Semua Bab Membawa Pergi Benih Calon Pewaris sang Presdir: Bab 61 - Bab 70

93 Bab

Bab 61. Kenyataan Pahit

Adrian terbangun pagi itu di ruang perawatan biasa. Suasana ruangan yang tenang dan steril terasa seperti selimut dingin yang menekan dadanya. Ia mencoba menggerakkan tubuhnya, mengangkat kakinya, tetapi tak ada respons. Perasaan cemas merayap masuk. Ia mencoba sekali lagi, lebih keras, namun tetap saja kakinya tak bergerak."Ma..." panggil Adrian dengan nada panik, memecah keheningan. Rima yang sedang duduk di sofa dekat tempat tidurnya segera bangkit, ekspresi wajahnya berubah."Kenapa?" jawab Rima, mendekat dengan langkah tergesa.Adrian menatap ibunya dengan sorot mata penuh kecemasan, napasnya sedikit memburu. "Kenapa aku gak bisa gerakin kaki aku?" tanyanya, suaranya bergetar, memohon jawaban.Rima terdiam sejenak. Wajahnya berusaha tenang, tetapi kilatan panik di matanya tak bisa disembunyikan. Ia duduk di samping tempat tidur, meraih tangan Adrian dan menggenggamnya erat, seperti mencari kekuatan. "Adrian, kamu pasti bisa pulih," katanya, mencoba terdenga
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-20
Baca selengkapnya

Bab 62. Menjenguk dari Kejauhan

Gita sedang sibuk melayani anak-anak kecil yang berdiri di depan meja jualannya. Beberapa dari mereka berteriak riang, menyebutkan pilihan mereka. Namun, di balik senyumnya saat memberikan kembalian atau membungkus jajanan, pikirannya melayang jauh. Sorot matanya yang biasanya hangat terlihat suram. Dalam diam, Gita merasa bersalah. Bagaimanapun, Adrian adalah suaminya—setidaknya hingga saat ini—dan ia merasa harus berada di sisinya saat ini. Tapi kehadiran Rima yang seperti tembok besar membuatnya terhalang untuk melakukan itu. Perasaan bersalah dan ketidakberdayaan menggerogoti hatinya.“Mbak, aku boleh beli dua permen ini, kan?” tanya seorang anak kecil, menarik ujung bajunya. Gita terlonjak dari lamunannya.“Oh, boleh, sayang. Dua permen, ya? Jadi seribu,” jawab Gita, tersenyum sambil menerima uang receh dari tangan mungil itu. Ia kembali mencoba fokus pada dagangannya, tetapi bayangan Adrian tak bisa hilang dari benaknya.Beber
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-21
Baca selengkapnya

Bab 63. Putus Asa

Adrian terbaring di tempat tidur rumah sakit, tubuhnya terlihat lebih stabil, tetapi pikirannya terus berkecamuk. Beberapa minggu telah berlalu sejak kecelakaan itu, namun setiap harinya terasa seperti mimpi buruk yang tak kunjung berakhir. Pandangannya kosong, tertuju pada langit-langit kamar tanpa tanda-tanda kehidupan dalam tatapannya.  Di meja kecil di sebelah ranjangnya, segelas air mineral yang diberikan sejak pagi masih utuh. Sebuah nampan makanan baru diletakkan di meja oleh perawat beberapa menit lalu, tapi Adrian bahkan tidak meliriknya. Ketika perawat bertanya apakah ia butuh sesuatu, Adrian hanya menggeleng singkat tanpa suara. Perawat itu menghela napas kecil sebelum meninggalkan ruangan.Selimut yang menutupi tubuh Adrian terlihat berantakan, seperti tidak tersentuh sepanjang malam. Remote untuk mengatur tempat tidur tergeletak di pinggir kasur, tak pernah ia gunakan untuk menyesuaikan kenyamanannya. Bahkan lampu di dekat tempat tidurnya, yang biasanya
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-22
Baca selengkapnya

Bab 64. Dimanfaatkan

Gita mengunjungi rumah Hamid, membawa sembako dan sedikit uang untuk membantu kebutuhan bapaknya. Di ruang tamu sederhana itu, Hamid duduk diam memperhatikan Gita yang sibuk menata barang-barang. Setelah selesai, Gita duduk dan dengan nada penuh penyesalan berkata, “Maaf, Pak. Untuk sekarang, aku cuma bisa bantu sedikit. Kondisi aku sudah berbeda. Setelah ini, mungkin bantuanku akan lebih terbatas.”Hamid menatap putrinya, lalu pandangannya jatuh ke perut Gita yang sudah semakin membesar. “Cucuku sebentar lagi lahir, tapi kamu masih mau bercerai? Kenapa, Nak? Bukankah rumah tangga harusnya dipertahankan?”Gita menarik napas panjang, matanya berkaca-kaca. “Aku gak ingin bercerai, Pak. Tapi aku nggak ada pilihan lain, Pak. Mama Adrian nggak pernah menerima aku, dan sepertinya nggak akan pernah. Bapak tahu sendiri, restu orang tua itu penting. Kalau nggak ada restu, rumah tangga kami selalu penuh masalah.”Hamid terdiam, memikirkan uca
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-23
Baca selengkapnya

Bab 65. Beban dan Bantuan

Gita duduk diam di dalam mobil, pandangannya tertuju ke luar jendela. Bayangan kejadian tadi masih memenuhi pikirannya, membuat rahangnya sedikit mengeras. Naufal yang duduk di kursi kemudi, sesekali melirik ke arahnya. Meski ia berusaha menjaga tenang, ia bisa merasakan amarah yang masih menyelimuti Gita. “Kamu masih marah?” tanya Naufal akhirnya.  Gita menoleh. “Aku nggak marah sama kamu,” ujarnya tegas. “Tapi aku nggak ngerti kenapa kamu turutin aja Mas Ferdi tadi? Dia itu nggak tahu diri! Selalu minta uang, dan kamu malah kasih begitu aja! Kamu nggak sadar kalau itu bikin dia makin ngelunjak?” Naufal menghela napas panjang, mengatur nada suaranya agar tetap tenang. Ia tahu ini bukan saatnya memancing emosi Gita lebih jauh. “Gita,” katanya sambil terus menatap jalan di depannya, “Aku ngerti kamu kesal, dan aku paham banget alasanmu. Tapi tadi aku cuma nggak mau masalah jadi lebih panjang. Kalau aku nggak kasih, dia pasti bikin keributan di situ. Aku cuma nggak
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-24
Baca selengkapnya

Bab 66. Tak Bisa Bangkit

Rima membuka pintu kamar rawat Adrian perlahan, suara langkahnya nyaris tak terdengar di lantai keramik yang dingin. Di dalam, putranya duduk diam di atas tempat tidur, punggungnya sedikit membungkuk seperti menahan beban yang tak terlihat. Nampan makanan di atas meja kecil di sampingnya masih utuh, tidak disentuh sejak tadi pagi.Rima menatap dengan perasaan campur aduk—antara sedih, cemas, dan marah pada dirinya sendiri. Ia mendekat, duduk di kursi di samping ranjang, lalu berkata pelan, “Adrian, kenapa kamu nggak makan? Tubuhmu butuh kekuatan untuk pulih.”Adrian tetap diam, matanya menatap lurus keluar jendela. Cahaya matahari siang menyinari wajahnya yang pucat, tetapi tidak memberi kehangatan. Setelah beberapa saat, ia menjawab datar, tanpa emosi, “Buat apa, Ma? Aku nggak punya alasan buat sembuh.”Jawaban itu menghantam hati Rima seperti tamparan. Ia menelan ludah, mencoba mengusir rasa pedih di dadanya. “Jangan bilang begitu
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-25
Baca selengkapnya

Bab 67. Pengakuan dan Penyesalan

Gita sedang menata makanan di meja makan sederhana setelah selesai memasak untuk dirinya sendiri. Suasana rumah kontrakan terasa sepi hingga suara ketukan di pintu memecah keheningan. Alis Gita berkerut. Dengan sedikit bingung, ia berjalan ke depan. Ketika pintu terbuka, napasnya tertahan. Di depan pintu, berdiri Rima dengan wajah lelah, rambutnya sedikit berantakan, dan matanya berkaca-kaca. Rima terlihat seperti membawa beban berat yang tak kasatmata.“Mama?” sapa Gita, suaranya tegang. Ia merasakan jantungnya berdebar cepat, pikirannya seolah mundur ke semua kenangan pahit dari perlakuan dingin dan tajam Rima selama ini. “Ada apa Mama ke sini?” tanyanya dengan hati-hati, ada nada waspada yang tidak bisa ia sembunyikan.Rima menatapnya. Mata itu berbicara lebih banyak daripada bibirnya, penuh penyesalan dan kelelahan. Ia menghela napas panjang, suara yang akhirnya keluar lirih, hampir seperti patah. “Gita… Mama mohon, kamu
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-26
Baca selengkapnya

Bab 68. Penolakan Adrian

Gita dan Rima tiba di rumah sakit. Saat mereka memasuki ruangan Adrian, Rima tersenyum tipis, mencoba membawa semangat positif ke dalam ruangan. Ia mendekat ke tempat tidur Adrian dan berbicara dengan nada optimis.“Adrian, lihat siapa yang datang,” ujar Rima sambil sedikit menganggukkan kepala ke arah Gita, seolah ingin memberikan isyarat.Adrian yang sedang duduk bersandar di tempat tidur menoleh perlahan. Begitu melihat Gita, ekspresinya langsung berubah. Alisnya mengernyit, rahangnya mengeras, dan matanya memancarkan kemarahan yang tak disembunyikan. “Kenapa Mama bawa dia ke sini?” tanyanya dengan nada tajam, hampir seperti bentakan. “Aku gak butuh dia! Aku gak butuh siapa pun!”Rima tertegun, tidak menyangka respons Adrian akan sekeras ini. “Adrian, dengar dulu—”Namun, Adrian memotong dengan suara lebih keras. “Enggak, Ma! Sebelumnya aku sudah bilang, aku gak mau dia di sini!”
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-27
Baca selengkapnya

Bab 69. Harapan Baru

Gita duduk di samping Rima, menatap wajah lelah wanita itu dengan rasa simpati. Ia meraih tangan Rima yang dingin dan menggenggamnya erat. "Mama, jangan terlalu banyak pikiran. Mama harus jaga kesehatan dulu. Kalau Mama sakit gini, siapa yang akan mendukung Adrian?" katanya dengan suara lembut, penuh perhatian. Rima menghela napas panjang, tatapannya jatuh ke arah tangan Gita. "Bagaimana Mama bisa tenang, Gita? Setiap kali melihat Adrian, hati Mama terasa hancur. Mama tahu semua ini salah Mama. Kalau saja Mama tidak terlalu keras, kalau saja Mama bisa bersikap lebih bijaksana..." Suaranya serak, nyaris tenggelam dalam rasa bersalah. "Mungkin semua ini tidak akan terjadi." Gita menggeleng perlahan, berusaha memberikan ketenangan. "Ma, yang sudah terjadi tidak bisa diubah. Menyalahkan diri sendiri tidak akan membantu Adrian. Yang penting sekarang, kita ada di sini untuknya. Mama percaya kan, Adrian bisa bangkit lagi? Tapi dia hanya butuh waktu dan dukungan." Rima mengan
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-28
Baca selengkapnya

Bab 70. Langkah Kecil untuk Pulang

Adrian akhirnya diizinkan pulang oleh dokter setelah beberapa minggu perawatan intensif. Namun, dokter menegaskan bahwa ia harus mengikuti jadwal terapi fisik secara rutin untuk memulihkan kondisi tubuhnya. Adrian mendengarkan dengan malas, hanya mengangguk sesekali tanpa benar-benar memerhatikan. Sebaliknya, Gita mencatat setiap detail yang disampaikan dokter dengan serius, memastikan tidak ada yang terlewat. Ia memegang tangan Adrian erat, berusaha memberikan dorongan semangat. “Aku tahu ini sulit, tapi kamu harus semangat. Harus sembuh,” ucap Gita lembut. Saat tiba di rumah lama mereka, Adrian duduk di kursi roda elektrik yang otomatis bergerak sesuai arah joysticknya. Ia langsung menuju kamar tanpa berkata sepatah kata pun. Gita hanya bisa menghela napas, lalu mengikutinya. “Adrian, kamu mau aku masakin apa?” tanya Gita, mencoba mencairkan suasana.Adrian menggeleng tanpa menatapnya. “Aku nggak pengen apa-apa. N
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-29
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
5678910
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status