Chapter: Bab. 81. Akhir Dari Sebuah Cerita CintaSetelah beberapa waktu tak sempat pergi ke pemakaman karena sibuk bekerja, Arzan pun akhirnya berangkat hari itu juga tanpa ditemani siapa pun. Dia memang sengaja ingin pergi seorang diri, setelah terakhir kali pergi bersama keluarga juga anaknya. Selain karena ingin khusuk saat mengirim doa, lelaki berambut cepak itu pun ingin mencurahkan seluruh kerinduannya dalam setiap untaian kata.Dinyalakannya mesin motor yang biasa Arzan pakai untuk membonceng Nafisa ke mana pun. Lantas, ia lajukan motornya itu sehingga keluar dari halaman rumah sang Ibu. Ya, setelah sebelumnya mengontrak rumah sederhana dengan Nafisa, Arzan pun memilih untuk kembali tinggal dengan orang tuanya untuk bisa menitipkan Razan saat ia pergi ke pasar. Lagi pula, keluarga Nafisa benar-benar menyerahkan anaknya itu sebagai pengganti Nafisa.Di sepanjang jalan, isi pikiran Arzan dipenuhi oleh kenangan-kenangan bersama Nafisa. Mulai dari bagaimana dirinya bisa be
Terakhir Diperbarui: 2021-06-01
Chapter: Bab. 80. Akhir Dari Sebuah Pertemuan“Di mana ada pertemuan, kita pun akan menjumpai sebuah perpisahan. Dan rasa sakit karena kehilangan, seharusnya menjadi cambuk untuk melanjutkan perjuangan.”***Malam semakin larut, tapi Nafisa belum juga melahirkan bayi yang diharapkannya. Bayi yang menjadi satu-satunya alasan untuk tetap bertahan hidup saat tenggelam dalam tekanan batin. Ia hanya terus mengerang kesakitan, mengejan setiap kali terjadi kontraksi yang mengencangkan perut serta otot-ototnya. Membuat kaki yang semula menekuk seperti orang tengah berjongkok lurus seketika, menegang seiring jempol dan telunjuk bertaut. Barulah setelah hilang rasa sakit di perut, otot-ototnya melerai lagi. Ia tergolek lemah di tengah-tengah isak tangisnya.“Aa bangga padamu, Neng. Semangatlah.”Arzan berbisik seraya mengusap kening. Suasana di dalam ruang persalinan tersebut membuatnya kepanasan, semakin berkeringat karena perasaan cemas yang sedari tadi kem
Terakhir Diperbarui: 2021-06-01
Chapter: Bab. 79. Melepas PergiSELEPAS ISYA, setelah Ibnu memberi tahu rencananya pada Said, ia pamit pergi pada ibunya. Walau dilarang dan dihalang-halangi, Ibnu justru menerobos dengan mata menyorot tajam pada ibunya sendiri.Wanita itu tak bisa apa-apa selain melepas buah hatinya pergiIbnu berjalan keluar, menghentikan angkot kemudian menaikinya cepat-cepat. Ia begitu tidak sabar ingin segera memukul bagian kemaluan Zein, seperti yang dilakukan orang suruhannya.Setengah jam ia sampai di perempatan jalan. Menengok ke sisi kiri dan kanan, kemudian ia turun dari angkot dan memberi selembar uang.Gelap. Di daerah itu memang jarang ada lampu penerang jalan. Ibnu melangkah hendak menyebrang. Tapi ...BRUKKK ... Seseorang memakai helm menubruknya kencang-kencang dengan motor. Ibnu terpental beberapa meter dari lokasi. Tubuhnya menggelinding di jalan aspal.“I-ibu ....”Gamer’s king itu terengah-engah, sekarat. Wajahnya berlumuran darah tak berupa. C
Terakhir Diperbarui: 2021-05-31
Chapter: Bab. 78. Meringis KesakitanSeseorang datang, terperangah dengan kaki membeku. Mulutnya ternganga dengan kedua tangan menangkupnya. Ia berdiri tepat di kaki Ibnu yang masih tidak sadarkan diri.“Tttttt-tolonggg ...!” Wanita sekitar dua puluh tahunan itu berteriak. “T-tolong!”Menit kemudian keadaan masih sepi tanpa seorang pun yang datang. Setelah menetralkan keterkejutannya, wanita itu berlari menuju ke rumah Pak Rt setempat.Lalu sepuluh menit kemudian, Ibnu sudah sadarkan diri dan meringis kesakitan. Perlahan, ia menggeser tubuhnya ke tepi jalan. Menyenderkan pundaknya di tembok rumah kosong, sepertinya.“I-itu, Pak!” kata seorang perempuan yang menemukan Ibnu, menunjuk. “Dia sudah sadar, sepertinya.”Pak Rt yang melihat Ibnu langsung mendekat melihat kondisi Ibnu. “Adek, kenapa?”Tak mendapat jawaban, Pak Rt dan satu warga lainnya membopoh Ibnu, membawanya ke rumah Pak Rt untuk penanganan pertama.Di dalam rumah yang tidak terlalu besar, Ibnu berbaring di at
Terakhir Diperbarui: 2021-05-31
Chapter: Bab. 76. Permainan yang MenantangBEGITU TIBA DI RUMAH, Ibnu mendapati ibunya tertidur di ruang tengah dengan televisi menyala. Itu adalah sebuah kebiasaan. Katanya, Nuri tidak bisa tidur tanpa ditemani suara dari televisi, ponsel, atau radio. Karena ia memiliki mimpi yang sama setiap kali tertidur.Ibnu berjinjit menuju ke lantai atas. Sesampainya di kamar, ia segera mengganti baju dan membuka ponsel. Tapi kali ini bukan untuk berman game, dia membuka kontak dengan nama Zein, kemudian mengirim pesan panjang lebar dan sok akrab.“Sore ... kamu Zein, temannya Aurel tukang mereview sebuah game? Kenalin, gue Ibnu temannya Aurel. Singkat kata, maaf gue ganggu dan sok kenal. Tapi gue mau sebuah game yang menantang dan berdarah-darah. Bisa?”Pesan terkirim.Sembari menunggu sebuah balasan, Ibnu membuka laptop dan bermain-main di dalam akun facebooknya. Membalas sebuah chat, komentar, dan lain-lain.Dia berjengkit meraih ponsel yang bergetar. Satu pesan telah masuk dari Zein.
Terakhir Diperbarui: 2021-05-31
Chapter: Bab. 75. Sama-Sama KakuDi KANTIN, Said menunjukkan review sebuah game android berbayar. Alih-alih menyimak setiap penjelasan permainan itu, Ibnu menatap fokus pada Zein, remaja seusianya yang mereview sebuah game balapan mobil.Ibnu menyenderkan pundaknya di kursi. “Lu tahu dari mana kalau dia teman Aurel?”Said meletakkan ponselnya di meja, memutar tubuhnya mengubah posisi duduk, menghadap Ibnu. “Dari Aurel?”Ibnu tersentak dari posisinya, mendekatkan wajahnya pada Said. “Sejak kapan Lu mulai dekat dengan Aurel? Perasaan dulu Lu nggak suka sama dia!”Said tergelak, tawanya sangat keras membuat banyak mata menatapnya. Kemudian ia berbisik, “tenang, Bro. Gue nggsk nikung.”Ibnu menghela napas lega. “Katakan! Gue tahu Lu mau ngomong sesuatu.”“Goog boy. “Said kembali berbisik-bisik, “Saat Lu masuk rumah sakit, gue sering ketemu dia buat ngasih tahu keadaan, Lu. Dan gue sudah bilang tentang perasaan, Lu, Bro.”“What?” Ibnu terperangah. “Gila, Lu?”“Kaga
Terakhir Diperbarui: 2021-05-31
Chapter: Bab. 33. Mendadak Dilamar“Cantik?” Aku kembali melihatnya yang masih bertolak pinggang. Kang Cihu mengangguk mantap. “Ini lebih dari sekadar cantik, Kang.”Pelan kakiku melangkah maju seraya mengedarkan pandangan ke sekeliling halaman belakang. Di batas benteng rumahnya terdapat sebuah kolam dengan air pancuran di setiap penjurunya.Namun, bukan hanya itu yang membuatku begitu terkesima. Melainkan lilin bertuliskan nama lengkapku yang mengambang rapi di sana. Lalu, Kerlip lampu yang mengelilingi benteng berhiaskan dedaunan liar pun semakin memperindah suasananya.Sementara itu, tepat di hadapanku, sebuah meja dengan dua kursi saling menghadap sepertinya sengaja dia siapkan, untuk aku duduk berdua saja dengannya. Lagi-lagi, aku menelan ludah dengan susah payah. Sebelum akhirnya berbalik dan mendapati Kang Cihu tepat di depan mata.“Kang?!” Aku mendongak, menatap wajahnya dalam jarak begitu dekat dengan napas memburu. “I-itu?”
Terakhir Diperbarui: 2021-06-14
Chapter: Bab. 32. KejutanGelap. Aku tak bisa melihat apa-apa begitu membuka mata, selain cahaya remang-remang dari balik jendela kamar. Merasa haus, aku pun hendak bangun untuk pergi ke dapur. Namun, baru saja bergerak, kepala rasanya berat. Bahkan sakit.Urung melanjutkan niat untuk mengambil air ke dapur, aku kembali tidur barang sebentar. Mengumpulkan nyawa yang baru saja kembali dari alam mimpi, biasanya mampu membuat kepalaku hilang. Eh, maksudku sakitnya yang hilang.Omong-omong soal mimpi, aku tersenyum-senyum sendiri begitu mengingat setiap detailnya. Mulai dari bertengkar dengan Ibu karena masalah baju, sampai Kang Cihu yang ternyata anak Pak Dodot dan Bu Ana.“Ada-ada saja! Jelas nggak mungkinlah.” Aku mendesis sambil menggeleng tak percaya. “Ini, pasti karena aku yang begitu penasaran tentang siapa Kang Cihu sebenarnya.”Merasa sedikit lebih baik, aku beringsut untuk menyalakan lampu duduk di samping ranjang. Sekalian mau mencari ponsel yang bia
Terakhir Diperbarui: 2021-06-14
Chapter: Bab. 31. Akhirnya TerungkapEntah apa yang dipikirkan Ibu sepanjang membuat kue. Namun, sedari membuat adonan wajahnya itu semeringah. Tampak beda dari biasa, apalagi pas nyanyi-nyanyi sambil goyang segala.Mending kalau suaranya enak didengar. Ini macam kaleng Kong Guan yang ditabuh anak-anak pake kayu. Selain rombeng, lirik lagu salah, nada pun entah ke mana. Kacau sudah suasana dapur sore tadi.Sekarang, setelah selesai salat Magrib, Ibu pun menyuruhku untuk buru-buru bersiap. Malah, dia sendiri yang mencari baju untukku. Ngambil yang merah, nggak cocok, lempar. Ngambil yang biru, nggak cocok, lempar lagi. Gitu terus sampai isi lemari keluar semua.“Gada baju agak bagusan dikit gitu? Buluk semua bajumu, Neng!” Ibu memelak pinggang di hadapanku sambil menggeleng-geleng. Sementara kamar, tak ayal kandang macan.Berantakan!“Aku begini aja udah! Kalo emang nggak ada yang cocok.”“Dih! Kek berani aja ke sana cuma pake kancut sama kutang doa
Terakhir Diperbarui: 2021-06-14
Chapter: Bab. 30. Virus CintaLelaki berpenampilan necis di hadapanku ini mengangguk dengan sudut bibir terangkat, seolah-olah menantang keberanianku. Lalu mengetuk-ngetukkan telunjuknya di meja, mencipta bunyi ‘tak-tok tak-tok’, menunggu jawabanku.“Aku mau, sih kalau soal ucapin janji. Tapi, untuk berkunjung ke rumahmu sekarang juga, rasa-rasanya kok aku takut, ya?”“Takut diapa-apain?” Dia tergelak puas. Astaga! Ingin kucomot saja mulut pedasnya itu, seandainya memang bisa dimakan. “Ya, sudah,” lanjutnya dengan begitu enteng.“Terus, ngasih tau alamatnya kapan? Biar aku main ke sana sama temen-temenku aja nanti.” Aku berusaha setenang mungkin, untuk bisa mendapatkan alamatnya.“Nanti malam kuchat,” jawabnya dengan santai, tanpa tahu kalau di sini aku tak lagi dapat menahan sabar.“Emang punya nomorku?”“Gampang! Sekarang, kita pesen makan dululah sebelum pulang. Lapar tau!”
Terakhir Diperbarui: 2021-06-14
Chapter: Bab. 29. Bogem MentahSuara bising dari alunan musik dangdut koplo, gendang bertalu, juga seruling melengking mendadak hening begitu aku membuka mata. Berganti gemuruh dalam dada, juga degup yang seketika mengunci kata. Aku bergeming melihat apa yang ada di depan mata.Sebuah lapang yang sepertinya biasa dipakai untuk bermain bola, disulap bak sebuah istana raja. Tak tampak persawahan yang mengelilinginya, selain tirai putih berselang merah muda menjuntai setinggi lebih dari orang dewasa, dengan bunga hiasan di setiap sudutnya.Di ujung sebelah kiri lapang terdapat sebuah panggung untuk orkes dangdut sewaan. Sementara di ujung tengah-tengah lapang terdapat meja yang menghidangkan banyak sekali makanan untuk tamu undangan. Dan begitu aku melihat ke sebelah kanan, di sanalah pengantin pria dan wanita sedang menyambut tamu-tamunya.Mataku berkedip pelan, takjub sekaligus kecewa begitu melihat sebuah pesta pernikahan, di mana pengantin prianya adalah Bian. Bahkan runtuh rasanya setiap pe
Terakhir Diperbarui: 2021-06-14
Chapter: Bab. 28. Hati Bicara LainTak hanya tawa, Kang Cihu bahkan tergelak begitu mendengar jawabanku barusan. Lantas dia menghela napas panjang sebelum menyandarkan tubuhnya ke sandaran kursi sambil menyapu rambut. Kepalanya itu menggeleng-geleng.“Mau anak berapa? Selosin? Yuk, bikin!” ajaknya kemudian.“Tuh, 'kan? Nggak mau, ah. Aku takut diapa-apain beneran sumpah!”Tawanya kembali pecah. Bahkan, dia sampai terpingkal dan memegangi perutnya. Sementara aku hanya melongo, tak tertarik untuk tertawa sama sekali karena memang takutku benar. Apalagi setelah beberapa kali nonton berita, anak gadis hilang digondol pacar.Ih! Amit-amit dua puluh turunan! Aku bergidik ngeri, masih sambil memperhatikannya uang belum berhenti tertawa.“Kamu kok bisa mikir yang aneh-aneh terus, sih sama aku?” tanyanya, disela-sela gelak tawa.Aku menyengir kikuk saat membalas seringainya yang lucu. “Emang Kang Cihu nggak mau nyulik aku gitu?”&
Terakhir Diperbarui: 2021-06-14
Chapter: Bab. 22. Kalah TelakDengan langkah kesal Bryan keluar dari mobilnya. Buru-buru ia pun membuka pintu untuk Chika yang juga masih merasa kesal terhadap kekasihnya itu. Sebenarnya Bryan bingung, sedari tadi dirinya tak juga mendapatkan ide untuk beralasan pada Chika.Diedarkannya pandangan, Chika melihat ke sekeliling. Rumah yang dikunjunginya itu benar-benar terlihat luar biasa di matanya. Bagaimana tidak? Lebih dari dua puluh tahun dirinya hidup di kampung, di mana rumahnya hanya memiliki empat ruangan. Dua kamar, satu ruang keluarga, dan satu lagi kamar mandi beserta dapur.Chika berdecak kagum begitu melihat bentuk rumahnya saja. Lebih kagum lagi, saat pandangannya disuguhi keindahan taman. Ada begitu banyak jenis tanaman bunga di sana. Pijakannya pun berumput dengan tinggi dan warna serupa. Rata dan hijau.Sesenang itu perasaan Chika saat hanya melihat rumah bagian depannya saja. Bahkan, ia sampai terbengong saking terhipnotis oleh kemewahannya. Juga lupa akan tujuan datang ke sa
Terakhir Diperbarui: 2021-06-20
Chapter: Bab. 21. Skenario Tuhan“Emang brengsek si Bryan!” umpat Mika, seraya merangkul Monika yang terguguk sambil menangkup wajahnya rapat-rapat. Sebenarnya Monika malu saat melabrak Bryan. Tapi, demi untuk membongkar kebusukannya di hadapan semua orang, gadis yang tak lagi perawan itu mampu menahan setiap tatap yang mengarah heran padanya. Bahkan, saat Bryan justru menghinanya, Monika tetap berdiri tegak di sana. Hanya saja, setelah Bryan pergi, kekuatan yang diciptakan Monika seolah runtuh perlahan. Tubuhnya itu tiba-tiba melemas dan hampir tumbang kalau saja Mika tak sigap menahannya. Lantas, Monika pun tersedu sedan di pundak temannya itu. “Dia benar-benar pecundang! Karena lelaki sejati, tak mungkin mempermalukan apalagi sampai melukai perasaan seorang wanita.” Mika kembali mengumpat. Bahkan ia sampai mengepal kuat, saking gemas dan ingin melayangkannya pada Bryan jika saja lelaki yang dibenci olehnya itu tak kabur. Ia kemudian menenangkan dirinya dulu, sebelum akhirnya berus
Terakhir Diperbarui: 2021-06-14
Chapter: Bab. 20. Kisah di Masa LaluSetelah melewati waktu hanya berdua saja, Bryan yang merasa perutnya lapar itu pun mengajak Chika untuk makan di luar. Lagi pula, diam di kontrakan membuatnya kepanasan. Panas yang tak lain karena lagi-lagi tergoda oleh setiap gerak-gerik Chika. Bahkan, hanya dengan melihat senyum Chika, Bryan merasa sangat ingin menciumnya. Sampai di sebuah restoran cina yang lumayan jauh dari lokasi kontrak Chika, Bryan pun langsung memesankan beberapa porsi makanan untuk mereka santap. Chika yang tak pernah menginjakkan kakinya di restoran seperti itu selain dengan Bryan pun hanya mengangguk saja, setuju dengan apa yang dipesankan Bryan. Sementara itu, tak jauh dari tempatnya Chika dan Bryan duduk, sekumpulan wanita sedang asyik mengobrol seraya menikmati hidangan makan siang mereka. Saat salah satu di antaranya bicara, yang lain mendengarkan sambil tertawa-tawa kecil dan riang. Silih berganti bercerita, perihal pasangannya masing-masing. “Kita semua udah cerita. Sekarang
Terakhir Diperbarui: 2021-06-14
Chapter: Bab. 19. Jangan MenangisHening seketika menguasai ruang berukuran tiga meter persegi, di mana hanya ada Bryan dan Chika di dalamnya, saat Bryan benar-benar sudah mencapai puncaknya kepuasan. Chika bergeming, masih dalam posisi sama. Dengan mulut penuh juga, sebelum akhirnya Bryan yang menuntunnya untuk menarik diri.Chika menelan ludah bercampur cairan asin yang memenuhi mulutnya dengan susah payah. Ia juga menyeka kedua sudut bibirnya itu sebelum kemudian Bryan membantunya menyapu cairan bening yang sedari tadi meluncur dari kedua sudut matanya.“Kamu nangis, Yang?” Bryan bersuara pelan sekali seraya menuntun Chika untuk kembali duduk sampingnya. “Maafin aku,” sambungnya, seraya menyapu sisa-sisa air mata di pipi Chika. “Kamu pasti nggak suka—“Belum sempat Bryan menyelesaikan kata-katanya, Chika menggeleng sembari meletakkan telunjuknya itu di bibir Bryan. “Bukan. Bukan karena itu.”“Lalu?” Bryan pun menatap Chi
Terakhir Diperbarui: 2021-06-11
Chapter: Bab. 18. Hanya Satu Kesempatan“Chika nggak ngampus?”Di kantin, setelah Azka dan Maya menyelesaikan jam pelajarannya, mereka mulai membahas Chika. Pasalnya, Azka memang tak melihat gadis itu sejak pagi. Namun, tatapannya itu enggan mengarah pada Maya. Azka terus saja melihat ke sekitar.Maya yang tak menginginkan pembahasan perihal Chika pun berdecak seraya menyeruput minumannya. Dalam hati bahkan ia meracau, kalau Azka benar-benar keterlaluan. “Yang ada di hadapannya aku. Tapi, yang ditanyain si Chika. Yang di hadapannya juga aku. Tapi, yang dilihatnya justru orang lain. Astaga! Dia ini benar-benar menguji kesabaranku.”“Ditanya juga!” ucap Azka kembali. Karena Chika sudah menjadi kekasih bosnya, Azka memang menjadi jauh lebih segan untuk mengirim pesan, apalagi jika hanya sekadar menanyakan masuk kuliah atau tidaknya. Itu kenapa, ia terpaksa bertanya pada Maya. Meski, tidak adanya Chika di sana, memanglah sudah pasti jawabannya. Namun, Azka ingin mengeta
Terakhir Diperbarui: 2021-06-11
Chapter: Bab. 17. Bersitatap“Aku nggak pernah merasakan hal semacam ini sebelumnya. Apa mungkin kalau aku beneran jatuh cinta sama Chika?”Sepanjang menjelajahi setiap sudut bibir kekasihnya, Bryan terus saja menatap wajah Chika yang seolah pasrah. Dalam hatinya bergumam tentang sebuah rasa yang ia sendiri belum pernah merasakan gejolak juga debar selain hanya nafsu semata saat berciuman.Dieratkannya pelukan yang Bryan lakukan sedari tadi. Ia bahkan terpejam lagi, setelah sedari menatap wajah polos Chika. Gadis dalam dekapannya itu terenyak sampai membuka mata yang sedari tadi terpejam saking asyiknya terbawa suasana romantis mereka.Jika tadi Bryan yang menatap penuh rasa terhadap Chika, sekarang giliran Chika yang menatap lekat wajah kekasihnya itu dengan perasaan dipenuhi pertanyaan. “Apakah benar kalau dirinya ini mencintai aku? Tuluskah, atau hanya sekadar melampiaskan hasrat yang sebenarnya sama sekali tak tepat?” batinnya tanpa mengalihkan tatapan, juga tanp
Terakhir Diperbarui: 2021-06-11