Dengan berbekal uang kiriman Tami, akhirnya dua hari kemudian Roji berikut Samsul sampai di kampung halaman. Kampung yang sudah beberapa bulan mereka tinggalkan hanya untuk lari dari tanggung jawab atas apa yang sudah mereka lakukan."Ingat, Kang! Jangan pernah Akang buka suara soal istri baruku. Ka
Melangkah dengan pasti meninggalkan rumahnya yang masih terbuka lebar menuju rumah Rusni yang berbeda gang."Mak ... Mak ... " panggilnya keras begitu dia naik ke teras rumah Rusni. Tanpa mengucapkan salam, dia menyelonong masuk begitu saja karena pintu rumahnya terbuka lebar."Mak ... " panggilnya
"Kan ada hasil sawah, Yaz!" bujuk Roji lagi."Maaf, Wak. Kalau hasil sawah, Diaz gak tahu menahu. Semuanya sudah Wak Harjo yang urus dan berhubungan langsung sama Nini. Ada uang banyak di tabungan Nini, tapi yang ada pada Diaz hanya buku tabungannya saja. Sedang untuk menarik uangnya perlu KTP Nini
Roji tertunduk, kikuk dan merasa sungkan duduk di sofa empuk ruang tengah rumah Rusman. Bahkan, rumahnya saja yang dia bilang mewah tidak memiliki sofa seempuk itu. Sofa minimalis yang tentunya harganya tidak murah.Di sampingnya ada Rusni yang nampak lebih segar dan berseri dari biasanya. Meski, tu
"Sama-sama, Kang. Yuni teh juga minta maaf suka buat Akang kesal dan marah." balas Yuni mengukir senyum.Mantan pembantu mertuanya itu sedari dulu memang selalu baik. Tetapi dulu, kebaikan Yuni selalu membuatnya kesal setengah mati. Karena dulu dia menganggap bahwa Yuni hanya mencari muka saja di ha
"Iya, Dji. Gak papa, Uwak tidak menyalahkan kamu. Uwak harap, dengan di sana, Salma bisa menyadari kesalahannya dan memperbaiki dirinya ke depan. Sudah tidak papa, Uwak bisa menerima itu. Uwak juga sangat kecewa kenapa anak-anak Uwak bisa begitu, jujur Uwak malu dengan kelakuan mereka. Tapi mungkin,
"Pa-pah ... "Gagap Iroh, untuk sepersekian detik dia hanya mematung di tempat dengan wajah pucat. Pun dengan Hani yang berdiri di belakang tubuh ibunya. Kekehan jumawa yang mengejek ketakutan ibunya tadi, kini berubah menjadi gumaman keterkejutan.Roji menatap dua wanita yang selalu mengisi hatinya
"Ya, kamu benar! Sekalipun Papah bunuh kalian, Papah tidak lantas menjadi ayah yang berhasil. Papah tetaplah gagal mendidik kalian, karena Papahpun gagal membawa diri Papah sendiri. Maafkan Papah ... " lirihnya terisak pilu.Usai berdamai dengan Rusman, hatinya yang keras kini rapuh. Jika dulu, tanp
"Masya Allah, alhamdulillah, terimakasih banyak Wak, Bi. Neng, bahagia sekali," ujar Santi sepenuh hati menatap sayang kepada keluarga ayahnya itu satu persatu. Sampai kepada Rida, Santi teringat akan pesan yang dikirimkan oleh Bintang tadi."Oh iya, Neng teh sampai melupakan sesuatu," lanjutnya mem
Kunjungan keluarga Bintang ke rumah sakit tempat dirawatnya Santi tak hanya sekedar kunjungan biasa. Rupanya, terjadi pembicaraan serius antara Rusman dan Hendrawan terkait kelanjutan rencana pernikahan anak-anak mereka.Semua sudah dibicarakan dan tanggal pun sudah ditetapkan, yaitu 2 minggu lagi m
"Hayuk masuk atuh, kita sarapan dulu!" ajaknya usai memeluk Aisyah dan Linda bergantian. Bahkan, Hendrawan pun dia perlakukan bak anak sendiri."Kebetulan kita belum sarapan, Ni," balas Hendrawan yang segera melangkah masuk ke dalam rumah diikuti yang lainnya.Mereka bercengkerama selayaknya keluarg
"Sudah siap semua, A'?" tanya Hendrawan kepada Bintang yang tengah memakai sepatunya.Bintang mendongak menatap ayah sambungnya yang sudah terlihat semakin segar setelah 2 hari dia tunggui di rumah. Rupanya, sakitnya Hendrawan hanyalah penyakit malarindu kepada anak-anaknya saja. Setelah Bintang dan
Dalam pikirannya, kuliah dan mendapat gelar itu adalah penunjang langkah menuju sukses yang dia inginkan. Meski jalan yang dilalui tak mudah, tetapi memiliki ijazah sarjana adalah merupakan salah satu batu loncatan menuju puncak kesuksesan. Berbeda dengan Ikhsan yang memilih memgembangkan skil yang
Bintang membawa langkah dengan pasti saat burung besi yang mengatarnya pulang ke tanah air telah berhenti sempurna. Menderap langkah semakin cepat usai mengambil koper miliknya menuju pintu keluar bandara.Setelah hampir 5 jam di udara, akhirnya kakinya menapak tanah air dengan selamat. Namun, perja
Mau tak mau Santi pasrah juga, mengalungkan tangan di leher sang ayah yang terasa semakin tua itu. Menatap wajah lelaki hebatnya itu dalam-dalam. Sudah banyak keriput menghiasi wajah bapaknya, menandakan bahwa bapaknya tak lagi muda. Namun demikian, bapaknya masih kuat menggendongnya sampai ke toile
Waktu berputar begitu cepat, tanpa terasa mentari dengan cepat menghapus pekatnya langit malam. Usai sholat subuh, Bintang dengan segera bersiap untuk pulang ke tanah air. Mendapat penerbangan pagi membuatnya semakin tak sabar untuk bertemu dengan orang-orang yang dia rindukan.Dengan diantarkan ol
Di belahan bumi lain, Bintang tengah bersiap untuk kepulanganmya esok hari. Mengemasi beberapa pakaian yang akan dia bawa pulang. Kepulangannya kali ini bukan untuk tak kembali, karena masa pendidikannya juga belumlah usai."Berapa lama kamu di rumah, Tang?" tanya Abdi yang melihat rekan satu aparte