Seribu Pintu Sindukala
Raesaka, pemuda yang sedang menikmati pekerjaannya sebagai polisi, dan menjalani hidup baru bersama Marsala, ibunya, setelah mereka berpisah selama belasan tahun. Pertemuan yang jarang dilakukan, dan perpisahan yang terlampau lama, membuat Raesaka canggung dan sulit mengenal ibunya yang cenderung misterius.
Hingga suatu hari, ibunya bercerita tentang Sindukala. Di telinga Raesaka, Sindukala terdengar seperti dongeng belaka mengenai kasus yang pernah terjadi di masa lalu. Ibunya kemudian mendorong Raesaka mencari tahu tentang Sindukala. Sayang sekali, Raesaka tidak pernah menemukan data atau arsip mengenai kasus itu, hingga terjadi konflik antara dia dan ibunya.
Setelah konflik terjadi, muncul keyakinan di hati Raesaka, bahwa mungkin ibunya berkata benar, dan Sindukala adalah kunci pembuka rahasia tentang ibunya, dirinya, dan masa lalu keluarganya. Namun, lagi-lagi ia gagal menemukan Sindukala. Ia pun menjadi terobsesi pada Sindukala, sekaligus pada ibunya sendiri. Tanpa disadari, Raesaka mengalami ketidakstabilan pikiran, dan sering mengalami peristiwa-peristiwa absurd, terutama ketika ia berada di rumah ibunya.
Baca
Chapter: Bab 61 JustitiaUsai melewati perjalanan panjang, Raesaka tiba di Sadajiwa.Keheningan dan gemuruh dari kejauhan menyambutnya di bawah naungan langit petang. Dia mengetuk pintu rumah Arabela, menengok ke dalam melalui jendela yang suram, dan tidak terdengar bunyi langkah mau pun sahutan. Ia baru ingat, Damian baru saja meninggal dan pasti Arabela masih berduka. Raesaka berlari kecil ke belakang rumah.Langkahnya bergema ketika Raesaka berjalan menyeberangi jalan setapak di atas kolam ikan, menuju ke rumah kecil ibunya. Ia berhenti di dekat makam palsu Sindukala yang kini dikelilingi semak-semak kering yang tidak terawat. Nafasnya sedikit memburu saat ia memutuskan mencari cangkul yang tidak ada di mana pun, selain di gudang.Gudang itu digembok, jadi ia meraih glock yang bukan miliknya, yang menggantung di panggulnya. Seraya menjaga jarak dan berhati-hati supaya tidak terkena serpihan yang bisa melukainya, Raesaka mengarahkan pucuknya ke gembok gudang dan melepaskan peluru beberapa kali—suaranya mene
Terakhir Diperbarui: 2024-05-30
Chapter: Bab 60 Raesaka part 2“Boleh aku minta waktu buat mikir, Re?” suara Prisha mengakhiri keheningan. “Nanti aku kabari lagi.”“Iya, Kak. Boleh.” Raesaka menghela nafas dan mengangguk.Bunyi lembut deru motor yang dikendarainya menemaninya pulang melewati gemerlap malam. Hatinya membuncah karena kebahagiaan dan kelegaan usai mengungkapkan rasa cintanya kepada Prisha. Wajah dan senyuman teduh Prisha memenuhi pikirannya, bahkan saat berhenti di lampu merah pun, jiwanya seakan kembali ke rumah Prisha yang beraroma teh dan lavender. Kini ia bergantung pada harapan akan jawaban positif dari Prisha.Raesaka kembali ke rumah dan memarkir motornya di garasi. Begitu mau menutup pintu garasi, terdengar bunyi notifikasi dari ponselnya. Ia rogoh ponselnya dari saku celana jeans-nya, dan melihat ada pesan dari Arabela. Matanya melebar membaca isinya.“Rae, apa kamu ada di rumah? Hari ini Tante sedang berduka. Oom Damian meninggal usai minum kopi kemarin sore. Tante merasa ada seseorang yang meracuninya. Bisa kita ketemu da
Terakhir Diperbarui: 2024-05-28
Chapter: Bab 59 UtamikaSebuah citra merasuk ke dalam kalbunya dan membentuk mimpi. Di sana, Raesaka melihat ibunya yang kembali muda, dibalut gaun pendek berwarna merah marun, berjalan tanpa alas kaki, menyusuri jalanan panjang dan sepi. Cahaya matahari yang lembut menyorot dari sela-sela pepohohan akasia dan mahoni yang menaunginya. Raesaka menghampirinya, dan ibunya menoleh padanya, memandangnya.Raesaka membalas pandangan ibunya, mengusap lembut wajah dan rambut ibunya sembari berkata, “Rae sayang sama Ibu.” Ia peluk tubuh mungil ibunya, lalu menikmati kecupan ringan ibunya di pipi. Setelah melepas pelukan Raesaka, bibir ibunya merekah, meninggalkan jejak-jejak kedamaian dan keindahan di hati Raesaka yang menangis. Ia berjalan mundur, berbalik dan kembali melangkah menjauhi Raesaka, entah ke mana.* * *Raesaka sudah berseragam dan wangi ketika memandangi makam ibunya di samping makam Sindukala, dan menaruh dupa di sana. Mungkin, mungkin saja, inilah kepergian dan pelepasan yang selama ini yang dii
Terakhir Diperbarui: 2024-05-22
Chapter: Bab 58 Pergi Ke MarsMatahari yang hampir mendekati cakrawala terbingkai oleh jendela kamarnya. Warna ungu dan jingga merambat mewarnai langit. Perlahan-lahan, tanah bergerak, bergelombang dan berputar, menarik Marsala jauh ke suatu tempat di mana hanya ada dirinya, cakrawala gelap dan matahari raksasa yang bulat kemerahan.Pemandangan yang sedang dilihatnya kini berubah menjadi wajah seseorang yang selama ini dicintainya. Wajah yang kecoklatan, berhidung mancung, dan bermata sendu. Rambutnya yang pendek bergelombang, mengalir dipermainkan angin. Orang itu menoleh, memutar tubuhnya menghadap Marsala, dan melemparkan senyuman yang selalu dirindukan Marsala.Sindukala.Kedua mata Marsala berbinar memantulkan cahaya. Dadanya bergejolak akan kerinduan dan cinta yang tiada henti. Aroma khas suaminya meliputi dirinya saat mereka berpelukan dan saling berpandangan. Lalu, Sindukala membenamkan bibirnya pada bibir Marsala. * * *Bunyi kerangkeng besi yang ditutup dan digembok menggema keras di sepanjang loro
Terakhir Diperbarui: 2024-05-21
Chapter: Bab 57 DelusionalMusik yang diputar Marsala memenuhi ruangan dapur, menciptakan nuansa ceria dan hangat di pagi hari.Raesaka menyendok nasi goreng kencur dan telur mata sapi di piring, memperhatikan ibunya yang mondar-mandir, menaruh beberapa makanan ringan di atas meja, dan menyeduh secangkir teh kembang sepatu untuk dirinya sendiri. Sinar matahari menembus dari jendela, menyorot sosok mungilnya. Rambut ibunya diikat sedemikian rupa, dan beberapa helai rambut turun ke bahu dan punggungnya, membuatnya terlihat lebih anggun dari biasanya, walaupun dia hanya memakai daster pendek bercorak bunga-bunga.“Hari ini kamu ada dinas, Sayang?” tanya ibunya sembari menarik kursi dan duduk di seberang Raesaka.Raesaka menelan suapan nasi gorengnya sebelum ia menggeleng dan menjawab, “Oh, Rae dinas setelah maghrib, Bu. Sayang sekali, sebenarnya Rae ingin pergi ke Niskala, mau ikut doa tujuh hari kepergian Nenek. Ibu juga akan berangkat, bukan?”Marsala menyesap teh kembang sepatunya dan menggeleng. “Ibu batal be
Terakhir Diperbarui: 2024-05-19
Chapter: Bab 56 ShavasanaKicauan burung membangunkan Marsala di sore hari, dan ia membaca pesan dari Raesaka yang isinya, “Bu, malam ini Rae sedang tidak ada dinas, dan Rae mau pergi ke restoran sama Kak Prisha, jadi jaga diri Ibu baik-baik, ya. Rae tidak akan lama.”Matahari yang hampir mendekati cakrawala terbingkai oleh jendela kamarnya. Warna ungu dan kemerah-merahan merambat mewarnai langit. Marsala bangun dan duduk di sisi ranjangnya, memandangi jendela, menikmati hembusan angin yang menyentuh kulitnya. Pemandangan seperti ini selalu mengingatkannya pada suaminya dan segala hal tentang dirinya, bertumpuk bersama kenangan-kenangan. Kemudian, Marsala berdiri, menghampiri meja kerjanya.Marsala menunduk, mengamati potret-potret kecil wajah Sindukala yang ia lukis selama beberapa minggu terakhir. Tidak semua lukisannya selesai, ada yang setengah jadi, dan ada pula yang hanya berupa lukisan lingkaran mata Sindukala. Hanya ditemani bunyi nafasnya sendiri, jemari Marsala menelusuri permukaan dan sisi lukisan
Terakhir Diperbarui: 2024-05-17