All Chapters of Dua Pria, Satu Permaisuri: Chapter 1 - Chapter 8

8 Chapters

Bab 1

Aku sudah tidak bisa melihat sejak masih kecil. Tapi ibu asuhku mengajariku menjadi seorang terapis pijat paling tersohor.Hari itu, ada seorang pelanggan penting yang datang ke tempatku."Aku bukan orang sembarangan, tentu saja aku mau mencoba sesuatu yang beda dari yang lain."Detik berikutnya, dia langsung menarik bajuku, dan menuangkan minyak pijat di dadaku."Wulan sayang, pijat aku begini saja ...."....Aku adalah terapis pijat termuda di Panti Pijat Intani.Karena buta sejak kecil, ibuku membuangku saat usiaku masih lima tahun. Kemudian, Ibu Hera menemukanku di antara para gelandangan dan pengemis.Dia iba melihatku, dan memberiku nama Wulan Harris. Dia juga mewariskan teknik pijatnya yang unik padaku.Di dalam ruangan yang dipenuhi kabut uap, aku berlutut di samping dipan dan membuka botol di keranjang.Minyak pijat yang bening membasahi jari hingga lengan bawahku.Hanya ada lampu kecil di ruangan ini. Cahaya kuning redup dari lampu tersebut menyinari kulitku, membuatnya tampa
Read more

Bab 2

Aku menundukkan wajahku ke dadanya. Kedua telingaku mendengar suara debaran jantung yang amat kencang, entah itu debaran jantungnya atau jantungku sendiri.Sebagai seorang terapis pijat, aku sangat familier dengan bentuk tubuh manusia.Tapi, sekarang aku bingung apakah harus melepaskan tanganku, atau lanjut ....Lalu tiba-tiba saja terdengar suara tawa pelan dari atas kepalaku."Sudah puas memegangnya?"Aku didorong menjauh hingga tubuhku terhuyung beberapa langkah.Pria itu lalu mendengus, dan memandangiku dari atas hingga bawah dengan tatapan dingin."Nggak kusangka, Wulan yang terkenal di Panti Pijat Intano ternyata perempuan yang ... nakal."Suara pria ini terdengar sangat merdu. Setiap katanya membuat jantungku berdebar-debar.Bahkan ujung jariku masih bisa merasakan sisa-sisa panas tubuhnya ....Aku menggenggam tanganku erat-erat dan menyembunyikannya di belakang punggung, wajahku juga tampak memerah.Keindahan memang bisa menyesatkan!Ibu Hera sudah mengingatkanku untuk berhati-
Read more

Bab 3

Tubuhku sontak membeku begitu mendengarnya.Beberapa tamu di Panti Pijat Intani memang suka mengambil kesempatan dengan bersikap tidak sopan ....Tapi tidak ada yang pernah meminta seperti yang pria ini lakukan!Aku ini masih perawan, dan meskipun buta, aku tetap tidak mau melakukan hal semacam itu dengannya!"Nggak bisa! Panti Pijat Intani melarang hal semacam itu!"Aku segera menolaknya, dan bergegas memakai bajuku. Aku kemasi semua botol dan peralatan pijatku sebelum keluar.Tapi dia menarikku lagi ke arah ranjang pijatnya."Apa? Menolak?""Ucapan seorang Pangeran Ketujuh adalah perintah, dan nggak ada yang boleh menolaknya!"Pangeran Ketujuh ... Kaivan Baskara?Kaivan Baskara yang dijuluki malaikat maut karena bisa menghabisi orang dalam sekejap mata?Pantas saja Ibu Hera tidak berani menyinggung pria ini, dan memintaku untuk berhati-hati.Keberanianku tadi menghilang seketika, seperti sekuntum bunga yang layu dalam sekejap. Aku juga tidak berani mengatakan sepatah kata pun.Kaivan
Read more

Bab 4

Entah sudah berapa lama sampai akhirnya Kaivan berdiri, dia tampak puas.Dia memakai bajunya dan pergi, meninggalkanku yang masih terbaring dalam kekacauan yang lengket ini.Pipiku makin memanas saat mendengar langkah kakinya. Jantungku pun ikut berdebar kencang.Begitu Kaivan pergi, Ibu Hera buru-buru masuk menghampiriku."Wulan, sudah kuduga kamu pasti bisa memuaskan pelanggan. Nggak sia-sia aku mengajarimu bertahun-tahun."Ibu Hera menepuk pundakku dengan perasaan lega, sambil terus memujiku.Kakak-kakak yang lain juga ikut masuk berkerumun. Ruangan kecil ini jadi penuh sesak."Wulan, kamu beruntung sekali.""Pangeran Ketujuh kan keturunan bangsawan. Kamu nggak perlu mencemaskan masa depan lagi kalau bisa menarik perhatiannya.""Benar! Pangeran juga memberikan banyak hadiah!"Para terapis di Panti Pijat Intani pun membawa beberapa kotak, dan Ibu Hera membukanya. Isinya ternyata perhiasan, emas, dan semacamnya.Aku menyentuh benda yang terasa dingin itu, lalu tersenyum kecil. Semua b
Read more

Bab 5

Mataku yang buta membuatku merasa asing di istana ini. Tidak ada satu orang pun yang bisa kuandalkan.Ketika Kaivan tidak menemuiku, tempatku jadi sepi seperti sudah terlupakan.Aku mencari beberapa bunga liar dan kukupas kelopak hingga mahkotanya satu demi satu. Aku duduk di depan pintu seharian, berharap pada seseorang yang sebenarnya bukan milikku.Tepat ketika hatiku makin dingin dan ingin menyerah, pintu besar yang sudah lama tertutup itu akhirnya ada yang membuka dari luar.Suara langkah kaki orang ini membuatku kaget. Aku pun bergegas turun dari kursi empuk tempatku bersandar.Angin sepoi-sepoi berembus lembut, menyibakkan helai rambut di wajahku. Hidungku jadi geli dibuatnya."Kaivan ... ah, bukan. Yang Mulia Pangeran Kaivan ...."Aku mencoba memanggilnya dengan sopan. Tapi orang yang datang malah diam saja. Dia langsung menuju ke ranjang tempat Kaivan biasa dipijat.Aku jelas senang. Kuseka air mataku dan segera menghampirinya."Sudah lama Tuan nggak datang ke sini. Kukira, ak
Read more

Bab 6

Aku memanggilnya dengan suara lirih, Kaivan pun makin mengeratkan pelukannya.Akhirnya dia mau menemuiku."Tuan Kaivan tenang saja, luka Nona Wulan nggak terlalu parah. Dia akan segera sembuh asal rutin diobati."Kaivan melambaikan tangan menyuruh orang itu pergi usai memberikan laporan.Ruangan pun kembali sunyi, hanya sisa kami berdua di sini.Tanganku menggenggam erat jubah Kaivan, seolah hendak memberitahunya kalau mataku sepertinya mulai bisa melihat samar-samar. Tapi, tiba-tiba terdengar suara helaan napas.Kaivan meletakkan dagunya di leherku, memelukku lebih erat lagi."Wulan, kenapa kamu bodoh sekali? Apa pun yang terjadi, nyawamu tetap yang paling penting ....""Apa yang harus kulakukan kalau kamu sampai membenturkan diri sendiri ke tembok begitu?""Wulan, tenang saja. Aku pasti akan menemukan orang itu dan membalaskan dendammu."Kaivan terlihat marah besar. Sementara aku sendiri merasa campur aduk. Aku merasa senang sekaligus sedih.Karena, dialah yang lebih dulu mengabaikan
Read more

Bab 7

"Benarkah? Kaisar juga sudah setuju?"Sebelumnya, karena aku berasal dari Panti Pijat Intani, Kaivan jadi tidak bisa memberiku status apa pun.Kini, semua penderitaan ini akhirnya berakhir. Aku pun hampir menangis bahagia."Tentu saja!"Persiapan berlangsung cepat, Kaivan terlihat sangat buru-buru. Dia bertanya apa aku mau menyederhanakan semuanya agar pernikahan dapat segera dilangsungkan.Aku tidak masalah, yang penting bisa menikah dengannya.Di hari pernikahan, para pelayan yang biasanya menatapku hina, kini berbondong-bondong datang. Sikap mereka berubah seratus delapan puluh derajat."Lihat kan, kubilang juga apa. Nona Wulan itu beruntung. Sejak awal masuk ke sini, aku sudah tahu kalau dia nggak mungkin cuma jadi pelayan biasa ....""Benar! Nona Wulan sekarang sudah seperti burung foniks yang terbang tinggi. Jangan lupa kalau kami ini yang melayanimu dulu.""...." Aku terdiam.Lihatlah kemunafikan mereka ini. Aku jadi pusing sampai tidak bisa bernapas karena mendengar kehebohan m
Read more

Bab 8

Hari demi hari berlalu. Aku sama sekali tidak berniat memberi tahu Kaivan kalau penglihatanku sudah pulih.Kaisar selalu datang setiap malam. Dia memang sudah tua, tapi ternyata nafsunya masih cukup besar."Wulan, layani aku ...."Aku langsung paham apa yang dia suka, dan bagaimana menyenangkannya. Aku pun melayaninya dengan sangat baik, memastikan dia puas."Kaivan ... kamu luar biasa ...."Usai badai gairah mereda, aku pun bersandar di dada Kaisar sambil tertawa.Aku bisa merasakan tubuhnya menegang seketika. Dia langsung menyibak selimut dan berjalan keluar dengan marah.Aku jadi makin mengenalnya setelah malam demi malam. Dia jelas tidak terima mendengarku memuji pria lain di atas ranjang.Aku tahu dia sudah mulai berniat menjadikanku miliknya secara utuh.Kaivan sedang menunggu di luar kamar. Ketika mereka bertemu, suara pertengkaran juga segera terdengar dari luar."Ayah, Wulan itu istriku. Tapi dia akan selalu jadi milikmu asal Ayah memberikan cukup perak setiap bulan."Belakang
Read more
Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status