewiana membuatnya tersadar tentang siapa yang akan datang menyambut mereka hari ini.Hari tiba-tiba saja berubah menjadi malam. Mereka sengaja tak menggunakan perisai karena milik Dirga tak begitu kuat, sedangkan perisai miliknya memiliki fungsi untuk menghancurkan bagian dalamnya, bukan menahan ataupun mengurung siapa pun yang ada di bagian dalam.Jika perisai milik Wiralaya yang menutupi pulau Jawa bisa mengeluarkan ribuan tornado dalam satu waktu, maka perisainya memiliki kekuatan untuk membakar habis siapa pun yang ada di dalamnya. Hal itu pula yang membuatnya tak bisa menggunakan perisai.Para Wrena yang dimiliki Bérawa belum punya cukup kekuatan untuk membuat perisai, dan rencana yang kini mereka coba bangun adalah untuk melawan seluruh musuh yang ada dengan kekuatan yang sudah mereka kuasai.“Kau bilang saat i
Jane menatap rintikkan salju yang mulai turun dengan sangat lambat di malam hari yang tiba-tiba datang itu. Dia menelan salivanya tanpa sadar, netranya menatap kosong langit biru tua dengan awan tipis di atas kepala mereka.“Dia datang, dia ... dia akan datang.” Gadis itu berucap tanpa sadar dengan sangat gugup sambil memundurkan langkahnya.Gadis itu sama sekali tak mendengar suara Putra yang sejak tadi terus-menerus memanggilnya, kepala Jane tanpa sadar sudah dipenuhi oleh ingatan-ingatan dirinya bersama Wonu saat terakhir kali puluhan salju itu menghilang dan mereka diserang habis-habisan oleh para Pati beserta tornado.Dari yang gadis itu ingat, Andra pernah berkata selama rapat bahwa kekuatan Hindia adalah memanipulasi apa pun menjadi sebuah salju, persis seperti yang dia alami ketika Hindia mengubah satu kota menjadi dunia salju yang kosong, dan tepat ketika dia sudah pada puncak rasa bosannya, dia akan mengubah segala hal itu ke bentuk asalnya
25 Februari 2020, seluruh bagian barat Bali —terutama di sepanjang pesisir Pantai Batu Bolong sampai ke Pura Luhur Uluwatu— dipenuhi oleh ribuan Prajurit yang berjaga di tiap pesisir dan tebing ujung pulau itu. Sementara para Pilar yang sejak rapat berakhir dini hari lalu, sudah mulai membuat daratan baru di laut perbatasan Bali itu, mereka melapisi daratan itu dari bagian dasar ke permukaan menggunakan 6 jenis kekuatan.Dimulai dari pesisir utara Bali sampai ke Alas Purwo yang ada di seberang mereka, Gandi lebih dulu melapisi bagian dasar lautan menggunakan kekuatan Batunya, setelah itu dilapisi lagi bagian atasnya dengan kekuatan Koral milik Olan, Kintan membantu melapisi bagian atasnya lagi menggunakan Kristalnya, setelah itu mendekati bagian permukaan diisi oleh Bella menggunakan Kapurnya dan dikeraskan, setelah itu ditutup oleh milik Ilyas dengan Lempung yang dikeraskan, dan terakhir dikuatkan dengan Tanaman-tanaman menjalar