Waktu bergulir begitu cepat, tak terasa dua minggu telah berlalu. Sesuai kesepakatan bersama, acara lamaran sekaligus pertunangan Adji dan Syafa di gelar di Bandung. Tepatnya, di rumah tinggal Syafa. Hampir seluruh keluarga Adji ikut datang melamar Syafa, kecuali Rukaya, Salma dan Rida. Sedang dari
Meski secara penampilan Hani telah berubah, tetapi watak yang terbentuk sejak kecil tidaklah mudah untuk dirubah. Karena watak itu tidak akan berubah kalau tidak dari dalam diri sendiri yang merubahnya."Teh ... Teteh sakit? Kenapa diam saja atuh?" tanya Wulan dengan polosnya.Mendengar itu, sontak
"Kalau, Neng tidak keberatan teh nanti Neng di kamar saja, bagaimana? Enggak usah keluar, selama cucu Nini ada di sini." saran Sarma yang sepertinya bisa dia terima. Akhirnya dia mengangguk saja."Memangnya kapan cucu Nini datang?" tanya Rida pelan."Katanya, sih, masih nanti sore, Neng. Makanya ini
Bintang terduduk lesu di kursi ruang tamu, menanti penghakiman dari sang nenek setelah sebelumnya diminta untuk menggendong Rida ke kamarnya. Bahkan, sang nenek pun segera menutup pintu kamar setelah memaksanya keluar.Menghembuskan nafas besar, dia pun mulai memikirkan jawaban apa yang harus dia be
"Eh, enggak papa atuh, Nini teh jangan sedih. Insya Allah, Aa' teh akan jadi sarjana seperti harapan Papah. Makanya, Nini teh jaga kesehatan biar bisa datang nanti wakilin Papah ke wisudanya Aa'!" hibur Bintang juga dengan netra berkaca-kaca."Insya Allah ... Tapi, Papah baru Aa' baikkan?""Alhamdul
Keduanya duduk saling berhadapan dan terdiam dengan pikiran masing-masing. Terlebih Adji, dia tak tahu harus memulai percakapan dari mana."Kamu apa kabar, Dji?" tanya Mahira lebih dulu membuat Adji mendongak."Aku baik, alhamdulillah. Kamu sendiri?" jawabnya kemudian menanyakan hal yang sama.Dulu,
Mahira terlonjak saat mendengar suara bariton itu. Ia mendongak dan seketika matanya melebar sempurna saat melihat sosok kekasihnya telah berdiri tak jauh darinya."Aldo? Kamu di sini?" gagapnya, kemudian bangkit berdiri mensejajari kekasihnya itu."Ya, aku di sini." jawabnya datar tanpa menoleh."S
"Ih ... Ayo cepetan atuh, A'!" sungut Santi saat melihat kakaknya belum bersiap juga."Iya, sebentar atuh, Neng!" sahut Adji masih dengan santainya."Aa' ... Acaranya teh jam 3 sore, sekarang udah jam 2 lebih dan Aa' belum mandi. Belum nanti di jalan, belum lagi kalau macet, belum--" cerocos Santi m
"Masya Allah, alhamdulillah, terimakasih banyak Wak, Bi. Neng, bahagia sekali," ujar Santi sepenuh hati menatap sayang kepada keluarga ayahnya itu satu persatu. Sampai kepada Rida, Santi teringat akan pesan yang dikirimkan oleh Bintang tadi."Oh iya, Neng teh sampai melupakan sesuatu," lanjutnya mem
Kunjungan keluarga Bintang ke rumah sakit tempat dirawatnya Santi tak hanya sekedar kunjungan biasa. Rupanya, terjadi pembicaraan serius antara Rusman dan Hendrawan terkait kelanjutan rencana pernikahan anak-anak mereka.Semua sudah dibicarakan dan tanggal pun sudah ditetapkan, yaitu 2 minggu lagi m
"Hayuk masuk atuh, kita sarapan dulu!" ajaknya usai memeluk Aisyah dan Linda bergantian. Bahkan, Hendrawan pun dia perlakukan bak anak sendiri."Kebetulan kita belum sarapan, Ni," balas Hendrawan yang segera melangkah masuk ke dalam rumah diikuti yang lainnya.Mereka bercengkerama selayaknya keluarg
"Sudah siap semua, A'?" tanya Hendrawan kepada Bintang yang tengah memakai sepatunya.Bintang mendongak menatap ayah sambungnya yang sudah terlihat semakin segar setelah 2 hari dia tunggui di rumah. Rupanya, sakitnya Hendrawan hanyalah penyakit malarindu kepada anak-anaknya saja. Setelah Bintang dan
Dalam pikirannya, kuliah dan mendapat gelar itu adalah penunjang langkah menuju sukses yang dia inginkan. Meski jalan yang dilalui tak mudah, tetapi memiliki ijazah sarjana adalah merupakan salah satu batu loncatan menuju puncak kesuksesan. Berbeda dengan Ikhsan yang memilih memgembangkan skil yang
Bintang membawa langkah dengan pasti saat burung besi yang mengatarnya pulang ke tanah air telah berhenti sempurna. Menderap langkah semakin cepat usai mengambil koper miliknya menuju pintu keluar bandara.Setelah hampir 5 jam di udara, akhirnya kakinya menapak tanah air dengan selamat. Namun, perja
Mau tak mau Santi pasrah juga, mengalungkan tangan di leher sang ayah yang terasa semakin tua itu. Menatap wajah lelaki hebatnya itu dalam-dalam. Sudah banyak keriput menghiasi wajah bapaknya, menandakan bahwa bapaknya tak lagi muda. Namun demikian, bapaknya masih kuat menggendongnya sampai ke toile
Waktu berputar begitu cepat, tanpa terasa mentari dengan cepat menghapus pekatnya langit malam. Usai sholat subuh, Bintang dengan segera bersiap untuk pulang ke tanah air. Mendapat penerbangan pagi membuatnya semakin tak sabar untuk bertemu dengan orang-orang yang dia rindukan.Dengan diantarkan ol
Di belahan bumi lain, Bintang tengah bersiap untuk kepulanganmya esok hari. Mengemasi beberapa pakaian yang akan dia bawa pulang. Kepulangannya kali ini bukan untuk tak kembali, karena masa pendidikannya juga belumlah usai."Berapa lama kamu di rumah, Tang?" tanya Abdi yang melihat rekan satu aparte