All Chapters of Kontrak Pernikahan 365 Hari: Chapter 1 - Chapter 10

13 Chapters

01. Awal dari Sebuah Rencana

Di sudut ruangan dengan pencahayaan remang, Derana berdiri dengan tatapan resah, memikirkan bagaimana nasib dirinya yang masih terjebak dalam pernikahan yang tidak bahagia ini. Musik yang mengalun lembut dan tawa riang para tamu seolah menjadi latar belakang yang kontras dengan perasaannya yang hancur.Dirinya merasa seperti seorang penonton yang terasing di tengah keramaian pesta. Sedari tadi, pandangannya tak pernah lepas pada Haka, suaminya, yang sedang berdansa dengan wanita lain di tengah lantai dansa. Hatinya terasa seperti diremas-remas, setiap tawa dan senyuman Haka dengan wanita itu seperti belati yang menusuk jantungnya. Derana mencoba menahan air mata yang menggenang di pelupuk matanya, namun rasa sakit dan pengkhianatan itu terlalu kuat untuk diabaikan. Ia teringat saat-saat indah mereka dulu, saat Haka masih menjadi pria yang setia dan penuh kasih. Namun kini, semua itu terasa seperti mimpi yang sudah sangat jauh, digantikan oleh kenyataan pahit yang menghancurkan hatin
Read more

02. Perjanjian yang Mengubah Segalanya

Derana duduk di sebuah kafe mewah, tangannya gemetar saat memegang cangkir kopi. Matanya terus melirik ke arah pintu, menunggu kedatangan Arash. Pikirannya penuh dengan keraguan dan ketakutan, namun juga ada secercah harapan untuk membalaskan dendam pada suaminya yang telah menghancurkan hatinya.Kata-kata Arash semalam masih menggema di hati Derana. Untuk pertama kalinya dalam waktu yang lama, ia merasakan semangat baru. Pertemuan ini bukan sekadar kebetulan, tetapi sebuah titik balik. Derana berharap, dengan bantuan Arash, ia bisa menemukan kembali makna hidup dan tujuan yang selama ini hilang. Arash bukan hanya seorang CEO, tetapi dia juga dikenal sebagai Ikon Industri, seorang pemimpin yang dihormati dan cukup disegani. Kekayaan yang dimiliki lelaki itu sudah tak terhitung dan jaringan koneksi yang dimilikinya sangat membentang luas. Derana sering mendengarnya, jika banyak orang-orang berbondong-bodong mengejar kerja sama dengan Arash, berharap mendapatkan sepotong dari keberhas
Read more

03. Langkah Awal

“Apa yang akan Anda rencanakan?” “Rencana ini tidak terlalu sulit untuk Anda. Aku akan menjelaskan nanti di perjalanan.” Lalu, tanpa ingin mendesaknya lagi, Derana mengiakan. Mereka meninggalkan kafe dan menuju mobil mewah Arash yang sudah menunggu di luar. Sepanjang perjalanan, Derana tidak bisa berhenti memikirkan keputusan yang baru saja diambilnya. Apakah ini benar-benar jalan yang tepat? “Kita akan mengadakan konferensi pers besok untuk mengumumkan pernikahan kita. Aku ingin kamu bersiap-siap,” ucap Arash memecah keheningan pada akhirnya. Derana mengangguk pelan. “Tapi bagaimana dengan Haka dan Ilona? Apa rencanamu selanjutnya?” Lelaki di sampingnya itu tersenyum tipis. “Kita akan mulai dengan menghancurkan reputasi mereka. Aku punya beberapa informasi yang bisa kita gunakan. Tapi untuk sekarang, fokuslah pada peranmu sebagai istriku dulu.” Tidak ada tanggapan yang bisa Derana ungkapkan, selain helaan napasnya yang mengalun. Mungkin untuk saat ini, ia akan mengikuti perinta
Read more

04. Awal Dari Kehancuran

Malam itu, di sebuah restoran mewah yang terletak di pusat kota, Haka dan Ilona sedang menikmati makan malam. Mereka tidak menyadari badai yang akan datang. Tawa dan percakapan mereka mengalir dengan mudah, merasa aman dalam kebohongan mereka. Namun, malam itu akan menjadi awal dari kehancuran mereka. Sebab, di balik itu. Di sudut gelap restoran, seorang pria dengan jaket hitam tengah mengamati mereka dengan seksama. Dia mengambil beberapa foto dengan kamera kecilnya, lalu mengirimkan pesan singkat kepada seseorang yang kini berada di sebuah apartemen mewah di lantai atas gedung pencakar langit, Derana menerima pesan tersebut. Ia tersenyum tipis, mengetahui bahwa rencana balas dendamnya mulai berjalan. Arash telah mengumpulkan bukti-bukti yang memberatkan Haka dan Ilona, termasuk foto-foto dan rekaman percakapan yang bisa menghancurkan reputasi mereka. “Besok pagi, kita akan mengirimkan semua bukti itu ke media,” kata Arash dengan nada dingin. “Aku ingin mereka merasakan rasa mal
Read more

05. Tatapan Selidik

Sementara kegaduhan itu terjadi, di tempat lain, Derana dan Arash tengah merayakan kehancuran Haka dan Ilona dari kejauhan. Mereka duduk di balkon apartemen, bersama dinginnya angin malam yang menyapu wajah mereka. Derana mengangkat gelas sampanye, tak terelak jika kini senyum tipis juga menghiasi wajahnya. Sementara Arash, dengan tatapan penuh kemenangan, mengamati setiap gerakan di bawah sana, seolah-olah menikmati setiap detik kehancuran yang mereka ciptakan, sembari mencari kepastian bahwa rencana mereka selanjutnya berjalan sesuai harapan. “Ini adalah momen yang kita tunggu-tunggu, bukan?” kata Arash dengan suara penuh kepuasan, matanya berkilat dengan kegembiraan. Wanita yang duduk di sampingnya itu mengangguk, “Ya! Itu sedikit membuatku lega.” Sekali lagi mereka bersulang, suara gelas yang beradu menggema di malam yang sunyi, menandai awal dari babak baru dalam hidup mereka. “Ini baru permulaan,” kata Arash lagi dengan nada dingin. “Kita akan memastikan mereka merasakan p
Read more

06. Keraguan Derana

Arash tersenyum penuh keyakinan. “Aku sudah menyiapkan segalanya. Kita akan menggunakan bukti-bukti tambahan untuk menekan dewan direksi agar memecat Haka. Setelah itu, kita akan membeli saham-saham perusahaan dengan harga murah.” Sepulangnya mereka dari tempat tersebut, malam itu Derana tidak bisa tidur. Pikirannya terus berputar, memikirkan semua yang telah terjadi dan apa yang akan datang nantinya. Dirinya tahu bahwa jalan yang mereka pilih memang penuh dengan risiko, tetapi ia juga tahu bahwa ini adalah satu-satunya cara untuk mendapatkan keadilan. Lalu pada keesokan harinya, Arash dan Derana mulai melaksanakan rencana mereka. Mereka gegas mengirimkan bukti-bukti tambahan kepada dewan direksi. Bukti-bukti tersebut tidak hanya mengungkapkan kelicikan Haka dalam penggelapan pajak, tetapi juga menunjukkan keterlibatannya dalam skandal yang lebih mengerikan lagi. Haka ternyata telah memanipulasi laporan keuangan perusahaan selama bertahun-tahun, menyembunyikan kerugian besar dan men
Read more

07. Intimidasi yang Tak Terduga

Suara sepatu heels yang beradu dengan lantai dingin itu memecah keheningan ruang yang masih diselimuti sisa-sisa malam. Sesosok tinggi dengan pakaian rapi itu terlihat datang dari ruang pribadi. Dengan semangat yang masih setengah terjaga, Derana bersiap untuk menghadapi hari baru.Namun, aroma samar kopi yang sudah dingin yang tercium di udara itu membuatnya melangkah ke ruang makan. Tidak ada yang terlihat, kecuali cangkir kosong dengan kehangatan yang tersisa di meja makan. Detak jarum jam yang mengalun lebih keras itu membuat Derana memindai pandang. Dilihatnya jarum jam yang sudah menunjukkan angka delapan yang membuatnya langsung menarik napas dalam-dalam.Kesunyian ruang membuatnya urung untuk menemui Arash. Ia mengambil ponselnya dan mengetik pesan singkat untuk Arash, “Aku akan keluar sebentar untuk bertemu kolega. Semoga harimu menyenangkan di kantor.” Ia menekan tombol kirim dan meletakkan ponselnya di meja. Dengan perasaan lega, ia bersiap untuk pergi, berharap pertemuan
Read more

08. Kembalinya Derana

Di pagi yang mendung itu, dengan langkah pasti, Derana masuk ke dalam gedung seorang diri. Tak ayal jika kehadirannya langsung membuat pasang mata di sana mengalihkan perhatian. Setiap langkah yang diambilnya seolah menggetarkan lantai, memancarkan aura yang begitu kuat hingga tak seorang pun bisa mengabaikannya. Wajahnya memancarkan ketegasan, dengan tatapan matanya yang tajam. Bahkan orang-orang di sekitarnya pun terdiam, seakan waktu berhenti sejenak untuk menghormati kehadirannya. Bisikan-bisikan kecil mulai terdengar, membicarakan siapa gerangan sosok yang mampu menguasai ruangan hanya dengan kehadirannya. Wanita itu tidak perlu berkata-kata bahwa kehadirannya sudah cukup untuk menyampaikan pesan yang jelas. Aura kuatnya bukan hanya tentang kekuatan fisik, tetapi juga tentang kepercayaan diri dan ketenangan yang terpancar dari setiap gerak-geriknya. Tidak seperti kemarin, hari ini ada yang berbeda. Ia tidak akan bersembunyi lagi di balik perlindungan Arash. Ada api yang menyal
Read more

09. Pesan Gelap

Senja mulai merangkak turun, menyelimuti langit dengan semburat jingga dan ungu yang memukau. Angin sepoi-sepoi membawa aroma tanah basah, sisa hujan sore tadi, menciptakan suasana yang tenang dan damai. Burung-burung terakhir kembali ke sarangnya, meninggalkan jejak kicauan yang perlahan memudar. Di kejauhan, lampu-lampu kota mulai menyala satu per satu, seperti bintang-bintang kecil yang menghiasi cakrawala.Di tengah keindahan senja itu, lobi apartemen menjadi tempat peralihan yang hangat dan nyaman. Pintu kaca besar yang menghadap ke luar memantulkan cahaya senja, menciptakan bayangan yang indah di lantai marmer sebelum suasana sore perlahan berubah menjadi malam.Setelah bertukar sapa dengan seorang penjaga lobi yang memberikan senyum ramah kepada siapa saja—Derana bergegas masuk dengan langkah cepat, ia ingin mengusir rasa lelah setelah seharian bekerja di kantor. Ponsel digenggamannya tiba-tiba berdering. Terlihat nama Arash dari laman layar depan, yang membuatnya langsung men
Read more

10. Ancaman yang Mengintai

“Aku... aku tidak tahu.”Mendengar itu, Arash berdiri dengan cepat. Lalu tanpa berkata apa pun, dia pergi meninggalkan meja makan dan menuju kamar mandi. Derana mengikuti dengan cemas, merasa bersalah dan bingung dengan apa yang terjadi. “Arash, aku benar-benar tidak tahu. Maafkan aku,” katanya dengan suara penuh penyesalan.“Wajahmu terlihat—” Derana semakin khawatir saat melihat Arash mulai menggaruk kulitnya yang memerah. “Arash, kamu baik-baik saja?” tanya Derana dengan nada cemas. Namun, Arash hanya terdiam membisu. Terlihat jika kulitnya yang semakin memerah dan bengkak. Derana tahu bahwa ini bukan pertanda baik.“Sebaiknya kita pergi ke dokter saja.”Pada saat itu, Arash memang masih terdiam. Tetapi tatapan yang ditujukan pada Derana sudah tak lagi ramah.“Tidak perlu!” jawabnya dengan nada datar.“Tapi—” Derana meletakkan harap. Tapi ia kembali dibuat bungkam karena tatapan Arash yang semakin mengintimidasi.“Keluarlah! Lain kali jangan sembarangan masuk ke dalam kamarku!” k
Read more
PREV
12
DMCA.com Protection Status