Jefri seperti tersambar petir, tubuhnya membeku di tempat. "Sonia, apakah kamu benar-benar merasa muak saat bersamaku?"Aku menatap wajahnya yang pucat dengan penuh kebencian, menyaksikan bagaimana rasa sakit serta keputusasaan perlahan-lahan mengisi mata pria itu.Jefri menangis, lalu menangis lagi.Bibir Jefri bergetar, seolah ingin mengatakan sesuatu, tetapi tidak ada satu kata pun yang keluar.Akhirnya, dengan mata memerah, dia berjongkok di sudut ruangan.Tiba-tiba, aku teringat saat aku berusia delapan tahun. Waktu itu, aku sangat ingin minum sebotol soda.Jefri langsung berlari keluar untuk membelikannya. Namun, hari itu hujan, membuatnya terjatuh berkali-kali di jalan.Ketika Jefri kembali ke hadapanku, wajahnya penuh luka dan lebam. Namun, soda yang dipeluknya tetap utuh dan bersih.Dia melepas jaketnya, menyerahkan soda itu padaku sambil tersenyum lebar.Aku juga teringat saat aku berusia delapan belas tahun. Jefri dengan wajah merah menahan gugup, menggenggam tanganku, lalu
Read more