Kumandang azan subuh menggema dari seluruh penjuru, memanggil setiap hamba untuk menghadap. Pun dengan Santi, yang walau matanya masih begitu berat untuk terbuka karena ia merasa baru beberapa jam saja terpejam.Melaksanakan kewajiban adalah satu keharusan yang sudah ditanamkan kedua orang tuanya se
"Pak Handoko kenapa ada di sini? Dan kenapa melakukan itu tadi?" tanya Adji sungkan setelah Handoko sudah lebih tenang."Saya lapar, Dji," lirihnya pilu membuat hati Adji terhenyak."Sudah sebulan lebih saya terkatung-katung di jalan. Tidak kerja, tidak bisa bayar kontrakan. Saya diusir oleh pemilik
Sepeninggal mobil kakaknya, Santi membawa diri masuk ke dalam rumah sakit. Dengan menenteng tas berisi pakaian ganti orang tuanya juga aneka makanan serta buah yang tadi dibeli oleh Syafa."Assalamualaikum ... " Salamnya sembari membuka pintu."Walaikumsalam ... " Balas Yuni dan juga Salma berbareng
"Neng ... Ibu mau tanya, tapi Neng harus jawab sejujur-jujurnya, bisa?" tanya Yuni saat kini ia mengajak Santi untuk duduk berdua di taman rumah sakit yang tergolong sepi itu."Tanya apa atuh Ibu? Memangnya teh selama ini Neng ada pernah bohong sama Ibu?" tanggap Santi tetap dengan nada suara yang s
Di rumah sakit lain di seberang pulau, ada Mahira dan Tirta yang menunduk dalam di hadapan Listi, ibunda Mahira.Listi begitu syock mendapati kenyataan tentang anak semata wayangnya itu. Selama 2 tahun dia sudah dibohongi sedemikian rupa untuk mengembunyikan kehamilan serta kelahiran cucunya. Ia kec
Santi menatap Dimas yang berdiri tak jauh darinya, ada rasa yang tak bisa dia jelaskan dalam dirinya tetapi selalu berusaha ia abaikan."Ayok masuk, Dim? Teh Salma baru selesai makan," ajaknya mengurai kecanggungan. Lalu dengan cepat ia berbalik, melangkah lebih dulu menuju ke kamar rawat Salma."Sa
"Kenapa?" tanya Dimas pura-pura bo**h."Takut baper," sahut Santi berani walau kini dadanya menghentak kuat oleh debaran yang tak biasa."Baper kenapa?" pancing Dimas lagi. Ia sampai harus menegakkan tubuhnya. Andai tak di rumah sakit, sudah tentu dia akan melompat kegirangan mendengar jawaban Santi
Di kampung halaman, Roji dan keluarganya tengah bersiap untuk mengadakan tahlil hari ke 3 untuk mendiang Hani. Semua sudah dipersiapkan dibantu oleh para tetangga dan kerabat, hanya perasaan Iroh terasa tidak tenang dan gelisah mengingat anak keduanya."Coba telepon Yuni saja, Roh!" titah Rusni yang
"Masya Allah, alhamdulillah, terimakasih banyak Wak, Bi. Neng, bahagia sekali," ujar Santi sepenuh hati menatap sayang kepada keluarga ayahnya itu satu persatu. Sampai kepada Rida, Santi teringat akan pesan yang dikirimkan oleh Bintang tadi."Oh iya, Neng teh sampai melupakan sesuatu," lanjutnya mem
Kunjungan keluarga Bintang ke rumah sakit tempat dirawatnya Santi tak hanya sekedar kunjungan biasa. Rupanya, terjadi pembicaraan serius antara Rusman dan Hendrawan terkait kelanjutan rencana pernikahan anak-anak mereka.Semua sudah dibicarakan dan tanggal pun sudah ditetapkan, yaitu 2 minggu lagi m
"Hayuk masuk atuh, kita sarapan dulu!" ajaknya usai memeluk Aisyah dan Linda bergantian. Bahkan, Hendrawan pun dia perlakukan bak anak sendiri."Kebetulan kita belum sarapan, Ni," balas Hendrawan yang segera melangkah masuk ke dalam rumah diikuti yang lainnya.Mereka bercengkerama selayaknya keluarg
"Sudah siap semua, A'?" tanya Hendrawan kepada Bintang yang tengah memakai sepatunya.Bintang mendongak menatap ayah sambungnya yang sudah terlihat semakin segar setelah 2 hari dia tunggui di rumah. Rupanya, sakitnya Hendrawan hanyalah penyakit malarindu kepada anak-anaknya saja. Setelah Bintang dan
Dalam pikirannya, kuliah dan mendapat gelar itu adalah penunjang langkah menuju sukses yang dia inginkan. Meski jalan yang dilalui tak mudah, tetapi memiliki ijazah sarjana adalah merupakan salah satu batu loncatan menuju puncak kesuksesan. Berbeda dengan Ikhsan yang memilih memgembangkan skil yang
Bintang membawa langkah dengan pasti saat burung besi yang mengatarnya pulang ke tanah air telah berhenti sempurna. Menderap langkah semakin cepat usai mengambil koper miliknya menuju pintu keluar bandara.Setelah hampir 5 jam di udara, akhirnya kakinya menapak tanah air dengan selamat. Namun, perja
Mau tak mau Santi pasrah juga, mengalungkan tangan di leher sang ayah yang terasa semakin tua itu. Menatap wajah lelaki hebatnya itu dalam-dalam. Sudah banyak keriput menghiasi wajah bapaknya, menandakan bahwa bapaknya tak lagi muda. Namun demikian, bapaknya masih kuat menggendongnya sampai ke toile
Waktu berputar begitu cepat, tanpa terasa mentari dengan cepat menghapus pekatnya langit malam. Usai sholat subuh, Bintang dengan segera bersiap untuk pulang ke tanah air. Mendapat penerbangan pagi membuatnya semakin tak sabar untuk bertemu dengan orang-orang yang dia rindukan.Dengan diantarkan ol
Di belahan bumi lain, Bintang tengah bersiap untuk kepulanganmya esok hari. Mengemasi beberapa pakaian yang akan dia bawa pulang. Kepulangannya kali ini bukan untuk tak kembali, karena masa pendidikannya juga belumlah usai."Berapa lama kamu di rumah, Tang?" tanya Abdi yang melihat rekan satu aparte