All Chapters of KETIKA ISTRIKU BERHENTI MENGELUH : Chapter 111 - Chapter 120

156 Chapters

Bab 111

"Ammar! Ga boleh ngomong begitu, Nak. Tahan lisannya dari berkata yang akan menyakiti hati orang lain!" Sentakku."Sudah, Dik. Tak apa. Ammar masih kecil." Mas Nadhif yang mendengar bentakan kerasku keluar dari kamarnya. "Ammar ke kamar, yuk." Mas Nadhif membawa Ammar ke kamar. Setelah itu aku tak tau apa yang dia lakukan. Aku sudah fokus dengan ibu. Jalannya yang tak bisa cepat kubantu pelan pelan."Maafkan ibu, Nak ... Maafkan Ibu. Ibu sungguh tak sengaja, Ibu tak bisa menahannya. Maafkan Ibu ..." Suara ibu bergetar."Sudah, Bu. Bukan salah Ibu. Tari juga minta maaf atas perkataan Ammar ya, Bu." Aku terus menyiram dan membersihkan tubuh ibu dengan sabun. Tubuh tua nya agak menggigil karena dingin. Memang sudah saatnya aku memiliki water heater agar ibu tak kedinginan jika mandi di kamar mandi. Kemarin kemarin masih berpikir tak akan terpakai karena cuaca yang panas di jakarta ini.Tubuh bagian bawah ibu yang penuh kotoran telah kubersihkan. Kuabaikan bau menyengat yang menusuk nus
last updateLast Updated : 2025-02-26
Read more

Bab 112

"Mana ada di omelin, Mas. Yang ada dia yang sering kena omel olehku. Seenaknya mengganti script naskahku dengan adegan-adegan tak pantas. Ya aku tak terimalah. Bisa jadi dosa jariyah nanti."Mas Nadhif menatapku tanpa mengedip. Aku jadi salah tingkah."Spek bidadari kenapa bisa dibuang begini. Sungguh Arsen telah melakukan kesalahan besar." Lirihnya.Aku menepuk dadanya, malu. "Jangan mulai lagi. Sengaja ya, bikin aku salting."Mas Nadhif melingkarkan tangannya di pinggangku."Aku bersungguh-sungguh, Dik. Setiap sujud aku selalu mendoakan keberkahan rumah tangga kita. Dipanjangkan jodoh kita hingga ke syurga. Aku tak mau perempuan lain lagi. Cukup kamu satu satunya sampai kapanpun.""Tapi, nanti di syurga kamu akan ditemani 70 bidadari yang cantik lagi wangi." Sanggahku."Tapi, aku hanya satu bidadari tempatku melabuhkan cinta dan hatiku, itu kamu, Dik."Aku tertawa geli. Melepaskan pagutan Mas Nadhif sebelum anak anak melihat. Sebentar lagi Pak Rudi pulang menjemput Alif dan Wildan.
last updateLast Updated : 2025-02-26
Read more

Bab 113

"Ibu ...?"Aku dan Mas Nadhif bergegas berlari ke asal suara. Sepertinya berasal dari kamar ibu."Ya Allah, Ibu ..." Mas Nadhif langsung mengangkat tubuh Ibu yang tertelungkup dilantai. Aku pun bergegas membantu Ibu. Tak tega melihat tubuh tua ibu dengan susah payah hendak bangun dan merintih menahan sakit."Ibu kenapa? Kok bisa jatuh begini ?" Aku memeriksa kaki dan tangan Ibu yang sudah duduk dipinggir ranjang. Ada lebam biru disana. Sepertinya benturannya yang cukup keras. Aku baru sadar jika pakaian Ibu ternyata basah."Maafkan, Ibu ... Maafkan Ibu ... Nak Tari. Ibu hanya menyusahkan saja disini."Aku menoleh ke arah Mas Nadhif. Memintanya untuk keluar. Sepertinya ibu buang air kecil dicelana. Ibu pasti sungkan walau Mas Nadhif anaknya sendiri."Ibu buang air kecil? Nggak apa apa ayo sini Tari bersihkan." Ujarku setelah Mas nadif keluar dari kamar. Ibu memegang lenganku. "Nak, ibu kesandung saat mau ke kamar mandi. Dan ibu tak bisa menahan diri untuk tidak buang air kecil di sini
last updateLast Updated : 2025-02-27
Read more

Bab 114

Mas Nadhif tertunduk."Aku sama sekali tidak keberatan ibu tinggal bersama kita. Hanya saja ada sedikit yang mengganjal di hatiku. Ibu seperti trauma ketika tidak sengaja buang air kecil atau buang air besar tidak di toilet. Apakah Mbak Rina memperlakukan ibu dengan baik?"Mas Nadhif menatapku dengan kening berkerut."Maksudnya gimana, dik?"Aku membenarkan posisi duduk. Perkara ini cukup sensitif untuk dibicarakan. Apalagi yang menyangkut pihak keluarga. Salah salah kata mereka akan bertengkar. Dan aku tak mau itu terjadi."Ga sih, aku hanya kepikiran aja. Apakah Ibu selama ini dirawat dengan baik oleh Mbak Rina?""Setahu Mas , Mbak Rina sangat perhatian kepada ibu. Dia melayani dengan baik. Mas juga tidak pernah absen untuk mengirimkan uang ke ke kampung untuk dia sekaligus untuk pengobatan Ibu.""Nah itu dia, Mas. Mas masih ingat nggak sewaktu Dokter bilang jika Ibu tidak pernah ke dokter untuk mengobati penyakitnya. Sehingga bisa komplikasi kemana mana. Lalu kemana uang yang selam
last updateLast Updated : 2025-02-27
Read more

Bab 115

"Kenapa, Mas? Sepertinya Mas sangat emosi?"Nafas Mas Nadhif masih memburu. Wajahnya merah padam setelah memutuskan sambungan telepon dengan orang yang kutaksir adalah Mbak Rina.Mas Nadhif tak menjawab. Aku keluar mengambil minum dan memberikan padanya. Semoga dinginnya air bisa mendinginkan lahar amarah yang berkobar di dalam sana."Terimakasih, Sayang." Ujarnya sambil menyerahkan gelas yang sudah kosong itu padaku."Mbak Rina sungguh keterlaluan. Dia meminta Ibu menuliskan surat wasiat agar kami tidak bertengkar soal pembagian harta warisan kelak. Tapi, Mas rasa sangat tak pantas. Bagaimana perasaan Ibu jika nanti mengetahui anak anaknya ternyata menunggu kematiannya demi harta." "Astaghfirullah ... Kenapa Mbak Rina setega itu ya, Mas?""Mas juga ga menyangka. Katanya itu untuk kebaikan bersama. Jelas-jelas itu karena keserakahan dia yang menginginkan harta milik Ibu."Aku menghela napas. Memang, sepengetahuanku Mas Nadhif pernah bercerita jika Ibu memiliki beberapa hektar tanah,
last updateLast Updated : 2025-02-28
Read more

Bab 116

Aku tersipu. Dipuji didepan muka sendiri itu sebenarnya bikin ga nyaman, tapi lumayan bikin candu."Ibu jangan begitu, Tari, bukan perempuan sempurna seperti yang ibu pikirkan. Jika pun kami akhirnya bersama, itu karena memang sudah jodoh yang Allah tetapkan."Ibu mengangguk anggukan kepalanya."Tapi ada satu permintaan Ibu kepadamu nak."Aku mengernyitkan kening."Permintaan apa, Bu?""Ibu mohon kepadamu, Nak Tari. Apapun yang terjadi tolong jangan tinggalkan Nadhif. Ibu melihat cinta yang sama pada Erna ada dimata Nadhif ketika melihatmu.""Insya Allah, Bu. Mohon doanya agar Allah selalu melindungi rumah tangga kami. "Iya, Nak."Aku tersenyum. Namun, ekspresi ibu tiba-tiba berubah."Ibu kenapa? Kok meringis? Apa ada yang sakit?" Tanyaku sedikit panik."Kaki ibu ngilu. Bekas jatuh tadi sepertinya "Aku segera berjongkok, melihat kaki ibu yang lebam karena tadi terjatuh. Benar saja, kaki ibu dibawah betis tampak bengkak dan merah. Aku ngebayangin betapa sakitnya kaki ibu sekarang."K
last updateLast Updated : 2025-02-28
Read more

Bab 117

"Maaf, saya tak bisa memberikan tumpangan untuk mbak dan keluarga mbak di rumah ini!" dengan tegas aku menolak permintaan Mbak Rina."Tari, tak lama hanya sampai suami Mbak dapat pekerjaan disini. Mbak juga ingin membantu kamu merawat Ibu."Aku tersenyum kecut."Mbak, tolong jangan bikin aku malu, Mbak. Bawa suami dan anak anak mbak, ke kampung. Bukankah biasanya kalian juga berkebun?"Mbak Rina tertawa lirih."Aku capek hanya jadi pekerja. Sementara hasilnya Ibu yang dapat lebih banyak."Mas Nadhif menoleh ke arah kamar dimana Ibu sudah kuajak masuk. Aku tak mau Ibu mendengar percakapan kami dan menambahkan beban pikirannya."Mbak, mohon maaf saya tidak berkenan. Kalau Mbak mau merawat Ibu, silahkan mbak bawa ibu kembali ke kampung." Wajah Mbak Rina berbinar binar."Tapi, dengan satu syarat. Ibu dengan suka rela ikut dengan Mbak. Tanpa paksaan."Senyumnya kembali surut. Jelas jelas tadi Ibu tak mau ikut dan mengusir mbak Rina dari sini. Mana mungkin jika Ibu mau pulang."Atau gini a
last updateLast Updated : 2025-03-02
Read more

Bab 118

Sebelum tidur aku membuka media sosial. Melepas jenuh dengan rutinitas sehari-hari yang kadang terlalu melelahkan meski aku suka."Tidur lah, Sayang. Hari ini pasti sangat melelahkan jiwa ragamu." Mas Nadhif mengusap kepalaku, lalu membelai rambut panjang ku lembut."Sebentar, Mas. Setelah ini aku tidur. Mas duluan aja.""Hmmm ... Mas sangat malu dengan kelakuan Mbak Rina. Sebenarnya dia orang baik. Tapi, Anto suaminya yang pemalas. Itu sebabnya, mbak Rina harus mutar otak untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dan anak anaknya."Aku bangun lalu duduk disandaran ranjang. Ponsel yang tadi sudah kubuka kusimpan disamping. "Apa kita carikan dia kerjaan disini, Mas? Biar Mbak Rina bisa fokus hanya pada anak anaknya aja."Mas Nadhif menggeleng. "Mas tak setuju. Kalau mau kerja, biar dia nyari sendiri dan jauh dari kita. Mereka harus bisa mandiri." Sahut Mas Nadhif tegas. Aku menganggukkan kepala. Memang harus begitu sebenarnya. Tidak bergantung pada orang lain.Mas Nadhif tanpa sadar suda
last updateLast Updated : 2025-03-02
Read more

Bab 119

Pagi pagi Mas Raka sudah sampai dirumahku. Mas Nadhif yang sudah mendengar cerita dariku, menyambut dingin laki-laki itu."Bik Mira, tolong jaga Alisha dan Aleeya, ya. Asip sudah saya stok di lemari pendingin, seperti biasa saya serahkan kepengurusannya pada Bik Mira."Aku menyerahkan Alisha pada Bik Mira."Siap, Bu. Tenang saja. Saya akan melakukan tugas dengan baik." Sahutnya lalu menerima alisha dengan wajah ceria. Beruntung aku memiliki dua khadimat yang begitu baik dan sayang pada anak anak. Karena itu aku tak pernah sayangan jika memberi mereka uang. Bagiku bayaran adalah nilai ketulusan. Mereka orang orang tulus yang menjaga anak anak dengan baik saat aku tak sempat menjaga mereka. Setelah memastikan penampilanku rapi, aku segera keluar. Masalah dengan Mas Raka sudah ku putuskan setelah memikirkan matang matang. Mencari uang yang halal jauh lebih penting dibanding ketenaran dari hal yang haram."Tari ... Aku kaget dengan candaanmu. Makanya pagi pagi aku sudah kesini." Mas Rak
last updateLast Updated : 2025-03-05
Read more

Bab 120

"Kamu harus melakukan konferensi pers. Mengakui apa yang kamu lakukan, Mas. Jujur katakan apa adanya. Bersihkan namaku dan nama keluargaku. Dengan melakukan hal sebodoh itu, kau mencoreng arang kemuka kami, Mas!"Mas Raka tampak gugup. Aku tau dia manusia paling egois. Jika ada kesalahan dia pantang meminta maaf apalagi sampai mengumumkan kesalahannya itu. Namun aku tidak peduli. Jika dia bersekukuh dengan keegoisannya, maka tidak ada jalan lain kecuali meninggalkan. Aku manusia bebas, tidak terikat dengan siapapun. Tidak tertarik dengan hal-hal yang viral dengan cara busuk."Bagaimana apa kau bersedia? Jika tidak, aku tidak akan memaksa. Aku akan segera mengurus surat pembatalan kerjasama kita.""Tidak ... Tidak, jangan Tari. Bisa mati aku. Aku sudah mengeluarkan modal besar untuk film ini. Aku janji akan menyelesaikan semua. Konferensi pers akan segera aku lakukan, dan aku harap kamu bisa datang."Aku tersenyum samar. Jangan main main denganku! Aku tak pernah bohong dengan ucapan.B
last updateLast Updated : 2025-03-05
Read more
PREV
1
...
1011121314
...
16
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status