“PORTAL HITAM ITU DATANG! CEPAT KE MOBIL!” teriak Cuna keras bersamaan dengan sosok siren raksasa yang kini muncul tepat di belakangnya.
Ketiganya langsung berlari kencang menuju mobil yang ada di tengah atap gedung tersebut, namun ketika sebuah helaian rambut yang menajam itu menghantam mobil tersebut hingga hancur, Cuna dan Wonu tanpa sadar langsung terdiam. Sedangkan Jane yang nyaris saja sampai ke mobil itu langsung melompat menjauh untuk menghindari sisa-sisa bagian mobil yang terhempas itu.
Cuna yang berdiri paling dekat dengan posisi siren raksasa itu sama sekali tak berani menoleh ke belakang, sedangkan Wonu yang berdiri jauh di hadapannya kini bisa melihat dengan jelas sosok siren tersebut.
Pijakannya terasa melemah. Dewiana Surya, siren berukuran raksasa yang berada tepat di belakang Cuna itu terlihat mengerikan. Mahluk itu meletakkan satu tangannya pada rooftop bangunan, sedangkan tangan lainnya dia gunakan untuk menyangga daguny
Keraton Yogyakarta rata dengan tanah. Dua pohon beringin yang berada di tengah alun-alun kini telah rubuh dan memutuskan pintu dimensi menuju pusat kerajaan milik Sang Ratu di Pantai Selatan. Semua prajurit yang dikerakan sudah jatuh tanpa bisa berperang lebih lama, segala cara mereka lakukan untuk tetap bertahan hidup, namun para iblis yang datang secara tiba-tiba sama sekali tak memberi mereka ampun. Kota itu tak bisa kembali berdiri dengan megah. Banyak yang berharap bahwa Ratu akan datang mengingat bahwa mereka telah begitu setia mengabdi pada Sang Pemilik Tanah Jawa, semua orang beranggapan bahwa Ratu akan datang menolong mereka, atau setidaknya membiarkan orang-orang penting yang selama ini memiliki tahta tetap hidup. Mereka berharap bahwa setidaknya segala hal yang selama berabad-abad ini mereka jaga, tetap memiliki sisa dan tak hancur dengan sia-sia. Namun harapan tetaplah sebuah harapan. Tak ada keajaiban di dalam sebuah harap
“Nusa Cania Nitasa ...” Cuna melirik Hindia yang kini memanggilnya, menyebut nama lengkapnya sekalipun dia tak pernah yakin bahwa dia pernah memberitahukan nama lengkapnya pada wanita elok bergaun hitam itu atau tidak. “Aku menyukainya.” Mata gadis itu akhirnya bertemu langsung dengan netra merah milik Hindia. Tatapan wanita itu terasa hangat untuknya, senyuman tipis yang Hindia berikan padanya membuat Cuna tanpa sadar bisa bernapas dengan sangat lega sekalipun tubuh kecilnya masih digenggam oleh Dewiana. “Dia akan menangis jika kau membunuh dua kawannya itu, dan aku ...” Cuna membeku ketika menyadari ada sebuah tangan tipis yang menggenggam tangannya di dalam cengkraman Dewiana. Perlahan ... genggaman itu melebar ke seluruh tubuhnya, seakan sedang memdekapnya, memeluknya dengan sangat hangat. “... tak suka melihatnya menangis.” Tepat saat kalimat itu berakhir, Cuna baru menyadari bahwa kini dia sudah berpindah ke temp
“Mayoritas manusia disini hanya akan berubah menjadi Abdi Regar, atau mati dan menjadi pati.” Regar menatap iris mata Nika ketika mengucapkan kalimat itu. “Jika ada yang tak ingin menjadi abdiku, dan bertukar darah denganmu. Bunuh dia.” Nika mengangguk dengan polos, membiarkan mata kosongnya menatap netra Regar yang kini menunjukkan warna kuning gelap. “Jika ada wrena lain dengan ciri laki-laki, memiliki gigi kelinci yang sedikit menonjol, bermata sipit, dan suka melempari jalanan menggunakan api. Jangan bunuh dia, atau kau yang akan mati.” Gadis itu mengangguk lagi mendengar peringatan Regar. Pemuda itu menarik senyuman miring, ibu jari dan jari telunjuknya yang sejak tadi mencengkram lembut rahang Nika kini dia tarik ke atas, membuat ibu jarinya bisa menyentuh pipi Nika dan mengusapnya dengan sangat pelan. “Katakan, kau akan mengikuti perintahku.” “Aku akan mengikuti perintahmu, Regar.” “
“Kau gadis yang penurut,” gumam pemuda itu dengan nada rendahnya. “Aku menyukaimu.” Nika tak membalas kalimat itu dengan apapun, gadis itu hanya menatap Regar dengan sorot mata kosongnya. Pemuda itu menatap sekelilingnya yang dipenuhi mayat prajurit berserakan, dia lalu memusatkan pandangannya pada atap bangunan keraton yang kini sudah cukup rusak sambil bergumam pelan. “Aku tahu kalian ada di sana sejak awal.” “Ups!” “Oups!” balas dua suara secara bersamaan, setelahnya ketukan keras terdengar sebanyak dua kali dan disusuli dengan teriakan keras. “Akh! Berhenti memukul! Kita sudah ketahuan!” “Kalian bukan manusia,” lanjut Regar tanpa sadar. “Kenapa kalian tak membantuku menghancurkan mereka?” Kedua orang itu beranjak berdiri tepat di atas atap bangunan keraton itu sambil berkacak pinggang, tanpa sadar membuat Regar tahu bahwa kedua orang itu bukanlah wrena dari tempatnya melainkan manusia yang berubah menjadi wrena.
Regar menatap punggung kedua wrena baru yang sedang dia kejar. Tawa masih tak lepas dari keduanya, mereka tak terlihat murung seperti kebanyakan manusia yang berubah menjadi wrena demi bertahan hidup, keduanya malah terlihat begitu menikmati perubahan mereka hingga mereka bisa bertransformasi menjadi sesuatu yang tak biasa. Pemuda itu sedikit penasaran dengan seberapa banyak manusia yang mereka makan demi bertahan hidup, atau mungkin saja, mereka sejak awal tak memakan manusia untuk bertahan hidup, melainkan untuk bersenang-senang. Fisik kedua orang itu terlihat begitu kuat, lompatan mereka untuk terus menjauh dari Regar membuat pemuda itu sadar bahwa dua orang tersebut bukanlah wrena biasa. “Seharusnya kau tak perlu merasa heran dengan manusia berhati iblis seperti mereka,” pikir Regar tanpa sadar. Pemuda itu memperkuat tekanan pada kakinya untuk melompat lebih jauh dan langsung menendang salah satu di antara mereka hingga jatuh dan menghanta
Beberapa tahun melakukan rutinitas yang sama, menjalani hari dengan sangat cepat bahkan tanpa melakukan hal-hal yang berarti, Arta begitu mengerti bagaimana menyebalkannya ketika mata mulai mengantuk namun pikiran terus berputar meruntuki kegiatan kesehariannya yang tak berguna.Sesekali ketika hari terasa sangat lambat, ketika dia sibuk dengan dunianya dan saat melihat jam, di sana baru menunjukkan pukul dua siang, atau pun empat sore, Arta suka mensyukurinya. Dia bersyukur bahwa hari belum berakhir ketika dia disibukkan dengan kegiatan yang berguna, kegiatan yang membuatnya lupa akan segala hal yang terkadang menyerang pikirannya semalaman.Arta tak pernah suka ketika dia merasa harinya ditutup dengan hal-hal yang membosankan, dia benci melakukan rutinitas yang sama terus-menerut tanpa tahu apa gunanya.Pemuda itu suka ketika dia merasakan bahwa waktu melambat, ketika dia sadar bahwa dia menikmati segala hal yang ada di hadapannya, ketika dia tahu … bah
“Akan ada masa dimana kita —manusia— akan dipaksa untuk berevolusi, mengabaikan hati nurani kita, mengabaikan moral yang selama ini kita pegang. Akan ada masa dimana … kita dipaksa untuk memakan sesama, menghancurkan sesama kita. Menjadi egois dengan tetap berpegang teguh pada moral kemanusiaan, adalah cara tercepat untuk menjadi mangsa.“Anugra Surya Arta, penglihatan yang saya berikan padamu sejak usia 7 tahun, bukanlah hal yang bisa kau abaikan. Suatu hari nanti, kau akan bertemu dengan orang-orang yang tepat, kau akan menjadi prajurit, kau akan berdiri dengan tangguh, kau akan terus terluka, kau … mungkin akan banyak mengalami kehilangan yang pahit. “Saya tahu ini berat untuk anak seusiamu, kini kau baru menginjak usia 18 tahun. Kau seharusnya tumbuh dengan normal layaknya mayoritas remaja di daratan bumi Nusantara ini. Namun saya membatasimu, saya terus memintamu untuk melaksakan serangkai
Bagi Jane, di dalam kelompok mereka Wonu bisa dibilang sebagai pemimpin kelompok yang kompeten. Pemuda itu sangat cepat memahami segala situasi, lalu membuat keputusan tepat, dan langsung bergerak. Dia sangat tahu bagaimana cara untuk mengendalikan dirinya dan Cuna, dia tahu bagaimana cara untuk membuat mereka semua tetap miliki pikiran yang waras di dalam dunia yang sangat memuakkan ini.Semenjak Cuna berubah menjadi wrena, semenjak gadis itu sadar bahwa dia memiliki kemampuan yang lebih bagus dibandingkan Jane dan Wonu yang masih menjadi manusia, Cuna selalu menyerahkan tugas terberat untuk dirinya sendiri. Jane akan bersama Wonu, dia akan terus mengikuti perintah pemuda itu karena dia tahu bahwa Wonu mampu membantu mereka untuk selamat.Selama ini, dua orang itulah yang banyak bertugas untuk keselamatan grup mereka.Dia bahkan tak bertambah kuat sejak hari itu. Kematian Hanbin karena kecerobohannya, kematian Nira karena emosinya, dia tak mempelajari apapun se
[BAGIAN; DI UJUNG NAPAS YANG TERCEKAT]Dalam satu detik yang terasa begitu lama, Dirga menelan salivanya menatap sosok Arta yang kini baru saja menjatuhkan mayat Cuna di hadapan Jane dan Putra. Pemuda itu menahan napas sejenak, mencoba sekeras mungkin untuk mengabaikan apa yang dia lihat. Dirga lalu kembali mengalihkan atensinya ke arah Kendari ⸺mendapati wanita itu sedang terdesak dengan Gilang yang sedang mencengkeram belakang kepalanya⸺ dan dengan segera meloncat terbang hendak meninggalkan Dewiana jika saja wanita itu tidak dengan cepat menusuk lehernya menggunakan tongkat putih bercorak biru tersebut, lalu menjatuhkan pemuda itu, membuat wujud Barong Dirga jatuh ke menghempas kolam raksasa yang ada di dalam tembok.“Kau harus perhatikan lawanmu, Dirga.” Wanita itu menyeringai tanpa sadar, “Tak peduli apa pun yang sedang terjadi di sekitarmu.”Dirga menahan jeritannya, sedangkan tangan pemuda yang memegang pe
Jane dan Putra ada di dalam perisai yang Kintan ciptakan ketika Hindia pertama kali muncul di udara dengan sekumpulan salju yang mulai bersatu dan membentuk tubuh tingginya. Di detik setelahnya, seluruh salju yang melapisi tubuhnya itu seketika lenyap bersamaan dengan hujan salju di sekitar mereka yang kini berubah menjadi ribuan butir bola api. Mereka dalam diam menatap hujan itu mengingat bahwa mayoritas dari para prajurit pun kini juga ada di dalam perisai yang telah di ciptakan oleh beberapa Pilar. Api itu tak bisa menembus perisai yang telah mereka ciptakan, jadi mayoritas dari mereka berpikir ... semua akan aman selama perisai yang kini melindungi mereka tak terbuka. “Kota ini terlihat sepi jadi aku membawa sedikit pasukan,” ucap Hindia bersamaan dengan perisai milik Gandi yang dia buka secara tiba-tiba karena luapan api yang kian membesar di dalamnya. Beberapa pasukan yang ada di sekitar Gandi itu membuka seragam bagian terluar mereka karena bekas salju yang m
Dalam kurang dari satu detik setelah meminta izin secara sepihak pada Kendari, Andra kini sudah benar-benar ada di hadapan Hindia. Membuat wanita itu menahan rasa kaget sekaligus takjub karena aura panas mencekam yang tiba-tiba saja ingin membakar habis tubuhnya.Hindia selalu menikmati momen-momen ketika dia bisa melawan seseorang yang lebih kuat darinya. Hingga pada umumnya, wanita itu akan memanfaatkan waktu sebaik dan selama mungkin agar bisa membuat perkelahian mereka berjalan dengan sangat lama.Berbeda dengan seseorang yang dia anggap lebih lemah, dia akan membuat skenario baru seakan dia adalah sosok yang baik, yang membiarkan korbannya itu untuk hidup lebih lama. Lalu, dengan kelengahan yang korban itu miliki karena merasa telah selamat, dia akan memanfaatkan korban itu dan memainkannya seperti boneka di waktu-waktu yang tepat.Seperti apa yang dia lakukan pada Cuna.Tepat di satu detik setelahnya, tangan Andra sudah lebih dulu mencengke
Bisa dibilang, mereka direkrut sebagai anak buah para Cendrasa di waktu yang bersamaan. Sebagai angkatan yang cukup tua, baik Dewiana maupun Dirga sama-sama dianggap sebagai kandidat terkuat untuk menjadi anggota Cendrasa, bersama dengan Hindia.Dirga tahu persis sekuat apa Dewiana, begitu sebaliknya. Mereka mungkin jarang bertarung bersama, keduanya juga jarang dimasukkan ke dalam misi yang sama. Namun, mereka cukup dekat ketika rapat terjadi karena Dirga suka sekali memancing emosi Dewiana, sedangkan wanita itu juga terkadang suka menjaili Dirga dengan cara yang tak normal.Misalnya dengan tiba-tiba mendorong Dirga keluar dari Kastil dan membuatnya menghempas jatuh tenggelam ke Black Ocean yang ada di bawah Kastil itu. Tak semua orang bisa bertahan jika jatuh ataupun bersentuhan dengan Black Ocean karena bisa dibilang, itu adalah lautan yang tak pandang bulu dalam memakan sesuatu. Namun, Dewiana juga tahu bahwa Dirga memiliki sesuatu yang bisa membuatnya bertahan jik
“Ini baru lima menit pertama sejak kau muncul, Dewiana Surya ...” Suara itu menggema bersamaan dengan sekumpulan salju yang membentuk sebuah tubuh lengkap dengan gaun panjang, serta tiga bola api yang melayang berputar di atas telapak tangan kirinya. Perlahan, salju-salju itu menghilang dan digantikan oleh wujud sempurna Hindiana Putri, dengan rambut bergelombang yang menutupi sepanjang punggung sampai pinggulnya, dengan payung hitam yang menutupi pucuk kepalanya, bibir yang dipolesi warna merah darah, selaras dengan iris matanya. Wanita itu setinggi 200 sentimeter, dengan gaun berenda hitam yang melapisi seluruh tubuh tinggi semampainya.Hindia memasang senyuman miring sambil mengangkat payungnya, bersamaan dengan itu semua salju yang sebelumnya menghujani mereka, ⸺yang jatuh dan menutupi nyaris seluruh daratan serta pohon-pohon di pulau Bali⸺ kini kembali ke dalam wujud asli mereka, yaitu api.Dalam seke
“Dewiana, namanya ... Dewiana Surya.” Cuna membeku mendengar bisikan itu lagi di dalam kepalanya. Walaupun baru beberapa hari berlalu, rasanya seperti sudah lama sekali dia tak mendengar suara itu lagi.“Mungkinkah?” pikir gadis itu bersamaan dengan Arta dan Rolla yang terbang di sampingnya, mereka berada beberapa kilometer di hadapan Dewiana.“Kau bisa mendengarku kan, Cuna?” tegur suara itu. Cuna menelan salivanya tanpa sadar, benar-benar tak menyangka bahwa dia akan kembali mendengar suara itu dengan sangat jelas di dalam kepalanya.Gadis itu sama sekali tak bisa bereaksi atau pun membuka suara. Rasa takut itu perlahan menggerogoti tubuhnya, dia sama sekali tak bisa mengendalikan diri ataupun membalas ucapan Hindia di dalam kepalanya.“Kau tahu, ada hal yang sangat mustahil dilakukan manusia dengan mudah ketika dia pertama kali menjadi Wrena. Hal itu adalah ... me
Andra menatap dalam diam butiran salju yang perlahan turun ke lautan yang baru saja mereka ratakan menjadi daratan. Kedatangan Dewiana membuatnya tersadar tentang siapa yang akan datang menyambut mereka hari ini.Hari tiba-tiba saja berubah menjadi malam. Mereka sengaja tak menggunakan perisai karena milik Dirga tak begitu kuat, sedangkan perisai miliknya memiliki fungsi untuk menghancurkan bagian dalamnya, bukan menahan ataupun mengurung siapa pun yang ada di bagian dalam.Jika perisai milik Wiralaya yang menutupi pulau Jawa bisa mengeluarkan ribuan tornado dalam satu waktu, maka perisainya memiliki kekuatan untuk membakar habis siapa pun yang ada di dalamnya. Hal itu pula yang membuatnya tak bisa menggunakan perisai.Para Wrena yang dimiliki Bérawa belum punya cukup kekuatan untuk membuat perisai, dan rencana yang kini mereka coba bangun adalah untuk melawan seluruh musuh yang ada dengan kekuatan yang sudah mereka kuasai.“Kau bilang saat i
Jane menatap rintikkan salju yang mulai turun dengan sangat lambat di malam hari yang tiba-tiba datang itu. Dia menelan salivanya tanpa sadar, netranya menatap kosong langit biru tua dengan awan tipis di atas kepala mereka.“Dia datang, dia ... dia akan datang.” Gadis itu berucap tanpa sadar dengan sangat gugup sambil memundurkan langkahnya.Gadis itu sama sekali tak mendengar suara Putra yang sejak tadi terus-menerus memanggilnya, kepala Jane tanpa sadar sudah dipenuhi oleh ingatan-ingatan dirinya bersama Wonu saat terakhir kali puluhan salju itu menghilang dan mereka diserang habis-habisan oleh para Pati beserta tornado.Dari yang gadis itu ingat, Andra pernah berkata selama rapat bahwa kekuatan Hindia adalah memanipulasi apa pun menjadi sebuah salju, persis seperti yang dia alami ketika Hindia mengubah satu kota menjadi dunia salju yang kosong, dan tepat ketika dia sudah pada puncak rasa bosannya, dia akan mengubah segala hal itu ke bentuk asalnya
25 Februari 2020, seluruh bagian barat Bali —terutama di sepanjang pesisir Pantai Batu Bolong sampai ke Pura Luhur Uluwatu— dipenuhi oleh ribuan Prajurit yang berjaga di tiap pesisir dan tebing ujung pulau itu. Sementara para Pilar yang sejak rapat berakhir dini hari lalu, sudah mulai membuat daratan baru di laut perbatasan Bali itu, mereka melapisi daratan itu dari bagian dasar ke permukaan menggunakan 6 jenis kekuatan.Dimulai dari pesisir utara Bali sampai ke Alas Purwo yang ada di seberang mereka, Gandi lebih dulu melapisi bagian dasar lautan menggunakan kekuatan Batunya, setelah itu dilapisi lagi bagian atasnya dengan kekuatan Koral milik Olan, Kintan membantu melapisi bagian atasnya lagi menggunakan Kristalnya, setelah itu mendekati bagian permukaan diisi oleh Bella menggunakan Kapurnya dan dikeraskan, setelah itu ditutup oleh milik Ilyas dengan Lempung yang dikeraskan, dan terakhir dikuatkan dengan Tanaman-tanaman menjalar