Share

Dua Pria, Satu Permaisuri
Dua Pria, Satu Permaisuri
Author: Dzakiyah

Bab 1

Author: Dzakiyah
Aku sudah tidak bisa melihat sejak masih kecil. Tapi ibu asuhku mengajariku menjadi seorang terapis pijat paling tersohor.

Hari itu, ada seorang pelanggan penting yang datang ke tempatku.

"Aku bukan orang sembarangan, tentu saja aku mau mencoba sesuatu yang beda dari yang lain."

Detik berikutnya, dia langsung menarik bajuku, dan menuangkan minyak pijat di dadaku.

"Wulan sayang, pijat aku begini saja ...."

....

Aku adalah terapis pijat termuda di Panti Pijat Intani.

Karena buta sejak kecil, ibuku membuangku saat usiaku masih lima tahun. Kemudian, Ibu Hera menemukanku di antara para gelandangan dan pengemis.

Dia iba melihatku, dan memberiku nama Wulan Harris. Dia juga mewariskan teknik pijatnya yang unik padaku.

Di dalam ruangan yang dipenuhi kabut uap, aku berlutut di samping dipan dan membuka botol di keranjang.

Minyak pijat yang bening membasahi jari hingga lengan bawahku.

Hanya ada lampu kecil di ruangan ini. Cahaya kuning redup dari lampu tersebut menyinari kulitku, membuatnya tampak lembut seperti madu.

Aku menuangkan minyak pijat ke telapak tanganku, lalu menggosoknya hingga hangat. Setelah itu baru menempelkan kedua tanganku ke tubuh pelanggan.

"Hm, posisinya pas ...."

"Turun sedikit lagi ...."

Tubuh pelangganku telanjang bulat, hanya bagian paling privat saja yang ditutupi dengan kain tipis.

Jari-jariku bergerak di atas lapisan lemaknya, lalu perlahan memijat ke bawah.

"Wulan, tangan kecilmu lembut sekali. Tanganmu sangat jago dalam menyenangkan orang."

Dia tampak sangat menikmati pijatanku, wajahnya memerah sambil terengah-engah.

Sebagai seseorang yang sudah berpengalaman, aku hanya memijat area penting dalam gerakan melingkar dan tidak sampai melewati batas.

Tapi pelangganku tetap menghela napas puas karena kenyamanan yang dia rasakan.

Sesi pijat pun selesai.

Tanganku sangat pegal sampai nyaris tidak punya tenaga untuk mengangkatnya. Tapi untung saja pelangganku sangat puas, bahkan memberiku banyak uang sebagai tip.

Setelah dia pergi, aku pun membereskan peralatanku. Tapi kemudian terdengar suara jeritan dari lantai atas.

Ibu Hera berlari turun dengan wajah panik.

Teman-temanku juga ikut bergerombol, mereka menutup mulut dengan saputangan sambil berbisik-bisik.

"Ada apa di lantai atas? Kenapa Bu Hera panik begitu?"

"Itu, katanya ada pelanggan penting di atas. Orangnya sangat pilih-pilih, bahkan Bu Hera nggak sanggup mengatasinya."

"Hm, aku jadi penasaran siapa sebenarnya pelanggan penting itu ...."

Aku mengerjapkan mata beberapa kali sambil mendengarkan pembicaraan mereka dengan bingung.

Ibu Hera adalah terapis paling ahli di antara kami semua. Kalau dia saja tidak bisa memuaskan pelanggan itu, sebaiknya pelanggan itu pindah ke panti pijat lain saja.

Entah apakah Ibu Hera akan kena semprot pelanggan itu atau tidak ....

Saat aku masih sibuk dengan pikiranku sendiri, Ibu Hera tiba-tiba bergegas menghampiriku, "Wulan, aku benar-benar nggak tahu harus bagaimana lagi. Cuma kamu yang bisa menenangkan pelanggan merepotkan itu. Tolong gantikan aku, cepat naik ke atas dan menemuinya ...."

Aku sebenarnya sudah lelah, tapi tentu tidak akan menolak permintaan Ibu Hera. Apalagi, setelah semua kebaikannya yang sudah membantuku selama ini.

Aku mengangguk pelan, tapi tangan Ibu Hera yang memegang pundakku terasa makin berat.

"Wulan ... hati-hati."

Aku membalasnya dengan sebuah senyuman, lalu berjalan mengikuti Kak Saras naik ke atas.

Pelanggan penting itu ada di kamar paling besar dan prestisius di lantai atas.

Pintu kamarnya tidak tertutup sepenuhnya, ada sedikit celah.

Kak Saras menghentikanku sejenak, lalu mendekat dan mengintip ke dalam melalui celah tersebut.

"Wulan, pelanggan merepotkan ini ternyata punya tubuh yang bagus."

"Otot-ototnya kekar sekali! Nggak terbayang rasanya kalau bisa menyentuhnya ...."

"Hei, bahkan selimut dari kita hampir nggak bisa menutupi kehebatannya."

Aku tentu saja tahu apa yang dimaksud dengan "kehebatan" itu, dan wajahku otomatis memerah.

"Kak Saras, jangan asal bicara. Sebaiknya kita masuk saja."

Kak Saras tertawa pelan, lalu membukakan pintu untukku.

Tapi takdir memang sulit diprediksi. Begitu aku baru saja melangkah masuk, kakiku malah tersandung kusen pintu.

Tamat sudah!

Aku menjerit dalam hati, tapi tiba-tiba tubuhku terjatuh dalam pelukan tubuh yang kekar.

Semuanya terasa gelap, otot perut pria itu terasa seperti batu giok yang halus. Napasku sekarang jadi tersengal-sengal.

Related chapters

  • Dua Pria, Satu Permaisuri   Bab 2

    Aku menundukkan wajahku ke dadanya. Kedua telingaku mendengar suara debaran jantung yang amat kencang, entah itu debaran jantungnya atau jantungku sendiri.Sebagai seorang terapis pijat, aku sangat familier dengan bentuk tubuh manusia.Tapi, sekarang aku bingung apakah harus melepaskan tanganku, atau lanjut ....Lalu tiba-tiba saja terdengar suara tawa pelan dari atas kepalaku."Sudah puas memegangnya?"Aku didorong menjauh hingga tubuhku terhuyung beberapa langkah.Pria itu lalu mendengus, dan memandangiku dari atas hingga bawah dengan tatapan dingin."Nggak kusangka, Wulan yang terkenal di Panti Pijat Intano ternyata perempuan yang ... nakal."Suara pria ini terdengar sangat merdu. Setiap katanya membuat jantungku berdebar-debar.Bahkan ujung jariku masih bisa merasakan sisa-sisa panas tubuhnya ....Aku menggenggam tanganku erat-erat dan menyembunyikannya di belakang punggung, wajahku juga tampak memerah.Keindahan memang bisa menyesatkan!Ibu Hera sudah mengingatkanku untuk berhati-

  • Dua Pria, Satu Permaisuri   Bab 3

    Tubuhku sontak membeku begitu mendengarnya.Beberapa tamu di Panti Pijat Intani memang suka mengambil kesempatan dengan bersikap tidak sopan ....Tapi tidak ada yang pernah meminta seperti yang pria ini lakukan!Aku ini masih perawan, dan meskipun buta, aku tetap tidak mau melakukan hal semacam itu dengannya!"Nggak bisa! Panti Pijat Intani melarang hal semacam itu!"Aku segera menolaknya, dan bergegas memakai bajuku. Aku kemasi semua botol dan peralatan pijatku sebelum keluar.Tapi dia menarikku lagi ke arah ranjang pijatnya."Apa? Menolak?""Ucapan seorang Pangeran Ketujuh adalah perintah, dan nggak ada yang boleh menolaknya!"Pangeran Ketujuh ... Kaivan Baskara?Kaivan Baskara yang dijuluki malaikat maut karena bisa menghabisi orang dalam sekejap mata?Pantas saja Ibu Hera tidak berani menyinggung pria ini, dan memintaku untuk berhati-hati.Keberanianku tadi menghilang seketika, seperti sekuntum bunga yang layu dalam sekejap. Aku juga tidak berani mengatakan sepatah kata pun.Kaivan

  • Dua Pria, Satu Permaisuri   Bab 4

    Entah sudah berapa lama sampai akhirnya Kaivan berdiri, dia tampak puas.Dia memakai bajunya dan pergi, meninggalkanku yang masih terbaring dalam kekacauan yang lengket ini.Pipiku makin memanas saat mendengar langkah kakinya. Jantungku pun ikut berdebar kencang.Begitu Kaivan pergi, Ibu Hera buru-buru masuk menghampiriku."Wulan, sudah kuduga kamu pasti bisa memuaskan pelanggan. Nggak sia-sia aku mengajarimu bertahun-tahun."Ibu Hera menepuk pundakku dengan perasaan lega, sambil terus memujiku.Kakak-kakak yang lain juga ikut masuk berkerumun. Ruangan kecil ini jadi penuh sesak."Wulan, kamu beruntung sekali.""Pangeran Ketujuh kan keturunan bangsawan. Kamu nggak perlu mencemaskan masa depan lagi kalau bisa menarik perhatiannya.""Benar! Pangeran juga memberikan banyak hadiah!"Para terapis di Panti Pijat Intani pun membawa beberapa kotak, dan Ibu Hera membukanya. Isinya ternyata perhiasan, emas, dan semacamnya.Aku menyentuh benda yang terasa dingin itu, lalu tersenyum kecil. Semua b

  • Dua Pria, Satu Permaisuri   Bab 5

    Mataku yang buta membuatku merasa asing di istana ini. Tidak ada satu orang pun yang bisa kuandalkan.Ketika Kaivan tidak menemuiku, tempatku jadi sepi seperti sudah terlupakan.Aku mencari beberapa bunga liar dan kukupas kelopak hingga mahkotanya satu demi satu. Aku duduk di depan pintu seharian, berharap pada seseorang yang sebenarnya bukan milikku.Tepat ketika hatiku makin dingin dan ingin menyerah, pintu besar yang sudah lama tertutup itu akhirnya ada yang membuka dari luar.Suara langkah kaki orang ini membuatku kaget. Aku pun bergegas turun dari kursi empuk tempatku bersandar.Angin sepoi-sepoi berembus lembut, menyibakkan helai rambut di wajahku. Hidungku jadi geli dibuatnya."Kaivan ... ah, bukan. Yang Mulia Pangeran Kaivan ...."Aku mencoba memanggilnya dengan sopan. Tapi orang yang datang malah diam saja. Dia langsung menuju ke ranjang tempat Kaivan biasa dipijat.Aku jelas senang. Kuseka air mataku dan segera menghampirinya."Sudah lama Tuan nggak datang ke sini. Kukira, ak

  • Dua Pria, Satu Permaisuri   Bab 6

    Aku memanggilnya dengan suara lirih, Kaivan pun makin mengeratkan pelukannya.Akhirnya dia mau menemuiku."Tuan Kaivan tenang saja, luka Nona Wulan nggak terlalu parah. Dia akan segera sembuh asal rutin diobati."Kaivan melambaikan tangan menyuruh orang itu pergi usai memberikan laporan.Ruangan pun kembali sunyi, hanya sisa kami berdua di sini.Tanganku menggenggam erat jubah Kaivan, seolah hendak memberitahunya kalau mataku sepertinya mulai bisa melihat samar-samar. Tapi, tiba-tiba terdengar suara helaan napas.Kaivan meletakkan dagunya di leherku, memelukku lebih erat lagi."Wulan, kenapa kamu bodoh sekali? Apa pun yang terjadi, nyawamu tetap yang paling penting ....""Apa yang harus kulakukan kalau kamu sampai membenturkan diri sendiri ke tembok begitu?""Wulan, tenang saja. Aku pasti akan menemukan orang itu dan membalaskan dendammu."Kaivan terlihat marah besar. Sementara aku sendiri merasa campur aduk. Aku merasa senang sekaligus sedih.Karena, dialah yang lebih dulu mengabaikan

  • Dua Pria, Satu Permaisuri   Bab 7

    "Benarkah? Kaisar juga sudah setuju?"Sebelumnya, karena aku berasal dari Panti Pijat Intani, Kaivan jadi tidak bisa memberiku status apa pun.Kini, semua penderitaan ini akhirnya berakhir. Aku pun hampir menangis bahagia."Tentu saja!"Persiapan berlangsung cepat, Kaivan terlihat sangat buru-buru. Dia bertanya apa aku mau menyederhanakan semuanya agar pernikahan dapat segera dilangsungkan.Aku tidak masalah, yang penting bisa menikah dengannya.Di hari pernikahan, para pelayan yang biasanya menatapku hina, kini berbondong-bondong datang. Sikap mereka berubah seratus delapan puluh derajat."Lihat kan, kubilang juga apa. Nona Wulan itu beruntung. Sejak awal masuk ke sini, aku sudah tahu kalau dia nggak mungkin cuma jadi pelayan biasa ....""Benar! Nona Wulan sekarang sudah seperti burung foniks yang terbang tinggi. Jangan lupa kalau kami ini yang melayanimu dulu.""...." Aku terdiam.Lihatlah kemunafikan mereka ini. Aku jadi pusing sampai tidak bisa bernapas karena mendengar kehebohan m

  • Dua Pria, Satu Permaisuri   Bab 8

    Hari demi hari berlalu. Aku sama sekali tidak berniat memberi tahu Kaivan kalau penglihatanku sudah pulih.Kaisar selalu datang setiap malam. Dia memang sudah tua, tapi ternyata nafsunya masih cukup besar."Wulan, layani aku ...."Aku langsung paham apa yang dia suka, dan bagaimana menyenangkannya. Aku pun melayaninya dengan sangat baik, memastikan dia puas."Kaivan ... kamu luar biasa ...."Usai badai gairah mereda, aku pun bersandar di dada Kaisar sambil tertawa.Aku bisa merasakan tubuhnya menegang seketika. Dia langsung menyibak selimut dan berjalan keluar dengan marah.Aku jadi makin mengenalnya setelah malam demi malam. Dia jelas tidak terima mendengarku memuji pria lain di atas ranjang.Aku tahu dia sudah mulai berniat menjadikanku miliknya secara utuh.Kaivan sedang menunggu di luar kamar. Ketika mereka bertemu, suara pertengkaran juga segera terdengar dari luar."Ayah, Wulan itu istriku. Tapi dia akan selalu jadi milikmu asal Ayah memberikan cukup perak setiap bulan."Belakang

Latest chapter

  • Dua Pria, Satu Permaisuri   Bab 8

    Hari demi hari berlalu. Aku sama sekali tidak berniat memberi tahu Kaivan kalau penglihatanku sudah pulih.Kaisar selalu datang setiap malam. Dia memang sudah tua, tapi ternyata nafsunya masih cukup besar."Wulan, layani aku ...."Aku langsung paham apa yang dia suka, dan bagaimana menyenangkannya. Aku pun melayaninya dengan sangat baik, memastikan dia puas."Kaivan ... kamu luar biasa ...."Usai badai gairah mereda, aku pun bersandar di dada Kaisar sambil tertawa.Aku bisa merasakan tubuhnya menegang seketika. Dia langsung menyibak selimut dan berjalan keluar dengan marah.Aku jadi makin mengenalnya setelah malam demi malam. Dia jelas tidak terima mendengarku memuji pria lain di atas ranjang.Aku tahu dia sudah mulai berniat menjadikanku miliknya secara utuh.Kaivan sedang menunggu di luar kamar. Ketika mereka bertemu, suara pertengkaran juga segera terdengar dari luar."Ayah, Wulan itu istriku. Tapi dia akan selalu jadi milikmu asal Ayah memberikan cukup perak setiap bulan."Belakang

  • Dua Pria, Satu Permaisuri   Bab 7

    "Benarkah? Kaisar juga sudah setuju?"Sebelumnya, karena aku berasal dari Panti Pijat Intani, Kaivan jadi tidak bisa memberiku status apa pun.Kini, semua penderitaan ini akhirnya berakhir. Aku pun hampir menangis bahagia."Tentu saja!"Persiapan berlangsung cepat, Kaivan terlihat sangat buru-buru. Dia bertanya apa aku mau menyederhanakan semuanya agar pernikahan dapat segera dilangsungkan.Aku tidak masalah, yang penting bisa menikah dengannya.Di hari pernikahan, para pelayan yang biasanya menatapku hina, kini berbondong-bondong datang. Sikap mereka berubah seratus delapan puluh derajat."Lihat kan, kubilang juga apa. Nona Wulan itu beruntung. Sejak awal masuk ke sini, aku sudah tahu kalau dia nggak mungkin cuma jadi pelayan biasa ....""Benar! Nona Wulan sekarang sudah seperti burung foniks yang terbang tinggi. Jangan lupa kalau kami ini yang melayanimu dulu.""...." Aku terdiam.Lihatlah kemunafikan mereka ini. Aku jadi pusing sampai tidak bisa bernapas karena mendengar kehebohan m

  • Dua Pria, Satu Permaisuri   Bab 6

    Aku memanggilnya dengan suara lirih, Kaivan pun makin mengeratkan pelukannya.Akhirnya dia mau menemuiku."Tuan Kaivan tenang saja, luka Nona Wulan nggak terlalu parah. Dia akan segera sembuh asal rutin diobati."Kaivan melambaikan tangan menyuruh orang itu pergi usai memberikan laporan.Ruangan pun kembali sunyi, hanya sisa kami berdua di sini.Tanganku menggenggam erat jubah Kaivan, seolah hendak memberitahunya kalau mataku sepertinya mulai bisa melihat samar-samar. Tapi, tiba-tiba terdengar suara helaan napas.Kaivan meletakkan dagunya di leherku, memelukku lebih erat lagi."Wulan, kenapa kamu bodoh sekali? Apa pun yang terjadi, nyawamu tetap yang paling penting ....""Apa yang harus kulakukan kalau kamu sampai membenturkan diri sendiri ke tembok begitu?""Wulan, tenang saja. Aku pasti akan menemukan orang itu dan membalaskan dendammu."Kaivan terlihat marah besar. Sementara aku sendiri merasa campur aduk. Aku merasa senang sekaligus sedih.Karena, dialah yang lebih dulu mengabaikan

  • Dua Pria, Satu Permaisuri   Bab 5

    Mataku yang buta membuatku merasa asing di istana ini. Tidak ada satu orang pun yang bisa kuandalkan.Ketika Kaivan tidak menemuiku, tempatku jadi sepi seperti sudah terlupakan.Aku mencari beberapa bunga liar dan kukupas kelopak hingga mahkotanya satu demi satu. Aku duduk di depan pintu seharian, berharap pada seseorang yang sebenarnya bukan milikku.Tepat ketika hatiku makin dingin dan ingin menyerah, pintu besar yang sudah lama tertutup itu akhirnya ada yang membuka dari luar.Suara langkah kaki orang ini membuatku kaget. Aku pun bergegas turun dari kursi empuk tempatku bersandar.Angin sepoi-sepoi berembus lembut, menyibakkan helai rambut di wajahku. Hidungku jadi geli dibuatnya."Kaivan ... ah, bukan. Yang Mulia Pangeran Kaivan ...."Aku mencoba memanggilnya dengan sopan. Tapi orang yang datang malah diam saja. Dia langsung menuju ke ranjang tempat Kaivan biasa dipijat.Aku jelas senang. Kuseka air mataku dan segera menghampirinya."Sudah lama Tuan nggak datang ke sini. Kukira, ak

  • Dua Pria, Satu Permaisuri   Bab 4

    Entah sudah berapa lama sampai akhirnya Kaivan berdiri, dia tampak puas.Dia memakai bajunya dan pergi, meninggalkanku yang masih terbaring dalam kekacauan yang lengket ini.Pipiku makin memanas saat mendengar langkah kakinya. Jantungku pun ikut berdebar kencang.Begitu Kaivan pergi, Ibu Hera buru-buru masuk menghampiriku."Wulan, sudah kuduga kamu pasti bisa memuaskan pelanggan. Nggak sia-sia aku mengajarimu bertahun-tahun."Ibu Hera menepuk pundakku dengan perasaan lega, sambil terus memujiku.Kakak-kakak yang lain juga ikut masuk berkerumun. Ruangan kecil ini jadi penuh sesak."Wulan, kamu beruntung sekali.""Pangeran Ketujuh kan keturunan bangsawan. Kamu nggak perlu mencemaskan masa depan lagi kalau bisa menarik perhatiannya.""Benar! Pangeran juga memberikan banyak hadiah!"Para terapis di Panti Pijat Intani pun membawa beberapa kotak, dan Ibu Hera membukanya. Isinya ternyata perhiasan, emas, dan semacamnya.Aku menyentuh benda yang terasa dingin itu, lalu tersenyum kecil. Semua b

  • Dua Pria, Satu Permaisuri   Bab 3

    Tubuhku sontak membeku begitu mendengarnya.Beberapa tamu di Panti Pijat Intani memang suka mengambil kesempatan dengan bersikap tidak sopan ....Tapi tidak ada yang pernah meminta seperti yang pria ini lakukan!Aku ini masih perawan, dan meskipun buta, aku tetap tidak mau melakukan hal semacam itu dengannya!"Nggak bisa! Panti Pijat Intani melarang hal semacam itu!"Aku segera menolaknya, dan bergegas memakai bajuku. Aku kemasi semua botol dan peralatan pijatku sebelum keluar.Tapi dia menarikku lagi ke arah ranjang pijatnya."Apa? Menolak?""Ucapan seorang Pangeran Ketujuh adalah perintah, dan nggak ada yang boleh menolaknya!"Pangeran Ketujuh ... Kaivan Baskara?Kaivan Baskara yang dijuluki malaikat maut karena bisa menghabisi orang dalam sekejap mata?Pantas saja Ibu Hera tidak berani menyinggung pria ini, dan memintaku untuk berhati-hati.Keberanianku tadi menghilang seketika, seperti sekuntum bunga yang layu dalam sekejap. Aku juga tidak berani mengatakan sepatah kata pun.Kaivan

  • Dua Pria, Satu Permaisuri   Bab 2

    Aku menundukkan wajahku ke dadanya. Kedua telingaku mendengar suara debaran jantung yang amat kencang, entah itu debaran jantungnya atau jantungku sendiri.Sebagai seorang terapis pijat, aku sangat familier dengan bentuk tubuh manusia.Tapi, sekarang aku bingung apakah harus melepaskan tanganku, atau lanjut ....Lalu tiba-tiba saja terdengar suara tawa pelan dari atas kepalaku."Sudah puas memegangnya?"Aku didorong menjauh hingga tubuhku terhuyung beberapa langkah.Pria itu lalu mendengus, dan memandangiku dari atas hingga bawah dengan tatapan dingin."Nggak kusangka, Wulan yang terkenal di Panti Pijat Intano ternyata perempuan yang ... nakal."Suara pria ini terdengar sangat merdu. Setiap katanya membuat jantungku berdebar-debar.Bahkan ujung jariku masih bisa merasakan sisa-sisa panas tubuhnya ....Aku menggenggam tanganku erat-erat dan menyembunyikannya di belakang punggung, wajahku juga tampak memerah.Keindahan memang bisa menyesatkan!Ibu Hera sudah mengingatkanku untuk berhati-

  • Dua Pria, Satu Permaisuri   Bab 1

    Aku sudah tidak bisa melihat sejak masih kecil. Tapi ibu asuhku mengajariku menjadi seorang terapis pijat paling tersohor.Hari itu, ada seorang pelanggan penting yang datang ke tempatku."Aku bukan orang sembarangan, tentu saja aku mau mencoba sesuatu yang beda dari yang lain."Detik berikutnya, dia langsung menarik bajuku, dan menuangkan minyak pijat di dadaku."Wulan sayang, pijat aku begini saja ...."....Aku adalah terapis pijat termuda di Panti Pijat Intani.Karena buta sejak kecil, ibuku membuangku saat usiaku masih lima tahun. Kemudian, Ibu Hera menemukanku di antara para gelandangan dan pengemis.Dia iba melihatku, dan memberiku nama Wulan Harris. Dia juga mewariskan teknik pijatnya yang unik padaku.Di dalam ruangan yang dipenuhi kabut uap, aku berlutut di samping dipan dan membuka botol di keranjang.Minyak pijat yang bening membasahi jari hingga lengan bawahku.Hanya ada lampu kecil di ruangan ini. Cahaya kuning redup dari lampu tersebut menyinari kulitku, membuatnya tampa

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status