Kehidupan Aruna saat ini benar-benar membosankan untuknya, dulu saat masih menjadi model Aruna akan di sibukkan dengan padatnya jadwal pemotretan dan kuliah. Tapi sekarang yang ia lakukan hanya kuliah dan nongkrong bersama Davira dan gengnya, Aruna yang sebelumnya tidak akrab dengan mereka tentu merasa tidak nyaman saat mengobrol apalagi yang diobrolkan tidak jauh dari permasalahan barang mewah dan laki-laki. Aruna sudah tidak tahan lagi, ia akhirnya memutuskan untuk pergi dengan alasan ingin ke toilet. Aruna mencoba menghubungi Liza dengan harapan ia bisa bersenang-senang bersama sahabatnya itu, namun ternyata Liza saat ini sedang berada di Bali untuk pemotretan bersama model barunya. "Ternyata aku gak punya temen ya," Aruna tertawa pelan setelah menutup panggilan teleponnya. Karena tidak ada lagi yang akan ia lakukan di kampus, Aruna akhirnya memutuskan untuk pulang saja namun bukan ke kediaman Anggasta melainkan ke kediaman Takahiro. Aruna berencana untuk membawa mobilnya kesini
Setelah keadaan Aruna membaik, dokter mengizinkannya pulang namun dengan syarat ia harus menjaga tubuh dan kandungannya mulai saat ini. Biar bagaimanapun Aruna kini membawa sebuah nyawa di dalam rahimnya, ia harus memperhatikan janin kecil tersebut. Kastara sudah pulang satu jam yang lalu karena harus melakukan pemotretan di Yvaine, dan yang tersisa di ruangan ini hanyalah Aruna Anggasta dan juga Alana. Aruna heran mengapa perempuan itu selalu menempel pada Anggasta seperti lintah yang sulit dilepaskan, bahkan sejak kembali dari luar untuk mencari makan Alana sama sekali tidak melepaskan pegangannya pada lengan Anggasta. Alana selalu mengambil alih perhatian Anggasta setiap kali lelaki itu berusaha menanyakan keadaan Aruna, bahkan dokter Listya sampai di buat heran dengan tingkah laku Alana dan mempertanyakan ada hubungan apa di antara mereka berdua sedangkan istrinya kini tengah terbaring di atas brankar. Anggasta keluar sebentar untuk menandatangani berkas administrasi Aruna, lalu
Pagi-pagi buta, Anggasta sudah bangun untuk menyiapkan sarapan pagi kesukaan Aruna demi mendapatkan kata maaf darinya. Anggasta sadar perbuatannya semalam sudah keterlaluan, ia yang menolak menuruti keinginan Aruna tapi ia juga yang marah saat orang lain membantu Aruna memenuhi keinginannya. Dalam waktu satu jam Anggasta berhasil menyiapkan hidangan daging sapi bumbu teriyaki, tumis brokoli wortel saus tiram dan juga jus buah untuk Aruna. Tidak lupa juga Anggasta meletakkan satu kotak permen gulali di atas meja makan, tanpa Aruna ketahui semalam Anggasta pergi keluar membeli permen gulali untuknya bahkan memborong semuanya hingga habis. Aruna keluar dari kamar dengan dress klasik berwarna lilac dan juga sepatu flatshoes menghiasi kaki mungilnya, dengan penampilannya yang seperti ini Aruna nampak terlihat manis. Aruna duduk di meja makan dan mulai menyantap hidangan itu satu persatu tanpa tau siapa yang sudah memasaknya, ia belum mau bicara sama sekali bahkan menatap Anggasta saja eng
Sesampainya mereka di kampus, semua pasang mata menatap ke arah sepasang pengantin baru ini dari ujung kepala hingga ujung kaki. Mereka berdua tentu belum menyadari mengapa orang-orang memberi mereka tatapan seperti itu, tapi Aruna yakin pasti ada sesuatu yang tidak beres hari ini."Aruna!" panggil Davira lalu berlari menuju Aruna dan menarik Aruna menjauh dari Anggasta."Na! kamu itu istrinya pak Anggasta?" tanya Davira berbisik.Aruna terkejut mendengar pertanyaan Davira, "Kamu, kamu tau darimana?""Kemarin kamu pingsan dan di bawa ke klinik Tridaya kan?" tanya Davira lagi."Iya, terus kamu tau darimana masalah ini?!""Si mulut ember Monica kemarin ada di sana! setelah tau hubungan antara kamu dan pak Anggasta dia langsung nyebarin berita ini ke grup chat jurusan!"Sekarang Aruna paham, mengapa semua orang menatapnya seperti itu tadi. Ternyata mereka sudah mengetahui hubungan antara dirinya dan Anggasta, itu berarti..."Terus apalagi yang Monica tau dan sebarin di grup chat jurusan?
"Gimana keadaannya?""Masih belum sadar, kalau nanti dia udah sadar aku bakal hubungi kamu dan laksanain tugas aku.""Bagus, kalau gitu cari info sedetail-detailnya. Aku gak mau terima info yang salah,"Alana berusaha membuka kedua matanya saat telinganya sayup-sayup mendengar percakapan tersebut, namun saat ia berhasil membuka kedua matanya penuh yang ada di sebelahnya hanyalah Shadza. Alana cukup heran melihat kehadiran Shadza disini, pasalnya mereka sama sekali tidak dekat dan bertemu saat hari raya saja."Al, kamu udah sadar?" tanya Shadza."Shadza? kamu kok ada disini? apa kamu yang bawa aku ke rumah sakit?""Iya, aku yang bawa kamu ke rumah sakit.""Sendirian?" tanyanya lagi karena tadi Alana mendengar suara Shadza berbicara dengan seorang lelaki."Iya sendirian, oh iya aku bawa oleh-oleh buat kamu. Papah baru pulang dari Bali dan semua keluarga udah kebagian oleh-oleh kecuali kamu, jadi aku putusin buat bawain ini langsung ke rumah kamu. Tapi pas aku sampe kamu udah pingsan di
Untuk memastikan Alana benar-benar sakit atau tidak, akhirnya pagi-pagi sekali Aruna pergi ke rumah sakit berniat untuk menjenguknya. Aruna membawa satu keranjang buah-buahan juga lauk pauk untuk Anggasta sarapan, Aruna yakin Anggasta pasti belum makan sejak semalam karena sibuk mengurusi Alana. Beruntungnya Aruna bertemu dengan Anggasta di lobby rumah sakit, Anggasta baru saja akan pergi mencari sarapan karena sejak kemarin perutnya belum terisi makanan. Mencium harum aroma masakan dari kotak makanan yang Aruna bawa, perut Anggasta langsung berbunyi kencang seakan sudah tidak tahan menahan rasa laparnya lagi. "Kamu sendirian sejak semalam disini mas? bener-bener gak ada satupun anggota keluarganya yang datang?" tanya Aruna heran, baru kali ini ia lihat ada orang sakit yang tidak di temani satupun anggota keluarganya. "Kemarin ada Shadza yang menemani Alana sebentar, tapi karena Shadza harus pergi pemotretan ke luar kota jadi dia gak bisa menemani Alana di rumah sakit sekarang."
Akhirnya Aruna sampai di gedung Yvaine dan segera bergegas masuk untuk menemui Kastara, tapi Aruna lupa kalau saat ini ia bukan lagi bagian dari Yvaine jadi ia tidak bisa masuk ke dalam secara sembarangan. Meskipun semua orang di Yvaine sudah mengenal Aruna, namun SOP harus tetap di jalankan. Aruna duduk sendirian di lobby untuk menunggu Kastara selesai pemotretan, banyak wartawan yang lalu lalang di depan gedung Yvaine tapi hanya sedikit dari mereka yang menotice keberadaannya. "Aruna!" panggil Liza."I miss you beb! miss you so much!" Liza memeluk Aruna erat hingga Aruna sesak nafas dibuatnya. "Liza, aku gak bisa nafas." ucap Aruna terengah-engah. "Oh, hehe maaf. Aku terlalu kangen jadi meluknya pake tenaga," Aruna mengatur kembali nafasnya, "Liz, aku mau ketemu Kastara sekarang. Apa jadwal pemotretannya udah selesai?" "Hmm, setau aku Kastara udah selesai pemotretan sih. Mungkin sekarang dia lagi prepare buat pulang," sahut Liza. "Liz, aku boleh minta tolong sama kamu? tolong
Aruna kembali ke rumah di sore hari setelah sibuk berurusan dengan dosen yang akan membimbingnya mengerjakan skripsi, karena bawaan hamil tubuh Aruna jadi mudah lelah dan saat ini kepalanya terasa agak pening. Aruna tidak kuat lagi menaiki tangga untuk ke kamarnya, jadi ia putuskan untuk merebahkan dirinya dulu di sofa sampai keadaannya membaik.Melihat wajah Aruna yang pucat dan lemas, mbok Jum segera menelepon Anggasta untuk memberitahukan keadaan Aruna padanya tapi sayang Anggasta sama sekali tidak menggubris panggilannya."Non mau mbok bawa ke rumah sakit?" tawar mbok Jum."Enggak apa-apa mbok, Aruna cuma pusing aja kok.""Tapi-""Mbok, Aruna beneran gak apa-apa." Aruna tersenyum tipis dan memejamkan kedua matanya kembali.Karena mbok Jum khawatir dan Aruna tetap bersikeras, jadi mbok Jum berinisiatif memanggil bidan yang ada di dekat perumahan untuk datang ke rumah. Aruna sudah tertidur pulas di sofa, namun wajahnya masih pucat dan keringat sebesar biji jagung mengalir di dahinya
Hingga setengah tahun pernikahan, Aruna masih belum juga menunjukkan tanda-tanda kehamilan. Anggasta memang tidak pernah membahas ataupun menyinggung soal anak, tapi sejujurnya Aruna sudah ingin merasakan kembali rasanya mengandung dan menjadi calon ibu. Saat melihat tetangga yang sedang hamil ataupun memiliki bayi, rasa iri dan sedih di hati Aruna langsung muncul secara bersamaan. Aruna takut jika ia memang benar-benar tidak bisa mengandung dan memiliki anak, Aruna takut jika suatu saat Anggasta berubah pikiran dan menginginkan seorang anak darinya tapi ia tidak bisa mewujudkan yang Anggasta inginkan. "Sayang kamu kenapa?" tanya Anggasta seraya menghapus air mata Aruna."Aku cuma sedih aja, udah setengah tahun umur pernikahan kita tapi gak ada sedikitpun tanda-tanda kalau aku akan hamil.""Gak usah pikirin hal itu sayang, udah aku bilang berkali-kali kan kalau kita memang gak di takdirkan menjadi orang tua aku tetap akan mencintai dan menerima keadaan kamu." Anggasta mengelus pelan
Satu minggu kemudian, "Saya terima nikah dan kawinnya Aruna Clarabella Gistara binti Rei Takahiro dengan mas kawin tersebut tunai," ucap Anggasta lantang di hadapan semua saksi dan tamu undangan. "Bagaimana bapak-bapak? sah?" tanya penghulu. Semua orang serempak mengucapkan kata sah, mulai detik ini Aruna resmi menjadi istrinya Anggasta. Setelah ijab qobul selesai, Anggasta membawa Aruna ke meja inti untuk bergabung bersama kedua orang tua mereka. Tidak ada pelaminan disini dan hanya menyediakan meja untuk pengantin beserta keluarga juga meja untuk para tamu undangan, Anggasta sengaja tidak membuat konsep pelaminan karena Aruna tidak ingin menjadi pusat perhatian orang-orang. Raja terpaku di balik stir mobil, rasanya berat sekali untuk masuk ke dalam gedung dan melihat Aruna menjadi istri orang lain. Seharusnya ia yang menjadi suami Aruna bukan Anggasta, semua impiannya berantakan karena perjodohannya dengan Celine. Hingga detik ini Raja belum bisa menerima Celine di hatinya meski
Pagi hari saat Aruna dan Ayara sedang sarapan, mereka di kejutkan dengan kedatangan Rajasa beserta keluarganya dengan membawa barang hantaran lamaran yang cukup banyak. Ayara memang menyuruh Anggasta menunjukkan keseriusannya pada Aruna dalam waktu dekat, tapi ia tidak menyangka jika Anggasta datang pagi ini juga untuk menunjukkan keseriusannya. "Maaf, saya tidak menyiapkan apapun untuk keluarga pak Rajasa." ucap Ayara kikuk. "Tidak apa-apa Ayara, saya tau Anggasta lupa mengabari kamu karena dia terlalu sibuk kemarin menyiapkan semua ini." sahut Rajasa. Di sebelah Ayara Aruna duduk dengan tatapan tanpa ekspresi menatap semua orang, sedangkan di hadapannya ada Anggasta yang nampak gugup setengah mati. Setelah melewati obrolan panjang lebar antar dua keluarga, kini tinggal Aruna yang menjawab permintaan Rajasa tentang lamaran Anggasta. "Bagaimana sayang? apa kamu menerima lamaran Anggasta?" tanya Ayara karena Aruna tidak kunjung membuka suara. Aruna menarik nafas panjang dan menghe
Setelah menghabiskan waktunya seharian bersama Anggasta, kini Aruna tertidur pulas setelah menyantap pancake buatan Anggasta. Meskipun ia belum bisa menerima kehadiran Anggasta, namun kedatangan Anggasta hari ini membuatnya sedikit terhibur setelah beberapa hari ia habiskan sendirian di rumah tanpa teman mengobrol. Saat kedua mata Anggasta hendak terpejam menyusul Aruna, tiba-tiba pintu kamar Aruna di buka oleh seseorang. "Anggasta?!" "Mamah eh maksudnya tante Ayara," "Sedang apa kamu di kamar Aruna, Anggasta?" tanya Ayara berbisik, matanya melotot menatap Anggasta tidak suka. "Tante, kita ngobrol di luar aja ya? Aruna baru aja tertidur." Ayara mengangguk dan melangkah lebih dulu keluar dari kamar Aruna, di ruang tamu ia duduk bagaikan nyonya besar yang siap menginterogasi anak buahnya. Anggasta mengambil posisi duduk bersebrangan dari Ayara, ia sudah siap dengan hal apapun yang akan Ayara katakan padanya bahkan sebuah penghinaan. "Kalau kamu ada di sini, saya bisa tebak pasti k
"Alisya," panggil Aruna untuk yang ke sekian kalinya, namun asisten rumah tangganya itu tidak kunjung datang.Aruna cukup kerepotan tanpa seorang perawat yang membantunya untuk berpindah posisi ataupun mengambil barang, apalagi Alisya tidak selalu ada di rumah entah kemana ia pergi. Semenjak Takahiro meninggal pekerja di rumah ini di kurangi hingga tersisa dua orang saja dan satu penjaga keamanan di depan, juga satu orang supir kantor yang di panggil bekerja di rumah jika Ayara sedang membutuhkan supir. "Alisya, Tuti!" panggil Aruna mulai tidak sabaran. Tenggorokan Aruna rasanya sudah kering sekali, tapi air yang tersedia di kamar sudah habis. Entah kemana perginya dua asisten rumah tangga itu, sampai Aruna memanggil dan menunggu hampir setengah jam lamanya mereka tidak kunjung datang juga. Mau tidak mau Aruna terpaksa mengambil air di dapur sendirian jika begini, Aruna menyeret tubuhnya menuju tepi kasur dan saat hendak menyentuh nakas untuk menarik kursi roda pijakan tangannya ter
Setelah kemarin Anggasta yang datang, kini gantian Rajasa dan Kinan yang datang menemuinya. Meskipun mereka mengatakan hanya ingin menjenguk keadaannya sekaligus bersilaturahmi, tapi Aruna yakin mereka ingin mencoba meluluhkan hatinya untuk menerima Anggasta kembali dengan cara yang halus. "Gimana kabar kamu nak?" tanya Kinan. "Seperti yang ibu lihat, saya masih di kursi roda sampai sekarang." Aruna tersenyum tipis dengan nada bicara yang sedikit sarkastik. "Oh iya mamah kamu kemana Aruna?" tanya Rajasa. "Mamah masih d Taiwan pak Rajasa, rencananya baru pulang besok." sahut Aruna. "Panggil saja saya ayah seperti dulu, Aruna." "Maaf pak, tapi sekarang Aruna bukan lagi menantu pak Rajasa. Yang lebih berhak memanggil pak Rajasa ayah ya istri mas Anggasta yang selanjutnya nanti," sahut Aruna. Kinan dan Rajasa terdiam sejenak, sepertinya meluluhkan kembali hati Aruna tidak bisa tergesa-gesa tapi mereka tidak mau menyerah demi Anggasta. Untuk mengalihkan pembicaraan, Kinan mengajak
"Nona Aruna, itu mas Anggasta kan?" tunjuk supir Ayara ke halaman rumah Takahiro yang sekarang menjadi milik Aruna. Aruna menajamkan penglihatannya di tengah gelapnya halaman rumah, ternyata itu benar-benar Anggasta dengan bola mata yang memerah seperti habis menangis juga kelopak matanya yang sembab. "Pak, tolong bantu saya turun." pinta Aruna. "Nona Aruna mau menemui mas Anggasta?" "Turunkan saja saya pak, jangan banyak tanya." sahutnya. Dari kejauhan Anggasta menatapnya sendu dan penuh kerinduan, ingin rasanya Anggasta memeluk Aruna dan menatap wajah yang selalu ia rindukan selama tiga tahun ini. Hati Anggasta yang selama ini terasa mati saat berhadapan lawan jenis, kini mulai berdesir kembali saat melihat wajah Aruna meskipun Aruna hanya menatapnya tanpa ekspresi."Mau apa mas datang kesini?" tanya Aruna setelah posisinya dekat dengan Anggasta. "Na, kamu apa kabar?" tanya Anggasta. "Aku tanya mas Anggasta mau apa datang kesini?" Anggasta menghela nafas pelan, "Na, apa bena
Setelah mengambil keputusan secara matang, Raja dan Aruna akhirnya memutuskan untuk pulang ke Indonesia dan menyudahi pengobatan Aruna di Jepang. Awalnya keputusan ini di tentang oleh Ayara, tapi setelah Aruna berusaha meyakinkannya akhirnya Ayara mau mengalah dan menerima keputusan mereka. Setelah menempuh perjalanan udara hampir delapan jam, mereka akhirnya tiba di Bandara Soekarno Hatta pada pukul tiga sore. Setelah tiga tahun meninggalkan tanah kelahirannya, Aruna akhirnya kembali lagi dengan kondisi yang sama seperti saat tiga tahun yang lalu ia meninggalkan negara ini. Tidak ada yang menjemput kedatangan mereka di bandara, Ayara sedang melakukan perjalanan bisnis ke Taiwan sedangkan dari pihak keluarga Raja tidak memungkinkan untuk menjemputnya. Firman sedang sibuk-sibuknya mengurus rumah sakit keluarga Hirawan, dan Haga yang sudah menetap di Dubai sejak tiga tahun yang lalu setelah menghadiri acara pernikahan mantan kekasihnya. Raja tidak mempermasalahkan ketidakhadiran kakak-
Tiga tahun kemudian,POV Anggasta"Selamat sore pak Anggasta, hati-hati di jalan pulang." sapa penjaga keamanan kampus."Iya terimakasih pak kumis," sahutku.Tiga tahun berlalu aku lewati tanpa kamu, Aruna Clarabella Gistara. Tiga tahun aku lewati rasa sakit dan sepi ini sendirian, dengan di bubuhi sedikit mimpi kalau suatu saat kamu akan kembali padaku dengan senyum cantikmu yang selalu membuatku jatuh cinta. Tiga tahun aku mencoba move on darimu, meski begitu aku tidak pernah berniat mengganti posisi kamu dengan perempuan lain di hati ini. Kamu tetaplah ratu di dalam hatiku, namamu selalu bertakhta indah di hati ini. Bagaimana kabar kamu sekarang sayang? Apa kamu bahagia hidup tanpa aku? Apa kamu sudah menemukan lelaki yang membuatmu bahagia? Aku penasaran, tapi aku juga tidak mau tau karena aku takut cemburu jika tau kamu sudah bahagia bersama lelaki lain. Pernah satu kali aku mencari tau kabarmu lewat dokter Firman, dia bilang kamu bahagia sekarang dan semakin lengket dengan