"Apa kamu sudah tau dimana keberadaan Bastian sekarang?" tanya Shadza."Sudah, dia ada di luar daerah bersama kedua orangtuanya untuk mengelola cabang perusahaan mereka yang baru.""Apa selain kita ada yang tau keberadaan Bastian sekarang?""Tidak, sepertinya Bastian pergi dari kota ini secara diam-diam karena menghindari sesuatu hal. Kalau bukan aku yang menyewa detektif swasta untuk mencari keberadaannya, mungkin tidak akan ada yang tau dimana Bastian sekarang."Shadza mengangguk pelan, "Bastian pasti kabur dari kota ini demi menghindari tangggung jawabnya pada kehamilan Alana,"Hanya itu kesimpulan yang bisa Shadza ambil, padahal sesungguhnya Bastian kabur dari kota ini karena kejadian terakhir kali ia memperkosa Alana hingga pendarahan. Shadza menatap lurus ke depan dengan tatapan kalut, kalau saja Kastara tidak berada di rumah sakit saat ini mungkin mereka sudah akan menyusun rencana baru untuk membongkar kebohongan Alana.Shadza pergi dari cafe dengan pandangan yang terus mewasp
"Liza," panggil Aruna yang tiba-tiba muncul di hadapan Liza dengan wajah berlinang air mata. "Loh Aruna?!" Liza terkejut melihat kedatangan Aruna, yang paling membuatnya terkejut adalah Aruna menangis sesenggukan seperti orang yang sedang putus asa. Liza segera menghampiri dan memeluknya erat, karena saat ini waktunya jam pulang kantor jadi suasana di depan gedung Yvaine cukup ramai orang lalu lalang. Banyak yang memperhatikan mereka, terutama Aruna yang menangis sambil misuh-misuh di pelukan Liza. Liza merasa tidak nyaman menjadi pusat perhatian orang-orang, jadi ia putuskan untuk membawa Aruna ke apartemennya saja agar Aruna bisa menangis dan marah-marah sepuasnya di sana. "Kamu udah makan, Na?" tanya Liza. "Belum," "Aku pesen ramen aja ya?" tawar Liza, Aruna hanya mengangguk pelan karena sebenarnya ia juga tidak terlalu lapar. Sambil menunggu makanan mereka datang, Aruna menceritakan kepada Liza semua kejadian saat tadi bertemu dengan Shadza. Liza juga agak terkejut saat tau
Siang hari Aruna terbangun dengan posisi tubuhnya yang masih berada di dalam pelukan Anggasta, mereka belum mengenakan sehelai pakaianpun setelah bercinta hingga menjelang fajar. Aruna tertawa tanpa suara, ia benar-benar takjub pada dirinya. Kemarin malam ia menangis tersedu-sedu di hadapan Liza dan mengaku mencintai Kastara, tapi setelah sampai di rumah ia malah bercinta dengan Anggasta seakan-akan telah melupakan rasa cintanya pada Kastara."Aruna," panggil Anggasta dengan suara seraknya. "Hmm?""Jangan kemana-mana, aku mau seharian sama kamu hari ini." Anggasta mengeratkan pelukannya di tubuh Aruna, lalu mengecup keningnya."Mas, hari ini kan jadwalnya kamu pulang ke Alana. Mending kamu siap-siap sekarang, daripada dia ngamuk nanti kalau kamu telat dateng,"Anggasta berdecak kesal, dengan malas ia bangkit ke kamar mandi untuk bersiap pergi ke rumah Alana. Hari ini Aruna libur kuliah, jadi ia putuskan untuk pergi saja menjenguk Kastara di rumah sakit."Kamu mau kemana Na?" tanya An
Setelah beberapa hari dirawat keadaan Kastara kini dinyatakan membaik, ia akhirnya di perbolehkan pulang hari ini namun tetap harus berobat jalan untuk menjalani terapi agar ingatannya pulih kembali. Sepanjang jalan Kastara hanya diam merenung menatap ke luar jendela, ingatan Kastara saat ini bagaikan sebuah kertas putih tanpa noda. "Kastara, kamu benar-benar gak ingat sama ibu?" tanya Kinan yang duduk di sebelah Kastara. Kastara menoleh lalu menggeleng dan kembali menatap ke luar jendela, rambutnya yang selalu terlihat stylish kini sudah di pangkas model cepak. Keadaan di dalam mobil begitu senyap, biasanya Kastara yang selalu memulai percakapan konyol di antara mereka berempat untuk mencairkan suasana. Kinan bukannya tidak bersyukur Kastara sudah sadar, tapi melihat Kastara yang tidak mengenalinya membuat hati Kinan bertambah sakit. Setelah sampai di rumah, mereka di sambut oleh Alana dan Aruna yang duduk menunggu di teras rumah dengan wajah khawatir. Anggasta tidak tau apakah me
Aruna pamit pulang setelah makan malam, statusnya sebagai seorang mahasiswi yang tengah berkutat dengan skripsi membuatnya tidak bisa libur terlalu lama. Besok pagi ia sudah harus kembali ke kampus menemui dosen untuk menyelesaikan skripsinya, rasanya Aruna sudah jenuh sekali dan ingin cepat-cepat lulus."Aku pulang dulu ya bu," Aruna memeluk Kinan dan mencium pipinya bergantian, lalu selanjutnya mencium punggung tangan Rajasa yang sedang berdiri di sebelah kiri Kinan.Aruna menghampiri Anggasta yang berdiri bersebrangan dengan Rajasa, dengan percaya dirinya Anggasta mengulurkan tangannya tapi ternyata Aruna hanya tersenyum padanya lalu melewatinya begitu saja. Anggasta menarik tangannya kembali dengan kikuk lalu menggaruk kepalanya yang tidak gatal."Aku keluar sebentar ya yah," Anggasta segera menyusul Aruna yang masih berada di carport."Aruna," panggil Anggasta."Iya mas?" sahut Aruna seraya menoleh ke arahnya."Tunggu aku ya besok,"Aruna mengernyitkan keningnya, "Nunggu buat apa
Aruna memoleskan lipstik berwarna pink peach ke bibirnya yang kecil dan penuh, ia tidak berdandan terlalu berlebihan sore ini untuk mengimbangi dress yang Anggasta berikan untuknya. Semua makanan kesukaan Anggasta sudah tersedia di atas meja, meskipun lelah Aruna tetap berusaha menyiapkan makan malam yang terbaik untuk Anggasta. Hingga menjelang malam, Anggasta tidak kunjung mengabari Aruna walaupun Aruna sudah mencoba menghubunginya duluan."Masih sibuk kayaknya den Anggasta non," ucap mbok Jum agar Aruna bisa sedikit tenang."Mungkin mbok, kebetulan ini juga hari sabtu pasti banyak yang datang ke restoran buat malam mingguan."Detik demi detik,Menit demi menit, hingga akhirnya dua jam sudah Aruna menunggu.Kelopak matanya sudah mulai terasa berat, namun Anggasta masih belum juga menunjukkan batang hidungnya. Aruna mengecek kontak Anggasta di aplikasi chat hijau, Anggasta aktif lima belas menit yang lalu tapi hanya membaca pesannya dan tidak membalasnya."Satu jam lagi, iya aku baka
Pukul lima pagi, jam alarm di kamar Alana berbunyi. Anggasta sengaja menyetting alaramnya agar ia bisa bangun lebih awal, ia sudah tidak sabar untuk pulang kerumah menemui Aruna. Saat Anggasta melirik ke sisi ranjang sebelahnya, Alana tidak ada disana dan tempat itu juga masih terlihat rapih.Anggasta bangkit mencari Alana, namun tidak ia temukan Alana di manapun bahkan artnya saja tidak tau Alana pergi ke mana. Semalam setelah Alana mengembalikan ponsel miliknya, Alana langsung pergi entah kemana dan tidak berpesan apapun padanya."Oke, biar saya yang cari Alana." ucap Anggasta lalu bergegas pergi ke kamar untuk mencari ponselnya.Anggasta baru saja akan menelpon Alana, namun tiba-tiba suara mesin mobil terdengar dari bawah dengan diiringi suara bantingan pagar yang cukup kencang. Anggasta segera turun ke bawah untuk memeriksanya, benar saja yang datang adalah Alana. Tampangnya begitu kusut dengan bola matanya yang memerah karena kurang tidur dan menangis semalaman."Al, kamu dariman
Sore hari di Lotus Residence, Aruna duduk di sebuah gazebo kayu sambil menikmati secangkir teh dengan dokter Hirawan. Dokter Hirawan merupakan ayah dari dokter pribadi Takahiro, beliau sudah pensiun menjadi dokter dan kini tengah menikmati hidupnya yang mungkin tidak akan lama lagi karena mengidap gagal ginjal. "Sebenarnya tes DNA itu bisa saja di lakukan saat bayi masih berada di dalam kandungan, tapi mungkin akan menimbulkan resiko itu sebabnya hanya sedikit dokter yang mau melakukannya." "Yah kalau seperti itu kasusnya mau tidak mau saya harus menunggu sampai istri muda suami saya melahirkan nanti," ucap Aruna, rasanya aneh menyebut Alana istri muda padahal usia Alana lebih tua darinya."Saya kasihan sama kamu Aruna, kamu cantik pintar dan berbakat tapi malah di madu dengan perempuan seperti itu. Kalau saja kamu masih sendiri sudah pasti saya akan langsung menjodohkanmu dengan putra bungsu saya," ujar dokter Hirawan. "Bapak terlalu berlebihan memuji saya, kalau bapak tau bagaima
Hingga setengah tahun pernikahan, Aruna masih belum juga menunjukkan tanda-tanda kehamilan. Anggasta memang tidak pernah membahas ataupun menyinggung soal anak, tapi sejujurnya Aruna sudah ingin merasakan kembali rasanya mengandung dan menjadi calon ibu. Saat melihat tetangga yang sedang hamil ataupun memiliki bayi, rasa iri dan sedih di hati Aruna langsung muncul secara bersamaan. Aruna takut jika ia memang benar-benar tidak bisa mengandung dan memiliki anak, Aruna takut jika suatu saat Anggasta berubah pikiran dan menginginkan seorang anak darinya tapi ia tidak bisa mewujudkan yang Anggasta inginkan. "Sayang kamu kenapa?" tanya Anggasta seraya menghapus air mata Aruna."Aku cuma sedih aja, udah setengah tahun umur pernikahan kita tapi gak ada sedikitpun tanda-tanda kalau aku akan hamil.""Gak usah pikirin hal itu sayang, udah aku bilang berkali-kali kan kalau kita memang gak di takdirkan menjadi orang tua aku tetap akan mencintai dan menerima keadaan kamu." Anggasta mengelus pelan
Satu minggu kemudian, "Saya terima nikah dan kawinnya Aruna Clarabella Gistara binti Rei Takahiro dengan mas kawin tersebut tunai," ucap Anggasta lantang di hadapan semua saksi dan tamu undangan. "Bagaimana bapak-bapak? sah?" tanya penghulu. Semua orang serempak mengucapkan kata sah, mulai detik ini Aruna resmi menjadi istrinya Anggasta. Setelah ijab qobul selesai, Anggasta membawa Aruna ke meja inti untuk bergabung bersama kedua orang tua mereka. Tidak ada pelaminan disini dan hanya menyediakan meja untuk pengantin beserta keluarga juga meja untuk para tamu undangan, Anggasta sengaja tidak membuat konsep pelaminan karena Aruna tidak ingin menjadi pusat perhatian orang-orang. Raja terpaku di balik stir mobil, rasanya berat sekali untuk masuk ke dalam gedung dan melihat Aruna menjadi istri orang lain. Seharusnya ia yang menjadi suami Aruna bukan Anggasta, semua impiannya berantakan karena perjodohannya dengan Celine. Hingga detik ini Raja belum bisa menerima Celine di hatinya meski
Pagi hari saat Aruna dan Ayara sedang sarapan, mereka di kejutkan dengan kedatangan Rajasa beserta keluarganya dengan membawa barang hantaran lamaran yang cukup banyak. Ayara memang menyuruh Anggasta menunjukkan keseriusannya pada Aruna dalam waktu dekat, tapi ia tidak menyangka jika Anggasta datang pagi ini juga untuk menunjukkan keseriusannya. "Maaf, saya tidak menyiapkan apapun untuk keluarga pak Rajasa." ucap Ayara kikuk. "Tidak apa-apa Ayara, saya tau Anggasta lupa mengabari kamu karena dia terlalu sibuk kemarin menyiapkan semua ini." sahut Rajasa. Di sebelah Ayara Aruna duduk dengan tatapan tanpa ekspresi menatap semua orang, sedangkan di hadapannya ada Anggasta yang nampak gugup setengah mati. Setelah melewati obrolan panjang lebar antar dua keluarga, kini tinggal Aruna yang menjawab permintaan Rajasa tentang lamaran Anggasta. "Bagaimana sayang? apa kamu menerima lamaran Anggasta?" tanya Ayara karena Aruna tidak kunjung membuka suara. Aruna menarik nafas panjang dan menghe
Setelah menghabiskan waktunya seharian bersama Anggasta, kini Aruna tertidur pulas setelah menyantap pancake buatan Anggasta. Meskipun ia belum bisa menerima kehadiran Anggasta, namun kedatangan Anggasta hari ini membuatnya sedikit terhibur setelah beberapa hari ia habiskan sendirian di rumah tanpa teman mengobrol. Saat kedua mata Anggasta hendak terpejam menyusul Aruna, tiba-tiba pintu kamar Aruna di buka oleh seseorang. "Anggasta?!" "Mamah eh maksudnya tante Ayara," "Sedang apa kamu di kamar Aruna, Anggasta?" tanya Ayara berbisik, matanya melotot menatap Anggasta tidak suka. "Tante, kita ngobrol di luar aja ya? Aruna baru aja tertidur." Ayara mengangguk dan melangkah lebih dulu keluar dari kamar Aruna, di ruang tamu ia duduk bagaikan nyonya besar yang siap menginterogasi anak buahnya. Anggasta mengambil posisi duduk bersebrangan dari Ayara, ia sudah siap dengan hal apapun yang akan Ayara katakan padanya bahkan sebuah penghinaan. "Kalau kamu ada di sini, saya bisa tebak pasti k
"Alisya," panggil Aruna untuk yang ke sekian kalinya, namun asisten rumah tangganya itu tidak kunjung datang.Aruna cukup kerepotan tanpa seorang perawat yang membantunya untuk berpindah posisi ataupun mengambil barang, apalagi Alisya tidak selalu ada di rumah entah kemana ia pergi. Semenjak Takahiro meninggal pekerja di rumah ini di kurangi hingga tersisa dua orang saja dan satu penjaga keamanan di depan, juga satu orang supir kantor yang di panggil bekerja di rumah jika Ayara sedang membutuhkan supir. "Alisya, Tuti!" panggil Aruna mulai tidak sabaran. Tenggorokan Aruna rasanya sudah kering sekali, tapi air yang tersedia di kamar sudah habis. Entah kemana perginya dua asisten rumah tangga itu, sampai Aruna memanggil dan menunggu hampir setengah jam lamanya mereka tidak kunjung datang juga. Mau tidak mau Aruna terpaksa mengambil air di dapur sendirian jika begini, Aruna menyeret tubuhnya menuju tepi kasur dan saat hendak menyentuh nakas untuk menarik kursi roda pijakan tangannya ter
Setelah kemarin Anggasta yang datang, kini gantian Rajasa dan Kinan yang datang menemuinya. Meskipun mereka mengatakan hanya ingin menjenguk keadaannya sekaligus bersilaturahmi, tapi Aruna yakin mereka ingin mencoba meluluhkan hatinya untuk menerima Anggasta kembali dengan cara yang halus. "Gimana kabar kamu nak?" tanya Kinan. "Seperti yang ibu lihat, saya masih di kursi roda sampai sekarang." Aruna tersenyum tipis dengan nada bicara yang sedikit sarkastik. "Oh iya mamah kamu kemana Aruna?" tanya Rajasa. "Mamah masih d Taiwan pak Rajasa, rencananya baru pulang besok." sahut Aruna. "Panggil saja saya ayah seperti dulu, Aruna." "Maaf pak, tapi sekarang Aruna bukan lagi menantu pak Rajasa. Yang lebih berhak memanggil pak Rajasa ayah ya istri mas Anggasta yang selanjutnya nanti," sahut Aruna. Kinan dan Rajasa terdiam sejenak, sepertinya meluluhkan kembali hati Aruna tidak bisa tergesa-gesa tapi mereka tidak mau menyerah demi Anggasta. Untuk mengalihkan pembicaraan, Kinan mengajak
"Nona Aruna, itu mas Anggasta kan?" tunjuk supir Ayara ke halaman rumah Takahiro yang sekarang menjadi milik Aruna. Aruna menajamkan penglihatannya di tengah gelapnya halaman rumah, ternyata itu benar-benar Anggasta dengan bola mata yang memerah seperti habis menangis juga kelopak matanya yang sembab. "Pak, tolong bantu saya turun." pinta Aruna. "Nona Aruna mau menemui mas Anggasta?" "Turunkan saja saya pak, jangan banyak tanya." sahutnya. Dari kejauhan Anggasta menatapnya sendu dan penuh kerinduan, ingin rasanya Anggasta memeluk Aruna dan menatap wajah yang selalu ia rindukan selama tiga tahun ini. Hati Anggasta yang selama ini terasa mati saat berhadapan lawan jenis, kini mulai berdesir kembali saat melihat wajah Aruna meskipun Aruna hanya menatapnya tanpa ekspresi."Mau apa mas datang kesini?" tanya Aruna setelah posisinya dekat dengan Anggasta. "Na, kamu apa kabar?" tanya Anggasta. "Aku tanya mas Anggasta mau apa datang kesini?" Anggasta menghela nafas pelan, "Na, apa bena
Setelah mengambil keputusan secara matang, Raja dan Aruna akhirnya memutuskan untuk pulang ke Indonesia dan menyudahi pengobatan Aruna di Jepang. Awalnya keputusan ini di tentang oleh Ayara, tapi setelah Aruna berusaha meyakinkannya akhirnya Ayara mau mengalah dan menerima keputusan mereka. Setelah menempuh perjalanan udara hampir delapan jam, mereka akhirnya tiba di Bandara Soekarno Hatta pada pukul tiga sore. Setelah tiga tahun meninggalkan tanah kelahirannya, Aruna akhirnya kembali lagi dengan kondisi yang sama seperti saat tiga tahun yang lalu ia meninggalkan negara ini. Tidak ada yang menjemput kedatangan mereka di bandara, Ayara sedang melakukan perjalanan bisnis ke Taiwan sedangkan dari pihak keluarga Raja tidak memungkinkan untuk menjemputnya. Firman sedang sibuk-sibuknya mengurus rumah sakit keluarga Hirawan, dan Haga yang sudah menetap di Dubai sejak tiga tahun yang lalu setelah menghadiri acara pernikahan mantan kekasihnya. Raja tidak mempermasalahkan ketidakhadiran kakak-
Tiga tahun kemudian,POV Anggasta"Selamat sore pak Anggasta, hati-hati di jalan pulang." sapa penjaga keamanan kampus."Iya terimakasih pak kumis," sahutku.Tiga tahun berlalu aku lewati tanpa kamu, Aruna Clarabella Gistara. Tiga tahun aku lewati rasa sakit dan sepi ini sendirian, dengan di bubuhi sedikit mimpi kalau suatu saat kamu akan kembali padaku dengan senyum cantikmu yang selalu membuatku jatuh cinta. Tiga tahun aku mencoba move on darimu, meski begitu aku tidak pernah berniat mengganti posisi kamu dengan perempuan lain di hati ini. Kamu tetaplah ratu di dalam hatiku, namamu selalu bertakhta indah di hati ini. Bagaimana kabar kamu sekarang sayang? Apa kamu bahagia hidup tanpa aku? Apa kamu sudah menemukan lelaki yang membuatmu bahagia? Aku penasaran, tapi aku juga tidak mau tau karena aku takut cemburu jika tau kamu sudah bahagia bersama lelaki lain. Pernah satu kali aku mencari tau kabarmu lewat dokter Firman, dia bilang kamu bahagia sekarang dan semakin lengket dengan