Semua Bab Terikat Pernikahan Dengan CEO Dingin: Bab 171 - Bab 179

179 Bab

Aku Menemukanmu

“Mau sampai kapan kau berlari dan bersembunyi dariku, Sarena Anderson? Apa waktu empat tahun itu belum cukup buatmu?” Suara Julian mengisi udara di sekeliling mereka, meluncur penuh harapan dan keputusasaan. Sarena menghentikan langkahnya, tertegun mendengar ketulusan yang terpancar dari kata-kata pria yang telah lama dirindukannya. Setiap detak jantungnya terasa lebih cepat, seolah ingin melarikan diri dari kenyataan ini, namun takdir seolah menahan langkahnya.Dengan penuh keberanian, Sarena berbalik, menatap Julian yang berdiri di sana, menanti dengan tatapan penuh kerinduan. Jantungnya kembali menggila, berdebar tak karuan. Pria yang sangat dirindukannya selama empat tahun ini kini berada di hadapannya, dan ia merasa seperti terjebak dalam mimpi indah yang terbangun kembali. Dalam hati, Sarena bergumam, “Lalu kenapa aku harus berlari lagi? Cukup sudah takdir mempermainkan kami.”Julian mulai melangkah mendekat, pelan namun pasti, seolah ingin mengikis semua jarak yang ada di anta
Baca selengkapnya

Kamu Yang Penting

"Permisi, aku harap kalian tidak melupakan keberadaanku," ucap suara kecil itu, tenang dan santai, namun cukup untuk mengalihkan perhatian mereka. Julian dan Sarena terkejut, dan Sarena segera menjauhkan diri dari dekapan Julian. Wajahnya bersemu merah, rona malu jelas terlihat di pipinya. Situasi ini sungguh memalukan—apa lagi yang lebih memalukan daripada hampir tertangkap basah oleh putrinya sendiri dalam momen penuh perasaan seperti ini? Sarena menundukkan wajah, menghindari tatapan Julian yang kini tertawa kecil.Julian terkekeh, menundukkan kepalanya untuk melihat gadis cilik yang sedang memandang mereka berdua dengan ekspresi sok dewasa. Felicia berdiri dengan tangan terlipat di dada, menggeleng-gelengkan kepalanya seolah tidak percaya dengan apa yang baru saja ia saksikan. Dalam tatapan bocah itu, ada sedikit kekesalan bercampur kepolosan yang membuat Julian semakin tak mampu menahan senyumnya."Oh, Sayang, maafkan kami," ucap Julian, suara rendahnya lembut saat ia berbicara
Baca selengkapnya

Maafkan Aku

"Wah... kau memiliki mobil yang tak kalah tampan darimu, Uncle," ucap Felicia penuh kekaguman, matanya berbinar saat tangannya menyentuh bagian dalam mobil mewah itu. Julian terkekeh mendengar gadis kecil itu menyamakan ketampanannya dengan mobilnya. "Anak ini benar-benar tahu bagaimana menyenangkan hati seorang pria," pikirnya sambil menggeleng pelan."Apa kamu ingin mencobanya?" tawarnya dengan nada penuh kebapakan. Mata Felicia langsung berbinar lebih cerah, bibirnya melebar dalam senyum lebar."Benarkah?" tanyanya penuh semangat, seolah tak percaya dengan tawaran itu. Julian mengangguk mantap, melepaskan genggamannya dari tangan Sarena dan melangkah ke sisi pintu penumpang, membukanya dengan gerakan elegan. Felicia tampak hampir tak sabar, sementara Julian kembali mengulurkan tangannya untuk membimbing Sarena masuk ke dalam mobil dengan hati-hati. Tangannya terulur melindungi kepala Sarena, memastikan rambutnya yang lembut tak terbentur saat masuk."Julian, mobilku bagaimana?" pr
Baca selengkapnya

Ayah Di Sini

"Huh, yang benar saja... tanyakan saja pada dirimu sendiri kenapa aku pergi," tukas Sarena, nadanya penuh ironi, namun di dalam tatapan matanya yang menahan luka itu, ada bekas-bekas kerinduan yang tak ia mampu hapus.Julian menahan napas, serasa ditampar oleh realita yang ia abaikan terlalu lama. Matanya menatap lekat ke arah wanita yang mengisi seluruh ruang di hatinya, mencoba mencari jawaban atas kemarahan dan pengabaian yang dulu ia tunjukkan tanpa pikir panjang.“Oh Tuhan! Bisakah kalian berhenti?” suara Felicia mendadak memecah ketegangan di antara mereka. Suara itu penuh keluh-kesah, seperti seseorang yang merasa diabaikan, dan seketika mengalihkan perhatian Julian dan Sarena yang kini menatap gadis kecil itu dengan terkejut."Baiklah, Ibu. Sekarang katakan, apakah Uncle Julian adalah calon ayahku?" Felicia menatap ibunya dengan tatapan penuh tanya, sorot matanya tidak bisa disangkal memancarkan harapan yang tulus.Sarena tercekat, memandang putrinya yang masih menunggu jawab
Baca selengkapnya

Lega

Sarena menarik napas dalam, suaranya berubah lembut dan penuh kenangan ketika ia mulai bercerita. "Felicia… dia kebahagiaanku, Julian. Dia seperti sinar matahari yang muncul setelah badai, yang menghangatkan dan memberi arti baru dalam hidupku." Kata-katanya mengalir dengan tulus, mengisyaratkan seberapa besar perasaan dan perjuangannya selama ini. Di dalam setiap kata, Sarena menanamkan makna dari cinta seorang ibu yang tanpa syarat, sebuah cinta yang ia pilih dengan seluruh hatinya, walau penuh pengorbanan. Sorot matanya berkabut saat ia memandang Julian, mengungkapkan cinta dan kerinduan yang begitu dalam.Julian menggenggam tangan Sarena dengan lembut, merasakan beban yang selama ini ia bawa sebagai pria yang tiba-tiba diberi kesempatan kedua untuk mengenal putrinya. "Sekarang, dia juga bagian dari kehidupanku," ucapnya dengan suara bergetar, nyaris berbisik, seolah mencoba meyakinkan dirinya sendiri bahwa kehadiran Felicia nyata, bahwa ini bukan mimpi belaka. "Kita akan merawat
Baca selengkapnya

Bagaimana Denganmu Luna Sayang

Setelah masalah Julian dan Sarena selesai, sesuai janjinya pada sahabatnya, Bian, dia membawa adik sahabatnya itu pulang. Dia akan melamar Sarena di hadapan sahabatnya, meminta restu Bian dan Luna.Julian dan Sarena kembali memasuki rumah, membawa serta Felicia yang menggenggam tangan mereka dengan erat. Begitu tiba di ruang tamu, Luna menyambut dengan senyum lebar, matanya berkilau penuh kegembiraan saat melihat adiknya akhirnya kembali. “Ah... akhirnya kamu pulang,” ucap Luna, memeluk Sarena erat-erat. "Aku sangat merindukanmu."Sarena balas memeluk, bibirnya melengkung lembut. “Aku juga merindukanmu, Luna. Sangat rindu. Ah... comelnya.” Sarena menoel pipi bayi tembem yang ada di gendongan Luna. Dia mengambil alih Mikayla dan menciumnya. "Adik bayinya lucu 'kan," ia menunjukkannya pada Felicia. Felicia mengangguk dan dengan malu-malu menyentuh pipi Mikayla."Hai, Felicia, selamat datang," Luna merentangkan tangannya, memeluk gadis kecil itu. Sarena sudah pernah membahas tentang Feli
Baca selengkapnya

Dia Akan Menikahimu?

Luna tersenyum lembut sambil mendekat ke Felicia, gadis kecil yang tampak sibuk dengan pensil warna di tangan. "Hai, Felicia..." sapanya, duduk di sebelah gadis kecil itu. "Apa yang sedang kamu buat, Sayang?" tanyanya dengan hangat, matanya tertuju pada kertas penuh warna di hadapan Felicia.Felicia menoleh dengan senyum lebar. "Ini Ibu, sedang memakai baju pengantin! Dan ini Ayah Julian," jawabnya penuh antusias, telunjuk mungilnya menunjuk tiap karakter yang ia gambar. Matanya berbinar dengan bangga, seolah-olah memperkenalkan dunia imajinasinya kepada Luna.Luna tertawa kecil, matanya menelusuri gambar yang terlihat penuh cinta. "Dan ini kamu, ya?" ujarnya, menunjuk pada sosok kecil di antara gambar Sarena dan Julian. Felicia mengangguk dengan bersemangat, matanya menyorot kebahagiaan murni anak-anak."Hm, kalau ini?" Luna menunjukkan objek kecil di samping mereka yang mirip dengan keranjang bayi. Alisnya terangkat penasaran.Felicia tersenyum ceria, tatapannya polos namun mengandu
Baca selengkapnya

Julian Yang Malang

Luna meremas tangan Sarena dengan lembut, mencoba meyakinkannya untuk terus bercerita. Tatapan penasaran yang dalam terpancar dari matanya, tak dapat disembunyikan oleh ekspresi tenangnya. “Lalu, apa sebenarnya masalahnya?” desaknya lagi, penuh rasa ingin tahu. Mengapa Sarena terlihat begitu sedih padahal ia dan Julian saling mencintai? Bukankah dua orang yang saling mencintai seharusnya menikah dan hidup bahagia?Namun, di dalam hatinya, Luna tahu bahwa pernyataannya itu tak sepenuhnya benar. Pernikahannya dengan Bian tidak dimulai dari cinta sejati; mereka menikah karena keputusan keluarga yang berujung pada pernikahan yang dipaksakan. Namun, seiring berjalannya waktu, cinta perlahan tumbuh di antara mereka. Takdir telah menenun kisah mereka dengan cara yang tak terduga, membawa mereka dari konflik menuju kedamaian, dari kecurigaan menjadi kepercayaan. Sekarang, mereka berada di tempat yang disebut dengan "akhir bahagia" – titik di mana cinta mereka telah melewati segala ujian."Aku
Baca selengkapnya

Tentang Sarena

“Mas…” panggilan lembut Luna meluncur, berusaha menuntut perhatian suaminya yang tengah tenggelam di depan layar laptop. Ada kelembutan sekaligus sedikit tuntutan dalam suaranya, seolah mengingatkan bahwa ia tidak suka diabaikan.Bian menoleh dengan cepat, menyadari bahwa istrinya menginginkan sesuatu lebih dari sekadar jawaban biasa. Senyuman manisnya muncul, memupus segala letih yang terasa. “Ya, Luna, ada apa? Kamu butuh sesuatu, Sayang?” tanyanya dengan nada penuh perhatian.Luna tersenyum kecil, meski seulas kekhawatiran berbayang di matanya. “Tidak, Mas. Aku hanya ingin berbincang.” Kata-katanya sederhana, tetapi tersirat sebuah keinginan untuk didengar dan dimengerti. “Mas sedang sibuk atau bagaimana?” Ia tak ingin mengganggu, tetapi ia juga membutuhkan suaminya untuk bersamanya, sepenuhnya.Bian menatapnya dengan tatapan lembut penuh kasih sayang, mendengar nada halus yang menyiratkan beban dalam kalimat Luna. Meski pekerjaannya belum selesai, ia tak akan pernah meninggalkan i
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
131415161718
DMCA.com Protection Status