Home / Romansa / ISTRI YANG TAK DIAKUI / Chapter 11 - Chapter 20

All Chapters of ISTRI YANG TAK DIAKUI: Chapter 11 - Chapter 20

34 Chapters

Bayangan wajah Kelvin.

Hari-hari berlalu, namun Eliza semakin tenggelam dalam pikirannya sendiri. Setelah pertemuannya dengan Kelvin, dunianya terasa semakin sempit. Bahkan, hal-hal yang biasanya akan membuatnya bereaksi — kemesraan Diego dan Yoona yang dipamerkan dengan sengaja, Jasmina yang rutin memberinya obat, serta Robert yang sering mabuk-mabukan di luar — kini tak mampu menggugah emosinya. Hatinya mati rasa, dan pikirannya terus berputar pada satu pertanyaan: Siapa Kelvin? Setiap kali ia mengingat wajah kecil itu, perasaannya bercampur antara kesedihan dan rasa penasaran yang menusuk.Eliza duduk di sudut ruangan, menatap kosong ke arah jendela. Sinar matahari masuk melalui tirai tipis, tapi kehangatannya tidak mampu menembus dinginnya hati Eliza.Yoona melintas dengan tawa manja, melingkarkan lengannya di leher Diego. Mereka bercanda dengan suara yang cukup keras untuk didengar Eliza, tapi Eliza tak bergeming. Bahkan, ketika Yoona sengaja mencium Diego dengan suara yang dibuat seprovokatif mungkin,
last updateLast Updated : 2024-12-03
Read more

Foto keluarga.

Malam itu, kesunyian yang pekat menyelimuti kamar Eliza. Hanya suara jarum jam yang berputar lambat, detak demi detak, menemani kekosongan yang menghantui pikirannya. Eliza duduk di tepi ranjang, tangannya menggenggam erat selimut yang terasa dingin. Setiap kali ia menutup mata, bayangan mimpi-mimpi aneh dan suara orang-orang yang tak dikenal terus membayangi.Kekhawatiran merayapi dirinya. Eliza tidak ingin terjebak dalam mimpi-mimpi itu lagi—mimpi tentang orang-orang yang memanggilnya dengan nama yang bukan miliknya, tentang kegelapan yang tak bisa ia pahami.Dengan gelisah, Eliza bangkit dari tempat tidurnya. Langkahnya perlahan dan hati-hati. Kakinya yang telanjang menyentuh lantai dingin, menambah rasa tidak nyaman yang sudah mencekam hatinya. Ia menatap sekeliling kamar, merasakan setiap sudut seolah ada sesuatu yang mengintai dari kegelapan.Rasa takut semakin kuat, membuatnya tidak tahan berada di kamar itu lebih lama. Tanpa ragu, Eliza membuka pintu dan melangkah keluar. Loro
last updateLast Updated : 2024-12-03
Read more

Buku diary.

Eliza mengusap debu tebal dari permukaan buku diary yang tanpa sengaja ia temukan. Jantungnya berdegup kencang. Sesuatu tentang buku itu terasa penting—terlalu penting untuk diabaikan. Dengan diary di tangannya, ia bergegas keluar dari gudang. Setiap langkahnya terasa semakin berat, seolah-olah rahasia yang tersembunyi dalam buku itu sudah mulai menekan dirinya, bahkan sebelum ia membukanya.Saat tiba di lorong rumah, langkah Eliza terhenti di depan pintu kamar Diego. Telinganya menangkap suara familiar—desahan napas Yoona yang penuh gairah, memecah keheningan malam. Eliza memejamkan mata sejenak, merasakan amarah dan jijik berputar dalam pikirannya.Eliza berdiri diam, menggenggam diary erat-erat, matanya menatap pintu kamar Diego. Telinganya dipenuhi suara desahan Yoona dan Diego. Napasnya semakin berat, namun kali ini bukan karena rasa sakit di kepalanya, melainkan kebencian yang semakin menggelora. Ia ingin masuk, ingin berteriak, tetapi tubuhnya terasa kaku."Setiap malam... sela
last updateLast Updated : 2024-12-03
Read more

Aku gila?

Eliza terbangun dengan rasa sakit yang menusuk di kepalanya. Pagi itu terasa begitu samar, seperti mimpi buruk yang belum sepenuhnya usai. Ia duduk di atas ranjang, menggosok pelipisnya dengan pelan, mencoba mengusir rasa pusing yang tak kunjung hilang. Suara langkah kaki Jasmina terdengar dari arah pintu, membawa sarapan dan beberapa pil yang biasa disodorkannya setiap pagi.Ia mencoba mengingat kejadian semalam. Ingatan tentang seseorang yang memukul tengkuknya terus menghantui. Suara misterius yang memerintah untuk membakar diary masih bergema di kepalanya."Semalam ada yang memukulku..." Ucapannya, meski pelan, cukup jelas untuk didengar oleh Jasmina dan Diego yang berdiri tak jauh dari tempat tidurnya. Keduanya bertukar pandang, seolah mencoba mengukur apakah Eliza benar-benar sadar dengan apa yang dia katakan.Jasmina menimpali dengan nada meremehkan. "Kau berhalusinasi, Eliza. Semalam kau tidur dengan pulas."Eliza menggeleng dengan keras, mengabaikan denyut nyeri di kepalanya
last updateLast Updated : 2024-12-03
Read more

Salah siapa?

Eliza membuka matanya perlahan, cahaya yang masuk dari jendela membuat pandangannya terasa menyilaukan. Kepalanya berdenyut, setiap detak terasa seperti palu yang menghantam pelipisnya. Tubuhnya terasa sangat lemah, seolah-olah seluruh energinya terkuras. Saat penglihatannya mulai fokus, dia melihat sosok Diego berdiri di samping ranjang, bersilang tangan di dada, ekspresinya dingin dan datar, selalu seperti itu.Eliza mencoba duduk, namun rasa pusing yang hebat membuatnya terhuyung kembali ke bantal. Dia menutup mata sejenak, mengatur napas, sebelum menatap Diego dengan tatapan yang tajam namun lelah.Diego menatap wajah Eliza tanpa ekspresi, suaranya nyaris datar. "Kau baik-baik saja, Eliza?"Eliza menjawab dengan nada ketus, meski suaranya lemah. "Apa menurutmu aku terlihat baik-baik saja, Diego?"Diego mengangkat alis sedikit, seakan mendengar jawaban Eliza hanyalah hal kecil yang mengganggu. Dia tidak menunjukkan rasa prihatin ataupun kesal. Alih-alih, dia justru menghela napas
last updateLast Updated : 2024-12-06
Read more

Kedatangan tamu.

Hari demi hari, Eliza merasakan tubuhnya semakin lemah. Nafasnya terasa berat hanya untuk menggerakkan tubuh, dan bahkan berjalan di taman—suatu hal sederhana yang dulu menyenangkan—kini terasa mustahil. Namun, suatu siang yang sunyi tiba-tiba pecah oleh keributan samar dari lantai bawah. Hatinya tertarik oleh suara itu, dan dengan susah payah, ia berjalan perlahan untuk keluar dari kamarnya.Dari lantai dua, Eliza menatap ke bawah dan melihat seorang pria muda berpakaian jas serba hitam sedang berbicara dengan Jasmina dan Yoona. Mata pria itu tampak serius, hampir cemas, saat ia berkata ingin bertemu dengan Eliza, menanyakan kabarnya. Namun, Jasmina dan Yoona segera menghalanginya, dengan alasan kalau Eliza sedang beristirahat dan tak bisa diganggu.Eliza teriak dengan suara lantang. "Aku di sini!"Sontak, semua kepala di lantai bawah menoleh ke arah Eliza. Pria muda itu tampak terkejut, lalu tersenyum tipis seolah lega. Namun, yang terjadi selanjutnya justru membuat dada Eliza berde
last updateLast Updated : 2024-12-06
Read more

Detektif Daniel.

Eliza merasakan ketertarikan aneh pada sosok pria yang baru ditemuinya, seolah ada sesuatu yang dalam tersimpan di balik namanya. Meskipun ingatannya samar, ia ingin mendengar lebih banyak darinya."Aku, sahabat masa kecilmu dulu." Katanya pria itu."Sahabat kecil… jadi, kau pernah sangat dekat denganku? Kenapa kau baru muncul sekarang?"Daniel menatap lembut Eliza."Aku kembali ke kota ini beberapa waktu lalu. Mendengar tentang keadaanmu, aku merasa harus menemuimu. Ada banyak hal yang ingin aku sampaikan, tapi aku tak ingin membebanimu."Eliza mengangguk, teringat akan Yoona yang selama ini mendampinginya."Siapa namamu?" tanya Eliza semakin penasaran."Daniel, aku bekerja di kepolisian." Jawab Daniel."Daniel, apakah kau mengenal Yoona? Dia bilang juga teman masa kecilku…"Daniel terlihat ragu, matanya meredup sesaat. Ia menarik napas panjang sebelum menjawab, tampak seakan banyak yang ingin ia katakan namun terhalang oleh sesuatu."Aku mengenal Yoona. Tapi… tidak semua orang sepe
last updateLast Updated : 2024-12-06
Read more

Rencana busuk.

Malam itu, angin dingin berembus, membuat tirai balkon berayun pelan. Yoona berdiri di sana, di balik kegelapan, menggenggam ponselnya dengan erat. Wajahnya tampak penuh kemarahan yang tersirat dari matanya yang menyipit dan bibir yang mengerucut. Sekali lagi, rencananya untuk membuat Eliza “hilang” dari hidup mereka gagal. Dengan suara penuh frustrasi, ia menelpon seseorang yang berada di sisi gelap kehidupannya.Yoona berbisik dengan nada kesal."Papa tahu? Wanita itu selalu saja berhasil lolos. Seolah-olah ada keberuntungan yang selalu melindunginya! Aku sudah tidak tahan lagi. Kita harus mencari cara lain."Dari balik ponsel, terdengar suara rendah, tenang tapi berbahaya."Kau terlalu gegabah, Yoona. Sudah papa bilang, rencana seperti ini butuh ketenangan. Terlalu banyak saksi atau cara yang terburu-buru akan mengundang kecurigaan."Yoona menghela napas panjang, mencoba meredam emosinya. Ia menatap ke arah taman di bawah balkon, membayangkan wajah Eliza di sana, dengan kebencianny
last updateLast Updated : 2024-12-06
Read more

Dokter gadungan.

Yoona menemui Diego, untuk melancarkan aksinya sesuai arahan papanya, dokter pribadi yang sudah ia pilih dan tidak di ragukan lagi mengenai kesetiaan dan intregitas."Diego, aku pikir sudah saatnya kita memanggil dokter pribadi untuk Eliza. Dia butuh perawatan yang lebih baik dari yang didapatnya sekarang."Diego mengerutkan keningnya, jelas tidak setuju dengan ide tersebut. Dia lebih percaya pada rumah sakit dan dokter yang merawat Eliza sebelumnya."Aku rasa itu tidak perlu, Yoona. Eliza tidak dalam kondisi kritis. Kita sudah punya dokter yang baik."Namun Yoona tidak menyerah. Dia menggeser kursi dan mendekat, dengan tatapan penuh harap."Tapi, Diego... Aku sangat menyayangi Eliza. Aku ingin dia cepat sembuh agar kita semua bisa hidup dengan tenang. Ini semua demi kebaikan dia."Jasmina, yang mendengarkan dari kejauhan, mendekat dan ikut mendukung Yoona."Sebaiknya kita beri kesempatan untuk dokter pribadi. Dia lebih berpengalaman dalam menangani kasus-kasus seperti ini. Lagipula,
last updateLast Updated : 2024-12-06
Read more

Benih cinta?

Diego menatap Eliza dengan lebih lekat, memperhatikan setiap gerakan dan raut wajahnya, mencari petunjuk dalam ekspresi yang tampak begitu asing baginya. Di hadapannya, wanita yang selama ini ia kenal sebagai Eliza kini tampak bagai orang lain—tatapan penuh ketakutan, kebingungan, dan seolah-olah dikejar bayangan yang tidak bisa ia lihat. Diego menarik napas dalam-dalam, mencoba mencari kata-kata yang tepat untuk menenangkannya."Mengapa semua ini terasa seperti mimpi buruk, Diego? Setiap kali aku menutup mata, aku melihat bayangan-bayangan… dan suara tembakan… suara yang memanggilku dengan nama itu. Quenza… apa artinya?"Diego merasakan ketidaknyamanan yang makin mendalam. Kata-kata Eliza tentang “suara tembakan” dan “bayangan” tak masuk akal baginya. Tidak mungkin ada trauma seperti itu dalam hidupnya. Eliza adalah wanita yang selama ini menjalani kehidupan tenang, tak pernah terlibat dalam kekerasan, apalagi yang berkaitan dengan pertempuran. Ia berpikir keras, mencoba mencari penj
last updateLast Updated : 2024-12-06
Read more
PREV
1234
DMCA.com Protection Status