Share

69. Welcome to Jakarta

Penulis: Orion Hunter
last update Terakhir Diperbarui: 2022-08-21 22:26:08

“Bulan depan aku pindah ke Jakarta lagi,” ucap Alena di suatu malam. Hal itu membuatnya menjadi pusat perhatian tiga orang lainnya.

Mereka sedang berada di halaman rumah Si Kembar. Rutinitas mereka di akhir pekan sejak lulus SMP. Nathan melanjutkan di SMK, sedangkan Bara, Alena, dan Nitha melanjutkan sekolah di SMA. Namun, hanya Bara dan Alena saja yang satu sekolah, sedangkan Nitha berbeda sekolah dengan mereka. Karena kesibukan mereka lebih banyak, jadi mereka sepakat untuk tidak sering kumpul. Karena itu, mereka memilih akhir pekan sebagai hari wajib mereka.

“Kamu serius, Len? Bulan depan? Kok mendadak banget?” Pertanyaan Nitha didukung anggukan oleh kedua laki-laki itu.

“Iya, Len. Kenapa mendadak? Nanggung banget loh kalau pindah bulan depan. Kenapa nggak nunggu sampai lulus aja?” Suara Bara terdengar.

Alena tampaknya ragu menjawab. Terbukti dengan diamnya gadis itu selama beberapa saat. “Sebenarnya enggak mendadak, sih.” Alena menatap ketiga sahabatnya. “Ini bahkan lebih dari wak
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • 100 Langkah Melupakan Kisah Kita   70. Reuni Keluarga

    Belum ada tiga jam Bara tiba di kota ini, tapi sepupunya sudah dua kali menguji kesabarannya. Pertama, Farel telat menjemputnya di bandara karena ban mobilnya kempes—ia bisa maklum. Kedua, saat di warung bakso, Farel mengabaikannya dan memandangi seorang gadis yang tidak dikenalnya. Bahkan Bara terpaksa kembali menunda waktu istirahatnya gara-gara sepupunya itu agaknya belum ingin pergi sebelum gadis itu pergi. Seolah dunianya hanya berpusat pada gadis berambut hitam itu.Ah, jatuh cinta memang kadang merepotkan. Meski begitu Bara akui kalau selera Farel bagus. Gadis itu memang cantik.“Percuma dilihatin doang, tapi nggak dideketin. Keburu diambil orang nanti,” celetuk Bara saat menyadari ke mana fokus utama sepupunya. Bakso di mangkuknya sudah habis tak tersisa. “Tapi maaf banget, aku nggak bermaksud menjatuhkan khayalanmu. Cuma kayaknya, cewek secantik dia pasti punya pacar, atau nggak minimal teman dekat cowok gitu.”“Sok tahu!” Begitu respons pertama Farel. Ia mendorong mangkuk ko

    Terakhir Diperbarui : 2022-08-23
  • 100 Langkah Melupakan Kisah Kita   71. Riga Cemburu Lagi

    Sejak mendengar kabar bahwa Bara akan ke Jakarta, Alena tidak bisa menyembunyikan rasa senangnya. Ia sangat antusias sekali ingin bertemu teman lamanya itu. Berbagai pertanyaan muncul di benak Alena, termasuk perihal kabar Bara. Bagaimana ya rupa Bara sekarang setelah setahun lebih tidak bertemu? Apa masih seperti Bara yang dulu atau sudah berubah lebih dewasa?Bara bilang dia akan tiba di Jakarta hari Kamis siang, karena Jumatnya ia harus menghadiri acara keluarga. Bara juga bilang akan mengabarinya jika sudah sampai. Namun, karena saking tidak sabarnya menunggu kabar dari Bara, Alena pun mengirimkan pesan kepada laki-laki itu. Isinya hanya sebaris ucapan selamat datang.“Alena, nggak pulang? Lagi nunggu Riga, ya?” tanya Nada pada Alena yang masih duduk di bangkunya sambil memainkan ponsel. Gadis itu langsung mendongak begitu mendengar pertanyaan sahabatnya. Nada dan Manda memandangnya menunggu jawaban.Alena mengiakan. Tadi saat jam istirahat pertama, Riga mengajaknya pulang bersama

    Terakhir Diperbarui : 2022-08-24
  • 100 Langkah Melupakan Kisah Kita   72. Bertemu Alena

    Setelah kemarin terlambat bangun dan membuat keluarganya menunggu, pagi ini Bara bangun lebih awal. Jauh lebih awal daripada si pemilik kamar yang baru saja bangun ketika Bara selesai mandi dan berganti pakaian.“Kok lo pagi buta gini udah rapi aja? Orang tua lo kan berangkatnya masih nanti jam delapan. Lo mau pergi, ya?” tanya Farel dengan suara serak yang khas dan mata menyipit. Agaknya masih berusaha mengumpulkan nyawa setelah bangun tidur. Padahal jika dilihat lagi, sekarang sudah tidak bisa disebut pagi buta. Jam dinding di atas meja belajar sudah menunjukkan pukul enam lewat lima menit.Hari ini, Bara akan mengantar orang tuanya ke bandara untuk kembali ke Balikpapan. Harusnya Bara ikut mereka, tapi karena kemarin ia datang menyusul dan masih ingin berkeliling Jakarta, jadi ia diizinkan menginap satu malam lagi. Minggu pagi, baru ia pulang.“Kamu nggak lupa kan kalau pagi ini nenek mengajak kita sarapan bareng?” balas Bara seraya meraih sisir di meja. Ia berjalan menuju cermin d

    Terakhir Diperbarui : 2022-08-26
  • 100 Langkah Melupakan Kisah Kita   73. Best Holiday

    Menjadi tour guide untuk Alena adalah pekerjaan baru Bara di hari pertama gadis itu masuk sekolah. Berbekal selembar denah yang Bara dapatkan dari anak OSIS, ia mengajak Alena berkeliling sekolah. Menunjukkan letak laboratorium, perpustakaan, ruang ekstrakurikuler, aula, dan bagian-bagian sekolah yang lain untuk mempermudah Alena menghafal sekolah barunya.Bara bahkan masih ingat jelas bagaimana ekspresi senang Alena menerima tawarannya untuk menjadi pemandu. Manik mata Alena berbinar cerah, senyumnya mengembang sempurna. Dan itu pertama kalinya bagi Bara mengakui kalau Alena benar-benar cantik.Bahkan sekarang pun Alena masih tetap cantik, batinnya bersuara.“Karena dulu, kamu sudah berbaik hati menjadi tour guide untukku. Jadi, khusus hari ini, aku akan jadi pemandu untuk kamu.” Begitu yang diucapkan Alena ketika mereka keluar dari warung bakso.Niat awal Bara hanya pergi berdua dengan Alena. Namun, sepertinya semesta tidak mendukung niatnya. Farel ikut, begitu juga dengan Auriga. P

    Terakhir Diperbarui : 2022-08-28
  • 100 Langkah Melupakan Kisah Kita   74. Selamat Tinggal Jakarta

    Masa perpanjangan waktu liburan Bara sudah berakhir. Itu artinya mau tak mau Bara harus tetap kembali ke Balikpapan dan menjalani kesehariannya sebagai murid kelas dua belas. Dan itu juga artinya Bara harus berpisah dengan Alena untuk kedua kalinya.Ngomong-ngomong soal Alena, Bara sudah memberitahu gadis itu perihal kepulangannya besok. Alena mengatakan akan ikut mengantar Bara ke bandara bersama Auriga. Kadang, Bara masih tidak menyangka kalau gadis yang disukainya sudah memiliki kekasih. Namun, ia masih bersyukur setidaknya Auriga masih mengizinkannya berteman dengan Alena setelah tahu bagaimana hubungan mereka dulu.Lagi pula, begitulah hidup. Selalu ada hal-hal tak terduga yang muncul sebagai pewarna dalam monotonnya hidup.“Barang-barangnya dicek lagi, Bara. Jangan sampai ada yang ketinggalan,” peringat Tari saat berkunjung ke kamar Farel dan menemukan keponakannya sedang berkemas. Di depan Bara, ada sebuah koper yang terbuka dan hampir penuh diisi barang-barang.“Iya, Tante. Am

    Terakhir Diperbarui : 2022-08-31
  • 100 Langkah Melupakan Kisah Kita   75. Hilang Kontak

    Sepulang dari jalan-jalan keliling kawasan Kota Tua, Alena dan Riga tidak langsung pulang. Mereka menuju salah satu pusat perbelanjaan. Alena bilang ia ingin membeli sesuatu, tapi belum tahu apa yang akan dibeli. Jadinya mereka berkeliling mal, mencari inspirasi ingin membeli apa. Toko demi toko sudah dilewati, tapi tak ada satu pun yang menarik perhatian Alena. Hal ini membuat Riga yang ada di sampingnya bingung sendiri karena Alena tidak mengatakan apa-apa padanya.“Sebenarnya kamu mau cari apa, sih? Dari tadi kayaknya susah banget yang dicari? Jangan jawab ‘nggak tau’ lagi, aku bingung. Kamu jelasin aja langsung,” sungut Riga. Sejak tadi, Alena hanya menjawab ‘tidak tahu’ setiap kali ia tanya. Akibatnya, ia jadi ikut bingung, tidak tahu harus melakukan apa.Riga membawa Alena menepi supaya tidak mengganggu lalu-lalang para pengunjung lain. Hari Sabtu, pusat perbelanjaan pasti ramai pengunjung.“Kamu cari apa?” ulangnya.“Aku belum bilang ya tadi?” tanya Alena. Riga menggeleng cepat

    Terakhir Diperbarui : 2022-09-02
  • 100 Langkah Melupakan Kisah Kita   76. Hilang Kontak 2

    Satu kata yang diucapkan Manda seolah seperti anak panah yang menusuk jantung. Kakinya seketika lemas. Detik berikutnya, tubuh Alena limbung dan hampir menimpa Pandu kalau saja Manda tidak refleks menahan tubuhnya. Manda pun membawa Alena duduk di sofa yang tadi ditempatinya.“Minum dulu, Len.” Nada mengulurkan segelas air putih kepada Alena. Ia juga membantu memegangi gelas tersebut saat Alena minum.Alena hanya minum sedikit lalu menjauhkan gelas tersebut. Nada segera mengambil alih gelas dan meletakkannya di atas meja.“Lo tenang dulu, Len. Coba atur napas dulu.”Alena menurut. Namun, alih-alih merasa lega, rasa sesak justru semakin menyerang dada. Napasnya memburu seperti habis berlari. Kedua tangan yang saling bertaut bergerak gelisah di atas pangkuannya sementara netranya tidak sedikit pun lepas dari layar televisi di hadapannya yang kini menampilkan daerah pantai. Beberapa orang berseragam dan tidak berseragam tampak berkumpul di daerah yang diduga sebagai lokasi pesawat hilang

    Terakhir Diperbarui : 2022-09-03
  • 100 Langkah Melupakan Kisah Kita   77. Perihal Kehilangan

    Alena sangat menyayangi Aluna. Apa pun keadaannya, ia tidak pernah menghilang dari sekitar Aluna. Sebisa mungkin mereka selalu bersama, termasuk ketika kakaknya tiba-tiba pingsan di sekolah dengan hidung terus mengeluarkan darah, dan kemudian dilarikan ke rumah sakit karena kakaknya tidak kunjung sadarkan diri. Aluna yang mendengar kabar tersebut langsung memaksa menyusul ke rumah sakit padahal jam pelajaran masih berlangsung.Tak peduli jika ulahnya tersebut akan berakibat ia ketinggalan banyak materi pelajaran, yang Alena pedulikan hanya kondisi kakaknya. Kecemasan tergambar jelas di raut wajahnya. Kakaknya tidak pernah seperti ini sebelumnya. Dibanding Alena, kekebalan imun Aluna paling bagus. Aluna juga pandai mengatur waktu serta memiliki kontrol tubuh yang baik, sehingga jarang sakit. Jadi, tidak heran jika kejadian ini membuat Alena dan orang tuanya cemas setengah mati.“Sebenarnya, Kak Luna sakit apa?”Pertanyaan itulah yang sering muncul di kepala Alena. Namun, meski berulang

    Terakhir Diperbarui : 2022-09-05

Bab terbaru

  • 100 Langkah Melupakan Kisah Kita   95. Kebenaran (Ending)

    “Hubungan kita?” Riga mengulangi ucapan gadis di depannya. “Emangnya kenapa sama hubungan kita? Hubungan kita baik-baik aja.” “Baik-baik aja kamu bilang?” Sudut bibir Alena terangkat tipis. Entah kenapa pertanyaan Riga barusan terdengar lucu di telinganya. “Apa kamu nggak ngerasa kalau hubungan kita akhir-akhir ini tuh berbeda?” Berikutnya tanpa bisa dicegah, gadis itu menunpahkan semua yang ia rasakan satu minggu belakangan ini. “Kamu sadar nggak sih, Ri kalau akhir-akhir ini sikap kamu ke aku itu berubah? Kamu kayak lagi ngehindarin aku. Chat sama teleponku jarang kamu respons, sekalipun kamu respons, itu pun cuek banget. Kamu jarang nyamperin aku di kelas, sering nolak tiap kali diajakin ke kantin pas istirahat. Malahan aku lihat beberapa kali kamu bareng sama Kanaya terus.” Meja itu hening. Riga hanya diam sambil memainkan sendok es krimnya. Seolah laki-laki itu sengaja membiarkan Alena menumpahkan semuanya. Seolah laki-laki itu menunggu waktu yang tepat untuk bicara. “Awalnya

  • 100 Langkah Melupakan Kisah Kita   94. Renggang

    Renggang.Satu kata itulah yang mungkin bisa menggambarkan hubungan Alena dan Riga saat ini. Bagaimana tidak, ini sudah satu minggu sejak Alena melihat Riga dan Kanaya di dekat parkiran pagi itu dan akhirnya ia tahu bahwa mereka berangkat bersama, tapi Riga sama sekali tidak menjelaskan apa pun pada Alena. Laki-laki itu tetap bersikap seperti biasa, seolah hal itu tidak pernah terjadi.Lebih dari itu, sikap Riga juga berbeda. Riga jarang mengajak Alena berangkat dan pulang sekolah bersama. Riga jarang ikut ke kantin setiap kali diajak teman-temannya. Riga lebih memilih tetap di kelas atau pergi ke perpustakaan saat jam istirahat.Awalnya Alena mengira perubahan sikap Riga itu karena Riga sedang banyak tugas, apalagi setelah mendengar keluhan Nada. Jadi, ia tidak terlalu mempermasalahkannya. Namun, semua itu berubah setelah Alena beberapa kali melihat Riga dan Kanaya bersama. Bahkan ia pernah tidak sengaja melihat Riga dan Kanaya pulang bersama.“Lo sama Riga lagi berantem ya, Len? Kok

  • 100 Langkah Melupakan Kisah Kita   93. Salah Paham

    Hujan sudah reda sejak dini hari tadi, tapi hawa dingin masih menyelimuti kota. Membuat orang-orang yang tidak betah dingin, harus memakai jaket atau baju hangat saat keluar rumah jika tidak mau menggigil kedinginan. Bahkan Riga saja yang termasuk golongan orang tahan dingin pun memilih memakai jaket hitam di luar seragam putihnya.Jalan raya pagi ini cukup lengang. Para pengendara motor yang sedang buru-buru bisa langsung menyalip tanpa ada drama macet. Namun, berbeda dengan Riga yang tetap mengemudi dengan santai, tapi hati-hati. Riga hanya tidak mau mengambil risiko, apalagi kondisi jalan setelah hujan cukup licin. Genangan air di mana-mana. Meleng sedikit saja, bisa-bisa malah terkena jebakan alias lubang jalan.Baru saja Riga melewati gerbang kompleks, matanya tanpa sengaja menangkap sebuah mobil terparkir di pinggir jalan. Tanpa membuang waktu lagi, Riga segera memacu motornya ke sana."Permisi. Mobilnya kenapa ya, Mbak—loh, Kanaya?”Itu Kanaya dan seorang wanita berpakaian kant

  • 100 Langkah Melupakan Kisah Kita   92. Bertemu Kanaya

    Jam sudah menunjukkan pukul 18.17 saat Riga dan Sandi, salah satu karyawan di kafe tantenya keluar dari musala mal. Mereka baru saja selesai menunaikan salat Maghrib. Namun, alih-alih langsung kembali ke kafe, mereka justru berkeliling sebentar. Kata Sandi, sekalian melepas penat.Mal hari ini tidak terlalu ramai pengunjung. Malah di lantai yang mereka lewati saat ini bisa dibilang sepi. Mungkin karena cuaca sedang hujan jadi orang-orang banyak yang lebih memilih berdiam di rumah daripada pergi ke luar. Sama seperti Sandi yang malas pulang ke kosnya gara-gara masih hujan deras.“Gue balik nanti aja, lah. Takut jadi mermaid gue kalau nekat balik sekarang,” jawab Sandi saat ditanya Tasya kenapa dia tidak pulang padahal jam kerjanya sudah habis.“Asem lo! Mana ada mermaid modelan kayak lo begini? Kurang cakep lo kalau jadi mermaid,” sahut Tama. Ia mengeluarkan beberapa bungkus roti tawar dan mengisinya ke stok. Berikutnya, obrolan-obrolan tidak berfaedah pun muncul dan menimbulkan gelak

  • 100 Langkah Melupakan Kisah Kita   91. Selingkuh

    Suasana berubah hening. Ketiga orang di sana menatap Riga, menunggu orang yang bersangkutan angkat bicara.“Gue malah baru tahu kalau Alena pergi ke kafe,” jawab Riga akhirnya. Ia kembali meletakkan ponsel di atas meja dengan posisi terbalik setelah membalas pesan Alena.Jawaban tersebut sontak membuat ketiga sahabat Riga saling pandang. Tanpa perlu bertanya pun mereka seolah memikirkan hal yang sama. Namun, mereka memilih diam. Setidaknya sebelum suara Pandu mengacaukan semuanya.“Apa jangan-jangan Alena selingkuh?”Sikutan cukup keras dibarengi tatapan tajam diterima Pandu. Laki-laki itu meringis.“Lo jangan asal nuduh. Kalau tuduhan lo salah, malah jatuhnya fitnah,” sahut Dana.“Siapa yang asal nuduh? Gue cuma nanya doang.”“Tapi pertanyaan lo tadi kesannya kayak nuduh.”“Tapi gue nggak nuduh!” Pandu berdecak. Sebelum teman-temannya merespons, laki-laki itu kembali angkat bicara. “Oke, sekarang gini deh, coba lo semua pikir. Kalau emang Alena nggak selingkuh, terus kenapa dia jalan

  • 100 Langkah Melupakan Kisah Kita   90. Ada Apa Dengan Alena

    Riga memasukkan motornya ke halaman setelah pria berseragam putih-biru membuka lebar pintu gerbang. Setelah motor Riga masuk, pria itu kembali menutup gerbang tersebut. Riga memarkir motor di depan garasi, tepat di sebelah motor si tuan rumah.“Dana ada, kan, Pak?” tanya Riga sambil meletakkan helmnya di atas jok.“Ada, Mas. Den Dana baru saja pulang, sama Mas Sakti juga tadi,” jawab pria itu ramah.“Makasih, Pak. Saya masuk dulu.”“Silakan, Mas.”Setelah mencabut kunci motornya, Riga lantas melangkah menuju pintu rumah yang terbuka. Ia mengetuk pintu tiga kali dan mengucap salam. Tak lama kemudian, seorang wanita paruh baya yang ia kenal sebagai asisten rumah tangga di rumah ini pun keluar. Wanita itu tersenyum ramah saat melihat siapa tamunya.“Oalah, Mas Riga, toh. Silakan masuk, Mas. Tadi Den Dana titip pesan ke Bibi, katanya kalau Mas Riga datang, disuruh langsung ke rooftop. Mari Bibi antar, Mas,” ucap wanita itu, lalu melangkah masuk.Riga mengikuti di belakang. Mereka menaiki

  • 100 Langkah Melupakan Kisah Kita   89. A Last Letter From Bara

    “Kemarin pas gue baru balik dan mau naruh tas, gue nggak sengaja nyenggol tumpukan buku di meja belajar. Beberapa bukunya jatuh, termasuk kertas ini,” lanjut Farel masih sambil memandang kertas di atas meja kafe.“Awalnya, gue pikir itu cuma kertas nggak penting—apalah, paling kertas sontekan doang jadi mau gue buang. Tapi gue kebiasaan ngecek ulang sesuatu sebelum benar-benar ngebuangnya, jadi gue cek lagi kertas ini. Pas gue buka kertasnya, ternyata isinya surat dan itu ditujukan buat lo. Itu juga alasan kenapa gue nge-chat lo tadi pagi, ngajak ketemuan,” jelas Farel. “By the way, sorry ya, suratnya jadi kebaca dikit. Tapi gue cuma nggak sengaja baca bagian awalnya doang kok, habis itu stop, nggak gue lanjutin.”Alena meraih kertas tersebut. “Nggak apa-apa, Rel. Justru gue malah berterima kasih sama lo. Kalau lo nggak nemuin dan baca surat ini, mungkin suratnya juga nggak bakalan sampai ke gue, kan?”Gadis itu benar. Andai saja kemarin ia memilih mengabaikan kertas tersebut atau par

  • 100 Langkah Melupakan Kisah Kita   88. Surat

    Suara ketukan berulang di pintu berhasil mengusik laki-laki yang kini tengah meringkuk di atas kasur. Laki-laki itu menggeram kesal. Udara dingin karena hujan ditambah tubuhnya yang lelah, membuatnya ingin tidur seharian tanpa gangguan. Namun, keinginan itu batal gara-gara sang ibu tidak berhenti mengetuk pintu kamarnya. Alhasil, ia tidak punya pilihan selain beranjak dari kasur dan melangkah menuju pintu.“Ada apa, Ma?” tanya Farel begitu ia membuka pintu.“Kamu baru bangun, Rel?” Yang ditanya menganggukkan kepala sebagai jawaban. “Ini udah pukul sembilan lebih, loh, Rel. Kamu pasti belum sarapan, kan? Sana, kamu makan dulu. Mama tahu kamu capek banget habis perjalanan jauh, tapi lambungnya jangan sampai nggak diisi makanan. Kamu juga terakhir makan, kemarin pas masih di bandara, kan? Gih, sana sekarang turun.”Sejujurnya, Farel sendiri tidak ingat kapan terakhir kali ia makan. Yang ia ingat, kemarin ia pulang ke Jakarta dan selama perjalanan—entah di pesawat atau di mobil—ia lebih b

  • 100 Langkah Melupakan Kisah Kita   87. Start Over

    Alena baru akan membuka pintu mobil ketika terdengar suara klakson dari arah belakangnya. Gadis itu menoleh, mendapati sosok yang dikenalnya tengah melepas helm dan turun dari motor. Kemudian menghampirinya sambil menyunggingkan seulas senyum. Dan seperti yang sudah bisa Alena tebak kelanjutannya, Riga langsung menyalami papa sekaligus meminta izin untuk mengajak Alena berangkat bersama.“Aku kira kamu nggak jadi datang tadi, makanya aku mau bareng Papa.” Alena yang pertama kali bicara. Papa baru saja berangkat setelah memberi izin pada mereka, karena mendapat telepon dari kantornya. Tentu dengan catatan agar mereka hati-hati dan tidak mengebut di jalan, mengingat jalanan pasti basah setelah diguyur hujan sejak semalam hingga Subuh tadi.Beruntung, Alena membawa serta helmnya, jadi sekarang ia tidak perlu kembali ke rumah untuk mengambil helm. Gadis itu segera memakai helmnya, kemudian naik ke boncengan Riga. Laki-laki itu mulai melajukan motornya, meninggalkan rumah Alena.“Maaf, ya,

DMCA.com Protection Status