Dalam pekatnya malam, Rida tertatih karena telah terlalu lama ia berjalan tanpa alas kaki. Tubuh lemahnya terasa kian gemetar, lalu ia putuskan untuk beristirahat sejenak di depan ruko yang masih tutup.Dia tak tahu ada di mana dirinya, hanya menebak bahwa tak jauh dari tempatnya adalah sebuah pasar
"Bodoh! Kenapa bisa hamil, hah?!" bentakan disertai tamparan keras mendarat lagi di kedua pipinya.Hancur sudah hidupnya, tak ada lagi tempatnya mengadu dan meminta perlindungan."Nih, minum! Yang banyak, biar janin itu luruh secepatnya!" titah sang ayah di hari berikutnya sembari menyodorkan bungku
Dalam diam mereka menyusuri jalan hingga masuk ke dalam sebuah perumahan padat penduduk. Di sanalah, Sarma tinggal seorang diri."Ini rumah, Nini. Kalau Neng tidak keberatan, Neng bisa beristirahat dulu di sini. Tapi maaf, rumahnya kecil," ujar Sarma saat mereka sudah masuk ke dalam rumah."Nini tin
"Akaaannggggg!!!!!"Jeritan Rukaya menggema memekakkan telinga, dua orang yang tengah bersengg*ma itu pun kalang kabut tak karuan. Meraih apa saja untuk menutupi tubuh polos keduanya. Sayangnya, Diaz lebih dulu sampai ke tepian tempat tidur. Kakinya yang panjang melayang, menghantam tubuh bagian sam
Segera dia raih dan menyiramkannya pada kemaluan Bahar, semuanya sampai biji-biji kecil cabai itu pun dia tumpahkan pada kemaluan Bahar.Bahar menjerit di ujung kesadarannya. Merasai perih, panas dan kesakitan yang tak berujung. Melihat itu, Diaz ngilu sendiri. Dan berjanji dalam hatinya untuk tidak
"Kamu sudah sadar, Ya?" tanya Iroh yang menyadari pergerakan dari Rukaya.Perlahan tapi pasti, Rukaya membuka matanya yang terasa berat akibat terlalu lama menangis."Ini, diminum dulu!" Iroh membantunya bangun lalu menyodorkan segelas teh yang masih hangat ke mulut Rukaya.Meneguk teh beberapa kali
"Si*l*n kamu, Ya! Kamu sudah buat anakku begini! Kurang ajar!" amuk Rusni begitu melihat Rukaya datang. Rusni masih didampingi Pak RT dan beberapa warga yang tadi membantu, termasuk Sadun juga."Anak Emak itu yang kurang diajar, Mak! Sudah punya istri, masih saja gonta-ganti perempuan. Naf su binat*
"Neng, kalau sakit teh istirahat saja. Maaf, Nini teh enggak maksud menyalahkan, Neng. Nini tahu, Neng melakukan itu pasti ada alasannya. Dan kalau belum siap cerita sama Nini, enggak apa-apa atuh. Jangan dipikirkan." sergah Sarma mengerti apa yang tengah melanda hati Rida."Maaf, Ni," lirihnya pela
"Masya Allah, alhamdulillah, terimakasih banyak Wak, Bi. Neng, bahagia sekali," ujar Santi sepenuh hati menatap sayang kepada keluarga ayahnya itu satu persatu. Sampai kepada Rida, Santi teringat akan pesan yang dikirimkan oleh Bintang tadi."Oh iya, Neng teh sampai melupakan sesuatu," lanjutnya mem
Kunjungan keluarga Bintang ke rumah sakit tempat dirawatnya Santi tak hanya sekedar kunjungan biasa. Rupanya, terjadi pembicaraan serius antara Rusman dan Hendrawan terkait kelanjutan rencana pernikahan anak-anak mereka.Semua sudah dibicarakan dan tanggal pun sudah ditetapkan, yaitu 2 minggu lagi m
"Hayuk masuk atuh, kita sarapan dulu!" ajaknya usai memeluk Aisyah dan Linda bergantian. Bahkan, Hendrawan pun dia perlakukan bak anak sendiri."Kebetulan kita belum sarapan, Ni," balas Hendrawan yang segera melangkah masuk ke dalam rumah diikuti yang lainnya.Mereka bercengkerama selayaknya keluarg
"Sudah siap semua, A'?" tanya Hendrawan kepada Bintang yang tengah memakai sepatunya.Bintang mendongak menatap ayah sambungnya yang sudah terlihat semakin segar setelah 2 hari dia tunggui di rumah. Rupanya, sakitnya Hendrawan hanyalah penyakit malarindu kepada anak-anaknya saja. Setelah Bintang dan
Dalam pikirannya, kuliah dan mendapat gelar itu adalah penunjang langkah menuju sukses yang dia inginkan. Meski jalan yang dilalui tak mudah, tetapi memiliki ijazah sarjana adalah merupakan salah satu batu loncatan menuju puncak kesuksesan. Berbeda dengan Ikhsan yang memilih memgembangkan skil yang
Bintang membawa langkah dengan pasti saat burung besi yang mengatarnya pulang ke tanah air telah berhenti sempurna. Menderap langkah semakin cepat usai mengambil koper miliknya menuju pintu keluar bandara.Setelah hampir 5 jam di udara, akhirnya kakinya menapak tanah air dengan selamat. Namun, perja
Mau tak mau Santi pasrah juga, mengalungkan tangan di leher sang ayah yang terasa semakin tua itu. Menatap wajah lelaki hebatnya itu dalam-dalam. Sudah banyak keriput menghiasi wajah bapaknya, menandakan bahwa bapaknya tak lagi muda. Namun demikian, bapaknya masih kuat menggendongnya sampai ke toile
Waktu berputar begitu cepat, tanpa terasa mentari dengan cepat menghapus pekatnya langit malam. Usai sholat subuh, Bintang dengan segera bersiap untuk pulang ke tanah air. Mendapat penerbangan pagi membuatnya semakin tak sabar untuk bertemu dengan orang-orang yang dia rindukan.Dengan diantarkan ol
Di belahan bumi lain, Bintang tengah bersiap untuk kepulanganmya esok hari. Mengemasi beberapa pakaian yang akan dia bawa pulang. Kepulangannya kali ini bukan untuk tak kembali, karena masa pendidikannya juga belumlah usai."Berapa lama kamu di rumah, Tang?" tanya Abdi yang melihat rekan satu aparte