Alvira menyerang Daffin dengan pukulan yang membabi buta sungguh Alvira malu dibuatnya. Daffin terus menggoda dirinya.
Alvira memukul bibirnya yang sudah begitu lancang mengeluarkan kata-kata mistis itu.
“Kenapa lo pukul bibir lo? Dia nggak salah kali, dari pada dipukuli sini gua kasih enak aja.”
Masih dengan tawanyanya Daffin mengatakan itu kepada Alvira.
“Lo diam nggak? Kalau nggak gua nggak bakal mau kerja sama lagi sama lo,” hardik Alvira.
Daffin perlahan menghentikan tawanya,” mana bisa itu sudah ada tanda tangan lo dan itu sah jadi sebelum waktunya tiba lo nggak boleh macem-macem,” serang Daffin.
“Siapa yang mau macem-macem satu macem aja kok,” balas Alvira.
Daffin langsung menatap tajam Alvira. Memberi peringatan dari matanya itu. Tapi semua itu tidak Alvira hiraukan.
“Gua capek debat ah,” ujar Alvira yang sudah menyerahkan dan membiarkan Daffin teus membulynya.
Daffin lebih dulu bangun, ia membuka matanya saat merasakan tangan kirinya kram kesemutan. Setelah dibukanya, ternyata tangannya itu dibuat bantalan kepala oleh Alvira. Ia pun tersenyum melihatnya karena saat ini posisi Alvira tengan mendusel di dada Daffin. Sebelah tangannya merangkul tubuh Daffin.Daffin membiarkan keadaan itu sesaat menikmati aroma tubuh Alvira. Perlahan didaratkannya bibirnya menyentuh kening Alvira. Hanya sesaat saja bibir itu di sana. Takut yang punya terbangun dan akan jadi kacau nantinya.Dengan perlahan Daffin membebaskan tangannya dari kepala Alvira. Gerakan itu sangat pelan dilakukan Daffin, takut jika Alvira nanti terbangun.Setelah Daffin berhasil, ia pun segera masuk ke dalam kamar mandi. Mandi pagi untuk menyegarkan tubuhnya.Selesai mandi Daffin langsung menelepon restoran untuk memesan sarapan dan menyuruh untuk langsung mengnatarkan ke kamarnya.Saat Daffin menelepon ternyata Alvira terbangun. Alvira langsung dudu
Daffin dan Alvira sudah berada di mobil mereka sudah melakukan cek out.“Karena gua-.”“Apa?” timpal Daffin mengoreksi ucapan Alvira.Alvira langsung memukul keningnya lupa akan sesuatu.“Karena aku, masih libur bolehkah, singgah ke rumah ibu dulu sebentar. Kan kita masih ada waktu lama,”pinta Alvira.“Bagus! gitu dong kalau bicara sama suami, emang kamu mau ngapain ke sana?” tanya Daffin.“Ada sesuatu yang ingin ku ambil.”Setelah itu tidak ada lagi percakapan yang terjadi. Daffin hanya sibuk menatap jalanan saja. Hingga mobil yang dibawanya berhenti tepat di depan pagar putih.Alvira keluar dari mobil diikuti oleh Dennis. Ini pertama kalinya Dennis akan masuk ke rumah Alvira, karena dirinya sudah sah menjadi suami istri jadi Daffin akan ikut ke mana langkah Alvira.Saat Alvira masuk tidak lupa ia mengucapkan salam. Alvira masuk diikuti boleh Daffin di belakang
Alvira melirik Daffin yang sudah tertidur. Ia pun tersenyum mengingat kekonyolannya dengan Daffin di hotel.Alvira berdiri lalu mendekat ke arah Daffin. Dipandanginya wajah Daffin dari dekat. Wajah itu terlihat begitu sempurna, lama Alvira terpaku akan ketampanan seorang Daffin. Tapi kekagumannya itu hilang saat Alvira mengingat sikap dinginnya Daffin.Alvira keluar kamar ingin melihat apakah ibunya sudah pulang apa belum. Alvira meninggalkan Daffin yang tertidur pulas di ranjang miliknya.Saat keluar kamar ia tidak mendapati Raka di tempat yang tadi. Ia kembali berjalan mencarinya di ruang televisi, dugaannya benar Raka duduk di sana sambil bermian ponsel.“Jam berapa kamu kuliahnya?” tanya Alvira yang sudah bergabung dengan Raka di sofa.“Bentar lagi kak.”“Kakak di rumah aja kan!” tanya Raka tanpa mengalihkan perhatiannya dari layar ponselnya.“ Iya, kakak tunggu ibu. Lagian Daffin masih ti
Setelah melalui perdebatan yang cukup lama masalah makanan, akhirnya mereka pun sepakat untuk grab food saja. Tadinya Daffin ingin jika Alvira yang memasakkannya tapi Daffin tidak mau dimasakkan mie instan. Yang pada akhirnya Alvira memesan grab food.“Kamu mau ke mana?” tanya Alea yang melihat Alvira keluar dari kamarnya.“Tunggu makanan bu, aku grab food,” jelasnya.“Maafkan ibu ya, ibu nggak sempat masak. Ibu pikir kalian nggak singgah,” sahut Alea merasa bersalah.“Iya nggak papa Bu,” balas Alvira.Akhirnya pesanan yang ditunggu datang. Alvira menyiapkannya di piring dan membawanya masuk ke kamar.“Ibu kalau mau makan aja, aku pesan lebih kok,” tawar Alvira sebelum masuk ke kamar.“Ini makan dulu,” suruh Alvira yang meletakkan nampan berisi piring dan gelas itu di meja.Di kamar Alvira memang ada satu sofa yang di lengkapi dengan meja persegi kecil. Di
Alvira mengerjap matanya perlahan. Hal yang pertama dilakukannya ialah melihat jam yang melekat di dinding. Betapa kagetnya Alvira ketika melihat jam telah menunjukkan pukul 18:16, dengan cepat ia beranjak dari tempat tidur dan berlari kecil menuju kamar mandi. Alvira mandi dengan cepat, karena lupa membawa baju ganti maka dirinya pelan-pelan membuka pintu kamar mandi dan menoleh sejenak ke arah Daffin. Namun, Daffin tidak ada di tempatnya. Alvira kaget saat melihat Daffin sudah berada di depannya. Karena fokusnya tadi hanya ke sofa di mana Daffin tidur.“Elo, kageti aja!” seru Alvira dengan memegang kuat handuk yang melingkar di tubuhnya.“Elo ngapain ngintip-ngintip gitu?” tanya Daffin.“Ehm, nggak apa,” sahut Alvira sambil mengaruk kepalanya yang tidak gantal disertai senyumannya.“Ya sudah keluar sana, gua juga mau mandi,” titah Daffin. Karena dari tadi Alvira masih berada di ambang pintu.Alvira
Tidak lama Alea datang kembali memberi tahu jika makan malam mereka sudah siapa.Ketiganya langsung berdiri dan menuju meja makan. Alvira masih saja menempel dengan sang ayah.Akhirnya kursi yang berada paling ujung yang biasanya kosong kini sudah terisi. Sang kepala keluarga telah kembali dan duduk di kursinya.Alvira mengambil tempat duduk di sebelah Daffin. Ia melayani Daffin layaknya seorang istri, mengambilkan nasi beserta lauknya.Begitu juga dengan Alea yang melayani Arka.“Wah, makanannya spesial kayanya nih!” celetuk Raka yang melihat menu makanan tidak seperti biasanya.“Uuusstt,” sahut Alea mengutuh Raka diam.“Iya ada daging di kulkas jadi ibu masak aja, kebetulan kita lagi ngumpul semua. Kan jarang-jarang kita kumpul seperti ini. Apalagi sudah ada tambahan anggota,” lanjut Alea menjelaskan.“Sudah makan aja, ngomong nanti,” sahut Arka.Mereka pun makan dengan d
Arka yang baru saja sampai di rumahnya tidak mendapatkan Maya di dalam kamarnya. Arka langsung masuk kamar mandi membersihkan wajahnya bersiap untuk tidur, tanpa mengkhawatirkan Maya.Saat sudah berada di atas tempat tidur dan ingin memejamkan mata, ponselnya bergetar. Iapun kembali bangun dan mengambil ponselnya. Arka merasa heran dengan pesannya. Tidak biasanya Raka mengirimkan pesan pada dirinya. Arka membaca pesan itu dengan sedikit emosi, Maya sudah berani menyakiti sang istri yang dicintai. Niatnya mau tidur diurungkannya, Arka memilih untuk menunggu Maya di ruang keluarga.Tidak lama terdengar suara mobil masuk ke dalam pakiran rumah. Arka langsung berdiri menghampiri Maya.“Kamu ngapain ke rumah Alea?” tanya Raka yang sudah sedikit emosi, kepada Maya.Maya yang baru saja sampai dan ingin beristirahat ternyata di sambut dengan sedikit bentakan oleh Arka.“Emang kenapa?” Maya balik bertanya lagi.Maya terus saja
Dennis dan Alvira begitu sampai di rumah kediaman Mallory mereka disambut oleh sang mami yang memang sudah menunggu mereka sejak tadi.Duduk di teras menjadi pilihan mami saat itu.“Mami!” Seru Alvira saat sudah turun dari mobil Daffin.“Mami kok diluar gini, kena angin malam nggak bagus loh mi,” lanjut Alvira lagi yang sudah berada di depan mami, tidak lupa ia menyalami mami.“Iya, dari tadi papi bilang tunggu di dalam aja mami nggak mau tuh. Mami dari tadi sibuk nunggu kalian,” timpal Papi Ahmad yang muncul dari dalam.“Ayo kita masuk,” ajak Daffin yang juga bsudah berada di antara mereka dengan kedua tangan yang mengeret koper.Alvira masuk sambil merangkul pundak Shela, di belakang Papi Ahmad dan Daffin mengikutinya.“Aku langsung ke kamar ya, mau taruh ini,” izin Daffin yang langsung melanjutkan langkahnya hingga di kamarnya.Meletakkan kopernya, lalu kembali lagi
Belum sempat Daffin menjawab panggilan teleponnya suara Alvira dari dalam kamarnya menghentikan pergerakkan tangannya. Kini kakinya melangkah dengan cepat menuju kamar mereka.“Ada apa?” tanya Daffin begitu pintu kayu berwarna putih itu berhasil di bukanya.Terlihat Alvira sedang berdiri di atas ranjang sambil kedua tangannya menahan batrobe matanya mengintari lantai.Daffin jalan mendekat,” Kenapa?” tanyanya lagi.“I-itu ada kecoa besar,” lirih Alvira, membuat Daffin langsung melebarkan senyumnya.“Sama kecoa aja takut. Di mana?” tanya Daffin, dengan posisi yang menunduk mencari keberadaan kecoa yang dibilang oleh wanita tercintanya.“Ada di situ tadi, coba cari di sana,” balas Alvira menunjukkan letak di mana ia bertemu dengan kecoa itu.Alvira menunjuk lantai bawah dekat kamar mandi mereka. Daffin masih berusaha mencarinya.“Apa bibi nggak membersihkan ini apartemen? Kenapa ada kecoa masuk,” gumam Daffin, tanpa mengalihkan perhatiannya dari lantai.“Nah itu dia!”seru Daffin begitu
Panggilan video call masuk di ponsel Daffin. Nama sang mami tercinta tertera di layar pipih itu.“Mami,” ujar Daffin kepada Alvira.“Ya, udah angkat.”Dengan santainya Alvira menyuruh Daffin menjawab panggilan tersebut. Tanpa sadar jika mereka saat ini hanya menggunakan batrobe saja.“Panggilan video call,” ujar Daffin lagi.Seketika Alvira menepuk keningnya mendengar ucapan dari Daffin. Matanya langsung tertuju pada tubuhnya yang hanya berbalut batrobe saja.“Kamu aja yang jawab, bilang aja habis mandi,” usul Alvira.Akhirnya Daffin menggeser icon hijaunya, setelah panggilan itu tidak mau berhenti.“Iya mi,” sapa Daffin begitu terlihat jelas wajah Shela dilayar pipih itu.“Hey, Alvira mana? Mami kangen nih sama dia,” sahut Shela.“Lagi di kamar mandi mi.”“Bagaimana pengobatannya mi?” tanya Daffin lagi.“Lancar Fin, kamu katanya sama Alvira mau ke sini?” terdengar suara sang papi yang berada di sebelah sang istri tercinta.“Maaf mi, Pi, sepertinya kami nggak bisa ke sana soalnya Alvi
Daffin mengerjapkan matanya saat cahaya matahari dari bilik tirai itu mengganggu tidur nyenyaknya. Perlahan ia membuka matanya. Saat mata itu berhasil dibuka, pertama kali yang ia lihat adalah wajah sang istri yang kini tengah berada di dadanya.Kedua sudut bibirnya langsung mengembangkan senyuman yang begitu lebar. Setelah pertempuran semalam yang di lakukan hingga beronde-ronde. Membuat Alvira susah sekali membuka matanya. Hingga saat ini dirinya masih tertidur begitu nyenyaknya di dada Daffin berselimutkan kain tebal yang menutup kedua tubuh mereka yang tidak menggunakan apapun.Daffin bergerak secara pelan, bibirnya kini menyentuh kening Alvira.“Terima kasih atas semua yang kamu berikan saat ini, aku merasa ini adalah hal yang begitu sangat bahagia buatku,” ungkap Daffin pelan sambil memandangi wajah Alvira yang tampak begitu cantik dan natural.Terlihat Alvira mulai bergerak pelan. Namun, ternyata matanya masih tertutup rapat, dan ia hanya berpindah posisi tidur saja yang semak
“Kalau mau bicara soal kerjaan besok saja gua lagi sibuk,” ungkap Daffin lagi dan langsung mematikan sambungan teleponnya. Kemudian ia mematikan ponselnya agar tidak ada lagi yang mengganggu kegiatan malamnya ini.Di seberang sana Reiki yang tadi menelepon bosnya itu sekedar ingin memberitahukan jika mereka besok akan ada pertemuan penting dengan salah satu klien dari luar negeri. Namun, belum sempat Reiki memberitahu sambungan telepon itu sudah diputus Daffin.“Huuft.”Hembusan nafas Reiki terdengar begitu berat. Susah menghadapi sang bos yang moodnya berubah-rubah dan ia sampai saat ini tidak mengetahui sela-nya.Reiki yang masih bingung dengan pertemuan besok apakah akan berlangsung apa tidak. Berbeda dengan Daffin yang kini telah kembali melakukan aktivitas panasnya.Alvira yang tadi duduk di atas meja mini bar telah ia turunkan dan digedongnya diletakkan di sofa living room. Sofa yang mempunyai ukuran hanya
Alvira sudah menyelesaikan mandinya, selama setengah jam ia berada di dalam kamar mandi berendam. Dengan senyum yang lebar ia keluar dan menuju lemari pakaian yang di maksud oleh Daffin tadi.Tubuhnya saat ini terasa sangat begitu segar. Alvira juga sudah memantapkan hatinya jika ia akan menyerahkan semuanya malam ini untuk suaminya tercinta. Makanya ia merendam tubuhnya selain menghilangkan pegal, ia juga ingin agar tubuhnya wangi saat bersama Daffin. Langkahnya ia urungkan menuju lemari, kini Alvira malah duduk di meja rias, ia ingin sedikit mengaplikasikan make up naturalnya dan memberikan semprotan parfum di daerah-daerah tertentu. Tidak lupa ia mengeringkan rambutnya juga.Sudah siap, Alvira ingin mengambil piyama yang katanya Daffin berada di dalam lemari. Namun, saat Alvira buka pintu lemari itu matanya membulat sempurna melihat baju-baju yang bergantung di sana sungguh ia tidak berpikir sampai ke arah sana.“Astaga ini semua?” gumamnya pelan.
Saat ini Alvira tengah bersiap untuk pulang karena jam dinasnya telah usai. Sambil merapikan peralatan dan meja kerjanya matanya melirik ponsel yang berada di atas meja. Takut suaminya menghubungi dirinya.“Sudah mau pulang?” tanya Vita yang tiba-tiba muncul di balik pintu.“Iya, emangnya kenapa?” tanya Alvira.“Enggak paa sih, gua mau ajak keliling bentar. Bisa nggak?”“Em?”Alvira menyahut sambil memicingkan manik matanya merasa aneh dengan permintaan sahabatnya itu.“Biasa aja kali lihatnya nggak usah gitu amat kenapa? Salah gua mau ajak hangout bentar?” celetuk Vita lagi dengan mengibaskan satu tangannya di depan Alvira.“Enggak apa sih, heran aja!” sahut Alvira.“Sudah yuk, keluar,” ajak Alvira lagi sambil meneteskan tasnya keluar ruangan.“Beneran nih nggak bisa?” tanya Vita lagi ingin memastikan.Alvira lan
Kehidupan suami-istri itu terlihat begitu harmonis dan sangat bahagia. Semakin hari Daffin menunjukkan sikap baik, ia selalu memperlakukan Alvira dengan begitu lembut. Alvira menikmati setiap perlakukan Daffin terhadapnya. Namun, tanpa mereka sadari ada seseorang yang terganggu dengan keromantisan keduanya. Ia pun berjanji akan membuat keduanya pecah.Diam-diam Kevin sering mengikuti keduanya melihat Alvira begitu sangat bahagia membuat Kevin murka. Kevin merencanakan sesuatu untuk Alvira. Dengan senyum liciknya ia kembali menjalankan mobilnya saat Alvira sudah lagi tak terlihat oleh pandangannya.Alvira dan Daffin kini sedang berada di rumah sakit, mereka ingin konsultasi ke spesialis kandungan. Padahal Alvira tadinya tidak ingin pergi, karena ia yakin jika mereka akan segera memiliki anak, tanpa melakukan program. Karena keduanya tidak ada masalah.“Ayo masuk,” ajak Daffin saat sudah berada di depan ruang poli kandungan.“Silahka
Daffin tidak mengalihkan pandangannya dari Alvira, “ kamu cantik sekali malam ini?”puji Daffin. “Memangnya kemarin-kemarin aku nggak cantik apa?” protes Alvira. Daffin merapatkan tubuhnya ke tubuh Alvira. “Cantik, tapi saat ini terlihat lebih cantik lagi,” ujar Daffin memuji. “Mau pergi sekarang atau kita diam di kamar seperti ini,” ucap Alvira. Daffin langsung memasang tangannya agar Alvira gandeng. Keduanya keluar dari unit apartemnet dengan tangan Alvira melingkar di lengan Daffin. Daffin membuka pintu mobilnya sportnya dan membawa Alvira melaju membelah jalan raya. Ia akan mengajak Alvira ke sebuah restoran. Restoran yang sudah di bookingnya melalui Reiki sang assisten. Perjalanan mereka akhirnya sampai di restoran. Keduanya jalan bersamaan menuju lokasi yang sudah dipilih Daffin. Saat pintu ruang vvip itu terbuka, Alvira langsung mematung di depan pintu melihat suasana di dalam sana. Pencahayaan yang remang membu
Alvira diam sejenak mendengar pertanyaan dari Daffin. Ia bingung harus menjawab apa. Keraguannya itu terlihat jelas di mata indahnya.“Kamu kenapa? Katakan saja, jika kamu memang memilih dia, aku akan mundur dan memutuskan semuanya dengan baik-baik tapi jika kamu memilih pernikahan ini, aku akan menemani kamu untuk berbicara pada Kevin,” ungkap Daffin pelan, tangannya sudah menggenggam tangan Alvira yang berada di pahanya.Dengan keberanian yang sedikit, akhirnya Alvira menceritakan apa yang sebenarnya ia rasakan saat ini.“Sebenarnya aku juga memiliki perasaan yang sama seperti kamu, hanya saja aku tidak berani untuk mengungkapkannya mengingat surat perjanjian itu. Akhirnya aku memilih menerima tawaran Kevin dan ibunya dan mencoba melawan perasaan yang sebenarnya,” ungkap Alvira.Tanpa berbicara Daffin langsung maju dan memeluk tubuh Alvira,” terima kasih,” ucapnya.Alvira yang mendapatkan serangan tiba-tiba dar