Pukul lima pagi, jam alarm di kamar Alana berbunyi. Anggasta sengaja menyetting alaramnya agar ia bisa bangun lebih awal, ia sudah tidak sabar untuk pulang kerumah menemui Aruna. Saat Anggasta melirik ke sisi ranjang sebelahnya, Alana tidak ada disana dan tempat itu juga masih terlihat rapih.Anggasta bangkit mencari Alana, namun tidak ia temukan Alana di manapun bahkan artnya saja tidak tau Alana pergi ke mana. Semalam setelah Alana mengembalikan ponsel miliknya, Alana langsung pergi entah kemana dan tidak berpesan apapun padanya."Oke, biar saya yang cari Alana." ucap Anggasta lalu bergegas pergi ke kamar untuk mencari ponselnya.Anggasta baru saja akan menelpon Alana, namun tiba-tiba suara mesin mobil terdengar dari bawah dengan diiringi suara bantingan pagar yang cukup kencang. Anggasta segera turun ke bawah untuk memeriksanya, benar saja yang datang adalah Alana. Tampangnya begitu kusut dengan bola matanya yang memerah karena kurang tidur dan menangis semalaman."Al, kamu dariman
Sore hari di Lotus Residence, Aruna duduk di sebuah gazebo kayu sambil menikmati secangkir teh dengan dokter Hirawan. Dokter Hirawan merupakan ayah dari dokter pribadi Takahiro, beliau sudah pensiun menjadi dokter dan kini tengah menikmati hidupnya yang mungkin tidak akan lama lagi karena mengidap gagal ginjal. "Sebenarnya tes DNA itu bisa saja di lakukan saat bayi masih berada di dalam kandungan, tapi mungkin akan menimbulkan resiko itu sebabnya hanya sedikit dokter yang mau melakukannya." "Yah kalau seperti itu kasusnya mau tidak mau saya harus menunggu sampai istri muda suami saya melahirkan nanti," ucap Aruna, rasanya aneh menyebut Alana istri muda padahal usia Alana lebih tua darinya."Saya kasihan sama kamu Aruna, kamu cantik pintar dan berbakat tapi malah di madu dengan perempuan seperti itu. Kalau saja kamu masih sendiri sudah pasti saya akan langsung menjodohkanmu dengan putra bungsu saya," ujar dokter Hirawan. "Bapak terlalu berlebihan memuji saya, kalau bapak tau bagaima
Pukul delapan pagi, Ayara sudah melesat pergi ke kantor Takahiro untuk mengurus beberapa pekerjaan yang harus di selesaikan pagi ini juga. Sedangkan Aruna, ia ingin menghabiskan pagi ini dengan mengurus beberapa bunga kesayangannya yang mulai terlihat layu. Dari luar rumah dua mobil mewah bermerk kelas atas terparkir di carport secara bersamaan, kedua pengemudi mobil itu langsung keluar setelah memarkirkan mobilnya di carport. "Kak Firman?" tunjuk Raja, hari ini ia mengenakan celana bahan berwarna krem juga kemeja kerah shanghai berwarna soft blue. "Raja? kamu mau apa ke rumah tuan Takahiro?" tanyanya heran, pasalnya Raja sama sekali tidak ada urusan dengan keluarga Takahiro dan lagi penampilannya pagi ini terlihat maskulin sekali. "Mau mampir aja, sekalian liat kakak kerja." Firman menaikkan satu alisnya, ia nampak tidak percaya dengan alasan Raja. "Oh ya? apa kamu sendiri gak ada pasien sampai punya waktu luang buat liat kakak kerja?""Gak ada, hari ini aku cuma atur jadwal bu
"Bu, ada laki-laki di depan nyariin ibu. Badanya tinggi gede, Minah takut bu," ucap Minah berbisik. Alana meletakkan cangkir teh yang sedang ia pegang, lalu pergi ke ruang tamu untuk menemui lelaki yang Minah maksud. Alana duduk di hadapannya tanpa ekspresi, kantung matanya nampak menghitam karena sejak kemarin ia tidak tidur dengan benar. "Kamu sudah tau dimana Bastian tinggal sekarang?" tanya Alana. "Sudah, ini alamat rumahnya." Lelaki itu menyerahkan secarik kertas berisi alamat. "Lalu apakah kamu sudah menggali informasi tentang calon istri Bastian?" "Calon istri Bastian adalah putri tunggal dari seorang pengusaha sawit di Kalimantan, tahun ini ayahnya juga sedang mencalonkan diri untuk menjadi pejabat daerah disana." Alana menyeringai dengan tatapan kosong, "Bagus, sekarang aku punya rencana brilian untuk merebut Bastian."Lelaki itu pergi setelah memberikan informasi kepada Alana juga menerima segepok uang dengan nominal yang tidak sedikit, demi mencari Bastian Alana rela
Malam harinya Anggasta memutuskan untuk pulang ke rumah, biar bagaimanapun ia tidak mau berlarut-larut dalam kesedihan. Dengan raut wajahnya yang lesu, Anggasta masuk ke dalam rumah dan bertemu dengan Aruna yang baru saja menyelesaikan makan malamnya bersama mbok Jum. Rambut panjangnya tergerai dengan hiasan bando telinga kelinci, juga piyama tidurnya yang bergambar kartun kelinci membuat Aruna terlihat manis. "Mas, kamu pulang? aku gak siapin makan malam buat kamu karena aku kira kamu bakal tidur di rumah ayah malam ini." ujar Aruna."Gak apa-apa Na, aku juga masih kenyang kok. Lagipula mana bisa si aku nginep di rumah ayah kalau istri aku yang cantik ada di rumah," Anggasta maju beberapa langkah mendekati Aruna, lalu membelai rambutnya. "Ih gombal, aku baru tau ternyata mas Anggasta yang biasanya jutek bisa ngegombal juga." "Buat kamu apa si yang gak bisa," Anggasta mengangkat Aruna ke dalam gendongannya ala bridal style. "Mas turunin aku! malu ada mbok Jum," Aruna menutup kedua
Setelah mengantar Aruna ke kampus, Anggasta segera bergegas pergi ke barber shop untuk mencukur rambutnya yang sudah terlihat agak gondrong. Rambut ini selalu menjadi incaran dari jambakan tangan Aruna saat mereka bercinta, meskipun indah tapi Anggasta tidak mau pitak lebih cepat karena setiap bercinta Aruna selalu menjambak kencang rambutnya. Dengan potongan gaya rambut undercut, juga style pakaiannya hari ini yang membuatnya nampak stylish hingga menjadi pusat perhatian para mahasiswi di kampus. Mereka agak sedikit tidak percaya kalau yang ada di hadapannya kini adalah Anggasta, mantan dosen kampus Surya Cakra yang selalu berpakaian formal dan kaku. Jaket kulit dan kaos polos berwarna hitam, juga celana jeans dan sepatu hitam yang Anggasta kenakan membuatnya nampak seperti berusia dua puluh tahunan. Anggasta di perhatikan banyak perempuan, tapi ia malah sibuk memperhatikan ponselnya yang tengah mendownload banyak foto Aruna. "Mas Anggasta?" tunjuk Aruna, ia nampak tidak percaya de
Aruna membuka kedua matanya saat telinganya mendengar suara kicauan indah burung dari luar tenda, namun ia begitu terkejut karena saat membuka mata Anggasta sudah berada tepat di depan matanya. "Ya ampun mas, aku kaget!" ucap Aruna seraya mendorong wajah Anggasta dengan telapak tangannya. Ekspresi wajah Anggasta mendadak masam, awalnya Anggasta membayangkan ketika Aruna membuka mata ia akan mendapatkan sebuah kecupan dari Aruna tapi kenyataannya yang ia dapatkan malah tabokan dari telapak tangan Aruna. "Cium kek Na, malah di tabok." gerutunya, Aruna tertawa melihat wajah Anggasta yang nampak kesal. "Iya maaf, sini cium dulu." Aruna menarik kepala Anggasta dan menempelkan bibirnya tapi baru beberapa detik langsung ia lepaskan. "Kurang," rengek Anggasta. "Ah mas, aku gak mau ciuman lama-lama. Aku belum sikat gigi, nanti kamu mabok nelen liur basi aku." Anggasta tertawa mendengar celotehan Aruna, sebenarnya ia tidak jijik meskipun Aruna belum sikat gigi tapi berhubung pagi ini mat
"Bangun! kamu pikir ini hotel bisa tidur seenaknya?!" Anita menyiram segelas air ke wajah Alana. Alana yang sedang tertidur pulas akhirnya terbangun gelagapan karena air memasuki telinganya, ia segera duduk dan menatap Anita dengan penuh ketakutan juga kebencian. Beberapa hari di kurung seperti seekor binatang, Alana sudah pasrah pada kehidupannya sendiri. Ia hanya diberi makan nasi dan garam, bahkan terkadang nasinya tida layak untuk dimakan lagi. "Saya punya kabar baik untuk kamu, Alana." ucap Anita, wajah perempuan paruh baya itu tidak pernah menunjukkan sebuah kehangatan meskipun akan menyampaikan kabar baik. "Apa?" "Saya akan menikahkan kamu dengan Bastian hari ini," Alana mendongakkan kepalanya dan menatap wajah Anita dengan rona bahagia, "Ibu gak bohong kan?" "Untuk apa saya bohong, sekarang kamu keluar dari sini dan pergi ke kamar yang ada di dekat dapur." titahnya lalu melenggang pergi meninggalkan Alana. Alana mengusap wajahnya dan segera keluar dari tempat ini, ia be
Hingga setengah tahun pernikahan, Aruna masih belum juga menunjukkan tanda-tanda kehamilan. Anggasta memang tidak pernah membahas ataupun menyinggung soal anak, tapi sejujurnya Aruna sudah ingin merasakan kembali rasanya mengandung dan menjadi calon ibu. Saat melihat tetangga yang sedang hamil ataupun memiliki bayi, rasa iri dan sedih di hati Aruna langsung muncul secara bersamaan. Aruna takut jika ia memang benar-benar tidak bisa mengandung dan memiliki anak, Aruna takut jika suatu saat Anggasta berubah pikiran dan menginginkan seorang anak darinya tapi ia tidak bisa mewujudkan yang Anggasta inginkan. "Sayang kamu kenapa?" tanya Anggasta seraya menghapus air mata Aruna."Aku cuma sedih aja, udah setengah tahun umur pernikahan kita tapi gak ada sedikitpun tanda-tanda kalau aku akan hamil.""Gak usah pikirin hal itu sayang, udah aku bilang berkali-kali kan kalau kita memang gak di takdirkan menjadi orang tua aku tetap akan mencintai dan menerima keadaan kamu." Anggasta mengelus pelan
Satu minggu kemudian, "Saya terima nikah dan kawinnya Aruna Clarabella Gistara binti Rei Takahiro dengan mas kawin tersebut tunai," ucap Anggasta lantang di hadapan semua saksi dan tamu undangan. "Bagaimana bapak-bapak? sah?" tanya penghulu. Semua orang serempak mengucapkan kata sah, mulai detik ini Aruna resmi menjadi istrinya Anggasta. Setelah ijab qobul selesai, Anggasta membawa Aruna ke meja inti untuk bergabung bersama kedua orang tua mereka. Tidak ada pelaminan disini dan hanya menyediakan meja untuk pengantin beserta keluarga juga meja untuk para tamu undangan, Anggasta sengaja tidak membuat konsep pelaminan karena Aruna tidak ingin menjadi pusat perhatian orang-orang. Raja terpaku di balik stir mobil, rasanya berat sekali untuk masuk ke dalam gedung dan melihat Aruna menjadi istri orang lain. Seharusnya ia yang menjadi suami Aruna bukan Anggasta, semua impiannya berantakan karena perjodohannya dengan Celine. Hingga detik ini Raja belum bisa menerima Celine di hatinya meski
Pagi hari saat Aruna dan Ayara sedang sarapan, mereka di kejutkan dengan kedatangan Rajasa beserta keluarganya dengan membawa barang hantaran lamaran yang cukup banyak. Ayara memang menyuruh Anggasta menunjukkan keseriusannya pada Aruna dalam waktu dekat, tapi ia tidak menyangka jika Anggasta datang pagi ini juga untuk menunjukkan keseriusannya. "Maaf, saya tidak menyiapkan apapun untuk keluarga pak Rajasa." ucap Ayara kikuk. "Tidak apa-apa Ayara, saya tau Anggasta lupa mengabari kamu karena dia terlalu sibuk kemarin menyiapkan semua ini." sahut Rajasa. Di sebelah Ayara Aruna duduk dengan tatapan tanpa ekspresi menatap semua orang, sedangkan di hadapannya ada Anggasta yang nampak gugup setengah mati. Setelah melewati obrolan panjang lebar antar dua keluarga, kini tinggal Aruna yang menjawab permintaan Rajasa tentang lamaran Anggasta. "Bagaimana sayang? apa kamu menerima lamaran Anggasta?" tanya Ayara karena Aruna tidak kunjung membuka suara. Aruna menarik nafas panjang dan menghe
Setelah menghabiskan waktunya seharian bersama Anggasta, kini Aruna tertidur pulas setelah menyantap pancake buatan Anggasta. Meskipun ia belum bisa menerima kehadiran Anggasta, namun kedatangan Anggasta hari ini membuatnya sedikit terhibur setelah beberapa hari ia habiskan sendirian di rumah tanpa teman mengobrol. Saat kedua mata Anggasta hendak terpejam menyusul Aruna, tiba-tiba pintu kamar Aruna di buka oleh seseorang. "Anggasta?!" "Mamah eh maksudnya tante Ayara," "Sedang apa kamu di kamar Aruna, Anggasta?" tanya Ayara berbisik, matanya melotot menatap Anggasta tidak suka. "Tante, kita ngobrol di luar aja ya? Aruna baru aja tertidur." Ayara mengangguk dan melangkah lebih dulu keluar dari kamar Aruna, di ruang tamu ia duduk bagaikan nyonya besar yang siap menginterogasi anak buahnya. Anggasta mengambil posisi duduk bersebrangan dari Ayara, ia sudah siap dengan hal apapun yang akan Ayara katakan padanya bahkan sebuah penghinaan. "Kalau kamu ada di sini, saya bisa tebak pasti k
"Alisya," panggil Aruna untuk yang ke sekian kalinya, namun asisten rumah tangganya itu tidak kunjung datang.Aruna cukup kerepotan tanpa seorang perawat yang membantunya untuk berpindah posisi ataupun mengambil barang, apalagi Alisya tidak selalu ada di rumah entah kemana ia pergi. Semenjak Takahiro meninggal pekerja di rumah ini di kurangi hingga tersisa dua orang saja dan satu penjaga keamanan di depan, juga satu orang supir kantor yang di panggil bekerja di rumah jika Ayara sedang membutuhkan supir. "Alisya, Tuti!" panggil Aruna mulai tidak sabaran. Tenggorokan Aruna rasanya sudah kering sekali, tapi air yang tersedia di kamar sudah habis. Entah kemana perginya dua asisten rumah tangga itu, sampai Aruna memanggil dan menunggu hampir setengah jam lamanya mereka tidak kunjung datang juga. Mau tidak mau Aruna terpaksa mengambil air di dapur sendirian jika begini, Aruna menyeret tubuhnya menuju tepi kasur dan saat hendak menyentuh nakas untuk menarik kursi roda pijakan tangannya ter
Setelah kemarin Anggasta yang datang, kini gantian Rajasa dan Kinan yang datang menemuinya. Meskipun mereka mengatakan hanya ingin menjenguk keadaannya sekaligus bersilaturahmi, tapi Aruna yakin mereka ingin mencoba meluluhkan hatinya untuk menerima Anggasta kembali dengan cara yang halus. "Gimana kabar kamu nak?" tanya Kinan. "Seperti yang ibu lihat, saya masih di kursi roda sampai sekarang." Aruna tersenyum tipis dengan nada bicara yang sedikit sarkastik. "Oh iya mamah kamu kemana Aruna?" tanya Rajasa. "Mamah masih d Taiwan pak Rajasa, rencananya baru pulang besok." sahut Aruna. "Panggil saja saya ayah seperti dulu, Aruna." "Maaf pak, tapi sekarang Aruna bukan lagi menantu pak Rajasa. Yang lebih berhak memanggil pak Rajasa ayah ya istri mas Anggasta yang selanjutnya nanti," sahut Aruna. Kinan dan Rajasa terdiam sejenak, sepertinya meluluhkan kembali hati Aruna tidak bisa tergesa-gesa tapi mereka tidak mau menyerah demi Anggasta. Untuk mengalihkan pembicaraan, Kinan mengajak
"Nona Aruna, itu mas Anggasta kan?" tunjuk supir Ayara ke halaman rumah Takahiro yang sekarang menjadi milik Aruna. Aruna menajamkan penglihatannya di tengah gelapnya halaman rumah, ternyata itu benar-benar Anggasta dengan bola mata yang memerah seperti habis menangis juga kelopak matanya yang sembab. "Pak, tolong bantu saya turun." pinta Aruna. "Nona Aruna mau menemui mas Anggasta?" "Turunkan saja saya pak, jangan banyak tanya." sahutnya. Dari kejauhan Anggasta menatapnya sendu dan penuh kerinduan, ingin rasanya Anggasta memeluk Aruna dan menatap wajah yang selalu ia rindukan selama tiga tahun ini. Hati Anggasta yang selama ini terasa mati saat berhadapan lawan jenis, kini mulai berdesir kembali saat melihat wajah Aruna meskipun Aruna hanya menatapnya tanpa ekspresi."Mau apa mas datang kesini?" tanya Aruna setelah posisinya dekat dengan Anggasta. "Na, kamu apa kabar?" tanya Anggasta. "Aku tanya mas Anggasta mau apa datang kesini?" Anggasta menghela nafas pelan, "Na, apa bena
Setelah mengambil keputusan secara matang, Raja dan Aruna akhirnya memutuskan untuk pulang ke Indonesia dan menyudahi pengobatan Aruna di Jepang. Awalnya keputusan ini di tentang oleh Ayara, tapi setelah Aruna berusaha meyakinkannya akhirnya Ayara mau mengalah dan menerima keputusan mereka. Setelah menempuh perjalanan udara hampir delapan jam, mereka akhirnya tiba di Bandara Soekarno Hatta pada pukul tiga sore. Setelah tiga tahun meninggalkan tanah kelahirannya, Aruna akhirnya kembali lagi dengan kondisi yang sama seperti saat tiga tahun yang lalu ia meninggalkan negara ini. Tidak ada yang menjemput kedatangan mereka di bandara, Ayara sedang melakukan perjalanan bisnis ke Taiwan sedangkan dari pihak keluarga Raja tidak memungkinkan untuk menjemputnya. Firman sedang sibuk-sibuknya mengurus rumah sakit keluarga Hirawan, dan Haga yang sudah menetap di Dubai sejak tiga tahun yang lalu setelah menghadiri acara pernikahan mantan kekasihnya. Raja tidak mempermasalahkan ketidakhadiran kakak-
Tiga tahun kemudian,POV Anggasta"Selamat sore pak Anggasta, hati-hati di jalan pulang." sapa penjaga keamanan kampus."Iya terimakasih pak kumis," sahutku.Tiga tahun berlalu aku lewati tanpa kamu, Aruna Clarabella Gistara. Tiga tahun aku lewati rasa sakit dan sepi ini sendirian, dengan di bubuhi sedikit mimpi kalau suatu saat kamu akan kembali padaku dengan senyum cantikmu yang selalu membuatku jatuh cinta. Tiga tahun aku mencoba move on darimu, meski begitu aku tidak pernah berniat mengganti posisi kamu dengan perempuan lain di hati ini. Kamu tetaplah ratu di dalam hatiku, namamu selalu bertakhta indah di hati ini. Bagaimana kabar kamu sekarang sayang? Apa kamu bahagia hidup tanpa aku? Apa kamu sudah menemukan lelaki yang membuatmu bahagia? Aku penasaran, tapi aku juga tidak mau tau karena aku takut cemburu jika tau kamu sudah bahagia bersama lelaki lain. Pernah satu kali aku mencari tau kabarmu lewat dokter Firman, dia bilang kamu bahagia sekarang dan semakin lengket dengan