Melangkah dengan gontai, bak kaki tak menapak bumi. Rusman, membawa diri pulang ke rumahnya. Segala bayang perlakuan ibunya sejak kecil melintas dalam pikirannya."Beban yang ditanggung Emakmu juga bukan beban yang ringan, Man. Kalian sama-sama terluka, sama-sama menderita. Namun, kalian juga sama-s
"Kalau Bapak yakin, sih, Aa' juga gak keberatan, Pak. Lebih bagus malah." tanggap Adji menerbitkan seulas senyum di wajah yang masih nampak lebam di beberapa titik itu."Kalau soal rumah, ada beberapa yang Aa' suka. Sebentar, Aa' cari dulu." Adji lantas membuka ponselnya, mencari-cari foto rumah yan
"Diam, jangan ikut campur dan ikut saja apa kataku. Kalau enggak, balik saja ke kota sana!" ancamnya sungguh-sungguh. Membuat Reyhan geleng-geleng kepala."Main ngancam! Ck," gerutunya mencebik kesal, membuat Adji justru tertawa.Sampai pada akhirnya mereka sampai di sekolah sang adik. Tentu mereka
Kedatangan sebuah mobil fortuner berwarna putih mengalihkan perhatian dua orang yang berada di teras rumah Rusman, sontak keduanya menoleh bersamaan. Mereka sedikit terkejut saat melihat Adji turun dari pintu sebelah kanan, yang mana itu berarti dialah yang mengemudikan mobil mewah tersebut. Terpana
"Itu tadi adik sepupu saya teh dari sini, dia sakit, Bu bidan?" suara Adji terdengar karena sengaja dia keraskan volume media di ponselnya."Oh, si Neng Rida?" suara Bu bidan terdengar."Iya, Rida teh sakit? Duh, saya harus antar pulang kalau sakit mah.""Neng Rida tadi teh pingsan di jalan pas mau
"Bapak ... Walau tiada darah Bapak mengalir di tubuh ini, Rusman sangat berterimakasih padamu. Walau kau orang lain dalam nasabku tetapi kaulah bapak Rusman selamanya."Yuni heran dengan setiap kata yang terucap dari mulut suamimya itu. Tetapi, ia hanya bisa menunggu sampai Rusman menjelaskannya sen
"Neng ... Kumaha atuh si Teteh?" buru Rukaya yang baru saja datang ke puskesmas. Ia setengah berlari memburu Wulan yang menunggu di depan ruang perawatan yang ada di puskesmas desa tersebut.Bersamanya ada Diaz yang wajahnya seketika berubah masam saat melihat Rusman dan Yuni ada bersama Wulan."Tet
"Bapak pergi sama Nini, Bu." sahut Wulan dengan polosnya."Pergi? Ke mana?" tanya Rukaya."Wulan dengar tadi katanya mau cari rumah apa cari tanah gitu." jelas Wulan seperti yang dia dengar tadi."Rumah? Tanah?" gumam Rukaya semakin curiga bahwa memang ada yang disembunyikan oleh mertua dan suaminya
"Masya Allah, alhamdulillah, terimakasih banyak Wak, Bi. Neng, bahagia sekali," ujar Santi sepenuh hati menatap sayang kepada keluarga ayahnya itu satu persatu. Sampai kepada Rida, Santi teringat akan pesan yang dikirimkan oleh Bintang tadi."Oh iya, Neng teh sampai melupakan sesuatu," lanjutnya mem
Kunjungan keluarga Bintang ke rumah sakit tempat dirawatnya Santi tak hanya sekedar kunjungan biasa. Rupanya, terjadi pembicaraan serius antara Rusman dan Hendrawan terkait kelanjutan rencana pernikahan anak-anak mereka.Semua sudah dibicarakan dan tanggal pun sudah ditetapkan, yaitu 2 minggu lagi m
"Hayuk masuk atuh, kita sarapan dulu!" ajaknya usai memeluk Aisyah dan Linda bergantian. Bahkan, Hendrawan pun dia perlakukan bak anak sendiri."Kebetulan kita belum sarapan, Ni," balas Hendrawan yang segera melangkah masuk ke dalam rumah diikuti yang lainnya.Mereka bercengkerama selayaknya keluarg
"Sudah siap semua, A'?" tanya Hendrawan kepada Bintang yang tengah memakai sepatunya.Bintang mendongak menatap ayah sambungnya yang sudah terlihat semakin segar setelah 2 hari dia tunggui di rumah. Rupanya, sakitnya Hendrawan hanyalah penyakit malarindu kepada anak-anaknya saja. Setelah Bintang dan
Dalam pikirannya, kuliah dan mendapat gelar itu adalah penunjang langkah menuju sukses yang dia inginkan. Meski jalan yang dilalui tak mudah, tetapi memiliki ijazah sarjana adalah merupakan salah satu batu loncatan menuju puncak kesuksesan. Berbeda dengan Ikhsan yang memilih memgembangkan skil yang
Bintang membawa langkah dengan pasti saat burung besi yang mengatarnya pulang ke tanah air telah berhenti sempurna. Menderap langkah semakin cepat usai mengambil koper miliknya menuju pintu keluar bandara.Setelah hampir 5 jam di udara, akhirnya kakinya menapak tanah air dengan selamat. Namun, perja
Mau tak mau Santi pasrah juga, mengalungkan tangan di leher sang ayah yang terasa semakin tua itu. Menatap wajah lelaki hebatnya itu dalam-dalam. Sudah banyak keriput menghiasi wajah bapaknya, menandakan bahwa bapaknya tak lagi muda. Namun demikian, bapaknya masih kuat menggendongnya sampai ke toile
Waktu berputar begitu cepat, tanpa terasa mentari dengan cepat menghapus pekatnya langit malam. Usai sholat subuh, Bintang dengan segera bersiap untuk pulang ke tanah air. Mendapat penerbangan pagi membuatnya semakin tak sabar untuk bertemu dengan orang-orang yang dia rindukan.Dengan diantarkan ol
Di belahan bumi lain, Bintang tengah bersiap untuk kepulanganmya esok hari. Mengemasi beberapa pakaian yang akan dia bawa pulang. Kepulangannya kali ini bukan untuk tak kembali, karena masa pendidikannya juga belumlah usai."Berapa lama kamu di rumah, Tang?" tanya Abdi yang melihat rekan satu aparte