Chapter: Part 28"Bukankah Dokter Aslan sedang di luar kota, ya, Om?" tanyaku begitu nama dokter itu disebutkan.Bayang-bayang akan penglihatanku atas dirinya di rumah sakit tadi menghantarkan pada pikiran negatif. "Luar kota?" Om Abi membeo akan pertanyaanku. "Iya, Om tidak tau?" balasku. "Ck! Iya, mungkin Om kamu lupa. Iya, iya, Dokter Aslan udah balik dari luar kota. Baru aja. Tadi ... Tante sendiri yang memintanya untuk kemari," jelas Tante Nilam mengubah nada suaranya menjadi lebih lembut. "Oh, ya udah. Kalau begitu Malaya mau memeriksa jasad mama dulu. Mari, Om, Tante."Kusudahi membaur dengan mereka. Selanjutnya aku menuju jasad mama yang telah ditutupi lebih banyak lagi kain jarik. Kusentuh kaki membujur itu pelan-pelan. Mama ... maafkan Malaya. Karena Malaya, sampai membuat mama seperti ini. Bu Laila menatapku iba, begitu juga kedua wanita yang masih setia berada di sebelahnya. "Bu, maafkan saya, ya," ucapku pada ketua pemandi jenazah itu. Aku merasa jika sikap dan perkataanku yang men
Last Updated: 2024-01-15
Chapter: Part 27"Oh, tadi saya lihat sama Non Syafira di taman samping, Non. Coba lihat dulu, mana tau masih di sana," jawabnya. "Baik, terima kasih, ya," ucapku lagi. "Sama-sama, Non," balasnya. Aku berpindah ke samping rumah. Kediaman mamaku memang begitu besar. Setiap sudut dipenuhi dengan berbagai aneka bunga bermacam warna. Di taman belakang tumbuh berbagai pohon buah dan pohon peneduh. Seperti pohon mangga, pohon rambutan, pohon ketapang, dan beberapa pohon lain yang aku lupa namanya. Kata mama, dulu—ia sendiri yang menanam dan merawatnya hingga sampai sesempurna ini. Ah, itu dia. Ternyata, putri kecilku memang sedang bersama tantenya—Syafira. Mereka menikmati gemercik air pancur yang diperuntukan untuk kolam ikan mas Koi kesayangan almarhum papa. Tawa dan canda terlihat dari raut dan bibir mereka. Aku berniat mendatangi keduanya melalui lorong yang menghubungkan kamar para pembantu dengan taman di mana gadis beda generasi itu berada. "Kenapa kamu ikutan bersuara di sana, Naina! Bagaimana
Last Updated: 2024-01-15
Chapter: Part 26"Maaf, ibu dan bapak-bapak sekalian. Dengan tidak mengurangi rasa hormat dari pihak ahli bait, sebaiknya kita semua kembali ke depan saja. Biarkan masalah ini ditangani dan diselesaikan dulu oleh pihak keluarga. Mari semuanya!"Pak RT berinisiatif membubarkan para pelayat yang masih memenuhi ruangan. Di ujung sana, tampak Bu Laila dan kedua temannya begitu kerepotan saat menjawab tanya dari beberapa ibu-ibu pelayat. Dapat kurasakan tatapan aneh dari berpuluh pasang mata itu setelah mungkin mendapatkan jawaban dari para pemandi jenazah itu. Bisik-bisik menjadi pelengkap. Ibarat sebuah hidangan di atas meja, akulah yang dijadikan menu utamanya. "Ayo bapak dan ibu sekalian, kita menunggunya di depan saja!" ulang Pak RT memberi perintah dan ajakan pada mereka yang masih terlihat enggan untuk meninggalkan tempat asal keributan. Kemungkinan tak enak hati untuk tak mengindahkan titah orang berpengaruh di lingkungan ini, akhirnya pada pelayat berangsur-angsur beranjak. Walaupun demikian, a
Last Updated: 2024-01-15
Chapter: Part 25"Sialan kau! Berani-beraninya ikut campur urusan ma-ji-kan! Singkirkan tanganmu itu dariku! Atau ... kau akan menyesal saat ini juga!" perintah Mas Reno dengan menekanan kata 'majikan' untuk lelaki yang juga berstelan koko itu—Norman."Saya nggak akan ikut campur, Tuan Reno, andaikan anda bisa memperlakukan Non Malaya dengan lebih manusiawi!" sahut lawan bicara dari putra kebanggaan mama Chintya itu. Ucapannya terdengar santai. Namun, tegas di telinga. "Lancang! Kau itu hanya seorang jo-ng-os di rumah ini! Tak pantas menceramahiku!"DegMas Reno, tega sekali bibirnya mengeluarkan kata-kata itu. Bagai orang tak beradab, begitu entengnya ia mencela orang lain hanya karena status pekerjaan. Hei, apa pria itu lupa dengan status yang pernah ia sandang dahulu? Ya, status yang hampir sama persis dengan lelaki yang barusan ia hina. Mas Reno benar-benar telah mengubah sifat dan perangainya. Sifat dan perangai yang dulu begitu kubanggakan di dirinya kini telah memudar. Seiring memudarnya cint
Last Updated: 2024-01-11
Chapter: Part 24"Apa-apaan kamu ini, Malaya? Kamu udah nggak waras, ya? Permintaan kamu itu sungguh gila. Mama udah meninggal. Kenapa harus mempersulit lagi?!"Aku membalikkan badan ke aska suara. Tak tahu darimana, tiba-tiba Mas Reno muncul. Tak segan, pria itu mengataiku gila dan tak waras di tengah keramaian dengan suara keras. Namun, aku tak ambil pusing. Kuanggap ucapannya hanya sebatas angin lalu yang tak ada faedahnya. Kembali badan kubalikkan ke arah papa tiriku. "Bagaimana, Om? Om setuju, kan, kita bawa lagi mama ke rumah sakit sekarang?" ucap dan tanyaku mengulang keinginan pada lelaki yang bergelar suami kedua mamaku itu. "Kamu ini memang benar-benar sudah gila, ya!" tukas Mas Reno sambil memaksa tubuhku untuk kembali melihat ke arahnya dengan penuh amarah. Amarah yang tersulut karena aku tak mengindahkan perkataannya tadi. Mungkin! Terlihat jelas jika pria itu menolak usulanku mentah-mentah. Padahal, aku tak meminta pendapatnya sama sekali. "Ay ...."Om Santo akhirnya membuka mulut. Na
Last Updated: 2024-01-11
Chapter: Part 23Apa putriku bersama papanya? Atau dengan Om Santo? Otakku langsung terhubung kembali pada dua nama tersebut. "Tadi sama Tuan Reno, Non. Non Qai endak mau dipegang siapa-siapa kecuali ama papanya," jawab Mbok Lani terlihat tak enak hati. Raut wajahnya menyirat rasa bersalah. Aku terdiam sebentar."Yaudah, gak papa, kok, Mbok. Saya hanya khawatir aja. Takut anak itu merengek kayak di rumah sakit tadi kalau sama orang lain. Tapi kalau sama papanya, bagus lah," timpalku berusaha bersikap sewajarnya.Entahlah. Padahal kalau boleh jujur, aku sedikit gelisah saat tahu Qairen bersama pria itu. Pria yang meragukan darah dagingnya sendiri. Terlihat tubuh mama sudah diletakkan di atas meja khusus untuk memandikan mayit. Bu Laila, yang kuketahui selaku ketua dalam seluruh proses pardu kifayah jenazah di lingkungan kami melakukan tugasnya.Dimulai dengan doa memandikan jenazah, lalu mengguyur tubuh mama dengan air wewangian beberapa kali. Dilanjutkan dengan memberi sabun. Mengguyur air kembali
Last Updated: 2024-01-10
Aku Tak Bodoh
Firdania Tintama. Gadis asal Sumatera Utara yang sedikit bar-bar, kuat, energik, pantang ditindas namun penuh dengan kekonyolan yang tiada dua. Ia merantau ke Jakarta dan menemukan jodoh di sana—Arya Bima Sakti atau yang sering dipanggil Bima.
Namun apa kata nasib. Sekeping cinta yang Firda berikan kepada suami dan keluarganya, tak lantas membuat mertua dan ipar menyayangi dirinya. Itu dikarenakan mertuanya yang sedari awal tak suka jika anak lelakinya mendapatkan istri seorang anak perantauan. Kebencian semakin menjadi kala Firda tak jua mengandung. Padahal usia pernikahan mereka masih terbilang muda, yaitu dua tahun.
Sedih? Lantas menerima begitu saja perlakuan mertua, ipar bahkan sikap menyebalkan dari suaminya sendiri? Oh, tentu tidak! Firda bukan wanita lemah. "Jika kewarasanku dianggap angin lalu,maka aku perlu sedikit gila biar tiada beban". Itu katanya.
Tak ada sedih yang berlarut, mana lagi Firda mempunyai seorang bestie yang sifatnya hampir sama seperti dirinya—konyol.
Apakah kehidupan rumah tangganya dengan Bima akan bertahan? Atau ia akan mendapat cinta lain yang sudah semestinya ia dapatkan?
Yuk simak ceritanya.
menyukai
Read
Chapter: Part 150Gimana? Gimana? Udah lebam belom, Oppa?" Masih mau membrendelku dengan candaan mematikan? Sook. Hayyuk. Aku jabanin. Pintu terbuka. Lin Lin tampak berjalan sembari mengelus perut ratanya. Di tunggu dari tadi, nggak dateng-dateng. Masih asyik terapi sepupunya, dia malah nongol. Nggak seru kalau ada mata lain yang melihat. "Hallo. We kalamaan, ya? Bersihin perut ampe cling tadi, jadi lama. Oia, gimana kalau kita makan siang bareng sambil bahas ini di kantin, Kakak-kakak!" ajaknya masih berdiri di samping sofa memperhatikan kami berdua secara bergantian. "Maaf, Lin. Sepertinya perut Kakak udah nggak sanggup dimasukin makanan lagi," balasku berusaha tenang dengan ikut mengelus perut seperti Lin Lin tadi. "Loh, kenapa? Bukannya belum makan siang ya, Kak?" Dia berjalan dan duduk di tangan sofa di sebelah sepupunya. "Kenyang minum ini," tunjukku pada gelas milk shake. "Minum gituan aja masak kenyang sih, Kak?" protes Lin Lin tak percaya. Memang sih, aku berkata kenyang karena ada satu
Last Updated: 2024-02-26
Chapter: Part 149Garis lengkungan tertarik di bibirku. Sebuah balasan akhirnya masuk. Sebuah stiker. Aku cepat mengunduh stiker itu. 'Percuma dihapus, malaikat sudah mencatatnya'Hah? Hahahaha. Aku tertawa keras membaca balasan lucu darinya. Benar kan! Ia selalu dapat membuatku mati gaya dalam segala hal yang kulakukan. Baik itu disengaja maupun tak disengaja, dan itu lah yang membuatku selalu merindui kekonyolannya. Tak ingin kalah, aku kembali membalas pesan darinya. Sebuah stiker balasan ku kirim. 'Aku read aja biar kamu sakit hati'Tak berselang lama ia terlihat mengetik sesuatu. Aku menunggu dengan harap, kekonyolan apa lagi yang akan membuatku tertawa oleh tingkahnya. [Share lokasi, ribut kita.]Buahahahahaha. Ya Allah. Katanya ia mau cari ribut? Buahahahahaha. Tuhan ... sesenang ini aku menerima pesan darinya yang ngajak ribut. Jangankan ribut, Nona. Tawuran pun aku mau, asal bersama kamu. Hahaha. Selucu inikah rasanya jatuh cinta? Poying ... ah ... utung saja kamu jauh di sana, Nona. Jika
Last Updated: 2024-02-26
Chapter: Part 148"Koko nggak keren loh, Kak. Buncit! Lagian ... wajahnya kurang menjual kalau di photo. Hahahaha." Lin Lin mengibaskan tangannya di udara dan malah tertawa ngakak karena sudah menghina koko-nya sendiri. Dasar! "Sama! We juga buncit!" balasku membusungkan perut yang six-pack. Kacau! Walau sudah digembungkan, tetap saja ia tak mau membuncit sempurna seperti miliknya Alex. Shit! "Nggak usah dipaksain. Nggak bakalan sama. We udah kroscek. Hahaha." Lin Lin menekan-nekan perutku dengan jari telunjuknya sembari tertawa lucu. Entah apa yang lucu di sana. "Terserah deh ... siapa yang mau Kakak jadiin pasangan. We nggak paksa dari agen we. Yang penting Kakak mau aja. Ya ya ya," sambungnya kembali dan terus saja membujukku. Lin Lin merampas kotak susu yang ada di tangan, karena aku berniat akan menuangkannya lagi ke dalam gelas. Ia menuangkan susu itu ke dalam gelas yang sudah aku gunakan karena terlalu malas untuk mengambil gelasnya sendiri. Huh, untung saja ia sepupu sendiri. Jika tidak, gel
Last Updated: 2024-02-24
Chapter: Part 147"Ayo yooo ... siapa yang mau ngelamar siapa niiih?"Aku kaget dan menoleh ke sumber suara. Lin Lin? Kapan dia datang? Kenapa aku tak mendengar dia masuk ke ruangan ini? Perempuan berkulit putih dan bersih itu berjalan anggun mendekati sofa yang kami duduki. Sederhana namun terlihat berkelas. Baju kemeja yang dimasukkan ke dalam celana kembang dengan sepatu bertumit. Rambutnya digulung seperti gulungan siput. Wanita ini begitu berkelas. "Alo kak Poyiiing. Pa kabar, Luuu?"Lin Lin semakin mendekat. Aku yang masih ngebug hanya duduk saja di sofa. Pantatku juga ikutan ngebug. Dia lengket tak mau berpindah, padahal Lin Lin sudah di hadapan dengan membuka tangannya untuk memelukku. Namun aku tak juga berdiri untuk menyambut wanita cantik itu. Lin Lin mengalah, ia gegas menjatuhkan bobot tubuhnya di sampingku yang masih menatapnya dalam diam. "Kangen deh ama kak Poying." Akhirnya ia yang duluan memelukku dalam duduk. Lin Lin juga mengelus punggung. Seperti tersadar, aku pun baru membalas
Last Updated: 2024-02-24
Chapter: Part 146Jadi pasangan? Aku? Maksudnya? Sebentar ... sebentar. Ngebug—ngebleng—ngelag. Semua itu ada padaku gegara ucapan yang keluar dari mulut si ultrasound, prodak luar ini. Tugas dari Tuhan saja, kadang aku lalai. Laah, sekarang malah makhluk-Nya yang menambah-nambahi tugas, MIKIR KERAS! Tok tok tok! Suara ketukan di pintu kaca menyelamatkan diri sesaat dari pikiran berat. "Masuk," jawab Oppa mengalihkan pandangnya dari diriku. Pintu kaca itu bergerak pelan. Seseorang masuk, dan aku lihat itu adalah Jessica. "Maaf, Pak. Ini ...." Perkataan Jessica menggantung dan langkahnya mendadak terhenti. Ia mematung masih di dekat pintu. Wanita cantik itu memperhatikan kami berdua secara bergantian. "Emm maaf, jika saya datang pada saat yang tidak tepat. Saya bisa datang lagi nanti, Pak," lanjutnya kemudian setelah diam beberapa detik. Sekretaris Oppa itu gegas memutar badannya hendak berlalu menuju pintu kembali, namun langkahnya lagi-lagi terhenti karena pria di depanku ini cepat menyapanya. "
Last Updated: 2024-02-23
Chapter: Part 145"Buat apa kamu minta dia untuk tetap tinggal lagi di sini sih, Bim. Aneh kamu tuh! Biar aja dong dia pindah, kamu mau ibu sama mbak-mu dijadikannya babu terus di rumah kita sendiri? Udah ... cepetan diselesaikan sidang kalian, bener katanya kamu nggak usah datang, biar urusannya cepat kelar! Siap itu kamu bisa bebas, segera menikah dengan Susi.""Bener! Jauh Susi kemana-mana lah, Bim, dari kan perempuan ini! Kamu liat kan! Lelaki yang dikenalkan Susi sama Mbak! Nggak main-main," celetuk Mbak Yana menimpali ucapan ibunya. . . . "Aamiin, Mbak. Ibu do'ain semoga semuanya lancar, selancar jalan tol, bebas hambatan. Asal nggak nyungsep gegara licin. Hehehe," timpal bu Asih yang membawaku kembali dari ingatan seminggu yang lalu bersama mantan suami dan keluarganya. Kami terus bercanda di teras rumah, hingga hampir memasuki waktu azan magrib. Kami berempat gegas masuk ke dalam rumah. Aku berniat menutup pagar besi namun dari kejauhan aku melihat sesosok lelaki berkaca mata hitam dan ber
Last Updated: 2024-02-23