"Coba saja, Bahar! Dan aku akan senang hati menyerahkan diri ke polisi, tapi tentu saja setelah memotong salah satu tanganmu ini. Apalagi jika sampai aku dengar, kalau kamulah yang merusak anakku. Akan kupastikan burungmu terlepas dari pengaitnya, dengan tanganku sendiri." ancamnya benar-benar membu
"Dji ... Aku mau keluar, mau barengan gak?" tawar Lukman saat Adji tengah bersiap akan keluar juga."Gak usah, Bang. Aku bawa motor, sekalian jemput adik aku, Bang," jawab Adji menolak halus."Yaudah kalau gitu, aku duluan ya!"Sepeninggal Lukman, Adji bergegas untuk segera keluar kantor sebab Santi
"Sya ... Sistem perangkat kamu sudah terhubung sama all CCTV. Aku ada buat ATB (Active Task Button) tambahan kalau ada urgent incident, itu kayak semacam warning alarm gitu." jelas Adji tanpa menoleh.Syafa yang tak paham, segera bangkit berdiri dan menghampiri Adji yang duduk di meja kerjanya.Kedu
"Nah, itu yang Aa' maksud, Pak. Jangan sampai, kita ini dianggap lancang sama mereka. Sok jadi pahlawan padahal niat kita teh tulus mau bantu memperjuangkan keadilan buat Rida.Jujur, Aa' juga kasihan sama Rida yang begini. Mentalnya pasti tertekan, belum lagi banyak resiko yang akan dia tanggung ka
"Keluarga pasien ... " panggilan seorang perawat membuat Yuni dan Sarma begegas bangkit berdiri lalu memburu perawat tersebut."Kami saudaranya, Suster." jawab Yuni cepat."Mari silahkan masuk, Dokter akan menjelaskan sesuatu."Yuni dan juga Sarma mengikuti suster itu masuk ke dalam, sedangkan Rusma
"Rumah sakit? Sebenarnya ada apa ini?" cecar Rukaya semakin panik."Jangan banyak tanya! Sekarang lebih baik cepat berangkat sebelum malam semakin larut, Rukaya. Nanti akan kami jelaskan di sini.""Ba-baik ... Aku berangkat sekarang kebetulan aku di kabupaten. Aku berangkat sekarang,""Ingat, jangan
"Ibu ... Rida takut, Bu!" lirih Rida membuat tangis Rukaya semakin menjadi.Ia genggam erat tangan kecil Rida penuh dengan amarah dan penyesalan."Maafkan Ibu, Rida! Maaf ... " Rukaya tergugu, ia peluk raga lemah Rida dengan erat.Pun dengan Rida, yang tangisnya pecah dalam pelukan ibunya, ibu yang
Usai berkata demikian, dia cium tangan Sarma. Lalu bergegas bangkit untuk pulang."Rukaya!" cegah Rusman lagi."Maafkan saya, Kang. Untuk kali ini, tidak ada yang bisa menahan saya. Akang sekalipun!"Rukaya segera berlalu dari sana, tergesa menuju parkiran untuk mengambil motornya. Dengan tekad bula
"Masya Allah, alhamdulillah, terimakasih banyak Wak, Bi. Neng, bahagia sekali," ujar Santi sepenuh hati menatap sayang kepada keluarga ayahnya itu satu persatu. Sampai kepada Rida, Santi teringat akan pesan yang dikirimkan oleh Bintang tadi."Oh iya, Neng teh sampai melupakan sesuatu," lanjutnya mem
Kunjungan keluarga Bintang ke rumah sakit tempat dirawatnya Santi tak hanya sekedar kunjungan biasa. Rupanya, terjadi pembicaraan serius antara Rusman dan Hendrawan terkait kelanjutan rencana pernikahan anak-anak mereka.Semua sudah dibicarakan dan tanggal pun sudah ditetapkan, yaitu 2 minggu lagi m
"Hayuk masuk atuh, kita sarapan dulu!" ajaknya usai memeluk Aisyah dan Linda bergantian. Bahkan, Hendrawan pun dia perlakukan bak anak sendiri."Kebetulan kita belum sarapan, Ni," balas Hendrawan yang segera melangkah masuk ke dalam rumah diikuti yang lainnya.Mereka bercengkerama selayaknya keluarg
"Sudah siap semua, A'?" tanya Hendrawan kepada Bintang yang tengah memakai sepatunya.Bintang mendongak menatap ayah sambungnya yang sudah terlihat semakin segar setelah 2 hari dia tunggui di rumah. Rupanya, sakitnya Hendrawan hanyalah penyakit malarindu kepada anak-anaknya saja. Setelah Bintang dan
Dalam pikirannya, kuliah dan mendapat gelar itu adalah penunjang langkah menuju sukses yang dia inginkan. Meski jalan yang dilalui tak mudah, tetapi memiliki ijazah sarjana adalah merupakan salah satu batu loncatan menuju puncak kesuksesan. Berbeda dengan Ikhsan yang memilih memgembangkan skil yang
Bintang membawa langkah dengan pasti saat burung besi yang mengatarnya pulang ke tanah air telah berhenti sempurna. Menderap langkah semakin cepat usai mengambil koper miliknya menuju pintu keluar bandara.Setelah hampir 5 jam di udara, akhirnya kakinya menapak tanah air dengan selamat. Namun, perja
Mau tak mau Santi pasrah juga, mengalungkan tangan di leher sang ayah yang terasa semakin tua itu. Menatap wajah lelaki hebatnya itu dalam-dalam. Sudah banyak keriput menghiasi wajah bapaknya, menandakan bahwa bapaknya tak lagi muda. Namun demikian, bapaknya masih kuat menggendongnya sampai ke toile
Waktu berputar begitu cepat, tanpa terasa mentari dengan cepat menghapus pekatnya langit malam. Usai sholat subuh, Bintang dengan segera bersiap untuk pulang ke tanah air. Mendapat penerbangan pagi membuatnya semakin tak sabar untuk bertemu dengan orang-orang yang dia rindukan.Dengan diantarkan ol
Di belahan bumi lain, Bintang tengah bersiap untuk kepulanganmya esok hari. Mengemasi beberapa pakaian yang akan dia bawa pulang. Kepulangannya kali ini bukan untuk tak kembali, karena masa pendidikannya juga belumlah usai."Berapa lama kamu di rumah, Tang?" tanya Abdi yang melihat rekan satu aparte