Sementara kegaduhan itu terjadi, di tempat lain, Derana dan Arash tengah merayakan kehancuran Haka dan Ilona dari kejauhan. Mereka duduk di balkon apartemen, bersama dinginnya angin malam yang menyapu wajah mereka. Derana mengangkat gelas sampanye, tak terelak jika kini senyum tipis juga menghiasi wajahnya. Sementara Arash, dengan tatapan penuh kemenangan, mengamati setiap gerakan di bawah sana, seolah-olah menikmati setiap detik kehancuran yang mereka ciptakan, sembari mencari kepastian bahwa rencana mereka selanjutnya berjalan sesuai harapan. “Ini adalah momen yang kita tunggu-tunggu, bukan?” kata Arash dengan suara penuh kepuasan, matanya berkilat dengan kegembiraan. Wanita yang duduk di sampingnya itu mengangguk, “Ya! Itu sedikit membuatku lega.” Sekali lagi mereka bersulang, suara gelas yang beradu menggema di malam yang sunyi, menandai awal dari babak baru dalam hidup mereka. “Ini baru permulaan,” kata Arash lagi dengan nada dingin. “Kita akan memastikan mereka merasakan p
Read more